Kamis, 19 Februari 2015

Galau karena masih mencintaimu (Cerita gay) Part 26 (1&2) End

Part 26 I'am straight

Suasana ruang loker berubah terasa lebih dingin dari semenit yang lalu, aku lemas melihat langsung kenyataan yang ada di hadapanku saat ini, dua orang yang kukenal baik keluar dari bilik pancuran yang sama dengan hanya melilitkan handuk di bagian bawah tubuh, padahal salah satunya mengaku masih straight dan masih suka sama perempuan.

Lebih aneh lagi mereka bersikap biasa saja saat aku memergoki mereka, mas Raka malah menuju lemari loker tuk memakai baju dan mas Sultan berekspresi datar seraya menghampiriku dengan senyum yang mengembang. Tapi belum sempat dia membuka mulut dan menyentuhku, aku mundur dua langkah menjauhinya dan pergi keluar meninggalkannya.

Aku keluar loker dan berjalan sangat cepat menuju mesin absensi yang ada di dekat kantor mas Ando, tak kuhiraukan satu dua orang yang menyapaku sepanjang koridor, karena yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan perasaanku yang terluka karena telah dibohongi dan dikecewakan oleh mas Sultan.

Setelah mengabsen diri, aku buru-buru keluar gym agar mas Sultan tak mendapatkan dan mengejarku. Staff meja depan yang menyapakupun tak ku gubris, aku terus berjalan cepat menuju lift yang untungnya baru saja terbuka lebar.

Waktu tiba di lobby lantai dasar, dering hapekupun berbunyi dari dalam kantong celana, aku langsung merogohnya dan melihat layarnya.
“ mmh mas Sultan ..!” batinku

Aku tak berniat mengangkatnya saat ini, kalau aku melakukan itu maka amarahku bisa-bisa meledak di area umum ini. Kebohongan mas Sultan sudah membuat dadaku sesak, aku jadi berpikiran bahwa kebohongannya itu untuk menghindariku yang selalu menyukainya.

Kalau memang begitu alasannya kenapa dia sampai setega itu melakukannya, apakah aku tidak cukup pantas untuknya atau apakah aku tak cukup tampan untuk di ajaknya berkencan sehingga dia malu berjalan bersamaku di tempat umum.

Tuuut Tuuut Tuuut, deringnya terus memanggil

Ku tolak panggilan teleponnya dan ku matikan hape agar dia tak bisa menghubungiku kembali, masa bodo dengan dia, aku muak dan kesal mengingat-ingatnya.

“ Aarrrrgghh..!!” pekikku kesal

Aku terus berjalan menuju kosan yang ada di samping komplek perkantoran, rasanya kosan itu akan menjadi tempat berlindungku tuk sementara darinya karena untungnya dia belum pernah kuajak ke kosan, kalau saja ia tahu pasti dia akan menyusul ke sini.

Kunci pintu kosan ingin ku masukkan ke lubang dengan tergesa-gesa tapi setelah beberapa kali dicoba lubangnya tak juga berhasil dimasuki. Aku tahu aku sedang kacau, aku berusaha konsentrasi dan tenang agar bisa memasukkan kunci ke lubangnya dengan benar, aku berusaha mengenyahkan dulu pikiran-pikiran yang aneh tadi.

****
Tengah malam

Sudah 4 jam berlalu tapi bayangan mas Sultan dan mas Raka yang berdiri di depan bilik masih saja menghantui pikiran. Sepanjang malam aku tak bisa terpejam memikirkan alasan kenapa mas Sultan menolakku dan lebih memilih mas Raka . Kalau benar mas Sultan itu gay, kenapa tak memilihku saja yang notabene sudah tahu baik buruknya.

“ mas Sultaaaan ….mas Sultan, kenapa bohoooong..” rengekku dalam hati tak habis pikir,
“ kenapaaa???”
“ seandainya mas jujur dari awal pasti saya gak akan kecewa kayak begini….”

Hatiku terus merengek, meminta kejelasan dari mas Sultan sesegera mungkin, tapi itu tak akan terjadi karena mas Sultan memang tak ada di kamarku. Seandainya ia ada di sini , aku ingin mengeluarkan semua perasaan dan unek-unekku selama ini, agar ia tahu seberapa besar rasa sayang dan cintaku padanya.

****
Aku semula berbaring di kasurku yang sudah rapih, tapi karena posisiku tak juga bisa diam maka sprei yang menutupinya jadi kusut lagi dan berantakan. Aku masih penasaran dengan mas Sultan dan ingin sekali ku menelpon ataupun menemuinya , kemudian memaksanya mengakui kegayannya atau menceritakan semua kepribadian yang sebenarnya, tak ingin lagi ku dibohonginya seperti ini.

Sepanjang malam aku tetap tak bisa tidur, kadang posisiku berbaring tapi kadang karena pegal aku duduk dan mengipas-ngipaskan badan karena hawa panas kamarku. Jam di hape menunjukkan pukul 02 pagi.

****
Pagi

Aku datang ke tempat kerja dalam keadaan lelah, hawa ngantuk kini menggelayutiku yang tak bisa memejamkan mata dengan baik sepanjang malam tadi.

Ku sapa staff staff gym dengan alakadarnya, dengan senyuman kecil atau mengangkat alis sedikit saja. Mungkin mereka aneh melihatku yang bersikap lemas seperti ini karena biasanya aku selalu menebar senyum lebar di pagi hari.

Anak buahku di kantin ternyata juga memperhatikanku dengan aneh
“ lemes amat pak, kurang tidur ya?” tanya Rahmat staff dapurku
“ iya nih, gak bisa merem semalem..jadi pusing..”
“ pusing ? minum obat aja ..tapi bapak sarapan dulu, dah sarapan belom ??”
“ ah gak sempet Mat, biar aja deh, ntar saya coba merem bentar “

Setelah membereskan pekerjaanku di kantin, ku pergi ke kantor mas Ando tuk mencari tempat tidur yang nyaman. Ternyata mas Ando sedang berbincang di depan pintu kantor dengan seseorang berpakaian biru-biru yang mirip montir.

“ nanti kalo udah bener kasih tau saya lagi ke sini ya mas..!” kata mas Ando
“ baik pak..” sahut orang itu

Orang itu pergi meninggalkan mas Ando dan aku mendekat ke kantornya.
“ mo benerin apa mas ?”
“ itu keran air panas rusak”
“ oooh…,mas, saya numpang tidur bentar ya di dalem, semalem gak bisa merem nih, pusing jadinya..!” kataku lemas
“ mang mikirin apa sampe gak bisa tidur gitu ?” tanyanya sambil masuk ke kantor dan menutup pintu

Aku langsung mengambil posisi tidur di sebuah sofa panjang yang ada di ruangan dan memejamkan mata.
“ tau lah, pusing mikirinnya juga..” sahutku
“ soal laki ?”
“ Errrggh..kenapa sih nuduhnya soal laki melulu ??” sahutku sewot
“ ya apa lagi yang di pikirin PLU selain laki-laki ?!, saya juga tiap saat mikirnya laki melulu, gak bisa kalo gak bayangin laki-laki, pusing saya ”

Aku diam dan berusaha tenang agar bisa terlelap tapi mas Ando menggangguku lagi dengan pertanyaan yang tadi.
“ heh, kamu ada masalah apa?? jangan tidur dulu !”
“ males ah ngomonginnya”
“ ya udah sms aja “ candanya
“ yee.. garing amat!”
“ biarin !”

Untuk beberapa saat mas Ando membiarkanku sendiri, dia tak memaksaku lagi tuk bercerita tapi rasanya aku tak puas kalau tak mengungkapkan masalahku padanya, dia sudah seperti kakakku sendiri saja.

“ mas..!” panggilku sambil tetap terpejam
“ hemmm?!”
“ mas yakin gak kalo mas Sultan itu gay ?”
“ gay ? mmh ….gak keliatan sih, kayaknya bukan deh, kenapa emangnya ? kamu mau nembak dia ya ?”

“ bukaan…kemarin saya mergokin dia “main” di bilik shower paling ujung sama mas Raka, mulanya suaranya gak jelas tapi lama kelamaan saya kenal suaranya dan makin yakin lagi waktu mereka keluar bilik bersamaan,keluarnya Cuma pake handuk lagi, tanpa pake baju sehelaipun”
“ masa sih ?”
“ ya elah, kalo gak percaya mas tanya langsung aja deh sama temen mas, si Raka itu”

Mas Ando terdiam sebentar sebelum melanjutkan omongannya
“ nanti sore deh kalo dia datang saya mau tanyain.., kalo bener dia dah “main” sama si Sultan, hebat bener si Raka ya, bisa ngebelokin orang straight”
“ kalo saya kecewanya sama mas Sultan mas, soalnya selama ini dia ngaku sama saya sebagai straight yang benci banget sama gay, walaupun sekarang-sekarang udah agak mendingan”
“ iya sabar aja dulu, kamu juga pasti belum konfirmasi sama mereka langsung kan ?!”
“ belum sih..”

****
Petang hari

Kondisiku sudah jauh lebih baik dari pagi tadi, pusingku karena kurang tidurpun sudah berkurang. Tamu kantin sudah mulai ramai berdatangan, aku dan anak buahku makin sibuk melayani pesanan mereka.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dari belakang saat aku menaruh minuman ke meja tamu, aku menoleh ke belakang dan ternyata ada mas Sultan yang berdiri tegap.

“ saya mau ngomong bentar, bisa gak ?” tanyanya dengan muka serius
“ saya lagi sibuk mas, nanti aja” sahutku cuek sambil melengos meninggalkannya

Tapi dia tak menyerah, dia malah mengikutiku sampai masuk ke dapur
“ Dam, plis saya mau ngomong bentar..!”

“ Errggh…!” gumamku

Aku menghela nafas beberapa kali berusaha mengenyahkan rasa kesalku padanya
“ oke , kita ngobrol di luar aja..” kataku tegas, aku tak mau dia buat keributan di sini jadi ku ajak dia keluar kantin.

Mas Sultan ku giring ke kantor mas Ando agar pembicaraan kami tak di dengar siapapun jika situasinya memanas nantinya.

“ mas, saya pinjem dulu kantornya ya, saya mau ngobrol private bentar” kataku tegas pada mas Ando
“ oke… tapi jangan sampe pecahin barang-barang di sini ya! “ candanya sambil segera berdiri dan keluar kantor, mungkin dia tahu aku serius mau berbicara private makanya dia langsung mengijinkan.

Ku suruh mas Sultan tuk duduk di sofa panjang dan aku sendiri menyeret bangku berroda yang ada di depan meja mas Ando.

“ ayo mas mau ngomong apa ?! silahkan” kataku ketus
“ sabar Dam, kok kamu jadi galak begini sih ?!” katanya tenang
“ kerjaan saya banyak mas, tolong di percepat dan jangan bertele-tele..” sahutku tegas

“ saya mau tanya…kamu marah ya sama saya, kok gak ada kabarnya semaleman tadi ?! ”
“ enggak..! biasa aja..” sahutku bohong
“ tuh kan jawabannya begitu, pasti ada sesuatu yang bikin kamu begini…soalnya di telepon gak bisa, di sms gak dibales..”

Aku diam saja tak menjawab omongannya.
“ kasih tau donk Dam kalo kamu ada masalah sama saya, kan siapa tau saya bisa cepet koreksi nantinya”

Dia memperhatikanku dengan tatapan yang tajam, sementara aku masih diam tak merespon ucapannya dan lebih banyak mengalihkan pandangan ke sudut lain.
“ kamu marah karna saya gak jadi melulu ke kosan kamu ?” tebaknya

Aku menggeleng
“ ooh iya, kamu marah karna saya ngobrol sama si Raka terus..iya ?!” katanya berspekulasi

Kali ini aku tak menggeleng tapi juga tak mengangguk, aku membiarkannya terus bertanya-tanya.
“ ah kamu ini diajak ngobrol kok malah diem aja ! ayolah.. jangan kayak anak kecil begitu” katanya kesal
“ saya mau tanya, apa mas akan jawab jujur?” kataku akhirnya membuka mulut
“ iya …silahkan aja..”

“ mas itu gay ato bukan ?”
“ Ah Dam, nanyanya kok itu lagi itu lagi, udah jelas saya masih suka perempuan..gak suka laki-laki ”
“ terus apa yang mas lakuin sama mas Raka di dalam bilik kemarin??? ”
“ ngelakuin apa??? perasaan kita gak ngapa-ngapain !”

“ Alaaaaaah jangan bohong deeh, jangan ngelak lagi mas, saya udah denger semua obrolan kalian kemarin waktu di bilik, saya juga udah mergokin kalian keluar berdua dari dalam bilik, Cuma pake handuk doank lagi keluarnya ” kataku mulai sewot karena mas Sultan tak juga mengaku
“ ya kita gak ngapa-ngapain di dalam, orang si Raka nawarin bantuan tuk ngebukain keran air doank kok..”

“ emangnya mas sendiri gak bisa??”
“ bisa , tapi berhubung si Raka nawarin bantuan ya udah saya biarin dia ngurus itu, lagian keran yang rusak itu keran air panas Dam, kalo saya pegang langsung ya tangan saya melepuh lah”

“ trus kok bahasanya pake “ pelan-pelan doonk”, atau “ awas kena muncratannya” ? maksudnya tuh apaaa?? ”
“ ya iyaaa, saya takut air panasnya muncrat ke badan saya makanya suruh pelan-pelan”

Setelah mas Sultan memberi penjelasan sedetail-detailnya aku mulai bisa mempercayai, mungkin ada benarnya pengakuan tadi bahwa diantara mas Sultan dan mas Raka tak ada apa-apa dan kejadian kemarin itu Cuma salah pahamku saja, karena pikiranku sudah diracuni dengan pikiran-pikiran negatif sebelumnya tentang mereka berdua.

“ gimana, percaya sekarang ?”
Aku mengangguk malu

“ makanya tanya-tanya dulu biar jelas masalahnya, jangan asal main tuduh aja”
“ hehehe maaf ya mas, habisnya kaget banget ngeliat kalian pake handuk doank begitu”
“ jadi ternyata kemarin kamu kabur itu karena cemburu ngeliat saya sama si Raka keluar dari bilik berduaan?!”
“ hehehe…yaaa gak tau juga sih ” sahutku sambil menggaruk-garuk kepala

“ emang kamu suka ya sama saya Dam???”

“ HAH, nanyanya to the point banget, bikin gw malu aja..!” pekikku dalam hati

“ heh, kamu suka sama saya ?” tanyanya lagi
“ enggaaak..biasa aja..” sahutku gengsi mengakui
“ halah bohong kamu..”
“ udah ah…saya mau balik kerja lagi..gak penting pertanyaannya !”

Aku langsung keluar kantor dan kabur meninggalkan mas Sultan di dalam, perasaanku jadi campur aduk mendengar pertanyaannya yang menohok seperti itu, ada rasa senang bahwa dia tahu perasaanku yang sebenarnya tapi ada juga perasaan sebal karena dia kemungkinan sedang meledek orientasi seksualku.

Beberapa menit kemudian ternyata mas Sultan datang lagi menghampiriku di meja bar.
“ Dam, nanti saya mau main ke kosan kamu ya..!” katanya sambil orang-orang di bar memperhatikanku dan mas Sultan secara bergantian.

Sekali lagi aku tak menjawab tapi hanya mengangguk pelan, aku tak mau berharap apa-apa, siapa tahu saja nanti dia yang membatalkannya sendiri.

*************************************************************

Part 26 (-selesai), Nooo, I'm straight bro!

Kosan

Mas Sultan duduk di lantai kosanku yang tak beralas, matanya mengitari sekeliling ruangan kamar, menilai kerapihan kamar yang setiap harinya selalu ku tata dengan baik. Kepalanya manggut-manggut beberapa kali seakan menghargai apa yang sudah kulakukan terhadap kamarku ini.

“ rapih banget Dam, harum lagi..!” katanya
“ sama kayak kamar mas Sultan aja “
“ berapa ini sewanya ?”
“ Cuma gopek..”
“ gopek ? lumayan juga ya harganya ”
“ mungkin kalo di pinggir jalan memang rata-rata segini..tapi biarin lah, asal tempatnya nyaman dan deket ke jalanan ”

Mas Sultan membaringkan tubuhnya di kasurku yang sudah rapi, kedua tangannya ditekuk di belakang kepala dan kakinya direnggangkannya sampai menyentuh ke dinding kamar.

lengan berototnya yang sedang dalam keadaan terbuka seakan meledekku tuk segera mencumbuinya habis-habisan, tak peduli dia akan marah ataupun mengamuk yang penting aku bisa menikmati otot lengannya yang memikat. Wajahnya yang putih bersih dan rupawan juga seakan menggodaku tuk menciuminya sebringas mungkin .

“ heh Dam, ngapain kamu liatin saya begitu ?” tanya mas Sultan tiba-tiba membuyarkan imajinasi liarku
“ ah enggak mas, gapapa, Cuma lagi bengong aja..”
“ oooooh ….di kira lagi berniat macem-macem..”
“ niat macem-macem apa ???”
“ yaaa mau merkosa saya mungkin…” sahutnya enteng

“ mau ?” tawarku
“ boleh… tapi habis itu kamu saya tonjokin ya?!”
“ gapapa, asal bisa merkosa mas Sultan..” godaku
“ yaaa mulai to the point neh anak..!” katanya sambil bangkit dan menjauhiku

“ xixixi tenang aja maaaas, saya Cuma becanda kok..” sahutku menenangkannya,
“ saya bukan gay yang seperti itu,… lagian , saya bukan pure gay kok, saya masih suka perempuan ..” lanjutku

“ halah ngeles aja, kalo kamu suka perempuan buktinya mana ???” tantangnya
“ yaaa sekarang sih gak ada, nanti kalo dah mapan baru deh cari perempuan..” jawabku
“ huuu sama aja bohong kalo gak ada buktinya mah”
“ lha mas sendiri aja belum punya pacar lagi ? jadi mencurigakan ” sahutku menohok
“ masih males pacaran, mending sendiri dulu”
“ alasaaan !”

Lalu aku dan mas Sultan terdiam selama beberapa saat, menikmati suasana hening di dalam kamar, maklum saja televisi yang jadi barang wajib anak kosan masih belum ku miliki, aku menganggap bahwa hape TV chinaku sudah memenuhi kebutuhan itu dan tak perlu lagi membeli TV yang akan memakan tempat.

“ eh Dam, besok sabtu ikut saya yuk..”
“ kemana ?”
“ ke rumah bapak!”
“ wah boleh-boleh..naik apa ?”
“ naik mobilnya si Raka “
“ hah naik mobilnya mas Raka ? berarti dia ikut ?”
“ kenapa ? kamu cemburu ?”

“ iya laaah, kalo mas Sultan deket sama yang lain saya jadi cemburu..”
“ yeee emangnya saya pacar kamu..”
“ lah bukannya kita udah jadian ?!” candaku
“ jadian dari hongkong..!!”

“ eh mas, ajakin mas Ando sekalian ya, biar rame”
“ hah?! emangnya mau pesta gay di sana?!”
“ hehehe sekalian maas…pelit amat sih”
“ tau ah, ntar aja tanya si Raka..”

Obrolan kami terus berlanjut sampai tengah malam, sekarang keterbukaan menjadi kunci penting dari percakapan-percakapan kami, mas Sultan sudah tak ada masalah dengan candaan-candaanku yang terkadang melenceng ke wilayah gay, sementara aku juga tak kecewa saat mas Sultan berani menolakku mentah-mentah dan mengejek kegayanku.

Sampai tengah malam ternyata mas Sultan tak mau pulang ke kosan, dia bilang bahwa dia mau bermalam di sini agar hatiku senang dan tidak marah-marah lagi.

“ tapi mas, gak takut saya perkosa ntar malem ?” ledekku
“ saya tonjok langsung !!” sahutnya sambil membalikkan badan membelakangiku

****
Sabtu

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang di jalan tol Jagorawi arah kota Bogor, mas Raka mengendarai dengan sangat elegan, sepertinya dia tak mau membuat perasaan teman-temannya jadi was-was, laju kendaraannya dia buat selembut mungkin dan tak pernah mengerem mendadak layaknya sopir angkot.

Mobil mas Raka terbilang mungil, hanya 4 sampai 5 orang saja yang bisa duduk di dalamnya, pas sekali untuk tempat duduk mas Raka sebagai sopirnya, aku, mas Sultan dan mas Ando.

Sedari awal berangkat tadi , Mas Raka sudah meminta mas Sultan duduk di sampingnya, sementara aku dan mas Ando terpaksa harus duduk di jok belakang. Permintaan yang aneh ini membuatku jadi meradang lagi, mas Raka tampaknya sengaja menyulut api permusuhan denganku.

Mas Sultan yang diminta duduk di depan malah menurut saja, dia tak berkutik dan sama sekali tak menolak karena diapun butuh bantuan mas Raka tuk bisa sampai ke Bogor. Sepintas matanya melirik kepadaku sebelum naik tadi, seakan-akan dia meminta maaf karena tak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya.

Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam, rasa jengkelku pada mas Raka yang tak tahu diri dan semena-mena membuatku malas membuka mulut, hanya mereka bertiga saja yang berbicara kesana kemari.

Aku tahu mas Sultan bukan milikku dan aku tahu dia juga bukan seorang gay, tapi kenapa hati ini masih saja panas saat dia didekati orang lain, seharusnya aku duduk tenang dengan hati yang adem dan berusaha meyakinkan diri bahwa mas Sultan tak akan tergoda oleh laki-laki gay lain.

“ Dam, kok diem aja? Ngobrol donk” kata mas Raka
“ lagi sariawan kali Ka..” timpal mas Ando meledekku

Seketika aku mencubit paha mas Ando yang memakai jeans hitam.
“ AAwwww..!”
“ napa Ndo ?” tanya mas Raka
“ tau nih, ada kepiting di sini..”
“ hahaha… masa sih ada kepiting?!” tawa mas Sultan
“ kepitingnya nyapit apaan ???” tanya mas Raka
“ untungnya masih nyapit paha nih..belum ke yang lain ” sahut mas Ando
“ hahaha…” tawa mereka membahana, malu aku jadinya, aku merasa sedang dikerjai saat ini oleh mereka.

****
Perjalanan memakan waktu 2 jam lebih, selepas gerbang tol kota Bogor rumah Pak Luthfi ternyata masih jauh lagi , sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai ke rumahnya dari pusat kota.

Mobil berhenti perlahan di depan rumah yang berpagar kawat karatan. Setelah mesin mobil mati, kami semua turun dan meluruskan punggung yang dari tadi tertekuk. Udara sejuk sepoi - sepoi menerpa kami, harumnya didominasi oleh wangi dedaunan dari kebun yang terhampar luas di area sekitar rumah.

Suasananya benar-benar asri, di halaman tumbuh sebuah pohon besar yang menaungi rumah sampai ke jalanan luar. Rumput-rumput hijau yang baru tumbuh terhampar di halaman yang cukup luas ini. di sekitar rumah juga masih terbentang alam indah yang luas dan bisa dinikmati sepuasnya.

Mas Sultan mengajak kami tuk segera masuk ke dalam, di luar udaranya terasa dingin dan lama kelamaan akan membuat menggigil seluruh tubuh. Pak Luthfi menyambut kami di depan pintu rumah, dia tersenyum senang melihat kedatangan kami.

“ Assalamu’alaikum..pa kabar pak ?” sapaku
“ wa’alaikum salam, baik dek, ayo silahkan ..” ajak pak Luthfi yang wajahnya terlihat letih

Kami masuk satu persatu ke dalam rumah, sebuah sofa hitam panjang yang ada di dekat jendela menggodaku tuk mencoba mendudukinya, sepertinya duduk di sofa ini akan membuat kami nyaman dan betah.

Ku perhatikan ke sekeliling ruangan, Interior rumahnya sangat sederhana, tidak banyak benda yang menghiasi rumah tua ini, hanya satu dua foto kenangan yang terpasang di dinding. Foto-foto itu menampilkan sosok 2 orang yang salah satunya adalah pak Luthfi, sementara satunya lagi ku tak tahu pasti, mungkin saja kekasih Pak Luthfi yang dimaksud mas Sultan.

“ itu foto saya dan Pak Luthfi..” kata seseorang dari belakangku

Aku membalikkan badan dan seseorang berdiri dan tersenyum padaku
“ hai.. saya John”
“ saya Adam..”

Bukannya saling berjabat tangan tapi aku malah terpana dan membeku melihatnya, ternyata kekasih pak Luthfi itu adalah orang asing.

“ oh jadi ini yang namanya Adam..” katanya dengan logat yang sudah halus seperti orang Indonesia asli ,
“ iya bener, kenapa memangnya om ?”
“ gapapa, pak Luthfi sering cerita aja tentang kamu”
“ oh..” aku manggut manggut

“ Dam, sini deh..!” panggil mas Sultan tiba-tiba

Mas Sultan langsung mengajakku ke bagian belakang rumah, ternyata di belakang ada sebuah halaman berrumput hijau yang cukup luas dan hanya dibatasi dengan pagar kayu di sekelilingnya. Pemandangan di luar pagar ternyata lebih indah lagi, hamparan ladang sayuran tersaji luas di tanah yang makin landai ke bawah, belum lagi latar belakangnya yang menampilkan gunung besar menjulang tinggi, aku tak tahu apa nama gunung itu.

“ woow…keren banget mas..!” pekikku senang
“ bagus kan?!”
“ iya bagus banget..”

Mas Sultan lalu duduk di sebuah bangku yang terbuat dari potongan pohon di dekat pagar, kemudian dia terlihat menghirup dalam-dalam udara bersih dan sejuk yang berlimpah di tempat ini.

“ udaranya bersih banget ya Dam..”
“ iya…jadi mau tinggal di sini”

“ waaah ternyata pada di sini..”

Aku menoleh ke belakang, ternyata ada mas Raka datang menghampiri kami, sedikit rasa sebal tiba-tiba menghantuiku.

“ kebon sayur punya sapa nih Tan?” tanyanya seakan menganggapku tak ada
“ punya bapak saya sama om John..”
“ semuanya ???”
“ enggak, Cuma dari ujung tiang merah itu sampai sini..” sahut mas Sultan sambil menunjukkan patok batas ladangnya
“ widiiih lebar bangeeet”

Daripada aku jengkel terus mendengar suara mas Raka lebih baik aku masuk ke dalam saja.
“ mau kemana Dam ?” tanya mas Sultan
“ tidur..!” jawabku asal

****
Kegiatan kami sepanjang siang sampai sore tak ada yang berarti, hanya makan dan minum, mengobrol ngalor ngidul di ruang tamu dan jalan-jalan ke ladang sayuran menikmati pemandangan alam yang indah.

Pak Luthfi kelihatannya senang sekali dengan kedatangan kami ke rumahnya, dia terlihat lebih sumringah sekarang dibanding tadi saat menyambut kami pertama kali, padahal kondisinya juga kurang baik. Sementara om John yang bule itu sibuk melayani makan dan minum kami, dia mengumpulkan bahan-bahan makanan dan memasaknya sendiri untuk kami semua.

Mas Ando tampaknya sangat bersenang-senang di sini, dia sangat exist di luar rumah, berpuluh-puluh foto mungkin sudah masuk ke memory kamera digital dan hapenya, katanya dia akan segera memajang beberapa foto di akun situs jejaring sosial yang dia ikuti.

Lain lagi dengan mas Sultan, dia lebih memilih masuk ke dalam kamar pak Luthfi dan mengenang foto-foto lama pada beberapa album yang sudah usang, dimana di album tersebut ada dia, ibunya dan pak luthfi yang masih bahagia bersama.

Namun kesendiriannya itu diusik oleh kehadiran mas Raka yang secara tiba-tiba merangsek masuk ke dalam kamar dan pastinya mengganggu kesendirian mas Sultan di dalam. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu sampai mereka akhirnya keluar 5 menit kemudian dengan tangan mas Raka memijat-mijat pundak mas Sultan dari belakang.

Aku yang melihat itu makin terbakar saja, nafas kembang kempis menahan amarah di dada, mataku tak lepas sedetikpun dari memandang perbuatan menyebalkan mas Raka itu. Ku tak rela mas Sultan diganggu dan disentuh olehnya atau siapapun juga, ku ingin setiap laki-laki gay menjauhinya dan tak menggodanya.

****
Malam dingin

Hari makin gelap di luar karena malam terus beranjak larut, suara-suara serangga kecil mulai membahana , membuat nikmat suasana kampung yang sunyi. Hawa yang dingin juga mulai menyelimuti karena aku lupa membawa baju hangat tadi pagi. Tapi untungnya Pak Luthfi dengan baik hati mau meminjamkan sweaternya yang tebal.

Kami semua berkumpul di ruang tamu, menonton TV , berbincang dan mengakrabkan diri satu sama lain. Pak Luthfi dan om John duduk berdekatan dan berpegangan di sebuah sofa khusus yang hanya muat tuk dua orang, sedangkan mas Ando duduk santai di sebuah kursi goyang milik pak Luthfi.

Sementara aku, makin sewot saja dengan perbuatan mas Raka, kali ini dia memanas-manasiku dengan duduk di samping kanan mas Sultan, padahal aku sudah lebih dulu mendekatinya dari sebelah kiri. Selama beberapa saat mas Raka terus mengajak ngobrol mas Sultan dengan omongan-omongan bisnis, otomatis perhatian mas Sultan terus terfokus padanya karena memang aku bukan orang yang bergelut dalam dunia bisnis seperti mereka.

Televisi terus menyala tapi yang menontonnya hanya aku, Pak Luthfi dan om John, sedangkan yang lainnya sibuk dengan urusannya masing-masing.

“ dek kamu makan lagi sana !” suruh pak Luthfi
“ ah dah kenyang pak” sahutku lemas
“ kenyang makan apa?”
“ kenyang MAKAN HATI !” sengaja ku kencangkan suaraku agar mas Sultan mendengarnya

“ hah ? perasaan si John gak masak hati ” gumam Pak Luthfi heran

****
Pukul 08 malam

Mas Sultan keluar dari kamar Pak Luthfi, di tangannya ada sebuah kue tart kecil yang mampu mengundang selera, kemudian dia menaruhnya di meja tempat kami berbincang-bincang.

“ siapa yang ulang tahun Tan ?” tanya mas Ando
“ ah gak ada, ini Cuma perayaan kecil-kecilan aja… , sini Ka..!” panggil mas Sultan pada mas Raka tuk berdiri

“ HAH… kok yang dipanggil malah mas Raka, bukannya gue ? perayaan apaan sih ?? ” tanyaku dalam hati

Kemudian mas Sultan mengatakan kata-kata pembuka sambil berdiri di hadapan kami dan tak lama mas Raka menggantikannya berbicara di depan. Aku tak begitu menyimak karena suara mas Raka terdengar begitu sumbang di telingaku, aku agak-agak cuek dan lebih fokus ke acara TV. Tapi tiba-tiba sebuah kalimat yang kudengar sekilas membuatku terkejut setengah mati, dia bilang

“ … maka dari itu, kami berdua memutuskan untuk “jadian” dan semoga kedepannya kami bisa lebih dekat satu sama lain !!”

“ HAH??? Jadian ??? “ pekikku dalam hati

Sepertinya aku tak salah dengar tadi, mas Raka memang bilang “jadian” dengan jelas.
“Apa maksudnya?” batinku lemas

Aku makin membeku saja saat mereka berdua akhirnya bersalaman dan berpelukan erat di hadapanku, menandai dimulainya hubungan mereka.

Aku sungguh kecewa dengan mas Sultan, kemarin dia masih sempat-sempatnya mengelak dan terus mengatakan bahwa dia straight, bahwa dia masih suka dengan perempuan, ternyata semua itu hanya omong kosong saja.

Saat tiba waktunya pemotongan kue tart, aku langsung bangkit dan bergegas meninggalkan ruang tamu, lalu pergi ke halaman belakang dan duduk di bangku pohon yang teronggok dekat pagar.

Suasananya memang sangat sepi di sini apalagi kegelapan seakan mencekam, tapi tak apalah lebih baik berada di sini daripada duduk di dalam menyaksikan kebahagiaan dua sejoli yang munafik.

“ Dam..ngapain kamu di sini ??” sapa mas Sultan sambil memegang bahuku
“ Aarrgh..!!”
Aku menghentakkan bahu menghindari sentuhannya

“ yaaa kenapa lagi sih nih anak, kok jadi sering ngambeg gini..?!” katanya heran sambil menggeser dudukku ke samping, “ kenapa lagiii ??” lanjutnya

Aku kesal sekali dengannya, kenapa dia tega mengobok-obok perasaan, kemarin dia bilang masih suka perempuan dan menolak “tembakan”ku mentah-mentah, tapi sekarang malah jadian dengan mas Raka yang notabene dia adalah seorang playboy kelas atas.

“ gak, gapapa “ sahutku ketus
“ mmh cemburu lagi sama si Raka ?” tebaknya
“ enggak ! “
“ ya terus kenapaaa??” tanyanya dengan sabar

Aku tak menjawab, untuk beberapa saat kami berdua jadi terdiam, tak ada satupun yang membuka suara, sementara hawa dingin makin membuatku menggigil , ingin masuk tapi ku gengsi melewatinya.

Dadaku terus bergemuruh jika mengingat kedekatan mereka dan perayaan hari jadian mereka tadi , rasanya ingin berlari pulang saja ke Jakarta meninggalkan semua orang di sini tapi itu tak mungkin aku sama sekali tak tahu jalan pulang dan sekarangpun masih gelap gulita.

“ ya udah kalo gak mau ngomong, mending saya ke dalam aja..dingin banget di sini ” pamitnya sambil beranjak dari bangku

“ mas !” panggilku akhirnya
“ ya ?!” sepertinya dia menghentikan langkahnya
“ selamet ya!”kataku berusaha tegar

“ selamet apa ???” dia kembali lagi menghampiriku
“ atas … hubungan kalian”
“ hubungan apa ? “

“ Alaaah mas jangan bodohi saya lagi lah, saya udah capek, jangan akting melulu ” sahutku lebih sewot
“ adduh nih anak, ngomong apaan sih?! Gak ngerti saya ” katanya tak sabar
“ ya yang soal tadi, soal jadian kalian “
“ jadian sama siapa ??”

“ Eerrggh …saya gak habis pikir ya, kenapa mas selalu berusaha ngelak dan bilang straight terus sama saya di beberapa kesempatan …udah jujur aja mas tentang hubungan sama mas Raka itu..saya akan lapang dada kok kalo emang kalian bener jadian !” kataku nyerocos panjang

“ HAhaha ….Adaaaam Adam, ternyata itu yang kamu ambekin dari tadi..”
“ yeee malah ketawa..”

Mendengarnya tertawa terbahak-bahak seperti itu jadi membuatku ragu akan keyakinanku tadi,
“ apa gw salah lagi ya ??” batinku

“ saya sama si Raka itu “ jadian” dalam hubungan bisnis ajaaa, bisnis restooo, dia mau jadi investor di Sultan Chicken, naah ..berhubung dia juga punya resto makanan Jepang, kita juga berencana merger tapi itu nanti dibicarakan lagi, sementara ini kita jadian dalam hal investasi aja dulu, begituuu …hadeuuuh dasar tukang ngambeg, cemburunya gede amat ” jelasnya sambil mengacak-acak rambutku.

“ yang beneeer ?!”
“ iyaaa, sumpah juga saya berani..!”
“ xixixi….” Tawaku malu

Aku merasa langsung ciut dan malu karena salah melulu menilai mas Sultan beberapa hari terakhir ini, rasa emosi dan cemburu ternyata berdampak besar pada pikiranku.

“ untung saya gak pacaran sama kamu, kalo iya.. saya bisa dibuntutin terus kemanapun pergi deh, ribet “ ledek mas Sultan
“ hehehe maaf ya , saya jadi marah-marah melulu..habisnya mas Raka nempel terus sih sama mas” sahutku to the point

“ yeee nempel terus juga gapapa, emangnya kenapa ? kan saya bukan siapa-siapa kamu!” sahutnya enteng
“ tapi kita kan udah jadian mas !” jawabku kepedean
“ idih amit, siapa juga yang suka sama kamu, sory ya… saya lebih suka sama.... “mas” Raka !” ledeknya sambil menjulurkan lidah

Tiba-tiba mas Sultan langsung lari ke arah pintu dan menutupnya rapat-rapat dan dengan jahilnya dia mengunciku di luar sendirian.

Aku berlari cepat ke arah pintu, berhubung keadaan di luar sangat mencekam aku memukul pintu sekencang-kencangnya

DUK DUK DUK

“ MASSS, MAASS !!!” teriakku, ” BUKAIIIIINN !, AWAS YAAAA, KALO KENA SAYA PERKOSAAA!”
“ PERKOSA AJA KALO BISA !!!” balasnya
" BUKAIIIIN !!!"

****
Ternyata rasa cintaku tak kesampaian juga ke mas Sultan, dia terus berkata straight dan terus menolak “tembakkan-tembakan” ku. Walaupun Pak Luthfi, om John, mas Ando dan mas Raka akhirnya menyetujui kalau aku jadi kekasih mas Sultan, dia tetap enggan menjadi gay dan lebih memilih perempuan sebagai tautan hati selamanya.

But it’s okay, no problem, karena diapun berarti tak akan dimiliki oleh gay manapun dan tak akan rusak keyakinannya sedikitpun. Aku jadi tenang menjalani kehidupan selanjutnya bersama dia sebagai sahabat ataupun abang dan diapun menerimaku apa adanya baik sebagai teman ataupun adik yang siap dirangkul dan dimanja.

Penolakan mas Sultan terhadap om John sedikit demi sedikit akhirnya bisa pudar juga, seiring rasa terimakasihnya yang membesar pada om John karena telah merawat Pak Luthfi yang makin sering sakit-sakitan.

Sementara mas Raka si esmod flamboyan itu belum mau menjauh dari mas Sultan, tapi karena aku sudah tahu mas Sultan sudah berikrar tak akan jadi gay, aku selalu mengganggu dan memisahkan mereka jika obrolan mereka sudah tak penting lagi, entah mau dicap perusuh atau apa yang penting aku mau memastikan dan menjaga agar mas Sultan tetap jadi laki-laki straight.

Kabar dari Alex menyebutkan bahwa bayinya sudah lahir ke dunia, seorang bayi perempuan yang kata Siti dan Farah berparas sangat cantik seperti ibu dan bapaknya, bayi Alex itu dinamai Syifa yang artinya kalo gak salah “ obat “, mungkin maknanya agar si Syifa ini bisa menjadi obat untuk bapaknya yang “sakit-sakitan”, semoga.

Beda lagi dengan mas Ando yang lebih suka mencari pria-pria baru dalam hidupnya, sepertinya dia benar-benar memanfaatkan kemolekan otot tubuhnya tuk menggaet pria-pria keren yang ada di gym ataupun yang ada di luar, tapi ada satu hal yang takkan pernah ia lupa jika mendapat teman kencan, hal itu adalah ..bahwa dia akan selalu , PLAY SAFE !

Galau karena masih mencintaimu (Cerita gay) Part 25

Part 25 : mas Raka, loe gue end !

Pagi ini aku merasa senang sekali masuk kerja lagi, bukan karena hari ini hari gajian tapi karena hari ini kabarnya mas Sultan akan mulai ngegym lagi. Sedari bangun tadi pagi perasaanku terus menggebu-gebu tak sabar ingin bertemu lagi dengannya, padahal baru tadi malam aku pulang dari kosannya.

Perut keroncongan yang biasanya kualami setiap pagi pun kali ini sama sekali tak terasa, mungkin terhalang oleh rasa bahagia yang membuncah di dada. bayangannya tak juga teralihkan dari pikiranku sejak tadi malam, kadang aku tersenyum-senyum sendiri mengingat kejadian tadi malam dimana aku telah masuk ke kosannya lagi dan berteman lagi dengannya.

***
Kata mas Sultan, dia akan datang ke gym sore nanti, masih lama karena sekarang saja masih jam 10 pagi. Aku juga sudah berjanji akan mengusahakan diskon harga keanggotaan fitness buat dia dan aku akan paksa mas Ando untuk memberikan diskon sebesar-besarnya untuk temanku yang rupawan itu.

Tapi aneh , sampai jam 10 begini mas Ando belum kelihatan juga batang hidungnya, sudah kutanyakan pada resepsionis di meja depan 20 menit yang lalu tapi mereka bilang mas Ando agak telat datangnya karena harus mengurus sesuatu yang penting.

“ coba tanya lagi ah..” kata batinku sambil meninggalkan kantin yang masih sepi

Di meja resepsionis kebetulan ada satu staff perempuan dan 2 orang laki-laki muda yang penampilannya agak berlebihan , mereka mengenakan kaos V-neck berwarna pink, bercelana jeans pensil dan membawa tas besar layaknya ibu-ibu mau ke pasar. Mereka sedang memegang brosur promo gym yang baru, sepertinya mereka tertarik dengan promo di brosur itu.

“ Mbak, pak Andonya udah datang belum ?” tanyaku

Dari salah satu sudut mataku, kedua tamu itu tampaknya sedang memperhatikanku dalam-dalam, sepertinya mereka menemukan sesuatu yang membuat mereka terpana.

“ udah pak, baru aja”
“ sekarang dimana dia ?”
“ di kantornya pak..”
“ oh di kantor , makasih ya..” sahutku sambil tersenyum

Saat meninggalkan resepsionis sekilas mataku melihat ke arah 2 orang itu, ternyata mata mereka masih tak juga lepas dari memandangku. Dan belum jauh melangkah, aku mendengar sedikit obrolan mereka.

“ eh mbak, kalo gitu kita mau daftar langsung aja deh...kayaknya kita bakalan betah di sini .. ” kata salah seorang diantaranya dengan antusias
“ boleh…berapa orang yang mau daftar mas?” sahut si mbak resepsionis
“ kita aja berdua..”

****
Aku berjalan ke kantor mas Ando yang koridornya kini dinaungi lampu berwarna kuning dan lantainya ditutupi dengan karpet berbulu tebal berwarna biru, jadi terkesan nyaman dan mewah layaknya interior hotel.

TOK TOK TOK

“ masuk !!!” suara keras terdengar dari dalam

Aku membuka pintu dan minta ijin terlebih dahulu sebelum masuk, kulihat mas Ando duduk di balik meja kerja dan mengutak atik laptopnya. Akupun duduk di bangku yang ada didepan mejanya dan langsung mengutarakan maksudku menghadapnya.

“ diskon buat temen?, laki ?”
“ iya”
“ ganteng ?”
“ mmh iya”
“ lebih oke dari Alex ?”
“ lho kok nyamber-nyamber ke dia ?”
“ udaah jawab aja atau entar gak dikasih diskon ..!”
“ iya iya…dia oke, keren..orang mas juga dah kenal kok, pernah ngegym juga di sini dulu..”
“ siapa ? “
“ itu lhoo , yang kita pernah ketemu di nikahannya si Alex, yang kita ambil taksinya di luar “
“ oooh ituu, ya ya..”
“ namanya Sultan, keren kaan?!”
“ iya lumayan”
“ kok lumayan?! Segitu gantengnya kok “
“ hehe, jadi mau daftar berapa bulan dia ?”
“ 3 bulan aja, diskonnya sebulan ya ? ”
“ mmh , bayar 3 bulan gratis sebulan? Oke , tapi kamu jangan bilang-bilang sama member yg lain ya! ”
“ asiiik, don’t worry I promise , thanks ya om ganteng ”
“ thanks doaank, kasih cium doonk..” katanya seraya menunjuk-nunjuk pipinya
“ huuu dasar playboy… nanti ya kalo saya udah desperate hehehe”

*****

Menjelang sore aktifitas kantin bertambah ramai, para member gym sudah mulai berdatangan karena sudah jam pulang kerja. Mas Sultanpun sudah akan datang, dia sedang dalam perjalanan, ku bilang padanya kabari kalau sudah sampai sini.

“ pak, ada tamu di depan..” kata staff resepsionis yang tiba-tiba muncul di kantin
“ hah tamu ? siapa ?”
“ Pak Sultan katanya..”
“ oh , iya…makasih ya mbak..”

“Baru aja di ingat-ingat, eh tiba-tiba muncul” batinku

Aku bergegas ke depan seakan sudah tak sabar tuk bertemu lagi dengannya. Kulihat mas Sultan sedang menunggu di meja resepsionis dengan mata memandangi para pengunjung gym yang ada di ruang latihan, melihat wajah rupawannya hatiku jadi bertambah semangat mendekatinya.

“ hey mas…bukannya telepon dulu ke saya..” sapaku sangat ramah sambil menyalaminya
“ ah males, mending langsung panggil kamu aja ke sini..”
“ mas mau langsung latihan nih ?” tanyaku seraya melihat tas besar yang di selempangkan ke bahunya
“ boleh..tapi saya mau daftar dulu nih..”
“ gapapa mas langsung aja ke loker, nanti biar saya aja yang urus pendaftarannya..”
“ oh gitu…”

Tiba-tiba mas Raka datang ke meja resepsionis, dia langsung melempar senyum manis padaku dan melirik sekilas ke arah mas Sultan, sepertinya dia juga baru saja datang karena kemudian dia merogoh saku celananya dan mengambil kartu member gym dari dalam dompetnya tuk diserahkan ke mbak resepsionis.

“ trus kamunya gimana ? latihan gak ?” tanya mas Sultan
“ udah tadi waktu break siang..”
“ ooh udah..trus saya sendirian donk..” sahutnya kecewa

Aku berfikir sejenak, kasian juga kalau mas Sultan tak ada partner latihan di dalam nanti, apalagi dia baru gabung lagi di sini, lalu aku melihat ke arah mas Raka yang mau menuju loker.

“ mmh kayaknya mas Raka cocok jadi partnernya, mau gak ya dia temenin mas Sultan ?” pikirku

“ eh mas Raka, tunggu !”
Mas Raka berbalik badan, “ ya, kenapa Dam?”

Lalu aku menggamit lengan mas Sultan dan mengajaknya mendekati mas Raka,
“ kenalin ini temen saya, Sultan..” kataku mengenalkannya

Mas Raka memperhatikan sejenak mas Sultan, matanya tajam melihat ke arah mas Sultan.

“ Raka..” katanya sambil menyalami mas Sultan
“ Sultan..” sahut mas Sultan agak ragu-ragu
“ nah, gini lho mas Raka, saya minta tolong temenin temen saya dulu latihan, soalnya saya masih ada kerjaan, bisa gak ?”
“ boleh ..” sahut mas Raka dengan mata mendelik senang
“ mas Sultan , gapapa kan sama mas Raka aja dulu latihannya ?” tanyaku memastikan
“ enggak, gapapa “

Setelah saling berkenalan, mereka berdua masuk ke dalam loker dan meninggalkanku sendiri. Ada perasaan sedikit cemburu dihatiku saat melihat mereka jalan berdua tanpa memperdulikanku.

***

Jam di dinding menunjukkan pukul setengah 8 malam tapi pengunjung kantin masih saja berdatangan, sementara Jam kerjaku sudah hampir habis setengah jam lagi, kalau dipikir-pikir kepulanganku akan bersamaan dengan selesainya latihan mas Sultan.

Aku berencana tuk pulang bersama mas Sultan, maka dari itu aku sudah membereskan pekerjaan sedari tadi, kini tinggal menengok mas Sultan dulu yang sudah satu jam berlatih bersama mas Raka.

Suasana ruang latihan juga masih ramai oleh pengunjung, masih ada yang berlatih dengan serius dan masih ada juga yang berlatih dengan santai sambil mengobrol dengan member lainnya.

Ku cari mas Sultan dan mas Raka ke sekeliling ruangan, tapi wajah-wajah tampan mereka tak nampak satupun di sini. Walau satu persatu ku perhatikan wajah member gym yang ada di ruangan tapi tetap saja aku tak menemukan mereka.

Lalu aku berjalan ke dalam loker, ternyata keadaan di sini lebih ramai lagi daripada di ruang latihan. Ada yang sedang bersiap tuk pulang, mengganti baju ataupun bertelanjang dada sambil mengenakan handuk. Tapi tetap saja aku tak menemukan mereka berdua di dalam sini.

“ mmh ..apa mereka lagi mandi berdua ya ?” pikirku buruk
“ ah gak mungkin..mas Sultan bukan orang seperti itu, mas Raka gak akan mampu membuat mas Sultan begitu” lanjutku

Kemudian ku pergi mencari ke ruangan-ruangan lainnya, seperti ruang treadmill, squash dan tenis meja, tapi tetap nihil, tak ada batang hidung mereka ataupun bau keringat mereka yang tercium.

“ apa mungkin mereka udah pulang duluan ?” pikirku yang langsung mengecek ke resepsionis.

“ mbak, temen saya tadi udah pulang belum ya ?”
“ yang tadi manggil bapak ke sini ?”
“ iya….”
“ belum kok pak, dia masih ada, belum pulang ”
“ belum ? kemana ya?”
“ tadi sih 15 menit yang lalu saya lihat ada di ruangan sepeda pak, gak tau deh masih ada gak sekarang ?! ”
“ ruang sepeda ? ya udah makasih ya mbak..”

Aku langsung pergi ke ruangan sepeda, yup benar saja, mereka berdua ternyata sedang asik mengobrol sambil tertawa riang di atas sepeda statis yang di kayuh lambat. Sepertinya mas Sultan bisa cepat akrab dengan mas Raka.

Kubuka pintu kaca yang menghalangiku.
“ eh mas, dicari-cari juga ternyata ada di sini..” kataku
“ hehe kamu nyarinya kemana ?” sahut mas Sultan
“ ya ke semua ruangan…”
“ ya ampun sampe segitunya..” sahut mas Raka ikut campur

“ mas kapan selesainya, saya bentar lagi mau pulang nih..mau bareng kan ?! ” kataku
“ sebentar lagi,.. tapi Dam saya mau ke tempatnya si Raka dulu, ada urusan bisnis nih..” sahut mas Sultan yang membuatku langsung lemas

Sudah capek ke sana kemari mencarinya tuk diajak pulang bareng, ternyata dia malah memilih pulang bersama mas Raka. Semudah itu kah mas Raka mengambil hati mas Sultan.

“ oh, mau pulang sama mas Raka , ya udah gapapa...” kataku kecewa
“ tenang Daam, dipinjem dulu sehari, gak akan saya apa-apain kok..” ledek mas Raka
“ iya udah sana, saya sih gak masalah..gapapa” sahutku bohong sambil menahan kecewa
“ bener yaa?!” sahut mas Raka lagi
“ iyaa, oke saya balik duluan deh..bye mas” pamitku

Aku meninggalkan mereka dengan dada yang terasa sesak. Perasaan kecewa dan sebal tiba-tiba menyergapku, aku pikir mas Sultan akan pulang bersamaku tapi nyatanya tidak, dia malah memilih pulang bersama teman barunya itu.

Ada rasa marah juga pada mas Raka karena dia terus meledekku di depan mas Sultan tadi, kesannya aku tak rela kalau dia dekat-dekat dengan mas Sultan. Ingin rasanya memplester mulutnya agar tak mengucapkan lagi ledekan di depan mas Sultan seperti itu.

*****
Keesokan hari

Rasa kesal ternyata masih saja menggelayuti sampai di kosan tadi malam, pulang-pulang aku langsung rebahan di kasur dan mencoba memejamkan mata, tapi dengan mengingat kesalnya terus menerus malah membuatku tak bisa tidur. Akhirnya pagi ini mataku terlihat berkantung dan kendor, kelihatan sekali kalau semalam aku kurang tidur.

“ aah siaal..jadi kayak kakek-kakek begini deh…” kataku di depan cermin besar yang ada di loker.

Ku coba mencuci mukaku dengan facial foam agar terlihat lebih segar, aku tak mau orang-orang melihat kantung mata ini dan berkomentar ini itu yang membuatku malas mendengarnya.

“ mmh better..!” batiku saat memeriksanya di cermin



Kubereskan lagi pakaian fitnessku ke dalam tas gym, tadinya aku berencana ngegym dulu sebelum bekerja tapi kupikir-pikir lebih baik latihannya diundur saja sampai nanti sore biar bersamaan dengan jadwalnya mas Sultan, biar mas Raka tak punya kesempatan tuk berduaan lagi dengan mas Sultan.

“ wooy lagi apa mas?!” kata seseorang mengagetkanku

Ku tengok ke samping kiri ternyata ada choky si tampan berdiri dekat denganku, bibirnya menyeringai manis padaku.

“ ah Choky, saya kira siapa..ngagetin aja ” kataku sambil membereskan tasku lagi
“ maaf deeh gak bermaksud kook ” sahutnya dengan gaya bicara seperti perempuan
“ kamu mau latihan ya ?”
“ ya iyalah, emangnya mau ngapain lagi ke sini ?!”
“ haha sapa tau aja mau bantuin cuci piring di kantin..”
“ boleeh.. asaal…” dia berhenti sejenak sambil memandangiku

“ asal apaan ??”
“ xixi gak jadi deh, takut mas Adam marah..” sahutnya genit
“ yee gak jelas…..udah ya, saya kerja dulu..kamu bersihin nih loker ya ”
“ aiih emangnya saya pembokat..” keluar bahasa bancinya

Sebenarnya umur si Choky lebih tua daripada umurku, tapi berhubung dia orangnya manja dan hormat ke semua orang maka dia memanggil teman-temannya dengan sebutan “mas” walaupun lebih muda darinya.

****
Sore

Mas Sultan sudah datang, dia tadi sempat mampir dulu ke kantin tuk menyetor muka agar ku tahu bahwa dia sudah ada di sini, kemudian dia pergi lagi ke arah loker tuk berganti pakaian, akupun mengikutinya dari belakang tuk berganti juga.

Sesampainya di loker, ternyata sudah ada mas Raka yang mendahuluiku mendekati mas Sultan. Rasa cemburu langsung menyergapku lagi, ku sebal seakan-akan mas Raka menelikungku lagi seperti kemarin.

Aku menaruh tas di kursi panjang dan mengambil pakaian olahragaku keluar dari dalamnya. Sementara mas Sultan masih saja diajak bicara oleh mas Raka di dekat lemari loker di pojok ruangan. Obrolan mereka serius sekali sampai-sampai mata mas Sultan tak juga melirik ke arahku.

Daripada terus panas begini perasaanku, lebih baik aku berganti pakaian dan setelah itu langsung keluar meninggalkan mereka berdua.

Kutaruh tas di salah satu lemari loker yang masih kosong, kubuka pintu loker yang terbuat dari seng dengan agak kasar, mungkin bunyi engselnya terlalu berisik juga hingga akhirnya membuat mereka menghentikan obrolan dan teralihkan perhatiannya ke arahku.

“ kenapa Dam?” tanya mas Sultan
Dan tanpa melihat ke arah mereka aku menjawab ketus, “ gapapa..”

****
Petang ini pengunjung gym tak begitu ramai, ruangan latihan terlihat lumayan lengang, hanya beberapa member yang rutin datang saja yang hadir kali ini.

Mas Sultan dan mas Raka sudah tak terlihat mengobrol berduaan, mereka berdua sudah berpisah sekarang, mas Sultan ada di ruang treadmill sedangkan mas Raka sedang latihan dada bersama teman-teman yang lain.

Ini adalah kesempatan bagus untukku mendekat ke mas Sultan, mumpung dia sedang sendirian di treadmill aku akan mengajaknya ngobrol.

“ belum main alat mas ?” tanyaku basa basi
“ belum fit bener Dam, biar aja kardio dulu deh 2 – 3 hari ini..”
“ ooh..”

“ eh Dam, nanti kita main ke kosan kamu ya”
“ hah ke kosan saya? Mau ngapain ??” sahutku sambil hatiku jingkrak-jingkrak kesenangan

“ yaa pengen tau aja kayak gimana..”
“ ooh ya ya , boleeeh…saya habis latihan juga mau langsung pulang kok nanti”
“ ya udah kebetulan ”

“ yess, mas Sultan mau main ke kosan..!” batinku senang sekali

****
Beberapa menit kemudian

Baru di tinggal sebentar tapi mas Sultan dan mas Raka kini kembali mengobrol berduaan di ruang latihan, ingin ku timpuk saja mas Raka dengan dumbell karena selalu saja membuatku panas.

“ hey Dam, ke sini bentar..” panggil mas Sultan tiba-tiba, kupikir tadi dia tak melihatku di sini
Aku menghampirinya dengan wajah malas, “ kenapa mas?”
“ saya sama Raka mau makan diluar nanti, kamu mau ikut gak ?”
“ makan ? “

Aku langsung mikir macam-macam,
“ kok mas Raka berani-beraninya sih ngajak makan mas Sultan, trus mas Sultan juga kok mau-maunya diajak padahal kan udah ada janji sama gw ?! ”

“ kan mas tadi bilang mau main ke kosan saya ?” tanyaku mengingatkan
“ yaa itu sih bisa besok-besok Dam, sekarang kita makan-makan aja dulu” sahut mas Sultan
“ enggak ah mas, saya gak ikut, cape..” jawabku malas
“ yaa kok gitu…ayo ikut ajaa..nanti mas Raka yang traktirin kok ”
“ udahlah kalian berdua aja sana, saya bener-bener cape..mau istirahat di kosan aja…”

Aku langsung pamit pulang duluan pada mereka dengan membawa perasaan yang lebih kecewa dari pada kemarin. Aku jadi makin malas saja pada mas Raka karena menggangguku lagi kali ini, mas Sultan juga tega sekali padaku padahal dia sudah bilang mau main ke kosanku sebelumnya.

“ Dasar gak punya pendirian..!” pikirku kesal

****
Hari hari selanjutnya ternyata keadaan tak berubah, kedekatan mas Sultan dan mas Raka malah makin menjadi-jadi. Mereka lebih sering pergi keluar berdua, entah kemana saja aku tak tahu pasti, kadang mas Sultan bilang tapi kadang juga tidak, seperti sudah jadi pasangan yang tak dapat dipisahkan saja.

Mas Sultan juga makin jarang menemuiku di kantin, dia lebih senang langsung ke ruang latihan karena dia pasti sudah terlebih dulu membuat janji dengan mas Raka tuk latihan bersama. Teleponpun mas Sultan makin jarang , kalaupun menelpon dia hanya menanyakan tentang menu makanan yang ada di restoku dulu, sungguh aneh sekali.

“ mas Ando, ..tuh si mas Raka kok bringas banget ya..?!” Aduku pada mas Ando di kantornya
“ bringas gimana?” tanyanya dengan muka serius
“ yaaa mas Sultan temen saya itu masa mau digarap juga..”
“ hah digarap?? Maksudnya?”
“ aaah mas Ando nih, pinter banget sih..maksud saya mas Raka ngedeketin mas Sultan melulu…!”
“ oooh, dikira garap apaan.., yaa biarin aja sih emangnya kenapa? Kamu jealous ?”
“ yaa bukan itu juga, saya cuma khawatir aja mas Sultan didoktrin jadi gay sama mas Raka, habis itu ditelanjangi dan diperkosa habis-habisan deh ”
“ ya enggaklah, ngaco aja, si Raka gak kayak begitu, dia orangnya baik kok, ”
“ ya iya dia baik siih, tapi kalo mas Sultan jadi nempel ke dia melulu gitu kan saya jadi panas terus..sekarang aja mas Sultan jadi lupa kalo dia temenan sama saya, nemuin saya enggak, telpon saya juga udah jarang”
“ yaa mungkin dia udah ketemu jodohnya kali sekarang..”

Dibilang begitu aku jadi terdiam merenung memikirkan kemungkinan itu. Rasanya hopeless kalau mas Sultan dan mas Raka ternyata berjodoh satu sama lain. Padahal ingin rasanya mas Sultan selalu ada di dekatku , selalu bersamaku dan tak teralihkan perhatiannya dari diriku sedetikpun.

****
Di luar kantor mas Ando

Jam di tangan sudah mengarah ke angka 8 malam, sebentar lagi sudah waktunya pulang. Kata mas Sultan sejam yang lalu, dia mau main ke tempatku karena mau menebus kunjungannya yang gagal beberapa kali kemarin-kemarin. Aku sih tak berharap banyak dia akan menunaikan janjinya kali ini, karena sebelumnya dia selalu membatalkannya lagi dan lagi.

Kucari di ruang latihan mas Sultan sudah tidak ada, padahal 10 menit yang lalu sebelum aku ke kantor mas Ando, mas Sultan masih ada di sana sedang mengobrol dengan mas Raka.

Lalu aku masuk ke dalam loker tuk melihat apakah dia ada di dalam dan sedang menyiapkan diri tuk pulang bersamaku. Tapi ternyata keadaan ruang loker sudah sepi, hanya ada 2 orang di ruang sauna tapi itupun bukan mas Sultan ataupun mas Raka.

“ kemana ya ?” pikirku

Tiba-tiba dari arah bilik shower terdengar suara 2 orang yang sedang berbicara pelan. Lalu aku mendekatinya tuk memastikan siapa mereka dan apa yang mereka bicarakan.

“ duh pelan-pelan doonk ..” kata salah seorang diantaranya, suaranya lumayan kecil tapi masih bisa terdengar jelas karena gaungnya menyebar ke dinding.
“ iya ini juga pelan-pelan, awas basah kena muncratannya..” sahut orang satunya lagi
“ Aww…! pelan-pelan doonk ” pekik orang pertama
“ xixixi maaf “

Dari bunyi suaranya aku merasa familiar dengan suara-suara ini, yang satu seperti suara mas Sultan dan satunya lagi suara mas Raka.

“Tapi apa yang mereka lakukan di dalam bilik itu? Apa yang lagi diomongin tadi ? ” pikirku penasaran

Kulihat tirai shower tertutup rapat dan itu makin membuatku jadi curiga saja dengan perbuatan yang mereka lakukan saat ini.

Tak lama keduanya keluar dan aku sangat shock saat melihat mereka bertelanjang dada dan hanya mengenakan handuk yang dililitkan di bagian bawah tubuh, apalagi ekspresi wajah mereka juga langsung terkejut melihatku berdiri di depan mereka.

“ Mas..ka kalian habis ngapain ? ”

Galau karena masih mencintaimu (Cerita gay) Part 23&24

PArt 23 The Dinner

Aku duduk terdiam di dalam mobil BMW yang sedang melaju dengan kecepatan sedang sambil memperhatikan jalanan ibukota yang disirami lampu-lampu temaram.

Baru kali ini aku merasakan betapa nyamannya berada di dalam mobil kelas atas, biasanya kalau pergi-pergi paling mewah aku hanya bisa naik taksi saja, tapi itupun jarang sekali. Sekarang aku bisa merasakan kemewahan lebih dari sekedar taksi, aku duduk nyaman di jok mobil keluaran Jerman.

Mobil ini warnanya putih, kepunyaan om Budi, katanya ini adalah hadiah ulang tahun dari anak sulungnya yang tinggal di Jerman. Bahkan setiap tahun, anaknya itu selalu memberikannya hadiah ulang tahun yang berbau Jerman. Selain mobil ini ada juga motor BMWnya, kaos asli dari Bayern Muenchen klub sepakbola kegemaran om Budi ataupun jam tangan Junghans buatan Jerman.

Sungguh beruntung mereka memiliki kekayaan yang berlimpah seperti ini, sedangkan aku hanya bisa iri dan berdecak kagum atas kesuksesan mereka, jelas aku bukan apa-apa dibanding keluarganya yang berkecukupan itu.

“ Dam..! kok diem aja kamu daritadi ? ” panggil mas Ando membuyarkan lamunanku
“ ah enggak mas, gapapa saya lagi liatin jalanan aja ”
“ ooh lagi liatin jalanan..dikira lagi bengong jorok hahaha..” katanya yang di sambut tawa juga oleh teman-teman yang lain.
“ yeee emangnya situ..”

Tak lama kemudian mobil masuk ke pelataran sebuah restoran besar dipinggir jalan, om Budi langsung memilih tempat tuk memarkirkan BMW X1 nya ini.

Tadi sempat kulihat nama Bumbu Desa di atas gedungnya.
“ mmh apa nama restorannya Bumbu Desa ya ?!” pikirku

Setelah om Budi memastikan parkir mobil dengan benar, kami semua turun satu persatu dan mulai meregangkan badan tuk meluruskan tulang belakang yang tertekuk selama perjalanan.

Om Budi langsung masuk ke dalam resto degan diikuti oleh 2 orang member gym yang satu mobil bersamaku tadi, sementara mas Ando masih berdiri di luar dengan memainkan hape

“ lho Dam, kamu masuk duluan aja sana..” pintanya
“ mas sendiri gak masuk ?”
“ saya mau telpon yang lain dulu, mo bilang kita dah sampe…”
“ ya udah saya tunggu juga di sini..”

Kami pergi ke sini bukan Cuma dengan 1 rombongan mobil saja tapi ada 3 mobil, yang 2 mobil lagi masih dalam perjalanan. Kalau di hitung-hitung jumlah kami tadi ada 12 an orang, akan jadi ramai sekali nanti di dalam sepertinya.

Setelah memberi kabar pada yang lain, mas Ando mengajakku ke dalam seraya tangan kanannya merangkul bahuku. Sesaat pintu masuk dibuka, hawa sejuk menyambut kami kala menjejakkan kaki ke dalam, seorang petugas penerima tamu sempat menyapa kami dengan menggunakan bahasa yang sudah familiar denganku.

“ WILUJENG SUMPIIIIING !!”

Mas Ando manggut-manggut dan menebar senyum balik pada mereka sebelum akhirnya dia bertanya sesuatu padaku.
“ Dam, wilujeng sumping tuh apa sih ?”
“ selamat datang mas..emang kenapa ?”
“ Oooh..gapapa mau tau aja..”

Di dalam, Om Budi dan 2 orang tadi ternyata sudah mendapatkan tempat makan yang lumayan panjang, beberapa meja kecil digabungkan menjadi satu hingga membentuk sebuah deretan yang panjang, kursi-kursi rotan pun tak ketinggalan sudah diposisikan di sekelilingnya dengan rapi.

“ sini Dam, kamu duduk deket saya..” pinta om Budi dengan logat Jawa

Aku menurut saja sambil menarik sebuah kursi di samping kanan om Budi, sementara mas Ando memilih duduk di samping kananku dan 2 orang tadi memilih duduk berpencar berjauhan.

“ ini restoran sunda ya om?” tanyaku
“ iya..ini makanannya mirip sama restoran Ampera..”
“ ooh..”
“ kamu kalo udah lapar ambil aja duluan Dam..” suruh om Budi
“ belum om, biar aja tunggu yang lain dateng..”

Beberapa menit kemudian rombongan yang lainnya berdatangan, suasana Bumbu Desa yang tadinya tenang dan menenangkan seketika berubah jadi lebih berisik dengan kehadiran mereka.

Setelah lengkap semua rombongan Om Budi pun langsung mempersilahkan mereka tuk memilih makanan sendiri-sendiri dari meja besar yang ada di samping kami. Meja besar tersebut menyediakan berbagai menu makanan khas sunda.

Lalu dengan sedikit berebut mereka berlomba-lomba untuk mengantri duluan di hadapan meja besar . Bukannya ikut mengantri, Mas Ando malah mentertawakan tingkah laku para member gym yang seperti orang kelaparan itu, sementara om Budi juga malah memain-mainkan hapenya.

“ kok gak antri om ?” tanyaku penasaran.
“ nanti ajaaa, itu masih pada rusuh gitu..!”
“ ooh…”
“ kamu pesen minum aja dulu Dam sama si tetehnya tuh..” kata om Budi sambil menunjuk seorang pelayan

Daripada diam saja, aku memanggil si teteh pelayan itu dengan lambaian tangan dan dengan sigap dia menghampiriku dan langsung memberikan menu minuman yang ada di tangannya.

“ saya pesen es Dawet aja ya teh..!, om..mas mo pesen apa? ” tanyaku
“ saya es teh manis aja ya..” kata om Budi
“ kalo saya es cincao mba…ada kan ?!”
“ ada pak..!”

Tak berapa lama, teman-teman yang lain sudah mulai berkumpul lagi dengan membawa berbagai macam makanan di piring-piring mereka. Ada yang membawa ayam bakar, ada juga yang membawa pepes ikan mas, ikan gurame, bandeng, sayur asem, segala macam tumisan dan tak ketinggalan sambal dan lalapan.

Melihat kelezatan tampilan makanan tersebut akhirnya om Budi mengajakku dan mas Ando tuk segera mengambil makanan yang tersisa.

“ ayo Dam, jangan malu-malu, pilih aja yang kamu suka..” kata om Budi
“ iya om, makasih..”

Aku mengambil nasi merah dengan pepes ikan mas dan sayur asem, serta lalapan dan sambal. Sementara mas Ando lebih banyak lagi variasinya, om Budi hanya memilih sop gurame, pepes tahu dan jamur kuping, sepertinya semuanya tersedia dengan lengkap di sini dan kelihatannya enak-enak sampai-sampai air liurku mulai memenuhi mulutku

Kami semua makan dengan lahapnya, seakan-akan ini adalah makanan terenak di dunia yang sayang sekali kalau tidak dihabiskan. Mungkin yang sedang memprogramkan diet buat tubuhnya untuk sementara ini dilupakannya, karena berkali-kali mereka ada yang kembali lagi ke meja besar dan mengambil makanan yang mereka inginkan.

Ada tingkah polah yang lucu dari rombongan ini sewaktu makan, ada yang kepedesan sampai mukanya kemerah-merahan, ada juga yang belepotan sampai mulut mereka berminyak-minyak karena terkena makanan, semuanya beringas menghadapi makanan yang ada di hadapan mereka.

“ xixixi ada ada aja…” batinku

Setelah semuanya selesai, kini tampilan meja kami jadi berantakan di sana sini, segala noda dan percikan bumbu menghiasi meja yang tadinya bersih tapi untungnya para pelayan dengan sigap mengangkat semua peralatan makan yang kotor dan membersihkan mejanya.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam tapi om Budi belum juga memutuskan tuk pulang. Dia dan teman-teman yang lain seakan tak peduli dengan waktu yang makin larut ini, mereka asyik mengobrol satu sama lain.

Mas Ando mengobrol dengan sebelahnya, om Budi sedang serius dengan beberapa orang di sekelilingnya, sementara yang lainnya di ujung sana sibuk dengan sebuah hape yang menampilkan sesuatu hal yang menarik, terlihat jelas dari muka-muka mereka yang antusias melihat layarnya.

Orang-orang yang diajak ngobrol om Budi adalah member gym yang sudah senior, rata-rata penampilan otot mereka juga sudah sempurna, ada mas Raka, mas Bobi, Choky dan Pak Sasongko.

Aku paling suka kalau melihat mas Raka, sudah wajahnya menawan , badannya pun kalo kata orang menggairahkan, ibarat kata badannya nge-buff. Dia mengenakan baju apa aja tetap kelihatan bagus bentuknya, bagian atasnya lebih lebar dari pada tubuh bagian bawahnya, bisep dan trisepnya kentara sekali di balik kaos berkerahnya itu. Mas Raka adalah salah satu member gym yang juga tajir, kelihatan sekali dari penampilannya yang bersih dan rapih, kata orang sih dia termasuk eksekutif muda.

Mas Bobi juga hampir sama seperti mas Raka, dia cakep dan berotot bagus, cuma kekurangannya adalah dia tak sadar parfum, kadang kalo latihan lupa pakai pewangi, bau keringatnya merebak kemana-mana sampai radius 2 meteran, jarang ada orang yang mau ngobrol lama-lama sama dia kalau tak terpaksa.

Kalau Choky hampir mirip dengan mas Sultan, pasti setiap orang yang melihatnya akan terpana senang, seperti sedang melihat malaikat surga yang turun ke bumi atau melihat sebuah ciptaan Tuhan yang maha sempurna. Tapi sayangnya, Choky agak sedikit ngondek, gaya bicaranya sedikit luwes, orang yang mengajak ngobrol dengannya pasti lama kelamaan tahu bahwa Choky itu termasuk laki-laki gemulai.

Beda lagi dengan Pak Sasongko, dia adalah seorang petugas polisi yang sering berjaga di lobby gedung fitness kami, walau bukan member gym namun dia akrab dengan para member gym lainnya. Badannya tinggi besar dan mantap layaknya tokoh Bima dalam cerita pewayangan.

Dadaku suka berdesir hebat kala melihat lengan pak Sasongko yang kekar dan berotot atau ketika melihatnya duduk dan menyaksikan bagian pahanya yang besar dan kokoh, tak terbayang seberapa besar batang kemaluannya yang bersembunyi dibalik pahanya itu.

“ Aaarrgh ngaco..ngaco…mikir apa sih gw..macem-macem aja ” batinku memberontak tak ingin berfikiran yang aneh-aneh seperti itu.

Aku melihat mas Ando masih saja mengobrol dengan temannya di sebelah, sementara aku sudah tak sabar ingin cepat pergi dari sini dan mengistirahatkan badanku.

“ mas…mas…kok belum pulang juga sih, dah malam nih..” desakku dengan berbisik
“ ajak donk om Budi, kan dia yang nyetir..”

Berhubung waktu semakin malam, aku memberanikan diri menyela pembicaraan santai om Budi dengan teman-temannya.

“ ehemmm…om…dah malam nih, mau pulang gak ?”
“ hah… dah malam ya, jam berapa sih ini..?” tanyanya sambil melihat jam tangan..

”ooh baru jam sembilan…kamu mau pulang tho Dam?” tanya om Budi agak menyepelekan ajakanku
“ mau lah om…”
“ lho besok kan minggu, libur kan gymnya ?”
“ libur, emang kenapa om..?”
“ gimana kalo kamu nginep di apartment saya..deket kok dari sini ” katanya dengan mata mendelik seperti ada sesuatu yang disembunyikan
“ nginep ? mmmh..”

Mendengar kata “menginap di apartment saya” semua teman seperti mendengar kata-kata om Budi tadi, mereka langsung menoleh ke om Budi, mereka nampak antusias mendengarnya.

“ kita habisin malam minggu ini di sana, baru besok kita pulang..!” lanjut om Budi

Semua setuju, mereka semua tak ada yang menolak, kecuali aku di dalam hati kecilku. Sebenarnya aku ingin segera pulang, karena cucian sudah menumpuk di keranjang, belum lagi dengan jadwal rutin bersih-bersihku setiap minggu yang harus kutaati.

“ gak bisa om, saya masih banyak kerjaan di kosan..” tolakku akhirnya, biar saja om Budi kecewa daripada kerjaanku terbengkalai nantinya

Mendengar itu, om Budi berusaha membujukku tuk ikut saja ke apartmentnya, hitung-hitung aku tahu dimana letak apartment dia dan kelak bisa main sewaktu-waktu ke sana.

“ gak bisa om…maaf ya , lain waktu aja deeh..”
" oh cum on Dam, kita akan bersenang-senang di sana.."
" kerjaan saya banyak om, gak bisa diselesaikan dalam satu hari pun.." sahutku agak berlebihan
“ yaaaa ..ya udah deh kalo kamu gak mau ikut…tapi janji ya next time kamu main ke sana..”
“ oke deh om..”

****
Rombongan satu persatu mulai masuk ke mobil dan bersiap pergi semua tapi mas Ando masih saja membujukku untuk ikut.

“ayo Dam, kamu ikut doonk ?”
“ banyak kerjaan mas, lain kali aja deeh..”
“ trus kamu pulang sama siapa nanti ?”
“ tau nih, mungkin pake taksi aja kali ya, tapi kan saya gak hafal jalanan Jakarta mas, saya jarang keluar...gimana ya?”
“ sama saya aja Dam..” sahut mas Raka yang tiba-tiba turun dari mobil

“ lho kamu gak jadi ikut juga Ka?” tanya mas Ando
“ gak ah, cape saya, biarin lah pulang aja, pak Sasongko juga mau pulang juga tuh bareng saya..”
“ yaaa ntar pestanya jadi sepi donk Ka..” protes mas Ando
“ hah, pesta ? Pesta apa mas?” tanyaku
“ mmh… yaaa pesta begituan..”
“ pesta begituan ?? Maksudnya pestaaaa…. sex ?”
“ yup …”

“ sama cewe?”
“ ceweee??? Ya enggaklaaah, ngapain ngundang cewe?! Orang semuanya homo ” katanya enteng
“ hah, jadi…semua ..gay? termasuk om Budi ? ” bisikku pelan
“ iyaaaa …udah ah kita mau jalan nih keburu malem, kalian hati-hati ya nanti..jangan pada bikin pesta sendiri lho..”

“ oh my GOD, ternyata mereka semua juga laki-laki gay ?? termasuk si om Budi yang kebapakan itu ! ” batinku tak percaya

****
Taksi melaju dengan kecepatan sedang, aku duduk di jok belakang samping mas Raka yang dari tadi sibuk mengutak atik BBnya, sementara pak Sasongko duduk tenang di depan . Sepanjang perjalanan yang telah memakan waktu 15 menit ini obrolan kami berlangsung biasa-biasa saja, tak terlalu akrab tapi juga tak terlalu hening, maklum saja mas Raka dan pak Sasongko memang tak banyak omong selama ini.

“ mas emang tinggalnya dimana?” tanyaku memecah keheningan
“ kosan saya di jalan Flamboyan deket komplek gedung fitness kita juga..”
“ oh di situuu, berarti deket sama kosan saya juga..”
“ emangnya kamu dimana ?”
“ di kosan samping komplek gedung yang warna catnya hijau terang ”
“ ooh di situ…iya iya saya tahu kok …saya sering lewat ”

Lalu obrolan kami berhenti lagi selama beberapa menit, mas Raka lebih banyak menghibur diri dengan berchat di BBnya. Mataku kini mengarah ke pak Sasongko tepatnya ke arah paha yang wow besarnya, lama ku memperhatikannya dengan membayangkan hal yang tidak-tidak, sampai akhirnya mas Raka membuyarkan lamunanku.

Lalu tanpa bersuara dia menggerakkan bibirnya yang dengan mudah masih bisa ku tebak bahasanya.
“ kenapa lihatin dia ?” lalu “ suka ?” , aku menggelengkan kepala tapi dia memanyunkan bibir menunjukkan rasa ketidakpercayaannya.

Dia mengetikkan sesuatu di hapenya lalu segera ditunjukkannya padaku sebuah tulisan singkat yang mengejutkanku.

/sya prnah main sm dia, klo kmu mau, bilng aj to the point, dia pasti jug mau sm km/

Aku menggelengkan kepala lagi berusaha menepis ajakan gila itu. Mas Raka kemudian memperagakan tangannya dan mencoba menggambarkan sesuatu yang besar yang dimiliki pak Sasongko yang membuatku melotot tak percaya.

Tanpa mengeluarkan suara aku bilang padanya, “ masa???”

Mas Raka mengetik lagi kata-kata

/ mo lihat gmbar dia lgi tlanjang ?/

aku menggeleng tak minat, tapi kemudian mas Raka mengetik lagi

/ tdi temen2 jga dah pda liat en mrka trcengang smua/

muka mas Raka menunjukkan kebanggaan karena bisa menyebarkan gambar itu pada orang lain.

Mas Raka kemudian mengutak-atik hapenya lagi dan tak lama dia menunjukkan sebuah gambar yang membuatku akhirnya juga tercengang.

Tanpa bersuara aku bilang, “ ini (gambar) dia ?” sambil jariku menunjuk pak Sasongko

Mas Raka mengangguk meyakinkanku, lalu ku bilang dengan sedikit suara , “ gila ..gede bangeeet..!!”

“ apanya yang gede mas?” sela Pak Sasongko dengan tiba-tiba

Aku dan mas Raka kelabakan, aku memperbaiki posisi dudukku ke posisi semula, sedangkan mas Raka berusaha secepatnya menutupi gambar pak Sasongko agar yang bersangkutan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.

“ itu pak, gedungnya, tinggi , gede…” sahutku sekenanya
“ gedung apa?"
" itu gedung coklat.."
" oooh...yang itu.…”

Huft....pak sasongko diam kembali, untungnya dia tidak mempermasalahkan lebih lanjut omonganku, aku dan mas Raka cekikikan di belakang tanpa mengeluarkan suara, geli dengan tingkah kekanak-kanakan kami tadi.

Taksi sudah mulai masuk ke jalan Sudirman, beberapa menit lagi kami sampai ke kosan.

“ mas Raka kenapa gak ikut ke apartment om Budi tadi ?” tanyaku yang kali ini menggunakan suara
“ emmmm…gak lah…saya males…cape.. mau istirahat aja di kosan..”
“ oou gitu…bagus bagus emang sebaiknya kita hemat energi”
“ hah kayak lampu aja, ...trus kamu kenapa gak ikut aja, kan enak pesta rame-rame ?”
“ ah…saya sih gak biasa sama hal yang kayak gitu-gituan, nanti malah kena penyakit lagi..” jawabku mantap

Tak berapa lama taksi sudah tiba di depan sebuah rumah mewah bertingkat dua dan memiliki pintu gerbang yang besar berwarna hitam. Sepertinya ini adalah kosan mas Raka yang dimaksud tadi.

“ ayo Dam, kamu mau main dulu ke dalam gak ?” katanya sambil kakinya melangkah keluar
“ enggak deh mas, kapan-kapan aja, udah malam banget nih..”
“ oh ya udah, kalo gitu sampe ketemu lagi ya..”
“ hati-hati di jalan ya Dam” kata Pak Sasongko
“ lho bapak ikut turun?” tanyaku heran
“ iya saya ada urusan bisnis dulu sama si Raka..”
“ oooh..... ya ya…”

Mas Raka dan pak Sasongko segera menutup pintu dan taksi mulai berjalan lagi ke arah depan jalan raya dimana kosanku mengarah ke sana juga.

aku mengerti apa urusan yang akan diperbuat pak Sasongko dengan mas Raka, tak mungkin ini hanya sekedar urusan bisnis karena sekarang malam sudah semakin larut.

Mas Raka tadi sempat memberiku uang buat ongkos taksi, tadinya aku tolak, tapi dia malah memaksa hingga akhirnya kami berdamai dengan membagi dua ongkos taksinya.

jalanan sudah mulai agak sepi, lalu lalang kendaraan sudah tak ada lagi, yang ada paling hanya orang-orang yang masih duduk santai dan mengobrol di depan rumah mereka masing-masing.

“ ya kiri pak…” kataku pada sopir taksi 5 menit kemudian

Setelah membayar aku langsung berlari masuk ke dalam rumah dan naik ke kosanku yang ada di lantai atas, kosan Dena terlihat sudah tertutup pintunya, mungkin dia sudah tertidur nyenyak dan bermimpi indah.

*************************************************************

Part 24 Chat with Sultan


TOK TOK TOK

Suara pintu kosanku diketok seseorang dari luar, suara laki-laki mengucapkan salam dan memanggil-manggil namaku dari balik pintu. Ku lihat jam di layar hape sudah menunjukkan pukul 9 pagi, rupanya aku ketiduran setelah sholat shubuh fajar tadi.

Ku bangkit dari kasur dan langsung berkaca di cermin yang tertempel di dinding, kurapikan rambut dulu yang acak-acakan dan mengusap muka agar kelihatan lebih segar, baru setelah semuanya kelihatan rapi kubuka pintu dengan perlahan.

Sosok laki-laki yang sudah kukenal berdiri dengan menyunggingkan senyum. Wajahnya terlihat segar dibanding wajahku yang masih kusam.

“ Assalamu’alaikum “ sapanya ramah
“ wa’alaikum salam ..eh mas Zein..”
“ pa kabar Dam ?”
“ baik mas, sini masuk…tapi maaf nih masih berantakan..” kataku merendah karena memang kasurku masih berantakan
“ ah gapapa sama kok kayak di rumah saya”
“ hehehe bentar ya mas, saya cuci muka dulu..”

Aku keluar menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan bersih-bersih seadanya, tapi sebelum kutemui lagi mas Zein aku keluar rumah tuk mengambil 2 tehbotol di warung depan.
“ silahkan mas.!” Kataku seraya memberikan sebotol untuknya
“ waduh Dam, jangan repot-repot, saya cuma main aja kok”
“ aah biar aja mas, …Cuma minuman …”
“ makasih Dam..”

Obrolan pagi kamipun dimulai, mas Zein menanyakan perihal nasibku sekarang setelah “gagal” masuk ke resto fried chicken miliknya. Akupun menjawab bahwa Tuhan masih baik padaku dengan memberikan pekerjaan yang lain yang sama baiknya.

“ bukannya saya udah pernah ngomong ya waktu ketemu mas di depan kemarin ?” tanyaku
“ udah ya?? oh berarti lupa saya..hahaha ”

Lalu dia juga menanyakan tentang hubungan pertemananku dengan mas Sultan, apakah masih berlanjut atau putus kontak begitu saja setelah peristiwa tak mengenakkan malam itu. Kujawab saja bahwa sampai sekarang aku tak lagi berhubungan ataupun bertemu dengannya , terakhir kali aku melihatnya waktu pernikahan Alex di Senayan, tapi itupun hanya sebentar.

“ kalian gak ngobrol sama sekali ?” tanyanya
“ enggak, Cuma sempat lihat-lihatan aja…karna setelah itu saya pergi..”
“ooh gitu….. “

Lalu dia terdiam sejenak, mulutnya berhenti berbicara, kepalanya menunduk tapi jari telunjuknya malah aktif mengetuk-ngetuk tehbotol di depannya, nampaknya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan tapi masih terasa berat.

“ emm Dam..”
“ ya mas..”
“ apa bener ..kamu itu….sukaaa ..laki-laki ?”

DEG…

Sungguh pertanyaan berat tuk dijawab, ini seperti mengulang peristiwa malam itu saja, ada sedikit trauma ketika ada yang bertanya seperti itu, tapi apa mau dikata mas Zein sudah tahu banyak, jawabanku harus jujur agar semuanya jelas, aku tak mau menutup-nutupi hanya karena ingin menjaga imej di depannya.

“ iya …tapiiii saya pikir saya masih suka perempuan juga kok mas..”
“ oh gitu…berarti kamu masuk kategori biseks ya..”
“ hahaha yaa mungkin aja..”

“ hadeuuh …nih mas Zein to the point banget ngomongnya..bikin gw malu aja ” batinku

“ gak tau ya kenapa si Sultan tuh menarik banget buat orang-orang gay ??” tanya mas Zein heran,

“ padahal udah jelas-jelas dia laki-laki normal..gak gemulai gak melambai ..gagah malah “ lanjutnya
“ yaaa karna dia keren kali mas…laki-laki gay kan suka melihat yang keren-keren..” sahutku
“ termasuk kamu ?” tanyanya serasa menudingku
“ jujur iya…tapi saya sama sekali gak berniat tuk ngapa-ngapain dia, sama sekali enggak !”

Aku jadi ingat satu hal yangselalu diminta mas Sultan dulu sewaktu aku masih tinggal bersamanya. kutemukan sebuah momen dimana mas Sultan sebenarnya bisa bertoleransi dengan kehidupan gay.

“ saya kok jadi ragu dia anti gay ya mas..” kataku yakin
“ ragu gimana maksudnya ?”
“ yaaaa ragu,…gimana ya… duluuu ….dia sering minta dipijat sama saya, bahkan pernah hampir bugil juga waktu dipijat… ibaratnya kalo dia anti gay ,dia gak akan buka-buka baju seperti itu… emangnya dia gak takut bakal di pegang-pegang temen gaynya apa?”

“ justru itu …dia mau menguji temannya dengan cara itu, dia sering pake jebakan itu kalo dapet temen baru, …kadang …..juga dia tidur bugil..” lanjut mas Zein
“ itu juga pernah…tapi …saya gak pernah berniat macam-macam lho,semuanya murni karna saya mau mijitin dia”
“ iya iya saya percaya kok sama kamu..”

“ kok mas bisa tau cara-cara dia kayak gitu ? emang dia pernah bilang ya ? ”
“ yaa itu suka diceritain sama dia, termasuk kasus kamu dan untungnya kamu gak terjebak, dia bilang kamu itu tahan untuk gak menyentuhnya walaupun bugil berkali-kali di depan kamu..kata dia , kamu itu gak pernah macem-macem..”
“ooh..”
“ makanya dia merasa aman tuk tinggal bareng kamu..dia juga yakin kamu itu teman yang baik..”

Mas Zein terus bercerita tentang mas Sultan termasuk hubungan barunya dengan seorang wanita yang akhirnya harus kandas di tengah jalan karena pacarnya itu ketahuan selingkuh. Mas Sultan kecewa berat dengan calonnya itu sampai-sampai dia sempat shock karena tahu hal itu.

“ sakit banget katanya di selingkuhin..” kata mas Zein
“ kapan sih kejadiannya ?”
“ dah sebulanan yang lalu..”
“ trus sekarang masih shock..”
“ masih trauma kayaknya..”

“ mas…kira-kira kalo saya nemuin dia sekarang…masih nolak gak ya dia?”
“ emm… gak tau juga ya Dam, kamu coba aja..tapi sekarang dia lebih sering ada di resto, jarang ada di kosan..”

****
Pukul 18:00

Petang hari aku akhirnya memberanikan diri tuk pergi ke restoran fried chicken milik mas Zein dan mas Sultan yang berada di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta. Sebelumnya aku telah ijin tuk pulang lebih awal pada mas Ando.

Aku berjalan perlahan menyusuri deretan restoran yang ada di lantai paling atas mall terkenal ini, kuperhatikan satu persatu plang nama yang tertera di atas masing-masing resto. Kata mas Zein, resto mereka dinamai Sultan Chicken, ketika ku tanya kenapa di beri nama itu mas Zein hanya menjawab bahwa nama itu lebih mudah diingat orang dari pada Zein Chicken.

“ nah itu dia…!” batinku senang sekaligus deg degan.

Warna restonya di dominasi dengan warna orange, terlihat menarik karena suasananya jadi adem di area makan. Pernak-perniknya pun cukup banyak menghiasi dinding dan langit-langit, membuatnya tampil lebih semarak.

Ada sebuah counter panjang di tengah resto yang menjadi tempat memesan makanan dan minuman, beberapa karyawan terlihat sedang melayani pembeli dengan senyuman yang ramah . Antrian pembelinya pun tak terlalu sepi , rupanya Sultan Chicken sudah jadi salah satu pilihan juga.

Kata mas Zein, mas Sultan selalu datang ke resto semenjak dibuka beberapa bulan yang lalu, dia mengawasi jalannya roda resto sambil sedikit demi sedikit belajar tentang cara mengelola usaha makan dan minum ini, karena sampai sekarang mereka belum juga menemukan seorang supervisor yang pas untuk mengelola usaha mereka.

“Tapi di lihat-lihat dari tadi mas Sultan tak muncul muncul di counter, di deretan kursi-kursi di belakangku mengantri juga tak ada , apa hari ini dia gak masuk ya?” pikirku

“ selamat datang di Sultan Chicken…mau pesan apa pak ?” sapa salah satu pelayan dengan nada suara agak tinggi

Aku bingung, mau pesan apa di sini karna dari tadi aku belum berfikir ke arah sana, mataku lalu menatapi daftar menu yang ada di dinding atas, banyak sekali tulisannya, jadi agak sedikit pusing aku memilihnya.

“ mbak, saya pesen minum aja dulu deh…Milo es satu ya..!”
“ baik, Milo satu…”

Pelayan itu lalu melayaniku dengan sigap, dia langsung mengambil Milo hanya dalam hitungan 10 detik. Kemudian aku memberikan uang dengan nominal besar dan dia juga mengembalikannya dengan secepat kilat.

“ trima kasih pak..!” katanya

Aku membawa minuman ke kursi yang berada di pojok, dari sini aku akan bisa memperhatikan seluruh ruangan dan mudah-mudahan akan melihat mas Sultan dengan lebih jelas kalau kalau dia muncul.

Suasana resto cukup ramai, rata-rata yang datang adalah rombongan keluarga yang membawa ikut serta anak-anaknya makan di sini, jadi agak berisik memang,karena ada tangisan dan ada juga rengekan anak-anak kecil yang meminta sesuatu.

Ku tunggu semenit dua menit mas Sultan belum juga kelihatan, dengan sabar ku tunggu dia sampai 15 menit berikutnya. Akan tetapi setelah waktu habis dia masih belum juga muncul di hadapanku, aku jadi ragu apa dia hari ini masuk atau tidak, kalau dia tidak masuk maka sia-sia saja aku menunggunya di sini.

Untuk memastikan dia masuk atau tidak, aku mencoba menelpon mas Zein
/ halo mas, ini Adam, mas Sultan tuh masuk gak sih hari ini ?/
// masuk kok, tadi sore dia baru telpon saya..//
/ kok daritadi gak kelihatan ya?/
// lagi di dalem kali//
/ gak ada, gak muncul muncul dia , udah 20 menit saya tungguin dia keluar/
// ooh mungkin dia lagi break dulu kali…tunggu aja..//

Tak berapa lama tiba-tiba sosok mas Sultan muncul di hadapanku, dia datang dari luar dengan mengenakan kemeja putih, tapi mas Sultan langsung masuk ke dalam tanpa tengok kanan kiri dulu.

/eh udah mas, udah ada tuh orangnya, ntar disambung lagi ya..bye/

Sepertinya benar kata mas Zein, dia baru saja selesai istirahat karena kemejanya tadi agak berantakan bentuknya.

Tak berapa lama mas Sultan muncul lagi ke area makan dengan kemeja yang sudah lebih rapih dari sebelumnya, dasipun sudah dikenakan dengan baik di lehernya. Dia menghampiri kursi-kursi yang berantakan untuk dirapikan kembali, satu persatu dia rapikan hingga akhirnya dia sampai ke kursi yang ada di dekatku.

Wajahnya terkejut melihatku sedang duduk di pojokan sambil menikmati segelas es Milo . Sempat kami bertatapan agak lama dan membeku tanpa berbuat apa-apa sampai akhirnya aku mendahuluinya menyapa

“ malam mas..” sapaku sambil manggut manggut
“ malem…. Sama siapa kamu di sini ?” sahutnya sambil mendekati
“ sendiri aja..”
“ kamu tau tempat ini dari si Zein ya?”
“ iya…”
“ oh ” sahutnya sambil membeku

“ mas … sini duduk lah, jangan berdiri terus..” ajakku tapi jawabannya ternyata mengecewakanku
“ gak bisa Dam, sayaaa… masih banyak kerjaan..!”

Agak sedikit lemas dan patah arang saat dia bilang begitu, sepertinya dia masih berusaha menjaga jarak denganku, mungkin dia masih risih berdekatan dengan orang gay sepertiku.

“ ya udah gapapa…kalo gitu saya pamit pulang aja ya mas…udah malem ” kataku sambil mengalungkan tas ke bahu
“ lho mau kemana..kok cepet-cepet ?” mas Sultan memegang tanganku seraya menghalangi jalanku
“ enggaak…saya udah dari tadi di sini kok ”
“ dari tadi ? dari jam berapa?”
“ yaaa udah setengah jam an kali mas…. udah ya saya balik dulu takut nanti gak ada angkot !”

Mas Sultan akhirnya melepaskan tanganku tuk membiarkanku pergi . tapi baru beberapa langkah keluar resto, dia memanggil namaku sambil menghampiri.

“ kalo kamu mau main ke kosan, silahkan aja, tapi telepon dulu sebelumnya siapa tau saya lagi ada di sini…” katanya
“ sebenernyaaa….. saya mau ngobrol banyak sama mas di sini …”
“ iya boleh aja, tapi jangan di sini…di sini rame dan gak nyaman.. mending di kosan aja , oke?!”
“ huft …oke deh, terserah mas aja..”
“ hati-hati ya Dam..”
“ iya mas makasih..”

Aku meninggalkan dia dengan tersenyum simpul, ternyata mas Sultan tidak sejahat dulu lagi, dia bersikap lebih baik sekarang.

Mulanya aku kecewa dia tak mau bicara denganku tadi tapi perasaan itu pergi seketika saat dia mengundangku main ke kosannya. Tak apa kali ini aku tak bisa bicara banyak dengannya karena yang penting sikapnya padaku sudah mencair.

****
Keesokan hari

Sebelumnya aku telah menelpon mas Sultan tadi sore, katanya dia ada di kosan malam nanti jam 9, lalu ku bilang padanya bahwa aku akan main ke kosan nanti malam dan diapun bilang silahkan saja asal bawa makanan ke sana.

“ huft.. bukannya tamu yang disuguhi tapi ini malah tuan rumah yang minta disuguhi..” kataku
“ ikhlas Daam, banyak pahalanya lho kalo menyenangkan hati orang..” sahutnya enteng
“ iya..iya…apa sih yang gak buat mas..” rayuku

Lalu dengan sedikit memutar otak karna bingung harus bawa makanan apa, aku memutuskan berjalan saja ke kosan mas Sultan agar bisa melihat-lihat makanan apa saja yang dijajakan di pinggir jalan.

Beberapa diantaranya adalah makanan biasa seperti martabak, nasi goreng, kripik singkong, gorengan ataupun kue bantal, tak ada yang spesial. Sampai akhirnya aku melihat stand makanan kecil di depan garasi sebuah rumah mewah.Ku datangi stand makanan itu, ternyata mereka menjual makanan ala jepang, makanan yang tak biasa dijajakan di jalanan seperti ini.

Kelihatannya stand ini cukup digemari, beberapa pembeli sedang mengerubungi untuk membeli. Walaupun agak mengantri aku memaksakan tuk memesannya , karena memang aku ingin memberikan sesuatu yang beda buat mas Sultan agar dia senang dan mau bersikap baik lagi padaku. Tak apa harganya agak mahal karena setahuku belum pernah ada yang jual makanan seperti ini di tempat lain.

****

TOK TOK TOK

“ Asalamu’alaikuuum..” sapaku di depan pintu kosan mas Sultan, kangen sekali sama kamar ini serasa kembali lagi ke kejadian beberapa bulan yang lalu dimana aku masih tinggal di sini.

Pintu dibuka dari dalam, lalu muncul kepala mas Sultan sambil mengenakan kaos berkerah berwarna putih.
“ wa’alaikum salaaam, sini masuk …” sahutnya ramah seperti tak pernah ada yang terjadi di antara kami.

Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, hawa sejuk langsung menyergap seketika. Ku lihat TV dalam keadaan menyala, lalu aku putuskan tuk duduk di depannya saja dan menunggu mas Sultan mengunci pintu.

“ bawa apa tuh Dam ?” tanyanya setelah duduk di dekatku
“ liat aja…yang ini buat mas ”

Mas Sultan membukanya dengan antusias dan ekspresi wajahnya langsung terkejut sekaligus heran.
“ apaan nih ?”
“ itu namanya Okonomiyaki..”
“ Okonomiyaki ? makanan jepang ? beli dimana?”
“ di jalan tadi, depan rumah gede ..”
“ enak ?”
“ dicoba aja…kan saya juga baru beli kali ini..”

Lalu mas Sultan mengambil sendok di rak piring dan dengan tidak sabar langsung menyendok dan mencicipi sedikit makanan jepang yang aneh ini.

“ ooh dari telur yaa?!”
“ iya..jadi kayak omelete gitu, tapi isinya potongan sayuran..”
“ hah ada ada aja…tapi keren …makanannya beda sama yang lain, belum pernah saya ngerasain yang beginian..” sahutnya sumringah

Obrolan kamipun dimulai, tapi sebelum itu mas Sultan meminta maaf atas perlakuan kasarnya terhadapku beberapa bulan yang lalu.

Sempat dia curhat pada mas Zein tentang hal ini , bahwa dia tak suka kalau ada laki-laki gay tinggal bersama di kamarnya tapi bukannya mendapat dukungan, mas Zein waktu itu malah memarahinya.

Dia bilang, mas Zein menyuruhnya berpikir jernih, kalau si Adam tak melakukan hal hina apapun terhadap dia kenapa dia harus antipati dan sampai mengusir begitu, dunia ini penuh dengan bermacam-macam orang, kita gak bisa menolak semuanya untuk tidak terlibat dalam kehidupan kita.
Kalau itu dilakukan maka kita sendiri yang akan rugi, pikiran kita jadi sempit hidup kita akan jadi rumit karena terus menghindar tuk berhubungan dengan orang-orang tersebut.

“ maafin saya ya Dam, saya bener-bener seperti orang kolot yang gak bisa menerima perubahan jaman..tapi semuanya itu saya lakukan bukan tanpa alasan karena sering saya punya temen yang suka "jahil" sama saya” kata mas Sultan serius

“ gapapa mas, saya tau itu kok..lagian saya percaya bahwa suatu saat orang bisa berubah ”

Mas Sultan diam sejenak, sepertinya dia meresapi kata-kata yang baru saja ku lontarkan
“ iya iya…saya juga udah mulai bisa bergaul kok Dam, setelah sekian bulan kerja di resto, saya merasa bisa membaur dengan banyak orang..”
“ bener, kerja di resto akan lebih memudahkan orang tuk lebih luwes karena pembeli yang dilayani kan punya bermacam-macam sifat dan karakter..”

“ nyesel banget saya kalo inget udah nyia-nyiain kamu waktu dulu..!” lanjutnya sambil pikirannya menerawang
“ lagian ...pake ngusir-ngusir saya..”
“ yaaa waktu itu saya lagi kalap Dam, saya merasa dibohongin sama kamu..”
“ dibohongin gimana???”

“ ya soal kehomoan kamu itu..!”
“ hushhh..!! tolong jangan sembarangan nyebut itu yaa, itu kasar tau, sebut aja “gay” !”
“ oh kasar ya?!..maaf maaf..”

Kami terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan lagi obrolan ringan ini.
“ satu hal yang masih mengganduli pikiran saya sampai sekarang mas,”
“ apa tuh ?”
“ dari mana mas tau bahwa saya itu “gay” ?”

“emmm, dariiii pelayan perempuan di resto ..”
“ pelayan ?? siapa ?”
“ gak tau namanya, waktu itu saya mau masuk restoran ,ada 2 pelayan perempuan di depan pintu, niatnya salah satu dari mereka mau nganter ke dalam tapi saya tahan dulu karena saya lagi terima telpon, nah ngobrollah saya deket pintu resto itu."

Aku memperhatikan ceritanya dengan konsen
“ nah, sewaktu terima telepon itu, saya denger mereka nyebut-nyebut nama kamu, salah satunya bilang bahwa kamu itu gay dan lagi pacaran sama atasan kamu yang lagi di rumah sakit, ya otomatis saya langsung panas denger itu semua..”
“ hmmm ya ya, ...jadi pelayan perempuan ya ?!”
“ iya..kamu tau ? ”
" kayaknya tau, soalnya cuma dia temen saya yang baru tau..itupun karena atasan saya yang bilang sendiri.."
" oo.."

Okonomiyakiku dengan cepat kuhabiskan, sementara punya mas Sultan masih ada seperempatnya, akupun membereskan kardus sisa makanan ke tempat sampah yang ada dipojok kamar.

“ kamu kerja dimana sekarang Dam?” tanyanya sambil mengunyah pelan
“ di gym tempat kita fitness dulu..”
“ di situ ? jadi instruktur?”
“ bukan, ..saya pegang kantinnya..”
“ ooh di situ..…” sahutnya lemah, “coba kamu belum kerja sekarang ya, saya akan bawa kamu langsung ke Sultan chicken tuk diperkenalkan sebagai supervisor..”
“ ah kelamaan kalo saya harus tunggu berbulan-bulan sampai mas panggil lagi ”
“  iya juga ya..maaf deh kalo gitu..”

Lalu mas Sultan diam sejenak, nampaknya dia memikirkan sesuatu.
“ kayaknya saya mau ngegym lagi di situ deh Dam, badan kayaknya udah pada kendor lagi nih..” katanya
“ boleh…nanti saya bilang mas Ando tuk kasih diskon khusus ke mas..”
“ mmh sounds good..!” sahutnya senang

“ eh iya mas, pak Luthfi apa kabar ?”
“ bapak lagi di Bogor, dia udah gak mau ke sini lagi..”
“ lho kenapa ?”
“ ya karna kejadian kita malam itu.., dia kan gak suka kalo saya semena-mena kayak gitu..”
“ yaaa kasian donk mas dia kesepian di sana..”
“ gak lah, dia kan tinggal sama pacarnya..”
“ pacarnya ? emang dia masih pacaran ?” sahutku penasaran
“ dia itu kan…”

mata mas Sultan tiba-tiba menatapku lama, sepertinya ada keraguan yang terlintas dibenaknya saat ingin memberitahu sebuah informasi tentang bapaknya. Mungkin sebuah rahasia besar yang sulit untuk diungkapkan kepada orang lain.

“ pak luthfi kenapa mas?” tanyaku membuyarkan lamunannya

Tapi dia malah menatap ke arah lain dan enggan beradu pandang dengan mataku, sepertinya dia malu untuk bilang bahwa..

“ bapak itu juga…gay..!! ”

Galau karena masih mencintaimu (Cerita gay) Part 22 (1&2)

Part 22 Someone Like You

“ Yup, ini acara nikahannya Alex..” batinku

Ku terus memandangi foto pre wedding yang dipajang di depan pintu masuk , dadaku jadi berdebar-debar saat tahu ini adalah tempat acara pernikahan Alex.

“ Dam..kenapa? ayo .!” ajak mas Ando sambil menarik lenganku

Mas Ando lalu mendorong badanku ke depannya dan terus mendorong sampai memasuki pintu ballroom yang terbuka lebar.

Suasana ramai dan riuh mulai menyapa kami di dalam, suara keras musik bercampur aduk dengan suara bising para tamu di bibir pintu, ternyata banyak sekali tamu yang hadir malam ini sampai-sampai susah bagi kami membuka jalan tuk masuk lebih dalam lagi.

“ permisi pak, misi bu..” kata mas Ando

Akhirnya kami sampai di bagian yang agak lowong, dari sini alunan musiknya terdengar dengan lebih jelas, kami juga bisa melihat pelaminan nan megah yang ada di seberang, di sekelilingnya banyak tanaman hias yang dipajang. Walaupun jarak kami sudah lumayan dekat, tapi wajah kedua mempelai tidak kelihatan dengan jelas karena tertutup oleh para tamu yang berjajar untuk bersalaman.

“ mas, emang siapa yang ngundang ke sini, laki atau cewenya ?”
“ lakinya… dia atasan kamu juga kan ?!”
“ iya,… tapiii.. emang mas dah kenal sama pak Alex?”
“ yaaaa… baru beberapa minggu ini sih ..”

“baru beberapa minggu ? kenalnya gimana? ” pikirku, aku jadi curiga padanya

“ kenal dimana ?”

Tapi mas Ando seperti tak mendengar , dia malah melengos pergi dan merangsek ke dalam kerumunan orang-orang yang sedang mengantri di stand-stand makanan yang ada di bagian kanan ballroom, nampaknya dia juga mau ikutan antri.

“ hey mas, tunggu dulu, mau kemana ?” tanyaku sambil menyusulnya
“ kita serbu dulu makanannya, takut kehabisan Dam..” sahutnya antusias
“ ya tapi..” mas Ando keburu meninggalkanku lagi, dia seperti sedang kondangan sendiri saja.

“Aaah rese nih mas Ando..” batinku kesal, aku merasa jengah ada di sini, aku mau bilang ke dia bahwa aku tak mau ada di sini.

“ kita balik aja yuk mas..!” paksaku
“ ntar lah Dam, baru juga sampe, lagian kita belum ngucapin selamat ke pengantennya..”

“hah ngucapin selamat??, boro-boro ngucapin, ketemu aja gw gak mau..” batinku sewot

Aku benar-benar tak ingin pergi ke sini sebenarnya, aku sudah menghindari ajakan Dena tapi ternyata mas Ando mengajakku juga ke sini. Aku tak ingin bertemu dengan Alex apalagi bersalaman, aku mau keluar saja sendiri kalau begitu.

“ mas saya keluar ya!” pamitku dari belakangnya
“ hey Dam… mau kemana ?” mas Ando membalikkan badan
“ mau keluar !” tanganku ditariknya
“ lho kok keluar ? mau ngapain ?? ”
“ saya gak nyaman di sini mas..sumpek ! ”
“ yaaa kok gitu…kenapa sih emangnya ?”
“tau lah mas, tiba-tiba gak enak badan aja..” sahutku bohong

Mas Ando memperhatikanku
“ ya udah kamu duduk aja dulu deeeh, tuh di situ, kan kita baru masuk ..masa udah mau keluar lagi ” katanya seraya menunjukkan kursi kosong.

“ yaa tapi saya mual mas, banyak orang di sini, saya gak bisa nafas..”
“ iya makanya, kamu duduk aja di situ, kan gak banyak orang di situ..kamu bisa nafas, deket AC lagi..”

“Aaargh..bikin pusing aja nih mas Ando, gak ngerti apa kalo gw gak mau di sini..?!“ pekikku dalam hati.

Aku tak mau berdebat lagi, kuikuti saja kemauannya tuk duduk di kursi, mudah-mudahan Alex tak melihatku dari jarak sejauh ini dan semoga mas Ando mempercepat makan-makannya.

Tapi bukannya duduk tenang, aku malah celingak celinguk ke kanan dan ke kiri mencari teman se resto yang mungkin saja bergerombol di salah satu sudut, tapi aneh, ternyata tak ada satupun teman-teman akrabku yang terlihat , kalaupun ada paling Cuma staff bagian dapur saja yang lewat.

***
Musik tiba-tiba selesai dan berhenti mengalun, sesaat kemudian 2 orang berbicara melalui microphone dan memberikan ucapan selamat pada kedua mempelai, sebagai hadiah pernikahan, mereka akan berduet menyanyikan lagu “Endless love”.

Tepukan meriah mengawali lagunya, lalu musik terdengar mengalun lagi , diiringi dengan suara berat sang penyanyi laki-laki dan suara tinggi melengking dari sang penyanyi perempuan, tapi kalo didengar-dengar, sepertinya aku familiar dengan suara perempuannya.

Rasa penasaran membawaku sampai berdiri dari kursi dan mencari celah di antara para tamu untuk melongok ke arah panggung musik dan melihat siapakah perempuan yang sedang bernyanyi.

“Siti..! hah yang beneeer… emang lo bisa nyanyi yaa ?!” batinku terkejut tak percaya

Tanpa sadar aku mendekati panggung musik dan meninggalkan mas Ando yang sedang mengantri makanan, jarakku sekarang hanya sekitar 3 meter saja ke panggung, kupandangi dan kudengar dengan serius penampilan Siti dan laki-laki pasangan duetnya, sampai Siti akhirnya melihatku di depannya, diapun tersenyum simpul.

Tak pernah sebelumnya aku mendengar Siti bernyanyi, biasanya dia Cuma bisa nyablak sepanjang hari, ngomongin orang sana sini. Siapa sangka kalau dia juga punya suara bagus.

“ serius amat Dam..!”

Aku menoleh ke samping,
“ eh mas,… kaget saya ….iya nih lagi liatin temen saya nyanyi ”
“ temen kamu ? yang mana?”
“ yang perempuan…”
“ ooh…. kerja di restoran juga ?”
“ iya, dia captain juga sama seperti saya...”
“ oouw..”

Lagu Endless love mengalun sampai sekitar kurang lebih 5 menit, para tamu tampaknya cukup terpukau dengan penampilan mereka berdua karena tepukan tangan meriah mengakhiri lagu yang romantis itu.

Mas Ando tiba-tiba menggamit tanganku dan menarik menuju antrian tamu yang mau bersalaman ke atas pelaminan.

“ heh … mau ngapain mas? Mau ke atas ya ? ” tanyaku khawatir
“ iya…emang kenapa? “
“ gak ah, mas aja sana..!” sahutku sambil berusaha melepaskan cengkraman tangannya
“ heh Dam…diem ah……gak sopan tau kalo gak kasih selamat sama atasan ” katanya enteng
“ mas…!” kataku tegas

Mas Ando malah menatapku balik

“ kamu lagi ada masalah sama atasan kamu ya ??”
“ jujur ..iya.! tapi maaf.. saya gak bisa cerita “
“ huft……lupain dulu lah masalahnya, ini kan hari pernikahan atasan kamu, kamu hargai sedikit donk dia”
“ saya dah coba hargai dia berkali-kali mas tapi tetep aja gak ada yang berubah”

Mas Ando terdiam sebentar
“kalo mas mau salaman, silahkan ,tapi ..saya gak ikut , saya mau tunggu di luar aja ” lanjutku
“ ya ampun Daam, salaman doank apa salahnya sih, paling Cuma sedetik 2 detik, habis itu pergi, beres..! lagian kalo kamu datang ke pernikahan dia dan kamu salaman sama dia, itu artinya kamu udah menunjukkan bahwa kamu berhati besar…bisa melupakan masalah yang pernah terjadi di antara kalian berdua ”
“ ya tapi mas belum tahu ceritanya kan??? “
“ memang….saya belum tahu ceritanya dan saya juga gak perlu tahu masalahnya, tapi seenggak-enggaknya kamu tunjukin lah kedewasaan kamu sama dia, lagian mau sampe kapan kamu terus menghindar ??”

Aku menghela nafas dalam-dalam, agak malas juga kalau dengar orang udah bicara panjang lebar begini, seperti di ceramahi, kesannya aku yang ada di posisi yang salah.

Aku tak mau berdebat lebih panjang lagi , ada banyak orang di depan dan di belakang kami yang bisa mendengar pembicaraan ini, malu rasanya kalo berdebat panjang lebar soal hal sepele.

“ terserah mas deh!!…tapi nanti kalo ada apa-apa di atas, mas yang tanggung jawab !!..”
“ iya..iyaa…saya tanggung jawab, jangan kuatir Daaam, lagian mau ada kejadian apa sih sampe ketakutan kayak gitu ? ini kan tempat rame.. gak mungkin dia berbuat aneh-aneh ”

Aku diam tak menjawab pertanyaannya, malas aku melanjutkannya.

***

Dari arah panggung musik, Siti telah kembali naik ke atas, dia mengumumkan lewat microfon bahwa dia akan membawakan sebuah lagu yang berjudul “Someone Like You”.

Dia bilang, “ lagu ini saya persembahkan untuk manager tercinta saya yang menikah pada hari ini, Pak Alex…. dan juga sahabat saya yang tersayang , …Adam !”

“HAH..! ! apa maksudnya dia nyandingin nama gw sama Alex ???” pekik batinku

Siti sejenak melihat ke arahku dan tersenyum licik, dia seperti meledekku dengan pandangan dan senyumannya itu, lalu dengan serta merta aku balik memelototinya, ingin aku mendatangi dan memarahinya tapi tak mungkin, lagipula dia terlanjur membuka suara.

Dentingan nada keyboard terdengar pelan mengiringi lagu , Siti mulai mengeluarkan suaranya menyanyikan lagu yang belum pernah kudengar itu.

/I heard
That you’re settled down
That you found a girl
In your married now/

Ekspresi wajahnya terlihat serius sedangkan matanya menatap ke arah pelaminan dan ke arahku secara bergantian, sementara tangannya juga tak mau ketinggalan, menunjuk-nunjuk ke arah kami.

“ sial nih Siti, ngapain nunjuk-nunjuk ke gw sama Alex, apa dia mau kasih tahu semua orang tentang hubungan gw sama Alex?” batinku kesal

Aku menengok sebentar ke arah pelaminan, Alex masih sibuk menyalami para tamu yang terus mengular sampai bawah, senyumnya terus menerus mengembang menyambut tamu-tamu yang berjejer, sepertinya dia tidak peduli dengan lagu yang dibawakan Siti.

Siti terus menyanyikan lagu dengan penuh penghayatan, ternyata lagu ini adalah lagu sedih dan merana, kalau gak salah tadi liriknya begini

/Never mind I’ll find someone like you…
I wish nothing but the best for you two
“don’t forget me” I begged
“ I’ll remember” you said
Sometimes it lasts in love
But sometimes it hurts instead/

Suaranya terus melengking tinggi di bagian refnya dan seiring dengan itu jarakku makin dekat dengan Alex. Bukannya makin berdebar tapi aku malah menyimak dengan serius nyanyiannya dan dentingan keyboardnya yang telah membawaku ke perasaan galau dan patah semangat.

“Ya Tuhan, kenapa Siti nyanyi lagu ini, kenapa gak yang lain, dentingan keyboardnya bikin sedih aja ” batinku sedikit protes.

Aku menatapi kosong Alex yang sudah mulai kelihatan di depanku, perasaan tegang akhirnya hadir kembali di benakku.

Akan tetapi sedikit lirik yang dinyanyikan Siti tadi mungkin pas juga kalau kupersembahkan untuknya.

“Tak apa-apa , aku akan mencari seseorang yang mirip sepertimu” kata hatiku, “ bahkan mungkin lebih baik darimu ” tambahku

***

Jarak aku dan Alex sudah dekat, ada 3 orang lagi di depanku yang sedang mengantri, Alexpun tadi sudah melihatku yang agak bersembunyi di belakang mas Ando tapi sepertinya dia pura-pura tidak tahu.

Mas Ando terlebih dulu bersalaman dengan Alex dan istri, berikutnya adalah giliranku.

Sedetik kemudian aku sudah berdiri di hadapan Alex sambil memandang wajahnya yang tampan dengan sedikit kikuk. Ketegangan mulai menghantuiku, nafasku tersendat-sendat seakan berusaha menyembunyikan ketegangan, aku takut dia akan berbuat macam-macam denganku.

Alex menatapku sesaat, tapi walaupun begitu pandangannya cukup dalam sekali, seperti pandangan seekor srigala yang melihat mangsa ada di depannya. Aku jadi makin kikuk dibuatnya, aku khawatir istrinya jadi curiga nanti.

Aku mengulurkan tanganku tuk mengucapkan selamat padanya, tapi bukannya tanganku yang disambut malah tubuhku yang ditariknya. Ia memelukku dengan erat sekali , pelukannya kali ini kurasa cukup lembut, seperti tak ada nafsu setan dibaliknya.

Dia menepuk-nepuk punggungku dan berbisik ke telingaku pelan.
“ kemana aja kamu Dam, kamu baik-baik aja kan..? …I’m sorry ya…I’m sorry.. saya minta maaf kalo saya banyak salah selama ini”

Aku tertegun dengan omongannya, kenapa bahasanya jadi sopan begini.

kulepaskan pelukannya setelah sekian detik, kumenunduk malu karena tentunya si istri di sebelah melihat kami berdua berpelukan cukup lama.

Tiba-tiba Alex memukul pelan pipi kananku dan berkata
“ jaga diri kamu ya Dam, mudah-mudahan….. kamu dapat pasangan yang baik “

Aku tak merespon kata-katanya tapi hanya mengangguk dua kali sambil menyunggingkan senyum, aku mengerti dengan kata-katanya yang mendoakanku agar cepat mendapatkan pasangan yang baik, agar istrinya yang menatap kami berdua tak curiga dengan pelukan tadi.

Setelah itu aku menyalami istrinya yang ternyata berwajah sangat cantik, cocok sekali dengan Alex.

“ wah pak Alex beruntung ya, dapet istri yang cantik, mudah-mudahan langgeng sampai akhir hayat..” kataku basa basi pada istrinya
“ hehehe….amiiin makasih ya mas..” kata istrinya dengan senyuman manis

“ eh Dam, bentar-bentar..kita foto dulu ya..” panggil Alex

Aku menyanggupinya, sang fotograferpun sudah bersiap di seberang bawah pelaminan, dia segera mengarahkanku tuk berdiri di samping kiri mempelai perempuan dan Alex berada di samping kanannya.

Tanpa sepengetahuan si istri, tangan kiri Alex menggapai punggung belakangku dan mengusap-usapnya dengan lembut seakan-akan ia ingin menunujukkan bahwa ia sayang padaku.

KLIK…! Sebuah jepretan kilatan cahaya menerangi kami bertiga sepersekian detik.

Setelah selesai, Alex menghampiriku lagi dan memelukku dengan erat kembali, tapi kali ini tak selama tadi, dia segera melepaskanku dan menepuk lembut pipi kananku lagi beberapa kali sambil menatapku dalam.

“ makasih yah dah datang ke sini..” katanya pelan, aku membalasnya dengan mengangguk.

Saat aku menuruni tangga pelaminan, suara dentingan keyboard juga berakhir, lagu “Someone Like You” sudah selesai.

****

Di sebuah kursi yang teronggok di pojokan, aku duduk menikmati segelas air putih dan puding sambil menatap kosong ke arah Alex yang masih ada di atas pelaminan, tak kusangka Alex bersikap baik seperti tadi, apa mungkin dia sedang kembali bersandiwara atau….. memang itu tulus dari dalam hatinya.

“ Ah entahlah biar saja, yang penting malam ini aku tak mendapat kejutan yang tak mengenakkan darinya..” batinku

“ heh…” senggol mas Ando dari samping
Aku menoleh ,“ kenapa mas?”
“ kok bengong aja, kesambet lho ntar..”
“ ah enggak..siapa yang bengong ”
“ mikirin apa sih ?”

Bukannya menjawab pertanyaan mas Ando, aku malah melamun lagi menatap ke arah lain

“ yeee malah bengong lagi..kamu masih berasa sumpek di sini ya? “
“ udah enggak mas…”
“ kamu mau pulang sekarang ?”
“ nanti aja, mas makan dulu aja sana, saya tungguin..”
“ lho kamunya gak makan ..”
“ dah malem mas, ini (puding) aja cukup..”
“ mmmh oke, kalo gitu bentar ya, saya mau cari-cari makanan penutup dulu..”

Mas Ando meninggalkanku sendiri dan mencari makanan ke stand-stand makanan yang masih dikerubungi oleh para tamu. Sementara aku menikmati suasana pesta pernikahan ini dengan perasaan lebih lega dan bahkan mungkin kebencian terhadap Alex sudah jauh berkurang, aku tak mau jadi pendendam.

***

Jam di hpku sudah menunjukkan pukul 8 malam lebih 5 menit, mas Ando sudah mengajakku pulang tadi. Kami berjalan melewati kerumunan orang di dekat pintu masuk tapi kali ini keramaian sudah agak cair dibanding tadi pertama kali kami masuk .

“ kita harus cari taksi di luar nih Dam..” katanya
“ emang di sini gak ada yang ngetem ?”
“ gak ada kayaknya…..dah yuk jalan dulu ke depan ”

Akhirnya mas Ando mulai berjalan ke depan jalan raya , aku mengikutinya di samping, tapi tak berapa lama ada sebuah taksi yang masuk ke halaman wisma dan menuju ke arah kami.

“ eh Dam..Dam…itu ada taksi, kayaknya ada yang baru dateng kondangan tuh, yuk kita samperin aja ..” kata mas Ando yang segera berlari menghampiri taksi yang berjalan pelan itu, akupun ikut berlari juga.

Sesampainya di depan pintu masuk pesta pernikahan Alex, taksi itu berhenti, ternyata benar dugaan mas Ando tadi bahwa taksi itu membawa penumpangnya ke sini.

Dua tamu keluar dari dalam taksi, satu perempuan cantik dan satunya lagi laki-laki berpenampilan keren, mas Ando langsung memegangi pintu taksi yang dibuka oleh laki-laki itu sampai-sampai laki-laki itu setengah kaget.

“ oops..sorry mas..” kata mas Ando sambil nyengir tapi raut mukanya berubah ketika melihat laki-laki itu, dia seperti mengenalnya dengan baik.

“ heey pak apa kabar.?” Tanya mas Ando sambil menyodorkan tangan. Aku berhenti di belakang laki-laki ini dan membiarkan mas Ando menyapa temannya dulu.
“ kabar baik pak..!” kata laki-laki itu menyambut tangan mas Ando

Aku yang ada di belakang laki-laki keren ini merasa kaget saat mencium wangi parfumnya, wanginya jadi mengingatkanku pada mas Sultan.

“ ah Cuma mirip doank, wangi beginian juga banyak yang punya, bukan Cuma mas Sultan..” pikirku

“ mau kondangan nih pak ?” tanya mas Ando lebih lanjut
“ iya pak..bapak juga habis kondangan nih ”
“ iya, saya sih udah dari jam setengah 8 tadi..”
“ ooh gitu..”
“ kenal sama siapa memangnya pak, penganten perempuannya atau lakinya ?”
“ ah bukan saya yang kenal, tapi dia ( perempuan yang bersama laki-laki ini ) yang kenal sama pengantin perempuannya..”
“ ooh gitu, oke oke… saya pamit dulu ya pak..udah malam.” mas Ando masuk ke taksi sambil memberiku kode tuk masuk juga

“ permisi pak..” kataku sambil memandang ke arah laki-laki yang berdiri menghalangi jalanku itu.

Aku terkejut bukan kepalang, ternyata laki-laki keren itu adalah benar mas Sultan dan ku yakin dia juga pasti terkejut melihatku.

Kami sempat membeku sebentar dan saling beradu pandang tapi sayangnya tak ada satu patah kata pun yang terucap dari bibir kami masing-masing sampai akhirnya aku di suruh mas Ando lagi tuk segera masuk. Aku tersenyum dan mengangguk pada mas Sultan tapi dianya malah bengong saja melihatku.

Mas Sultan masih membeku saat pintu taksi akhirnya ku tutup dan saat taksi mulai jalan ku tengok ke jendela belakang ternyata mas Sultan masih menatapi taksi ini.

“ ssst..” kata mas Ando sambil tangannya menggiring kepalaku ke posisi menghadap ke depan

“ argh ngapain sih ?” kataku jengah
“ udah kepalanya ke depan aja, jangan sering-sering mandangin orang cakep..” sahutnya enteng

“ HAH..maksudnya mas Ando tuh apa ?! apa dia tau kalo gw ngeliatin laki-laki ??” tanya hatiku

“ maksudnya ??” kataku
“ maksudnyaaa….hemmm ..ada deeh…” katanya berusaha misterius.
“ hiii gak jelas…sok sok an mau punya rahasia !”
“ biarin…yang penting kamu jadi penasaran kan ?”
“ enggak..maaf ya”

Taksi terus melaju dengan kecepatan sedang menuju tempat tinggal kami masing-masing yang ada di pusat kota, sepanjang perjalanan aku jadi terbayang-bayang dengan kehadiran mas Sultan di gedung itu. Walaupun baru 2 hari tak bertemu tapi saat melihat wajahnya tadi aku jadi kanget berat.

Dengan jarak yang sedekat tadi, ingin rasanya aku menyergap tubuhnya yang atletis dan harum itu dan bilang “ I miss you mas..!” tapi sekali lagi aku berfikir logis dan realistis bahwa ada banyak orang di situ dan diapun tak suka diperlakukan seperti itu, bisa-bisa malah aku yang akan menanggung malu.

****
Ternyata di malam pernikahan Alex ini adalah kesempatan terakhir aku bertemu dengan mas Sultan karena setelah itu aku tak melihatnya lagi ataupun mendapat kabar apapun darinya sampai 3 bulan lamanya.

Perasaan kangen untuk bertemu dengannya selalu membuncah kala aku menyendiri di gym atau di kosan, kadang aku bisa menggila dan menjambak-jambak rambutku karena ingin sekali bertemu dan ngobrol dekat lagi dengannya. Aku memohon-mohon pada Tuhan tuk pertemukanku lagi dengannya dan jadikan kami teman dekat lagi seperti dulu, tapi belum juga terkabul sampai sekarang.

Sampai-sampai kalau aku sudah tak tahan dengan perasaan ini aku berniat tuk menelponnya saja, ingin kuutarakan kerinduanku padanya entah dia mau mendengar atau tidak yang penting aku bilang padanya agar siksaan ini segera mereda. Tapi sayangnya hal itu tak pernah kulakukan karena setiap kali aku memegang hape, perasaan deg-degan dan takut selalu saja menghantui, aku takut dia masih ilfeel denganku.

*******************************************************

3 bulan kemudian

Aku memandangi cermin besar yang ada di hadapanku, dengan bertelanjang dada ku mengecek bagian-bagian otot yang sudah mengalami perubahan selama 3 bulan terakhir ini. Bentuknya tentu sudah jauh berbeda dari waktu dulu yang masih berlemak dan belum bagus, tapi hari ini otot-ototku sudah jauh lebih baik.

“ SEMPURNA !”

Oops, ada suara orang dari arah pintu masuk loker, aku menoleh dan melihat wajah om Budi yang ganteng sedang tersenyum kepadaku.

“ Itu udah sempurna kok Dam, jangan terus diliatin ntar jadi kempes loh..!” ledeknya

Om Budi adalah member gym yang sudah cukup lama bergabung di gym ini, dia termasuk member senior bagi member-member lainnya. Perawakannya masih segar jika dibandingkan dengan usianya saat ini yang menginjak kepala 50 an, bahkan tubuhnya tetap berisi dengan otot-otot yang terbentuk lumayan bagus.

Om Budi akhir-akhir ini tak sering datang ke gym karena memang dia seorang pengusaha yang sibuk , tapi kalau dia datang berlatih maka suasana gym pasti lebih ramai dari biasanya, ibaratnya kalau dia hadir maka seluruh ruang gym jadi lebih ceria dengan obrolan dan banyolannya

Om Budi adalah pria duda beranak 4, keempat anak om Budi laki-laki semua, 2 dari anaknya sudah tidak tinggal dengan Om Budi. Anak sulungnya sudah menikah dan tinggal di Jerman, anak keduanya sedang menempuh pendidikan di Universitas terkenal di AS . Anak ketiganya memilih untuk kuliah di Bandung saja, sementara yang paling kecil baru menginjak bangku kelas 3 SMK.

“ hahaha om bisa aja..” kataku sambil mengenakan baju kerjaku lagi
“ eh eh eh kok malah di pake lagi bajunya ?”
“ emangnya mau ngapain lagi , saya kan dah selesai latihannya , harus balik kerja lagi nih, waktu break udah lewat malah..” sahutku sambil melihat jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 18:00

“ tuh dah jam 6 kan, tamu kantin pasti lagi banyak-banyaknya nih..”
“ iyyya deh, nanti saya ke situ ya..” katanya dengan suara beratnya yang sexy
“ oke , saya tunggu yaa..”

Aku bersalaman dengannya dan beranjak ke luar ruang loker, ternyata diluar member gym sudah mulai ramai berdatangan.

****
Di kantin

Keadaan di kantin sudah mulai ramai, beberapa tamu memenuhi kursi-kursi yang ada di kantin, termasuk 3 kursi tinggi yang ada di depan meja bar. Beberapa tamu menyunggingkan senyum padaku, ada dua tiga orang yang telah ku kenal dekat tapi ada juga yang belum ku kenal sama sekali.

Aku masuk ke dalam counter dimana Ina sang kasir temannya Santi sedang sibuk di depan mesin kasir.

“ Ina rame ya ?”
“ lumayan pak..”
“ oouw..ya ya..”

Aku sejenak memperhatikan keadaan kantin, di bar ada 3 orang laki-laki yang sedang duduk santai sambil mengobrol, tapi walaupun sedang mengobrol mata salah satu dari mereka sesekali mencuri pandang ke arahku.

“ hmmm plu nih..” batinku

Kemudian aku masuk ke dapur tuk melihat Rahmat yang sedang sibuk membuat pesanan tamu

“ wah wah wah sibuk ya mas..” kataku yang sudah 3 bulan ini memanggil Rahmat dengan sebutan mas, aku berusaha menaruh hormat padanya karena umurnya lebih tua dariku.
“ iya nih pak, bantuin doonk..” pintanya
“ boleh-boleh…”

Lalu aku membantunya mengupas dan memblender berbagai macam buah untuk pesanan minuman jus, tak lama setelah jadi aku yang membawanya sendiri ke depan dan menyerahkannya pada tamu sesuai dengan pesanan.

****
“ mas mas sini deh..” kata seorang perempuan muda cantik dan montok yang duduk di kursi kantin bersama 2 temannya.

Akupun menghampirinya dengan menyunggingkan senyum
“ iya mba ..ada yang bisa saya bantu?”
“ lhooo kok manggilnya embak sih ?! “
“ loh kan saya Cuma ngimbangin mbak yang manggil saya “mas” tadi !”
“ oh iya ya bener, bego juga ye gw..hahaha” katanya sambil ketawa ramai-ramai bareng temannya

“ gini mas…emmmm…….” Katanya sambil mikir lama
“ udaaaah bilang aja lo mo pesen jus jambu, lama amat seh ” sahut temannya di samping
“ tau nih Mona… bilang aja elo mau deket-deket sama mas nya…..…eh mas mas…tadi kata dia, dia mau minta pin BB nya mas loh ” timpal temannya satu lagi
“ iih brisik lo ah, bikin gw malu aja, sapa juga yang mau minta pin….gw kan lagi mikir apa lagi yang mau gw pesen, biar sekalian di bikinin, biar gak cape masnya ntar..betul gak mas?! ” katanya sambil nyengir

Aku hanya mengangguk mengiyakan saja

“ saya pesen jus jambu samaaa sandwich aja ya mas, tapi sandwichnya ukuran kecil…ada kan mas ?” kata si perempuan yang dipanggil Mona tadi
“ adaa..” sahutku
“ siip…tapi jus jambunya jangan kentel-kentel ya biar gak seret..…eh elo pada mau pesen apa cepeeet..!” desak Mona
“ kalo saya pesen jus jambu juga mas, itu aja”
“ saya jus semangka …”

Aku mencatat orderan mereka di kertas kecil agar tidak lupa
“ jadi jus jambu 2 , jus semangka 1 dan sandwich kecil 1 ? ada lagi mbak ?”
“ gak mas, itu dulu aja…makasih yaaa ”

Akupun beranjak menjauhi mereka sambil menghela nafas dalam dan panjang, aku bersyukur, aku bisa segera menjauh dari mereka karena aku sangat tidak suka berada dalam situasi seperti ibu-ibu arisan begitu.

****
Jam 20:50

Gym sudah tutup pintu rapat-rapat, tak ada lagi member yang boleh masuk tuk latihan, begitu juga dengan kantin yang sudah berlakukan last order sejak pukul 20:45, tak boleh lagi melayani pesanan minuman ataupun makanan kecuali air mineral botol.

Para staff kantinpun sudah bersiap-siap pulang setelah membereskan area kerja mereka dan kini mereka berkumpul di meja depan recepsionis sambil menunggu suara mesin absensi berdentang.

“ Pak Ando kemana ?” tanyaku pada mereka
“ masih di kantornya pak “
“ oh masih di sana ya..”

Akupun menghampiri ruang kerja mas Ando di dalam

TOK TOK TOK

“MAsuk..!”
“ belum pulang mas?” tanyaku saat melongok dari pintu kantornya
“ eh Dam, belum nih, sini masuk..” sahutnya dari balik meja, di depannya sebuah laptop sedang terbuka

Akupun melangkah masuk dan duduk di bangku yang kosong di depan mejanya
“ emang lagi ngapain mas ? masih ada kerjaan ? ”
“ ah enggak ngapa-ngapain, Cuma lagi liat-liat situs aja..”

“ hah liat-liat situs?” pikiranku mulai curiga

Aku lantas langsung berdiri dan dengan secepat kilat melongok ke layarnya

“ Ya Ampuuuuun ternyata situs gituan, dikira lagi buka apaan…! Ngerusak moral anak buah aja nih ” kataku
“ xixixi… lagian siapa suruh liat laptop saya, kena deh kamu jadinya...”
“ amit-amit deh mas, saya kirain dah tobat..” kataku pura-pura straight

“ dah tobat gimana maksudnya ?”
“ ya dah gak seneng gitu-gituan lagi…karna si Ucok kan dah gak di sini lagi..”
“ hemmmm jangan salah Daam, selain Ucok kan masih banyak lagi yang lain, mereka rela ngantri buat saya kok..kalo kamu mau, kamu juga bisa ikut antri Dam..hehehe ”
“ stress! “
“ xixixi..sewot amat ”

“ eh Dam, kamu mau ikut gak ?”
“ kemana ?”
“ makan-makan..”
“ hah makan-makan ? boong..! ntar malah kondangan lagi deh kayak dulu..”
“ enggaak kali ini bener makan-makan…”

Aku jadi ingat ada satu hal yang mau aku tanya pada mas Ando tentang makan-makan dulu itu.

“ eh iya mas saya baru inget saya mau tanya nih, tapi jawabnya yang serius ya!”
“ mau tanya apa..”
“ waktu 3 bulan lalu mas kan ngajak saya tuk makan-makan yang ternyata pergi kondangan?!”
“ iya…trus?”
“ itu kan nikahannya bekas atasan saya, nah yang pengen saya tanya, mas kenal sama pak Alex gimana ceritanya ?”

mas Ando keliatan sedang berfikir, dia mencoba mengingat-ingat kejadian beberapa bulan lalu itu

“ mmmh ooh yang itu….. kenalnyaaa…yaaaa…di sini..di gym kita ” jawabnya lambat seakan tak mau memberitahuku
“ di sini ? kapan kenalnya mas, saya lupa ?!”
“ yaaa beberapa minggu sebelum kamu keluar dari resto itu…”
“ ooo… trus….selain di sini kalian pernah ketemuan di luar?”
“ Udah ah Dam…kamu mau tau aja, jadi kayak polisi begitu tanya macem-macem…pulang yuk...dah jam 9 lewat nih..”

Tak dijawab pertanyaanku tadi, aku malah diam saja di bangku sambil menunduk, aku berakting ngambeg agar mas Ando mau melanjutkan lagi obrolan ini.

“ kok diem gitu ? kenapa ? ngambeg ?? ah kayak anak kecil aja kamu ”
“ gapapa mas…dah yuk pulang..” jawabku sambil berdiri dan memasang wajah malas
“ tuuuu kaan ngambeg “
“ gapapa maas, gak ngambeg kok..” sahutku dengan senyum kecut
“ Aaargh kamu ini …kayak anak kecil aja sih…dah sini-sini duduk lagi…kamu mau tanya apa sih hah, biar saya jawab semuanya !? gitu aja pake ngambeg ”

Akupun duduk lagi tapi akting malasku masih berlanjut.
“ saya tadi tanya, apa mas pernah ketemuan di luar sama Pak Alex ??”

Mas Ando menghela nafas dalam dulu sebelum menjawab
“ pernah…!”
“ dimana ?”
“ di kosannya pernah , di kosan saya juga pernah…”
“ maksudnya di kosan ? ngapain ? ” tanyaku lebih antusias
“ yaaa …saya tau lah maksud kamu tanya-tanya soal beginian Dam…kamu mau tau kan apa aja yang udah saya lakukan sama mantan kamu itu??”

“ HAH..mantan ??? kok…” pekikku terkejut
“ kamu kaget ya, darimana saya tau kamu mantannya Alex ? “

Aku mengangguk ragu-ragu

“ dari Alex sendiri..!”
“ dari dia sendiri ? “
“ iya..”

Mas Ando diam sebentar sebelum kemudian melanjutkan lagi obrolannya
“ sebelum kamu resign dari resto, kami sempet kenalan di gym ini, waktu itu dia lagi ngegym sendirian aja gak ada kamu, dia yang ngajak kenalan duluan waktu itu..”

Aku mengangguk-angguk, “ trus?”
“ yaa kita akhirnya tukeran nomor dan singkat kata, saya tahu dia itu gay..”
“ kok….dari mana taunya ?”
“ yaaa dia mancing-mancing saya di loker…tau sendiri kan kalo saya dipancing gak bisa nahan…”
“ kejadian akhirnya ?”
“ iya… “

DEG dadaku jadi nyesek

“ trus ..?”
“ kita sempet jalan selama beberapa hari sebelum akhirnya dia ngaku kalo kamu itu BFnya..”
“ kenapa dia sampe ngaku gitu ?”
“ yaa saya yang tanya, siapa sebenernya kamu, kok ngegym berduaan terus bareng dia, kan saya agak-agak curiga jadinya”
“ trus kalian putus?”
“ ya putuslah , saya gak mau jadian sama orang yang gak setia kayak dia, ibaratnya kalo mau pacaran ya satu aja, jangan selingkuhin pacarnya itu.., apalagi BFnya itu temen deket saya ”

Mas Ando terdiam sebentar dan menghela nafas
“ saya juga minta maaf sama kamu kalo saya pernah secara gak langsung ngerusak hubungan kamu sama dia..tapi jujur saya waktu itu belum tahu menahu soal ini , bahkan saya dulu ngira kalo kamu memang bener-bener….straight..”

“ trus yang ngundang mas Ando ke nikahan Alex itu si Alex sendiri ?” tanyaku masih penasaran
“ iya…dia juga bilang ke saya tuk ngajak kamu…”
“ lho kok bisa suruh ngajak saya, emangnya dia tau dimana saya?”
“ tau lah, orang saya yang suka cerita …”
“ oh…termasuk kerjaan saya di sini ?”
“ iya..!”
“ jadi sejak putus dari Alex, mas Ando masih tetap berhubungan baik ?”
“ masih..bahkan sampe dia nikahpun masih..”

“ maaf ya Dam, saya gak bilang-bilang kamu kalo mau pergi ke acara nikahannya dia waktu itu...soalnya kalo saya bilang jujur pasti kamu gak mau ikut”
“ gapapa mas..” jawabku pelan

“ tapi jangan kuatir lah Dam, dia gak akan ganggu kamu lagi kok, dia udah bersumpah sama saya gak akan ganggu kamu, karna kalo dia datang lagi ke kamu, saya ancam akan ngerusak rumah tangganya..”
“ hah…sampe segitunya.?”
“ iya laah, tuk orang segila dia ya harus di perlakukan lebih gila lagi, kasian kamunya ”
“ emang mas tau dia juga gila ?”
“ tau lah, semua masalah kalian saya juga tau, masalah pemukulan waktu itu saya juga tau…dia yang cerita itu semua”

Aku diam dan melamun, mengenang masa lalu di mana ada kejadian pemukulan pada Alex akibat tindakannya yang semena-mena padaku

“ PAK..! duluan yaaa!” kata seseorang dari balik pintu kantor

Aku menoleh, “ oh si Rahmat..!” batinku
“ ya ya mas, hati-hati yaa..” sahutku
“ dah yuk pulang Dam, dah malem..” ajak mas Ando

Setelah membereskan mejanya, mas Ando menggiringku keluar tuk absen dan pulang, tapi ternyata di depan anak buahnya sudah pada pergi semuanya, tak ada satupun yang tersisa ,hanya tinggal kami berdua saja.

“ gimana Dam, kamu mau ikut makan-makan gak ?” tanya mas Ando ketika di lift menuju lantai dasar
“ makan sama siapa sih ?”
“ sama Om Budi..!”
“ Om Budi ? tumben..”
“ tumben apa… orang dia sering ngajak kita-kita jalan keluar kok..mungkin kamu aja yang belum pernah diajak keluar sama kita-kita..”
“ bertiga doank sama om Budi ?”
“ ya nanti sama member yg lain lagi, siapa aja yg mau ikut ya dateng aja…”
“ rame donk ntarnya!”
“ enggaaak, paling biasa ngumpul Cuma 10 an orang aja..”
“ mmh boleh deh, tapi kapan ?”
“ weekend besok kayaknya, tapi ntar saya tanya lagi deh ke dia..”

****
Kosan

Rumah kosanku memang masih sama dengan Dena, tapi kamar kosan kami sudah berbeda, akhirnya 3 bulan lalu ibu kost memberiku sebuah kamar yang baru saja ditinggal oleh penghuni sebelumnya. ruangannya lebih besar dari luas kosanku dulu, yang ini bahkan lebih bersih dan tak bising oleh tetangga.

Lelah badan kurasa, kerja hari ini menguras cukup banyak energi dari tubuhku, atau mungkin kegiatan fitnessku yang makin tak mengenal waktu yang membuatku kelelahan. Sejak 2 bulan lalu aku mulai mengintensifkan program latihanku agar hasil maksimal bisa dicapai lebih cepat.

Setiap ada waktu libur aku selalu memanfaatkannya dengan berlatih di gym, bahkan setiap ada waktu break akupun mengisinya dengan latihan, mungkin karena latihan rutin itu tadi om Budi sampai mengatakan bahwa bentuk tubuhku memang sudah sempurna.

Bukan hanya latihan saja yang kuintensifkan tapi juga makanan, ku berusaha menjaga makanan agar tetap sehat dan bernutrisi. Kebetulan aku bekerja di kantin sehat yang makanan dan minumannya juga sehat-sehat dan aku punya Rahmat yang setiap hari memberiku segelas minuman campuran buah yang segar dan menyehatkan.

“ udaah gak usah pikirin ini punya sini apa bukan, minum aja… karena takutnya nih buah cepet busuk pak..!” begitu katanya dulu sewaktu awal-awal memberiku minuman

Sampai sekarang, dia masih rutin memberiku hadiah beraneka macam minuman yang menyehatkan dan untuk membalas budinya akupun selalu membantunya menyiapkan pesanan-pesanan tamu.

***
Pagi

Pagi yang indah, kicauan burung koleksi pemilik kosan ini memeriahkan suasana pagi yang ceria. Beberapa penghuni kosan sudah ada yang berangkat kerja, sebagian lagi masih berkutat di kamar mereka masing-masing.

Sedangkan aku sudah siap tuk hadapi hari ini, aku siap berangkat kerja lagi, pintu kamar kosan tadi sudah dikunci, dua kunci sekaligus ku pasang di pintu. Walaupun aku tak punya barang berharga tapi aku menjaga-jaga saja kalau-kalau pencuri menghabiskan barang-barang milikku.

Hanya beberapa detik keluar dari rumah kosan, aku sudah langsung dihadapkan pada kemacetan. Lalu lalang kendaraan bermotor di depan rumah kosanku cukup ramai, rata-rata sepeda motor yang memenuhi jalannya.

Aku mencoba menyebrang menuju kompleks gedung tempatku bekerja, tangan kanan sudah ku ulurkan tuk meminta kesediaan pengendara motor memberiku sedikit ruang, tapi alangkah terkejutnya ketika sebuah motor yang lumayan cepat datang mendadak menyerobot kemacetan jalan.

Aku sempat terkejut ketika roda depan motor itu akhirnya menyentuh kakiku, dengan sigap akupun bisa menghindari roda motor itu , dan posisinya kini aku memegangi kepala motor itu dan menahannya agar tidak segera kabur.

“ WOY MAS, PELAN-PELAN DOONK, JALAN RAME NEEH, GAK LIAT APA ORANG MAU NYEBRANG..!” kataku dengan keras
“ maaf mas, maaf, remnya agak blong nih…!” sahut pengendara motor itu yang sepertinya tukang ojek

“ DAM..!” panggil seorang laki-laki yang diboncengi tukang ojek

Aku melihat kearahnya, ternyata itu adalah kenalanku yang sudah lama tak bertemu.

kemudian dia turun dari motor dan menghampiriku
" apa kabar Dam ?"
" baik mas.." sahutku seraya mengajaknya ke tepi jalan
" mau kemana ?"
" mau kerja mas.."
" dimana ?"
" di fitness center.."
" ooh ...trus tinggalnya dimana ?"
" di situ mas.." kataku sambil menunjuk kosanku
" ooh ya udah nanti kita ngobrol lagi ya, maaf saya lagi buru-buru.."
" gapapa mas.."

orang itu lalu melanjutkan lagi perjalanannya, aku masih tertegun tak mengira bisa bertemu lagi dengannya, sudah lama sekali tak melihatnya ternyata dia masih ingat padaku...