PArt 23 The Dinner
Aku duduk terdiam di dalam mobil BMW yang sedang melaju dengan kecepatan
sedang sambil memperhatikan jalanan ibukota yang disirami lampu-lampu
temaram.
Baru kali ini aku merasakan betapa nyamannya berada di dalam mobil kelas
atas, biasanya kalau pergi-pergi paling mewah aku hanya bisa naik taksi
saja, tapi itupun jarang sekali. Sekarang aku bisa merasakan kemewahan
lebih dari sekedar taksi, aku duduk nyaman di jok mobil keluaran Jerman.
Mobil ini warnanya putih, kepunyaan om Budi, katanya ini adalah hadiah
ulang tahun dari anak sulungnya yang tinggal di Jerman. Bahkan setiap
tahun, anaknya itu selalu memberikannya hadiah ulang tahun yang berbau
Jerman. Selain mobil ini ada juga motor BMWnya, kaos asli dari Bayern
Muenchen klub sepakbola kegemaran om Budi ataupun jam tangan Junghans
buatan Jerman.
Sungguh beruntung mereka memiliki kekayaan yang berlimpah seperti ini,
sedangkan aku hanya bisa iri dan berdecak kagum atas kesuksesan mereka,
jelas aku bukan apa-apa dibanding keluarganya yang berkecukupan itu.
“ Dam..! kok diem aja kamu daritadi ? ” panggil mas Ando membuyarkan lamunanku
“ ah enggak mas, gapapa saya lagi liatin jalanan aja ”
“ ooh lagi liatin jalanan..dikira lagi bengong jorok hahaha..” katanya yang di sambut tawa juga oleh teman-teman yang lain.
“ yeee emangnya situ..”
Tak lama kemudian mobil masuk ke pelataran sebuah restoran besar
dipinggir jalan, om Budi langsung memilih tempat tuk memarkirkan BMW X1
nya ini.
Tadi sempat kulihat nama Bumbu Desa di atas gedungnya.
“ mmh apa nama restorannya Bumbu Desa ya ?!” pikirku
Setelah om Budi memastikan parkir mobil dengan benar, kami semua turun
satu persatu dan mulai meregangkan badan tuk meluruskan tulang belakang
yang tertekuk selama perjalanan.
Om Budi langsung masuk ke dalam resto degan diikuti oleh 2 orang member
gym yang satu mobil bersamaku tadi, sementara mas Ando masih berdiri di
luar dengan memainkan hape
“ lho Dam, kamu masuk duluan aja sana..” pintanya
“ mas sendiri gak masuk ?”
“ saya mau telpon yang lain dulu, mo bilang kita dah sampe…”
“ ya udah saya tunggu juga di sini..”
Kami pergi ke sini bukan Cuma dengan 1 rombongan mobil saja tapi ada 3
mobil, yang 2 mobil lagi masih dalam perjalanan. Kalau di hitung-hitung
jumlah kami tadi ada 12 an orang, akan jadi ramai sekali nanti di dalam
sepertinya.
Setelah memberi kabar pada yang lain, mas Ando mengajakku ke dalam
seraya tangan kanannya merangkul bahuku. Sesaat pintu masuk dibuka, hawa
sejuk menyambut kami kala menjejakkan kaki ke dalam, seorang petugas
penerima tamu sempat menyapa kami dengan menggunakan bahasa yang sudah
familiar denganku.
“ WILUJENG SUMPIIIIING !!”
Mas Ando manggut-manggut dan menebar senyum balik pada mereka sebelum akhirnya dia bertanya sesuatu padaku.
“ Dam, wilujeng sumping tuh apa sih ?”
“ selamat datang mas..emang kenapa ?”
“ Oooh..gapapa mau tau aja..”
Di dalam, Om Budi dan 2 orang tadi ternyata sudah mendapatkan tempat
makan yang lumayan panjang, beberapa meja kecil digabungkan menjadi
satu hingga membentuk sebuah deretan yang panjang, kursi-kursi rotan pun
tak ketinggalan sudah diposisikan di sekelilingnya dengan rapi.
“ sini Dam, kamu duduk deket saya..” pinta om Budi dengan logat Jawa
Aku menurut saja sambil menarik sebuah kursi di samping kanan om Budi,
sementara mas Ando memilih duduk di samping kananku dan 2 orang tadi
memilih duduk berpencar berjauhan.
“ ini restoran sunda ya om?” tanyaku
“ iya..ini makanannya mirip sama restoran Ampera..”
“ ooh..”
“ kamu kalo udah lapar ambil aja duluan Dam..” suruh om Budi
“ belum om, biar aja tunggu yang lain dateng..”
Beberapa menit kemudian rombongan yang lainnya berdatangan, suasana
Bumbu Desa yang tadinya tenang dan menenangkan seketika berubah jadi
lebih berisik dengan kehadiran mereka.
Setelah lengkap semua rombongan Om Budi pun langsung mempersilahkan
mereka tuk memilih makanan sendiri-sendiri dari meja besar yang ada di
samping kami. Meja besar tersebut menyediakan berbagai menu makanan khas
sunda.
Lalu dengan sedikit berebut mereka berlomba-lomba untuk mengantri duluan
di hadapan meja besar . Bukannya ikut mengantri, Mas Ando malah
mentertawakan tingkah laku para member gym yang seperti orang kelaparan
itu, sementara om Budi juga malah memain-mainkan hapenya.
“ kok gak antri om ?” tanyaku penasaran.
“ nanti ajaaa, itu masih pada rusuh gitu..!”
“ ooh…”
“ kamu pesen minum aja dulu Dam sama si tetehnya tuh..” kata om Budi sambil menunjuk seorang pelayan
Daripada diam saja, aku memanggil si teteh pelayan itu dengan lambaian
tangan dan dengan sigap dia menghampiriku dan langsung memberikan menu
minuman yang ada di tangannya.
“ saya pesen es Dawet aja ya teh..!, om..mas mo pesen apa? ” tanyaku
“ saya es teh manis aja ya..” kata om Budi
“ kalo saya es cincao mba…ada kan ?!”
“ ada pak..!”
Tak berapa lama, teman-teman yang lain sudah mulai berkumpul lagi dengan
membawa berbagai macam makanan di piring-piring mereka. Ada yang
membawa ayam bakar, ada juga yang membawa pepes ikan mas, ikan gurame,
bandeng, sayur asem, segala macam tumisan dan tak ketinggalan sambal dan
lalapan.
Melihat kelezatan tampilan makanan tersebut akhirnya om Budi mengajakku dan mas Ando tuk segera mengambil makanan yang tersisa.
“ ayo Dam, jangan malu-malu, pilih aja yang kamu suka..” kata om Budi
“ iya om, makasih..”
Aku mengambil nasi merah dengan pepes ikan mas dan sayur asem, serta
lalapan dan sambal. Sementara mas Ando lebih banyak lagi variasinya, om
Budi hanya memilih sop gurame, pepes tahu dan jamur kuping, sepertinya
semuanya tersedia dengan lengkap di sini dan kelihatannya enak-enak
sampai-sampai air liurku mulai memenuhi mulutku
Kami semua makan dengan lahapnya, seakan-akan ini adalah makanan terenak
di dunia yang sayang sekali kalau tidak dihabiskan. Mungkin yang sedang
memprogramkan diet buat tubuhnya untuk sementara ini dilupakannya,
karena berkali-kali mereka ada yang kembali lagi ke meja besar dan
mengambil makanan yang mereka inginkan.
Ada tingkah polah yang lucu dari rombongan ini sewaktu makan, ada yang
kepedesan sampai mukanya kemerah-merahan, ada juga yang belepotan sampai
mulut mereka berminyak-minyak karena terkena makanan, semuanya beringas
menghadapi makanan yang ada di hadapan mereka.
“ xixixi ada ada aja…” batinku
Setelah semuanya selesai, kini tampilan meja kami jadi berantakan di
sana sini, segala noda dan percikan bumbu menghiasi meja yang tadinya
bersih tapi untungnya para pelayan dengan sigap mengangkat semua
peralatan makan yang kotor dan membersihkan mejanya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam tapi om Budi belum juga memutuskan
tuk pulang. Dia dan teman-teman yang lain seakan tak peduli dengan waktu
yang makin larut ini, mereka asyik mengobrol satu sama lain.
Mas Ando mengobrol dengan sebelahnya, om Budi sedang serius dengan
beberapa orang di sekelilingnya, sementara yang lainnya di ujung sana
sibuk dengan sebuah hape yang menampilkan sesuatu hal yang menarik,
terlihat jelas dari muka-muka mereka yang antusias melihat layarnya.
Orang-orang yang diajak ngobrol om Budi adalah member gym yang sudah
senior, rata-rata penampilan otot mereka juga sudah sempurna, ada mas
Raka, mas Bobi, Choky dan Pak Sasongko.
Aku paling suka kalau melihat mas Raka, sudah wajahnya menawan ,
badannya pun kalo kata orang menggairahkan, ibarat kata badannya
nge-buff. Dia mengenakan baju apa aja tetap kelihatan bagus bentuknya,
bagian atasnya lebih lebar dari pada tubuh bagian bawahnya, bisep dan
trisepnya kentara sekali di balik kaos berkerahnya itu. Mas Raka adalah
salah satu member gym yang juga tajir, kelihatan sekali dari
penampilannya yang bersih dan rapih, kata orang sih dia termasuk
eksekutif muda.
Mas Bobi juga hampir sama seperti mas Raka, dia cakep dan berotot bagus,
cuma kekurangannya adalah dia tak sadar parfum, kadang kalo latihan
lupa pakai pewangi, bau keringatnya merebak kemana-mana sampai radius 2
meteran, jarang ada orang yang mau ngobrol lama-lama sama dia kalau tak
terpaksa.
Kalau Choky hampir mirip dengan mas Sultan, pasti setiap orang yang
melihatnya akan terpana senang, seperti sedang melihat malaikat surga
yang turun ke bumi atau melihat sebuah ciptaan Tuhan yang maha sempurna.
Tapi sayangnya, Choky agak sedikit ngondek, gaya bicaranya sedikit
luwes, orang yang mengajak ngobrol dengannya pasti lama kelamaan tahu
bahwa Choky itu termasuk laki-laki gemulai.
Beda lagi dengan Pak Sasongko, dia adalah seorang petugas polisi yang
sering berjaga di lobby gedung fitness kami, walau bukan member gym
namun dia akrab dengan para member gym lainnya. Badannya tinggi besar
dan mantap layaknya tokoh Bima dalam cerita pewayangan.
Dadaku suka berdesir hebat kala melihat lengan pak Sasongko yang kekar
dan berotot atau ketika melihatnya duduk dan menyaksikan bagian pahanya
yang besar dan kokoh, tak terbayang seberapa besar batang kemaluannya
yang bersembunyi dibalik pahanya itu.
“ Aaarrgh ngaco..ngaco…mikir apa sih gw..macem-macem aja ” batinku memberontak tak ingin berfikiran yang aneh-aneh seperti itu.
Aku melihat mas Ando masih saja mengobrol dengan temannya di sebelah,
sementara aku sudah tak sabar ingin cepat pergi dari sini dan
mengistirahatkan badanku.
“ mas…mas…kok belum pulang juga sih, dah malam nih..” desakku dengan berbisik
“ ajak donk om Budi, kan dia yang nyetir..”
Berhubung waktu semakin malam, aku memberanikan diri menyela pembicaraan santai om Budi dengan teman-temannya.
“ ehemmm…om…dah malam nih, mau pulang gak ?”
“ hah… dah malam ya, jam berapa sih ini..?” tanyanya sambil melihat jam tangan..
”ooh baru jam sembilan…kamu mau pulang tho Dam?” tanya om Budi agak menyepelekan ajakanku
“ mau lah om…”
“ lho besok kan minggu, libur kan gymnya ?”
“ libur, emang kenapa om..?”
“ gimana kalo kamu nginep di apartment saya..deket kok dari sini ”
katanya dengan mata mendelik seperti ada sesuatu yang disembunyikan
“ nginep ? mmmh..”
Mendengar kata “menginap di apartment saya” semua teman seperti
mendengar kata-kata om Budi tadi, mereka langsung menoleh ke om Budi,
mereka nampak antusias mendengarnya.
“ kita habisin malam minggu ini di sana, baru besok kita pulang..!” lanjut om Budi
Semua setuju, mereka semua tak ada yang menolak, kecuali aku di dalam
hati kecilku. Sebenarnya aku ingin segera pulang, karena cucian sudah
menumpuk di keranjang, belum lagi dengan jadwal rutin bersih-bersihku
setiap minggu yang harus kutaati.
“ gak bisa om, saya masih banyak kerjaan di kosan..” tolakku akhirnya,
biar saja om Budi kecewa daripada kerjaanku terbengkalai nantinya
Mendengar itu, om Budi berusaha membujukku tuk ikut saja ke
apartmentnya, hitung-hitung aku tahu dimana letak apartment dia dan
kelak bisa main sewaktu-waktu ke sana.
“ gak bisa om…maaf ya , lain waktu aja deeh..”
" oh cum on Dam, kita akan bersenang-senang di sana.."
" kerjaan saya banyak om, gak bisa diselesaikan dalam satu hari pun.." sahutku agak berlebihan
“ yaaaa ..ya udah deh kalo kamu gak mau ikut…tapi janji ya next time kamu main ke sana..”
“ oke deh om..”
****
Rombongan satu persatu mulai masuk ke mobil dan bersiap pergi semua tapi mas Ando masih saja membujukku untuk ikut.
“ayo Dam, kamu ikut doonk ?”
“ banyak kerjaan mas, lain kali aja deeh..”
“ trus kamu pulang sama siapa nanti ?”
“ tau nih, mungkin pake taksi aja kali ya, tapi kan saya gak hafal jalanan Jakarta mas, saya jarang keluar...gimana ya?”
“ sama saya aja Dam..” sahut mas Raka yang tiba-tiba turun dari mobil
“ lho kamu gak jadi ikut juga Ka?” tanya mas Ando
“ gak ah, cape saya, biarin lah pulang aja, pak Sasongko juga mau pulang juga tuh bareng saya..”
“ yaaa ntar pestanya jadi sepi donk Ka..” protes mas Ando
“ hah, pesta ? Pesta apa mas?” tanyaku
“ mmh… yaaa pesta begituan..”
“ pesta begituan ?? Maksudnya pestaaaa…. sex ?”
“ yup …”
“ sama cewe?”
“ ceweee??? Ya enggaklaaah, ngapain ngundang cewe?! Orang semuanya homo ” katanya enteng
“ hah, jadi…semua ..gay? termasuk om Budi ? ” bisikku pelan
“ iyaaaa …udah ah kita mau jalan nih keburu malem, kalian hati-hati ya nanti..jangan pada bikin pesta sendiri lho..”
“ oh my GOD, ternyata mereka semua juga laki-laki gay ?? termasuk si om Budi yang kebapakan itu ! ” batinku tak percaya
****
Taksi melaju dengan kecepatan sedang, aku duduk di jok belakang samping
mas Raka yang dari tadi sibuk mengutak atik BBnya, sementara pak
Sasongko duduk tenang di depan . Sepanjang perjalanan yang telah memakan
waktu 15 menit ini obrolan kami berlangsung biasa-biasa saja, tak
terlalu akrab tapi juga tak terlalu hening, maklum saja mas Raka dan pak
Sasongko memang tak banyak omong selama ini.
“ mas emang tinggalnya dimana?” tanyaku memecah keheningan
“ kosan saya di jalan Flamboyan deket komplek gedung fitness kita juga..”
“ oh di situuu, berarti deket sama kosan saya juga..”
“ emangnya kamu dimana ?”
“ di kosan samping komplek gedung yang warna catnya hijau terang ”
“ ooh di situ…iya iya saya tahu kok …saya sering lewat ”
Lalu obrolan kami berhenti lagi selama beberapa menit, mas Raka lebih
banyak menghibur diri dengan berchat di BBnya. Mataku kini mengarah ke
pak Sasongko tepatnya ke arah paha yang wow besarnya, lama ku
memperhatikannya dengan membayangkan hal yang tidak-tidak, sampai
akhirnya mas Raka membuyarkan lamunanku.
Lalu tanpa bersuara dia menggerakkan bibirnya yang dengan mudah masih bisa ku tebak bahasanya.
“ kenapa lihatin dia ?” lalu “ suka ?” , aku menggelengkan kepala tapi
dia memanyunkan bibir menunjukkan rasa ketidakpercayaannya.
Dia mengetikkan sesuatu di hapenya lalu segera ditunjukkannya padaku sebuah tulisan singkat yang mengejutkanku.
/sya prnah main sm dia, klo kmu mau, bilng aj to the point, dia pasti jug mau sm km/
Aku menggelengkan kepala lagi berusaha menepis ajakan gila itu. Mas Raka
kemudian memperagakan tangannya dan mencoba menggambarkan sesuatu yang
besar yang dimiliki pak Sasongko yang membuatku melotot tak percaya.
Tanpa mengeluarkan suara aku bilang padanya, “ masa???”
Mas Raka mengetik lagi kata-kata
/ mo lihat gmbar dia lgi tlanjang ?/
aku menggeleng tak minat, tapi kemudian mas Raka mengetik lagi
/ tdi temen2 jga dah pda liat en mrka trcengang smua/
muka mas Raka menunjukkan kebanggaan karena bisa menyebarkan gambar itu pada orang lain.
Mas Raka kemudian mengutak-atik hapenya lagi dan tak lama dia
menunjukkan sebuah gambar yang membuatku akhirnya juga tercengang.
Tanpa bersuara aku bilang, “ ini (gambar) dia ?” sambil jariku menunjuk pak Sasongko
Mas Raka mengangguk meyakinkanku, lalu ku bilang dengan sedikit suara , “ gila ..gede bangeeet..!!”
“ apanya yang gede mas?” sela Pak Sasongko dengan tiba-tiba
Aku dan mas Raka kelabakan, aku memperbaiki posisi dudukku ke posisi
semula, sedangkan mas Raka berusaha secepatnya menutupi gambar pak
Sasongko agar yang bersangkutan tidak tahu apa yang sedang dibicarakan.
“ itu pak, gedungnya, tinggi , gede…” sahutku sekenanya
“ gedung apa?"
" itu gedung coklat.."
" oooh...yang itu.…”
Huft....pak sasongko diam kembali, untungnya dia tidak mempermasalahkan
lebih lanjut omonganku, aku dan mas Raka cekikikan di belakang tanpa
mengeluarkan suara, geli dengan tingkah kekanak-kanakan kami tadi.
Taksi sudah mulai masuk ke jalan Sudirman, beberapa menit lagi kami sampai ke kosan.
“ mas Raka kenapa gak ikut ke apartment om Budi tadi ?” tanyaku yang kali ini menggunakan suara
“ emmmm…gak lah…saya males…cape.. mau istirahat aja di kosan..”
“ oou gitu…bagus bagus emang sebaiknya kita hemat energi”
“ hah kayak lampu aja, ...trus kamu kenapa gak ikut aja, kan enak pesta rame-rame ?”
“ ah…saya sih gak biasa sama hal yang kayak gitu-gituan, nanti malah kena penyakit lagi..” jawabku mantap
Tak berapa lama taksi sudah tiba di depan sebuah rumah mewah bertingkat
dua dan memiliki pintu gerbang yang besar berwarna hitam. Sepertinya ini
adalah kosan mas Raka yang dimaksud tadi.
“ ayo Dam, kamu mau main dulu ke dalam gak ?” katanya sambil kakinya melangkah keluar
“ enggak deh mas, kapan-kapan aja, udah malam banget nih..”
“ oh ya udah, kalo gitu sampe ketemu lagi ya..”
“ hati-hati di jalan ya Dam” kata Pak Sasongko
“ lho bapak ikut turun?” tanyaku heran
“ iya saya ada urusan bisnis dulu sama si Raka..”
“ oooh..... ya ya…”
Mas Raka dan pak Sasongko segera menutup pintu dan taksi mulai berjalan
lagi ke arah depan jalan raya dimana kosanku mengarah ke sana juga.
aku mengerti apa urusan yang akan diperbuat pak Sasongko dengan mas
Raka, tak mungkin ini hanya sekedar urusan bisnis karena sekarang malam
sudah semakin larut.
Mas Raka tadi sempat memberiku uang buat ongkos taksi, tadinya aku
tolak, tapi dia malah memaksa hingga akhirnya kami berdamai dengan
membagi dua ongkos taksinya.
jalanan sudah mulai agak sepi, lalu lalang kendaraan sudah tak ada lagi,
yang ada paling hanya orang-orang yang masih duduk santai dan mengobrol
di depan rumah mereka masing-masing.
“ ya kiri pak…” kataku pada sopir taksi 5 menit kemudian
Setelah membayar aku langsung berlari masuk ke dalam rumah dan naik ke
kosanku yang ada di lantai atas, kosan Dena terlihat sudah tertutup
pintunya, mungkin dia sudah tertidur nyenyak dan bermimpi indah.
*************************************************************
Part 24 Chat with Sultan
TOK TOK TOK
Suara pintu kosanku diketok seseorang dari luar, suara laki-laki
mengucapkan salam dan memanggil-manggil namaku dari balik pintu. Ku
lihat jam di layar hape sudah menunjukkan pukul 9 pagi, rupanya aku
ketiduran setelah sholat shubuh fajar tadi.
Ku bangkit dari kasur dan langsung berkaca di cermin yang tertempel di
dinding, kurapikan rambut dulu yang acak-acakan dan mengusap muka agar
kelihatan lebih segar, baru setelah semuanya kelihatan rapi kubuka pintu
dengan perlahan.
Sosok laki-laki yang sudah kukenal berdiri dengan menyunggingkan senyum.
Wajahnya terlihat segar dibanding wajahku yang masih kusam.
“ Assalamu’alaikum “ sapanya ramah
“ wa’alaikum salam ..eh mas Zein..”
“ pa kabar Dam ?”
“ baik mas, sini masuk…tapi maaf nih masih berantakan..” kataku merendah karena memang kasurku masih berantakan
“ ah gapapa sama kok kayak di rumah saya”
“ hehehe bentar ya mas, saya cuci muka dulu..”
Aku keluar menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan bersih-bersih
seadanya, tapi sebelum kutemui lagi mas Zein aku keluar rumah tuk
mengambil 2 tehbotol di warung depan.
“ silahkan mas.!” Kataku seraya memberikan sebotol untuknya
“ waduh Dam, jangan repot-repot, saya cuma main aja kok”
“ aah biar aja mas, …Cuma minuman …”
“ makasih Dam..”
Obrolan pagi kamipun dimulai, mas Zein menanyakan perihal nasibku
sekarang setelah “gagal” masuk ke resto fried chicken miliknya. Akupun
menjawab bahwa Tuhan masih baik padaku dengan memberikan pekerjaan yang
lain yang sama baiknya.
“ bukannya saya udah pernah ngomong ya waktu ketemu mas di depan kemarin ?” tanyaku
“ udah ya?? oh berarti lupa saya..hahaha ”
Lalu dia juga menanyakan tentang hubungan pertemananku dengan mas
Sultan, apakah masih berlanjut atau putus kontak begitu saja setelah
peristiwa tak mengenakkan malam itu. Kujawab saja bahwa sampai sekarang
aku tak lagi berhubungan ataupun bertemu dengannya , terakhir kali aku
melihatnya waktu pernikahan Alex di Senayan, tapi itupun hanya sebentar.
“ kalian gak ngobrol sama sekali ?” tanyanya
“ enggak, Cuma sempat lihat-lihatan aja…karna setelah itu saya pergi..”
“ooh gitu….. “
Lalu dia terdiam sejenak, mulutnya berhenti berbicara, kepalanya
menunduk tapi jari telunjuknya malah aktif mengetuk-ngetuk tehbotol di
depannya, nampaknya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan tapi masih
terasa berat.
“ emm Dam..”
“ ya mas..”
“ apa bener ..kamu itu….sukaaa ..laki-laki ?”
DEG…
Sungguh pertanyaan berat tuk dijawab, ini seperti mengulang peristiwa
malam itu saja, ada sedikit trauma ketika ada yang bertanya seperti itu,
tapi apa mau dikata mas Zein sudah tahu banyak, jawabanku harus jujur
agar semuanya jelas, aku tak mau menutup-nutupi hanya karena ingin
menjaga imej di depannya.
“ iya …tapiiii saya pikir saya masih suka perempuan juga kok mas..”
“ oh gitu…berarti kamu masuk kategori biseks ya..”
“ hahaha yaa mungkin aja..”
“ hadeuuh …nih mas Zein to the point banget ngomongnya..bikin gw malu aja ” batinku
“ gak tau ya kenapa si Sultan tuh menarik banget buat orang-orang gay ??” tanya mas Zein heran,
“ padahal udah jelas-jelas dia laki-laki normal..gak gemulai gak melambai ..gagah malah “ lanjutnya
“ yaaa karna dia keren kali mas…laki-laki gay kan suka melihat yang keren-keren..” sahutku
“ termasuk kamu ?” tanyanya serasa menudingku
“ jujur iya…tapi saya sama sekali gak berniat tuk ngapa-ngapain dia, sama sekali enggak !”
Aku jadi ingat satu hal yangselalu diminta mas Sultan dulu sewaktu aku
masih tinggal bersamanya. kutemukan sebuah momen dimana mas Sultan
sebenarnya bisa bertoleransi dengan kehidupan gay.
“ saya kok jadi ragu dia anti gay ya mas..” kataku yakin
“ ragu gimana maksudnya ?”
“ yaaaa ragu,…gimana ya… duluuu ….dia sering minta dipijat sama saya,
bahkan pernah hampir bugil juga waktu dipijat… ibaratnya kalo dia anti
gay ,dia gak akan buka-buka baju seperti itu… emangnya dia gak takut
bakal di pegang-pegang temen gaynya apa?”
“ justru itu …dia mau menguji temannya dengan cara itu, dia sering pake
jebakan itu kalo dapet temen baru, …kadang …..juga dia tidur bugil..”
lanjut mas Zein
“ itu juga pernah…tapi …saya gak pernah berniat macam-macam lho,semuanya murni karna saya mau mijitin dia”
“ iya iya saya percaya kok sama kamu..”
“ kok mas bisa tau cara-cara dia kayak gitu ? emang dia pernah bilang ya ? ”
“ yaa itu suka diceritain sama dia, termasuk kasus kamu dan untungnya
kamu gak terjebak, dia bilang kamu itu tahan untuk gak menyentuhnya
walaupun bugil berkali-kali di depan kamu..kata dia , kamu itu gak
pernah macem-macem..”
“ooh..”
“ makanya dia merasa aman tuk tinggal bareng kamu..dia juga yakin kamu itu teman yang baik..”
Mas Zein terus bercerita tentang mas Sultan termasuk hubungan barunya
dengan seorang wanita yang akhirnya harus kandas di tengah jalan karena
pacarnya itu ketahuan selingkuh. Mas Sultan kecewa berat dengan calonnya
itu sampai-sampai dia sempat shock karena tahu hal itu.
“ sakit banget katanya di selingkuhin..” kata mas Zein
“ kapan sih kejadiannya ?”
“ dah sebulanan yang lalu..”
“ trus sekarang masih shock..”
“ masih trauma kayaknya..”
“ mas…kira-kira kalo saya nemuin dia sekarang…masih nolak gak ya dia?”
“ emm… gak tau juga ya Dam, kamu coba aja..tapi sekarang dia lebih sering ada di resto, jarang ada di kosan..”
****
Pukul 18:00
Petang hari aku akhirnya memberanikan diri tuk pergi ke restoran fried
chicken milik mas Zein dan mas Sultan yang berada di sebuah pusat
perbelanjaan di Jakarta. Sebelumnya aku telah ijin tuk pulang lebih awal
pada mas Ando.
Aku berjalan perlahan menyusuri deretan restoran yang ada di lantai
paling atas mall terkenal ini, kuperhatikan satu persatu plang nama yang
tertera di atas masing-masing resto. Kata mas Zein, resto mereka
dinamai Sultan Chicken, ketika ku tanya kenapa di beri nama itu mas Zein
hanya menjawab bahwa nama itu lebih mudah diingat orang dari pada Zein
Chicken.
“ nah itu dia…!” batinku senang sekaligus deg degan.
Warna restonya di dominasi dengan warna orange, terlihat menarik karena
suasananya jadi adem di area makan. Pernak-perniknya pun cukup banyak
menghiasi dinding dan langit-langit, membuatnya tampil lebih semarak.
Ada sebuah counter panjang di tengah resto yang menjadi tempat memesan
makanan dan minuman, beberapa karyawan terlihat sedang melayani pembeli
dengan senyuman yang ramah . Antrian pembelinya pun tak terlalu sepi ,
rupanya Sultan Chicken sudah jadi salah satu pilihan juga.
Kata mas Zein, mas Sultan selalu datang ke resto semenjak dibuka
beberapa bulan yang lalu, dia mengawasi jalannya roda resto sambil
sedikit demi sedikit belajar tentang cara mengelola usaha makan dan
minum ini, karena sampai sekarang mereka belum juga menemukan seorang
supervisor yang pas untuk mengelola usaha mereka.
“Tapi di lihat-lihat dari tadi mas Sultan tak muncul muncul di counter,
di deretan kursi-kursi di belakangku mengantri juga tak ada , apa hari
ini dia gak masuk ya?” pikirku
“ selamat datang di Sultan Chicken…mau pesan apa pak ?” sapa salah satu pelayan dengan nada suara agak tinggi
Aku bingung, mau pesan apa di sini karna dari tadi aku belum berfikir ke
arah sana, mataku lalu menatapi daftar menu yang ada di dinding atas,
banyak sekali tulisannya, jadi agak sedikit pusing aku memilihnya.
“ mbak, saya pesen minum aja dulu deh…Milo es satu ya..!”
“ baik, Milo satu…”
Pelayan itu lalu melayaniku dengan sigap, dia langsung mengambil Milo
hanya dalam hitungan 10 detik. Kemudian aku memberikan uang dengan
nominal besar dan dia juga mengembalikannya dengan secepat kilat.
“ trima kasih pak..!” katanya
Aku membawa minuman ke kursi yang berada di pojok, dari sini aku akan
bisa memperhatikan seluruh ruangan dan mudah-mudahan akan melihat mas
Sultan dengan lebih jelas kalau kalau dia muncul.
Suasana resto cukup ramai, rata-rata yang datang adalah rombongan
keluarga yang membawa ikut serta anak-anaknya makan di sini, jadi agak
berisik memang,karena ada tangisan dan ada juga rengekan anak-anak kecil
yang meminta sesuatu.
Ku tunggu semenit dua menit mas Sultan belum juga kelihatan, dengan
sabar ku tunggu dia sampai 15 menit berikutnya. Akan tetapi setelah
waktu habis dia masih belum juga muncul di hadapanku, aku jadi ragu apa
dia hari ini masuk atau tidak, kalau dia tidak masuk maka sia-sia saja
aku menunggunya di sini.
Untuk memastikan dia masuk atau tidak, aku mencoba menelpon mas Zein
/ halo mas, ini Adam, mas Sultan tuh masuk gak sih hari ini ?/
// masuk kok, tadi sore dia baru telpon saya..//
/ kok daritadi gak kelihatan ya?/
// lagi di dalem kali//
/ gak ada, gak muncul muncul dia , udah 20 menit saya tungguin dia keluar/
// ooh mungkin dia lagi break dulu kali…tunggu aja..//
Tak berapa lama tiba-tiba sosok mas Sultan muncul di hadapanku, dia
datang dari luar dengan mengenakan kemeja putih, tapi mas Sultan
langsung masuk ke dalam tanpa tengok kanan kiri dulu.
/eh udah mas, udah ada tuh orangnya, ntar disambung lagi ya..bye/
Sepertinya benar kata mas Zein, dia baru saja selesai istirahat karena kemejanya tadi agak berantakan bentuknya.
Tak berapa lama mas Sultan muncul lagi ke area makan dengan kemeja yang
sudah lebih rapih dari sebelumnya, dasipun sudah dikenakan dengan baik
di lehernya. Dia menghampiri kursi-kursi yang berantakan untuk dirapikan
kembali, satu persatu dia rapikan hingga akhirnya dia sampai ke kursi
yang ada di dekatku.
Wajahnya terkejut melihatku sedang duduk di pojokan sambil menikmati
segelas es Milo . Sempat kami bertatapan agak lama dan membeku tanpa
berbuat apa-apa sampai akhirnya aku mendahuluinya menyapa
“ malam mas..” sapaku sambil manggut manggut
“ malem…. Sama siapa kamu di sini ?” sahutnya sambil mendekati
“ sendiri aja..”
“ kamu tau tempat ini dari si Zein ya?”
“ iya…”
“ oh ” sahutnya sambil membeku
“ mas … sini duduk lah, jangan berdiri terus..” ajakku tapi jawabannya ternyata mengecewakanku
“ gak bisa Dam, sayaaa… masih banyak kerjaan..!”
Agak sedikit lemas dan patah arang saat dia bilang begitu, sepertinya
dia masih berusaha menjaga jarak denganku, mungkin dia masih risih
berdekatan dengan orang gay sepertiku.
“ ya udah gapapa…kalo gitu saya pamit pulang aja ya mas…udah malem ” kataku sambil mengalungkan tas ke bahu
“ lho mau kemana..kok cepet-cepet ?” mas Sultan memegang tanganku seraya menghalangi jalanku
“ enggaak…saya udah dari tadi di sini kok ”
“ dari tadi ? dari jam berapa?”
“ yaaa udah setengah jam an kali mas…. udah ya saya balik dulu takut nanti gak ada angkot !”
Mas Sultan akhirnya melepaskan tanganku tuk membiarkanku pergi . tapi
baru beberapa langkah keluar resto, dia memanggil namaku sambil
menghampiri.
“ kalo kamu mau main ke kosan, silahkan aja, tapi telepon dulu sebelumnya siapa tau saya lagi ada di sini…” katanya
“ sebenernyaaa….. saya mau ngobrol banyak sama mas di sini …”
“ iya boleh aja, tapi jangan di sini…di sini rame dan gak nyaman.. mending di kosan aja , oke?!”
“ huft …oke deh, terserah mas aja..”
“ hati-hati ya Dam..”
“ iya mas makasih..”
Aku meninggalkan dia dengan tersenyum simpul, ternyata mas Sultan tidak sejahat dulu lagi, dia bersikap lebih baik sekarang.
Mulanya aku kecewa dia tak mau bicara denganku tadi tapi perasaan itu
pergi seketika saat dia mengundangku main ke kosannya. Tak apa kali ini
aku tak bisa bicara banyak dengannya karena yang penting sikapnya padaku
sudah mencair.
****
Keesokan hari
Sebelumnya aku telah menelpon mas Sultan tadi sore, katanya dia ada di
kosan malam nanti jam 9, lalu ku bilang padanya bahwa aku akan main ke
kosan nanti malam dan diapun bilang silahkan saja asal bawa makanan ke
sana.
“ huft.. bukannya tamu yang disuguhi tapi ini malah tuan rumah yang minta disuguhi..” kataku
“ ikhlas Daam, banyak pahalanya lho kalo menyenangkan hati orang..” sahutnya enteng
“ iya..iya…apa sih yang gak buat mas..” rayuku
Lalu dengan sedikit memutar otak karna bingung harus bawa makanan apa,
aku memutuskan berjalan saja ke kosan mas Sultan agar bisa melihat-lihat
makanan apa saja yang dijajakan di pinggir jalan.
Beberapa diantaranya adalah makanan biasa seperti martabak, nasi goreng,
kripik singkong, gorengan ataupun kue bantal, tak ada yang spesial.
Sampai akhirnya aku melihat stand makanan kecil di depan garasi sebuah
rumah mewah.Ku datangi stand makanan itu, ternyata mereka menjual
makanan ala jepang, makanan yang tak biasa dijajakan di jalanan seperti
ini.
Kelihatannya stand ini cukup digemari, beberapa pembeli sedang
mengerubungi untuk membeli. Walaupun agak mengantri aku memaksakan tuk
memesannya , karena memang aku ingin memberikan sesuatu yang beda buat
mas Sultan agar dia senang dan mau bersikap baik lagi padaku. Tak apa
harganya agak mahal karena setahuku belum pernah ada yang jual makanan
seperti ini di tempat lain.
****
TOK TOK TOK
“ Asalamu’alaikuuum..” sapaku di depan pintu kosan mas Sultan, kangen
sekali sama kamar ini serasa kembali lagi ke kejadian beberapa bulan
yang lalu dimana aku masih tinggal di sini.
Pintu dibuka dari dalam, lalu muncul kepala mas Sultan sambil mengenakan kaos berkerah berwarna putih.
“ wa’alaikum salaaam, sini masuk …” sahutnya ramah seperti tak pernah ada yang terjadi di antara kami.
Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar, hawa sejuk langsung
menyergap seketika. Ku lihat TV dalam keadaan menyala, lalu aku putuskan
tuk duduk di depannya saja dan menunggu mas Sultan mengunci pintu.
“ bawa apa tuh Dam ?” tanyanya setelah duduk di dekatku
“ liat aja…yang ini buat mas ”
Mas Sultan membukanya dengan antusias dan ekspresi wajahnya langsung terkejut sekaligus heran.
“ apaan nih ?”
“ itu namanya Okonomiyaki..”
“ Okonomiyaki ? makanan jepang ? beli dimana?”
“ di jalan tadi, depan rumah gede ..”
“ enak ?”
“ dicoba aja…kan saya juga baru beli kali ini..”
Lalu mas Sultan mengambil sendok di rak piring dan dengan tidak sabar
langsung menyendok dan mencicipi sedikit makanan jepang yang aneh ini.
“ ooh dari telur yaa?!”
“ iya..jadi kayak omelete gitu, tapi isinya potongan sayuran..”
“ hah ada ada aja…tapi keren …makanannya beda sama yang lain, belum pernah saya ngerasain yang beginian..” sahutnya sumringah
Obrolan kamipun dimulai, tapi sebelum itu mas Sultan meminta maaf atas perlakuan kasarnya terhadapku beberapa bulan yang lalu.
Sempat dia curhat pada mas Zein tentang hal ini , bahwa dia tak suka
kalau ada laki-laki gay tinggal bersama di kamarnya tapi bukannya
mendapat dukungan, mas Zein waktu itu malah memarahinya.
Dia bilang, mas Zein menyuruhnya berpikir jernih, kalau si Adam tak
melakukan hal hina apapun terhadap dia kenapa dia harus antipati dan
sampai mengusir begitu, dunia ini penuh dengan bermacam-macam orang,
kita gak bisa menolak semuanya untuk tidak terlibat dalam kehidupan
kita.
Kalau itu dilakukan maka kita sendiri yang akan rugi, pikiran kita jadi
sempit hidup kita akan jadi rumit karena terus menghindar tuk
berhubungan dengan orang-orang tersebut.
“ maafin saya ya Dam, saya bener-bener seperti orang kolot yang gak bisa
menerima perubahan jaman..tapi semuanya itu saya lakukan bukan tanpa
alasan karena sering saya punya temen yang suka "jahil" sama saya” kata
mas Sultan serius
“ gapapa mas, saya tau itu kok..lagian saya percaya bahwa suatu saat orang bisa berubah ”
Mas Sultan diam sejenak, sepertinya dia meresapi kata-kata yang baru saja ku lontarkan
“ iya iya…saya juga udah mulai bisa bergaul kok Dam, setelah sekian
bulan kerja di resto, saya merasa bisa membaur dengan banyak orang..”
“ bener, kerja di resto akan lebih memudahkan orang tuk lebih luwes
karena pembeli yang dilayani kan punya bermacam-macam sifat dan
karakter..”
“ nyesel banget saya kalo inget udah nyia-nyiain kamu waktu dulu..!” lanjutnya sambil pikirannya menerawang
“ lagian ...pake ngusir-ngusir saya..”
“ yaaa waktu itu saya lagi kalap Dam, saya merasa dibohongin sama kamu..”
“ dibohongin gimana???”
“ ya soal kehomoan kamu itu..!”
“ hushhh..!! tolong jangan sembarangan nyebut itu yaa, itu kasar tau, sebut aja “gay” !”
“ oh kasar ya?!..maaf maaf..”
Kami terdiam beberapa saat sebelum melanjutkan lagi obrolan ringan ini.
“ satu hal yang masih mengganduli pikiran saya sampai sekarang mas,”
“ apa tuh ?”
“ dari mana mas tau bahwa saya itu “gay” ?”
“emmm, dariiii pelayan perempuan di resto ..”
“ pelayan ?? siapa ?”
“ gak tau namanya, waktu itu saya mau masuk restoran ,ada 2 pelayan
perempuan di depan pintu, niatnya salah satu dari mereka mau nganter ke
dalam tapi saya tahan dulu karena saya lagi terima telpon, nah
ngobrollah saya deket pintu resto itu."
Aku memperhatikan ceritanya dengan konsen
“ nah, sewaktu terima telepon itu, saya denger mereka nyebut-nyebut nama
kamu, salah satunya bilang bahwa kamu itu gay dan lagi pacaran sama
atasan kamu yang lagi di rumah sakit, ya otomatis saya langsung panas
denger itu semua..”
“ hmmm ya ya, ...jadi pelayan perempuan ya ?!”
“ iya..kamu tau ? ”
" kayaknya tau, soalnya cuma dia temen saya yang baru tau..itupun karena atasan saya yang bilang sendiri.."
" oo.."
Okonomiyakiku dengan cepat kuhabiskan, sementara punya mas Sultan masih
ada seperempatnya, akupun membereskan kardus sisa makanan ke tempat
sampah yang ada dipojok kamar.
“ kamu kerja dimana sekarang Dam?” tanyanya sambil mengunyah pelan
“ di gym tempat kita fitness dulu..”
“ di situ ? jadi instruktur?”
“ bukan, ..saya pegang kantinnya..”
“ ooh di situ..…” sahutnya lemah, “coba kamu belum kerja sekarang ya,
saya akan bawa kamu langsung ke Sultan chicken tuk diperkenalkan sebagai
supervisor..”
“ ah kelamaan kalo saya harus tunggu berbulan-bulan sampai mas panggil lagi ”
“ iya juga ya..maaf deh kalo gitu..”
Lalu mas Sultan diam sejenak, nampaknya dia memikirkan sesuatu.
“ kayaknya saya mau ngegym lagi di situ deh Dam, badan kayaknya udah pada kendor lagi nih..” katanya
“ boleh…nanti saya bilang mas Ando tuk kasih diskon khusus ke mas..”
“ mmh sounds good..!” sahutnya senang
“ eh iya mas, pak Luthfi apa kabar ?”
“ bapak lagi di Bogor, dia udah gak mau ke sini lagi..”
“ lho kenapa ?”
“ ya karna kejadian kita malam itu.., dia kan gak suka kalo saya semena-mena kayak gitu..”
“ yaaa kasian donk mas dia kesepian di sana..”
“ gak lah, dia kan tinggal sama pacarnya..”
“ pacarnya ? emang dia masih pacaran ?” sahutku penasaran
“ dia itu kan…”
mata mas Sultan tiba-tiba menatapku lama, sepertinya ada keraguan yang
terlintas dibenaknya saat ingin memberitahu sebuah informasi tentang
bapaknya. Mungkin sebuah rahasia besar yang sulit untuk diungkapkan
kepada orang lain.
“ pak luthfi kenapa mas?” tanyaku membuyarkan lamunannya
Tapi dia malah menatap ke arah lain dan enggan beradu pandang dengan mataku, sepertinya dia malu untuk bilang bahwa..
“ bapak itu juga…gay..!! ”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar