Part 20
Suhu kamar terasa pengap, tak ada hembusan angin di dalam sini, udaranya
terasa agak panas, bukan karena setelan AC yang selalu dikecilkan
semenjak kedatangan Pak Luthfi, tapi karena tuduhan mas Sultan yang
semena-mena terhadapku tadi yang membuatku gerah, dia menuduhku sebagai
laki-laki yang suka dengan sesama.
Sebenarnya tuduhan itu memang benar adanya, tapi cara yang disampaikan
mas Sultan tadi yang membuatku terkejut, dia mengungkapkannya dengan
frontal dan tiba-tiba di depan seseorang yang aku kenal karena hal itu
akan bisa membuatku dua kali lebih malu.
Keringat panas dingin mulai meleleh dari sela-sela kulit kepalaku,
suasananya makin membuatku grogi , aku tak menyangka akan secepat ini
dia tahu kenyataan yang sebenarnya,padahal aku berencana menyimpannya di
dalam hati saja sampai aku pikun ataupun sampai aku mati, biar tak ada
yang tahu bahwa aku mempunyai sisi lain yang berbeda dari kebanyakan
laki-laki.
Sebenarnya aku takut akan dua hal jika dia tahu tentang hal ini yaitu
yang pertama dia akan meledak seperti tadi dan yang kedua adalah
putusnya hubungan persahabatan kami yang sudah mulai melekat beberapa
minggu terakhir. Aku yakin bahwa kedua hal tersebut akan segera terjadi
dalam waktu tidak lama lagi, yang pertama sudah dan yang kedua akan
terlaksana dengan segera.
Pak Luthfi duduk di atas ranjang kembali, dia memandangku seolah-olah
sedang berusaha membaca orientasi seksualku yang sesungguhnya, selintas
aku melihat kebingungan di kedua matanya, mungkin dihatinya ada sebuah
keraguan padaku, apakah aku ini benar seorang gay atau seorang yang
biasa saja.
Sementara itu , mas Sultan yang super tampan itu, masih menatapku tajam,
tajam sekali, seakan-akan sedang berhadapan dengan musuh besarnya yang
sudah siap menyerang.
“Mas…tolong maafin gw…karna udah gak jujur selama ini..” ucap batinku seraya kepalaku menunduk
Keadaan kamar masih menegang, semuanya diam, aku, mas Salman dan Pak
Luthfi masih belum ada yang memecah situasi ini, semua tutup mulut dan
menjaga emosi
“ Bapak gak percaya..sama sekali ..gak percaya…!” kata Pak Luthfi tiba-tiba
Mas Sultan langsung mengalihkan pandangannya ke bapaknya itu sekaligus melepaskan tekanan dari diriku.
“ lho…gak percaya gimana sih pak? emangnya bapak tau dari mana kalo dia bukan homo ??...jangan sok tau laah..” sahut mas Sultan
“ bapak bisa baca orang nak !, bapak bisa tau kalo seseorang itu punya kecenderungan begitu atau tidak…!”
“ aah omong kosong, gimana bapak bisa tau kalo orang itu homo atau enggak..? emangnya bapak punya alat pendeteksi apa..!”
“ pengalaman nak..! bapak bisa tau dari pengalaman bapak memperhatikan
orang..dan kamu ..belum bisa punya kemampuan seperti itu..jadinya kamu
masih awam soal yang begini”
Mas Sultan terdiam, nampaknya omongan bapaknya itu bisa membuat sedikit
ragu akan keyakinannya bahwa aku orang yang seperti dituduhkannya tadi.
Aku juga masih diam saja tak banyak bicara, berusaha meminimalisir
kemarahan mas Sultan terhadapku yang bisa saja meledak saat ini juga.
Mas Sultan kembali menatapku dengan sinis, tapi tak sesinis yang tadi,
mungkin keyakinannya sudah mulai goyah gara-gara ucapan Pak Luthfi.
“ HEY DAM…sekarang kamu aja yang jawab dengan jujur,…. apa kamu itu HOMO ….atau BUKAN??” tanya mas Sultan tegas
Aku memandang ragu ke arahnya, jantungku berdegup dengan kencang,
nafasku kembang kempis di depan mas Sultan yang sedang emosi.
Pertanyaannya kali ini membuatku benar-benar bingung tuk menjawabnya,
apa yang harus ku jawab , apakah aku harus jujur mengatakan yang
sesungguhnya atau sedikit berbohong untuk menyelamatkan persahabatan
kami, tapi dengan konsekuensi hubungan kami tidak akan sedekat dulu
lagi, karna kecurigaan terlanjur tertanam di hatinya.
“HEY DAM..JAWAB..!!” pekik mas Sultan lebih keras
“ SULTAN!..apa-apaan sih kamu….kok sama temen sendiri begitu !, kamu
boleh bentak bapak, boleh marahin bapak, tapi jangan lakukan itu sama
orang lain, dia bukan bagian dari keluarga kita, gak pantes kamu
ngebentak –bentak dia” sahut Pak Luthfi kembali berusaha membelaku
Aku menunduk malu di hadapan mereka, rasanya aku tak memiliki muka lagi
di depan mas Sultan ataupun Pak Luthfi, aku merasa hina, aku merasa tak
pantas berada di kamar ini, ingin rasanya aku pergi keluar dan berlari
sejauh-jauhnya, berteriak sekencang-kencangnya tuk melepaskan tekanan
dan menghilang seperti ditelan bumi, mungkin rasa itu yang terbaik
sekarang daripada harus membeku dan membisu di depan mereka yang sedang
menunggu jawabanku.
Mas Sultan diam, dia mencamkan kata-kata bapaknya barusan, tapi matanya
terus mengarah padaku tak lepas tak berkedip menunggu jawaban yang pasti
dari mulutku sendiri.
Aku tak berani menatap matanya berlama-lama, bukannya karna aku takut
jatuh cinta tapi aku merasa matanya mengandung pisau yang teramat tajam
hingga mampu menyayat hatiku yang sudah tercabik-cabik tadi.
Aku dilanda kebingungan, jawaban apa yang akan ku beri, mas Sultan terus
mendesak dan menungguku tuk menjawab, sementara Pak Luthfi juga tak
mencegahnya lagi tuk segera mengakhiri intimidasi ini.
“ kalau kamu gak jawab, itu berarti kamu mengiyakan..!” lanjut mas Sultan
Jantungku masih berdegup-degup , aku masih merasa tak bisa menerima
kenyataan bahwa mas Sultanpun harus tahu orientasi seksualku yang
sebenarnya, bukannya dengan jalan membohonginya.
Tapi mungkin, kejujuran hanya jalan satu-satunya agar hidup tidak
dibayangi oleh kebohongan dan kebohongan yang terus berlanjut dan aku
tak mau itu.
“ Iya mas…itu memang benar..” jawabku masih dengan menunduk
Mas Sultan diam, Pak Luthfi juga diam, tak ada suara, tak ada tanggapan,
keduanya membisu. Setelah kukatakan yang sejujurnya, aku jadi merasa
lebih lega, tak ada lagi beban di hati yang selama ini menggelayuti, tak
ada lagi keresahan ataupun takut kalau-kalau mas Sultan tahu orientasi
seksualku, semuanya plong saja, tak ada lagi rahasia yang kupendam di
hati, tinggal menunggu tindakan mas Sultan selanjutnya.
“ sebenarnya saya pengen banget nonjok kamu sekarang karna udah bohongin
saya selama ini…….. tapi ….berhubung saya masih punya kesabaran…………
lebih baik kamu cepat pergi dari sini !, bawa semua barang-barang kamu
dan jangan pernah muncul di depan muka saya lagi..!” tegasnya dengan
tatapan mata kosong ke arah lain.
Aku tersentak, nafas ku kembang kempis, dadaku terasa sesak dibilang
begitu, ada sedikit rasa menyesal atas kejujuranku tadi kalau jadinya
begini, aku tak mengira dia akan mengusirku keluar kosan. Tapi mungkin
ini jalan yang terbaik buatku dan mas Sultan sendiri agar tidak ada
percekcokan ataupun perkelahian yang berkepanjangan, aku ikhlas dan aku
pasrah dengan keputusannya ini, kejujuran sudah ku tanamkan, tak ada
lagi masalah yang mengganjal di hati.
Aku langsung berbalik badan dan mengambil koper pakaianku di atas lemari
dan mulai memasukkan satu persatu barang-barang yang kumiliki ke
dalamnya. Perasaan sedih mulai muncul merasuki hati, sebenarnya ku tak
ingin pergi dari sini menjauhi orang yang kukagumi selama ini, tapi apa
mau dikata, ini memang jalannya, ini keputusannya dan aku harus terima.
“ Tan..!” panggil Pak Luthfi pelan
“ maaf pak,… bapak jangan ikut campur…ini udah keputusan saya,….
walaupun dia udah lama dekat dengan saya, tapi …..saya tetap gak bisa
berteman dengan orang seperti itu ”
Mendengar itu, dadaku makin sesak, rasanya aku sudah tidak berharga lagi
di depannya, aku seperti orang yang tidak pantas berteman dengannya.
“ tapi Tan, dia mau pergi kemana? Ini udah malam …kasihan dia , gak
mungkin dia malam-malam cari kosan baru sambil bawa-bawa tas begitu..”
kata Pak Luthfi iba melihatku yang akan pergi dengan 2 tas besar
" gapapa pak, saya ikhlas kok, saya memang salah, udah gak jujur dari awal.." sahutku berbesar hati
Mas Sultan terdiam, tak ada tanggapan apa-apa darinya setelah Pak Luthfi
menasehatinya seperti itu. Aku bangkit dari dudukku dan mulai
mengangkat satu persatu koper ke luar kamar
Sambil menundukkan pandangan, aku berkata perlahan pada mereka
“ Pak, …mas Sultan, … saya ..mohon pamit , sebelumnya ..trima kasih atas
tumpangannya menginap di sini selama beberapa hari, saya bersyukur
bisa stay di sini dan mudah-mudahan selama saya disini,… saya berguna
buat kalian, kalo ada salah-salah kata atau perbuatan, saya mohon
dibukakan pintu maaf ...”
“ kamu mau pergi kemana dek ? besok saja perginya..sekarang sudah malam..” saran Pak Luthfi
“ saya belum tahu pak, saya pasrahkan saja pada Tuhan..mudah-mudahan saya mendapatkan jalan..” kataku mengikhlaskan diri
Pak Luthfi manggut-manggut saja, sementara mas Sultan tak mau melihatku
pergi, ia memilih berdiri dekat jendela dan memandang kearah luar.
Setelah pamit ke Pak Luthfi dan mas Sultan, aku membuka pintu kamar tapi kemudian mas Sultan membuka suara padaku
“ Adam…!”
Aku menoleh dan menjawab dengan lemah, “ iya mas..”
“ kamu boleh stay di sini sampe besok pagi..masukin tas kamu lagi ke dalam” suruhnya
Aku bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dia mau dariku, tadi mengusirku sekarang malah menyuruhku stay sampai besok pagi.
Tapi aku juga bingung aku harus kemana, mau cari kosan malam-malam
begini juga aku tak yakin langsung bisa dapat, mau sewa kosan Pak Gatot
lagi biayanya lumayan mahal dan itupun kalo belum ada yang menyewa
kamarnya, peluang bertemu dengan Alex juga lebih besar lagi, nanti
takutnya tiap hari aku akan bertemu dia dan tiap hari juga akan selalu
di ganggu.
“ makasih mas atas tawarannya…tapi… lebih baik saya pergi sekarang juga,
biar hati mas Sultan tenang…saya gak mau mas Sultan uring-uringan
nanti..” jawabku mantap, aku tak mau jadi hina malam ini, aku ingin
membawa semua harga diri keluar kamar dan hidup bebas bahagia dengan
orang-orang yang menghargai satu sama lain.
Setelah menjawab itu, aku menutup pintu dan menuruni tangga dengan bersusah payah membawa 2 buah tas berukuran cukup besar.
Di luar rumah, aku memutuskan tuk duduk dulu di tepian jalan dan hendak
berfikir sejenak kemana aku akan melangkahkan kaki dan mencari tempat
tidur tuk malam ini, jangan sampai aku menggembel di pinggiran jalan
ataupun di depan kios orang seperti gelandangan.
“ mmh…apa ke kosan Dena aja kali ya, mudah-mudahan dia mau nampung gw barang semalam dua malam..” batinku
Ditengah kebimbangan , aku merasa jendela kamar atas yang ditempati mas
Sultan masih saja ada siluet orang yang memperhatikanku . aku memandang
ke arah jendela itu dan ku lihat ternyata mas Sultan masih berdiri
mematung di baliknya gordennya.
" gak apa-apa mas, jangan kuatirin saya, saya bisa jaga diri sendiri
kok, saya udah pengalaman hidup 4 tahun di Jakarta, gak akan
kenapa-napa.." ucap hatiku mengikhlaskan,
" jaga diri mas sendiri ya, mudah-mudahan bisnis mas sukses, dan hidup
mas juga bisa sukses, walaupun mas gak mau liat muka saya lagi, tapi
saya akan tetap selalu merindukan muka mas karna tak ada orang yang
lebih sempurna lagi selain mas " lanjutku
Lalu aku mengambil hape dan mencoba menelpon Dena teman restoku
/halo Den/
// ye Dam kenape, …..tumben lo telpon ,… ada apaan ?//
/ lo lagi dimana nih sekarang ?/
// gw masih di resto, tapi bentar lagi sih pulang..//
/ oh masuk malem lo?!/
// iye…//
/ eh Den, gw boleh nginep di tempat lo gak malam ini ? Yaaa barang sehari dua hari kali../
// hah nginep ? emangnya kosan lo kenape?//
/ kosan gw ?/
// iye.. kenape?//
/ gak kenapa-napa, gw mau nginep tempat lo aja malam ini…boleh gaak?? Kalo gak boleh sih gapapa../
// boooleeeeh….boleh aje, silahkan gak ada yang ngelarang, malah gw seneng di temenin tidur //
/ ya udeh, gw ke resto nih sekarang ?/
// iye cepetan, bentar lagi mau pada pulang nih//
/ oke sip, tunggu ya../
****
Malam
Kamar kosan Dena berukuran sedang, tak besar tapi juga tak terlalu
kecil, cukup untuk di tempati oleh 2 orang. Barang-barang yang dimiliki
Dena juga tak terlalu banyak, cukup sederhana tapi lumayan agak
berantakan tata letaknya.
Dena sudah tidur ngorok sejak jam 11 tadi, sementara aku masih saja
terjaga hingga pukul 1 tengah malam ini, mataku masih belum bisa
terpejam, karena suara mendengkurnya Dena selalu saja membangunkanku
yang sudah berhasil terlelap.
Selain itu pandanganku terus kosong, pikiranku terus menerus mengingat
kata-kata mas Sultan yang menyayat hati, tak mudah bagiku tuk segera
melupakan kejadian pengusiran tadi.
Walaupun benar berita tentangku tapi sebenarnya aku tak mau membuka
aibku sendiri di depan orang apalagi pada mas Sultan, itu sebuah hal
tabu untuk ku katakan.
Dalam hati ku tak menyalahkan mas Sultan sepenuhnya, ini adalah
kesalahan orang yang menghasutku. ku juga terus menerus mengutuk orang
yang telah memberitahukan tentang hal ini, aku tak tahu siapa dia tapi
aku punya 2 orang yang potensial jadi tersangka, pertama adalah Siti dan
yang kedua adalah Alex . Tapi kalo di pikir-pikir lagi Siti tak mungkin
nekat berbuat hal seperti itu, diapun tak punya alasan membuka rahasia
ini pada mas Sultan, apa untungnya juga buat dia, dia tak punya masalah
denganku apalagi dengan mas Sultan.
Sangkaan terkuatku berikutnya jatuh ke Alex, aku jadi teringat pada
omongan Siti yang mengatakan bahwa Alex sudah masuk kerja siang tadi dan
kebetulan juga mas Sultan datang kembali ke resto untuk makan siang,
tapi kupikir-pikir, kecil kemungkinan juga Alex keluar kantor dan
menemui mas Sultan tuk menghasutku, wajahnya saja masih lebam sana sini,
pastinya dia akan malu sekali berhadapan dengan mas Sultan yang
penampilannya 2 x lebih keren dari dirinya sekarang.
Aaaah…entahlah pusing, siapapun orangnya, aku sangat mengutuk perbuatan
itu, karena dengan membuka aibku pada mas Sultan, membuat hubungan kami
sekarang jadi berantakan, dia yang semula menyayangiku sebagai sahabat,
kini berbalik membenci karena hal ini.
****
Pagi
Pagi ini Dena sudah bangun, dia bahkan sudah membelikanku nasi uduk Mbak
Arum dari depan rumah kosan. Katanya nasi uduknya ini beda banget dari
tempat lain, gak ada yang bisa kalahkan rasa lezatnya nasi uduk mbak
Arum.
“ aah beda apanya Den, orang rasanya biasa aja, yaaa enaknya lumayan
siiih, gak hambar-hambar amat..” kataku mengomentari nasi yang sedang ku
makan
“ yeee orang enak kayak gini kok di bilang lumayan…”
“ tapi kayaknya ….bukan nasinya yang beda nih..”
“ apanye emang ?”
“ yang beda yaa mbak Arumnya..iya kan ??”
“ hehehe…..iyyya…kok lo tau aje sih…”
“ heemmm ama gw sih kebaca, lo kan demen sama cewe yang montok bohai
kayak mbak Arum itu..” sahutku seraya menunjuk ke arah warung mbak Arum
yang kelihatan dari teras tempat kami duduk menikmati nasi uduk.
“ hehehe ….ngarti dah lo sekarang..”
Kami melanjutkan makan nasi sampai benar-benar habis, setelah itu, kami bersama-sama mencuci piring bekas makan di dapur.
“ eh Dam, emangnye kosan lo kenape sih , kok lo bisa-bisanye pindahan malem-malem begitu..”
“ gak kenapa-napa sih, gw baru sempet keluar kosan malem-malem, siangnya gw sibuk banget kemaren..”
“ trus kenape lo mau pindah kosan lagi ? “
“ gak enak Den, di sana berisik sama tetangga sebelah…soalnya campur
sama kontrakan keluarga…jadinya banyak anak kecil deh yang suka nangis
melulu..risih gw..berisik” jawabku sedikit berbohong
“ ooh…trus….lo mau ngekost dimane sekarang ? soalnye kata ibu kost di
sini tadi, lo gak boleh nginep lagi di sini, kecuali lo bayar juga..”
“ emang sehari dua hari gak boleh juga?”
“ bolehnye Cuma sehari, hari selanjutnya lo bayar perharinye”
“iya ntar gw bayar, ..Emang di sini berapa harga sewa sebulannya sih ?”
“ gope..!”
“ hah gope??? Buset dah, mahal amat..”
“ iye makanye mahal banget kan, tapi yaa worthed lah, orang di sini tiap
kamar mandinya aje di pake Cuma buat 3 kamar, keamanan juga terjamin
karna selalu dijagain satpam tuh di depan, kosannye juga bersih, gak
berisik, deket ke jalan raya lagi..lengkap deh..”
“ gak ah…gw gak mau, gak sanggup…lagian gw gak punya uang banyak buat bayar segede itu…”
“ nah lo kan katanye udah dapet kerjaan baru, gajinya lebih gede lagi..”
“ iyaaa..tapi itu kayaknya gak jadi…gw..gak sreg sama tempatnya…tau lah ribet..”
“ ya elaah gimana sih…kesian bener…trus lo mau kerja ape sekarang??”
“ gak tau lah Den….mungkin gw bakal pulang kampung dulu kali ya…suntuk gw di Jakarta..”
“ ya udeeh, lo jangan kuatir, ntar gw bantuin lo cari kerjaan lagi…lo
pulang kampung aje, ntar kalo udeh ada lowongan gw kasih tau..okeh ?! ”
“ iya makasih Den, lo emang temen gw paaaling baek..tapi , gw nitip tas-tas gw dulu ya di kosan lo…berat gw Den bawa-bawa itu..”
“ iyee siip lah..”
****
Kalau saja kemarin tidak ada kasus pencemaran nama baikku, mungkin aku
hari ini sudah berada di resto fried chicken milik mas Sultan dan Zein,
rencananya memang hari ini adalah hari pertama training untuk para
karyawan, mulai dari supervisor sampai ke tukang nyapu dan cuci piring.
Tapi sekali lagi, hal itu sekarang tak akan menjadi kenyataan, mas
Sultan sudah menyuruhku pergi dan jangan muncul di depan mukanya lagi,
rencana awal yang indah buyar sudah, gaji dan posisi yang lebih baik
ternyata tak kesampaian, entah apa mas Sultan memikirkan tentang
posisiku itu atau tidak, tapi yang jelas dia dan Zein kesulitan mencari
orang yang mau di gaji segitu kecil untuk kerjaan besar.
Berlama-lama di dalam kamar Dena ternyata sumpek juga rasanya, ingin aku
main ke resto lagi tuk menumpahkan kerinduanku pada teman-teman lama.
Kata Dena, hari ini Alex ijin untuk tidak masuk karena besok sabtu akan
jadi hari pernikahannya.
“ Den, gw ke resto dulu ya, lo mau ikut gak ?”
“ gak ah, lo aje gih, gw mau nyuci nyetrika ..”
“ oke deh, ….gw cabut dulu ya..”
Hanya butuh 10 langkah kaki saja untuk bisa sampai ke komplek
perkantoran resto, jarak kosan Dena memang paling dekat di antara kosan
teman-teman resto karena letaknya tepat berada di samping komplek
perkantoran dimana resto berada.
Setelah masuk melewati pos security, aku langsung dihadapkan oleh
pepohonan rindang nan menjulang yang menaungi komplek asri ini, angin
yang bertiup juga sepoi-sepoi menggoyangkan setiap dahan-dahannya, belum
lagi taman-taman kecil yang berada di depan gedung terlihat indah dan
menyejukkan mata, hal-hal seperti inilah yang membuatku betah kerja
berlama-lama di area ini, sejuk, rindang dan asri.
“ Adam!!” teriak seseorang dari arah sampingku ketika aku mau masuk ke penjagaan security yang ada di depan gedung.
Aku menoleh dan ternyata ada mas Ando yang berseragam kaus gym, aku
menghentikan langkah dan menyunggingkan senyum manis ke arahnya, diapun
terus mendekatiku
“ mau kemana Dam?”
“ ke resto..”
“ mau ngapain ?”
“ main aja mas..”
“ ooh ….kok kamu gak kerja ?…”
“ mmm…belum mas”
“ kenapa?”
“ ceritanya panjang mas..”
“ panjang ? sepanjang apa ..kasih liat doonk lagi pengen yang panjang-panjang nih...hehe”
“ halah…. malah ngawur…”
“ hehe…jadi kamu belum kerja nih ?”
“ belum mas..”
“ emm …kita ngobrol di gym aja yuk..”
“ nanti deh mas mau ke resto dulu..”
“ sekarang ajaaa..kalo nanti malah saya sibuk..”
“ oh gitu…ya udah yuk”
Akhirnya perjalananku menuju restopun dibajak oleh mas Ando, tak tahu
dia mau bicara tentang apa tapi sepertinya dia cukup antusias melihatku
berada di sekitar komplek ini.
****
Di GYM
“ oooh jadi begitu ceritanya…” kata mas Ando setelah ku ceritakan
panjang lebar tentang batalnya rencanaku kerja di tempat lain, tapi yang
jelas aku menyamarkan bagian cerita tentang ke-gay-an ku.
“ trus kamu sekarang lagi gak punya kerjaan ?”
“ iya mas..”
“ emmm begini Dam..saya punya kerjaan buat kamu, posisi ini mungkin gak
semenarik jabatan yang batal itu, tapi gajinya gak jelek-jelek amatlah,
malah kamu bisa makan sehari-hari hanya dari uang tips..gimana tertarik
gak ?”
“ apa sih mas kerjaannya ?”
“ captain …di kantin sehat gym ini..mau ?”
“ wah di kantin sehat ini mas???”
“ iya …mau gak ?, nanti kamu juga malah bisa main alat fitnes dengan gratis di luar jam kerja ”
“ boleh boleh mas..boleh..saya malah seneng kalo kerja di gym kayak begini..”
Aku sangat antusias sekali mendapat penawaran dari mas Ando ini, bagiku
ini adalah sebuah rezeki yang tak terduga dari Tuhan, setelah aku batal
mendapatkan posisi supervisor itu aku mendapatkan kerjaan yang lebih
menarik lagi dari segi tempat kerjanya, karena selain bisa kerja, aku
juga bisa mencicipi alat-alat fitness secara Cuma-Cuma.
“ oke…kalau kamu mau, kamu harus mulai kerja hari ini..nanti saya siapkan kontrak kerjanya ”
“ gapapa mas…saya mau kok langsung kerja hari ini ”
“ Cuma..!”
Aku terdiam
“ Cuma apa mas?”
“ kamu… harus tahan godaan dari para member ”
“ aah jangan kuatir mas, saya bisa jaga diri kok..” sahutku sedikit sombong karna saking senangnya
“ jangan salah……kamu mungkin bisa tahan dari godaan member
perempuan….taaaapiii…kamu akan kesulitan menahan ajakan-ajakan dari
member laki-laki, terutama om-om yang berdompet tebal atau member yang
penampilannyaa …sempurna!…bisa-bisa kamu jadi gay nanti, di sini banyak
lho gay nya ” kata mas Ando menakut-nakuti
Aku terdiam sebentar, ku pikir ini adalah penawaran yang menarik tapi
godaannya mungkin juga akan selalu menarik-narik birahiku nanti, aku
harus bisa menahan godaan-godaan yang akan datang padaku agar aku tetap
profesional dalam bekerja, tak mungkin aku menjalani profesi double
dalam sekali waktu, bisa-bisa malah kedokku akan terbuka lebar ke
keluargaku nanti, malu lah aku.
“ gapapa mas…saya siap…bekerja dengan profesional..” jawabku mantap
“ oke sip..bagus ! berarti kamu udah siap menerima tantangan-tantangannya ”
" iya mas..!"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar