Kamis, 19 Februari 2015

Galau karena masih mencintaimu (Cerita gay) Part 26 (1&2) End

Part 26 I'am straight

Suasana ruang loker berubah terasa lebih dingin dari semenit yang lalu, aku lemas melihat langsung kenyataan yang ada di hadapanku saat ini, dua orang yang kukenal baik keluar dari bilik pancuran yang sama dengan hanya melilitkan handuk di bagian bawah tubuh, padahal salah satunya mengaku masih straight dan masih suka sama perempuan.

Lebih aneh lagi mereka bersikap biasa saja saat aku memergoki mereka, mas Raka malah menuju lemari loker tuk memakai baju dan mas Sultan berekspresi datar seraya menghampiriku dengan senyum yang mengembang. Tapi belum sempat dia membuka mulut dan menyentuhku, aku mundur dua langkah menjauhinya dan pergi keluar meninggalkannya.

Aku keluar loker dan berjalan sangat cepat menuju mesin absensi yang ada di dekat kantor mas Ando, tak kuhiraukan satu dua orang yang menyapaku sepanjang koridor, karena yang paling penting sekarang adalah menyelamatkan perasaanku yang terluka karena telah dibohongi dan dikecewakan oleh mas Sultan.

Setelah mengabsen diri, aku buru-buru keluar gym agar mas Sultan tak mendapatkan dan mengejarku. Staff meja depan yang menyapakupun tak ku gubris, aku terus berjalan cepat menuju lift yang untungnya baru saja terbuka lebar.

Waktu tiba di lobby lantai dasar, dering hapekupun berbunyi dari dalam kantong celana, aku langsung merogohnya dan melihat layarnya.
“ mmh mas Sultan ..!” batinku

Aku tak berniat mengangkatnya saat ini, kalau aku melakukan itu maka amarahku bisa-bisa meledak di area umum ini. Kebohongan mas Sultan sudah membuat dadaku sesak, aku jadi berpikiran bahwa kebohongannya itu untuk menghindariku yang selalu menyukainya.

Kalau memang begitu alasannya kenapa dia sampai setega itu melakukannya, apakah aku tidak cukup pantas untuknya atau apakah aku tak cukup tampan untuk di ajaknya berkencan sehingga dia malu berjalan bersamaku di tempat umum.

Tuuut Tuuut Tuuut, deringnya terus memanggil

Ku tolak panggilan teleponnya dan ku matikan hape agar dia tak bisa menghubungiku kembali, masa bodo dengan dia, aku muak dan kesal mengingat-ingatnya.

“ Aarrrrgghh..!!” pekikku kesal

Aku terus berjalan menuju kosan yang ada di samping komplek perkantoran, rasanya kosan itu akan menjadi tempat berlindungku tuk sementara darinya karena untungnya dia belum pernah kuajak ke kosan, kalau saja ia tahu pasti dia akan menyusul ke sini.

Kunci pintu kosan ingin ku masukkan ke lubang dengan tergesa-gesa tapi setelah beberapa kali dicoba lubangnya tak juga berhasil dimasuki. Aku tahu aku sedang kacau, aku berusaha konsentrasi dan tenang agar bisa memasukkan kunci ke lubangnya dengan benar, aku berusaha mengenyahkan dulu pikiran-pikiran yang aneh tadi.

****
Tengah malam

Sudah 4 jam berlalu tapi bayangan mas Sultan dan mas Raka yang berdiri di depan bilik masih saja menghantui pikiran. Sepanjang malam aku tak bisa terpejam memikirkan alasan kenapa mas Sultan menolakku dan lebih memilih mas Raka . Kalau benar mas Sultan itu gay, kenapa tak memilihku saja yang notabene sudah tahu baik buruknya.

“ mas Sultaaaan ….mas Sultan, kenapa bohoooong..” rengekku dalam hati tak habis pikir,
“ kenapaaa???”
“ seandainya mas jujur dari awal pasti saya gak akan kecewa kayak begini….”

Hatiku terus merengek, meminta kejelasan dari mas Sultan sesegera mungkin, tapi itu tak akan terjadi karena mas Sultan memang tak ada di kamarku. Seandainya ia ada di sini , aku ingin mengeluarkan semua perasaan dan unek-unekku selama ini, agar ia tahu seberapa besar rasa sayang dan cintaku padanya.

****
Aku semula berbaring di kasurku yang sudah rapih, tapi karena posisiku tak juga bisa diam maka sprei yang menutupinya jadi kusut lagi dan berantakan. Aku masih penasaran dengan mas Sultan dan ingin sekali ku menelpon ataupun menemuinya , kemudian memaksanya mengakui kegayannya atau menceritakan semua kepribadian yang sebenarnya, tak ingin lagi ku dibohonginya seperti ini.

Sepanjang malam aku tetap tak bisa tidur, kadang posisiku berbaring tapi kadang karena pegal aku duduk dan mengipas-ngipaskan badan karena hawa panas kamarku. Jam di hape menunjukkan pukul 02 pagi.

****
Pagi

Aku datang ke tempat kerja dalam keadaan lelah, hawa ngantuk kini menggelayutiku yang tak bisa memejamkan mata dengan baik sepanjang malam tadi.

Ku sapa staff staff gym dengan alakadarnya, dengan senyuman kecil atau mengangkat alis sedikit saja. Mungkin mereka aneh melihatku yang bersikap lemas seperti ini karena biasanya aku selalu menebar senyum lebar di pagi hari.

Anak buahku di kantin ternyata juga memperhatikanku dengan aneh
“ lemes amat pak, kurang tidur ya?” tanya Rahmat staff dapurku
“ iya nih, gak bisa merem semalem..jadi pusing..”
“ pusing ? minum obat aja ..tapi bapak sarapan dulu, dah sarapan belom ??”
“ ah gak sempet Mat, biar aja deh, ntar saya coba merem bentar “

Setelah membereskan pekerjaanku di kantin, ku pergi ke kantor mas Ando tuk mencari tempat tidur yang nyaman. Ternyata mas Ando sedang berbincang di depan pintu kantor dengan seseorang berpakaian biru-biru yang mirip montir.

“ nanti kalo udah bener kasih tau saya lagi ke sini ya mas..!” kata mas Ando
“ baik pak..” sahut orang itu

Orang itu pergi meninggalkan mas Ando dan aku mendekat ke kantornya.
“ mo benerin apa mas ?”
“ itu keran air panas rusak”
“ oooh…,mas, saya numpang tidur bentar ya di dalem, semalem gak bisa merem nih, pusing jadinya..!” kataku lemas
“ mang mikirin apa sampe gak bisa tidur gitu ?” tanyanya sambil masuk ke kantor dan menutup pintu

Aku langsung mengambil posisi tidur di sebuah sofa panjang yang ada di ruangan dan memejamkan mata.
“ tau lah, pusing mikirinnya juga..” sahutku
“ soal laki ?”
“ Errrggh..kenapa sih nuduhnya soal laki melulu ??” sahutku sewot
“ ya apa lagi yang di pikirin PLU selain laki-laki ?!, saya juga tiap saat mikirnya laki melulu, gak bisa kalo gak bayangin laki-laki, pusing saya ”

Aku diam dan berusaha tenang agar bisa terlelap tapi mas Ando menggangguku lagi dengan pertanyaan yang tadi.
“ heh, kamu ada masalah apa?? jangan tidur dulu !”
“ males ah ngomonginnya”
“ ya udah sms aja “ candanya
“ yee.. garing amat!”
“ biarin !”

Untuk beberapa saat mas Ando membiarkanku sendiri, dia tak memaksaku lagi tuk bercerita tapi rasanya aku tak puas kalau tak mengungkapkan masalahku padanya, dia sudah seperti kakakku sendiri saja.

“ mas..!” panggilku sambil tetap terpejam
“ hemmm?!”
“ mas yakin gak kalo mas Sultan itu gay ?”
“ gay ? mmh ….gak keliatan sih, kayaknya bukan deh, kenapa emangnya ? kamu mau nembak dia ya ?”

“ bukaan…kemarin saya mergokin dia “main” di bilik shower paling ujung sama mas Raka, mulanya suaranya gak jelas tapi lama kelamaan saya kenal suaranya dan makin yakin lagi waktu mereka keluar bilik bersamaan,keluarnya Cuma pake handuk lagi, tanpa pake baju sehelaipun”
“ masa sih ?”
“ ya elah, kalo gak percaya mas tanya langsung aja deh sama temen mas, si Raka itu”

Mas Ando terdiam sebentar sebelum melanjutkan omongannya
“ nanti sore deh kalo dia datang saya mau tanyain.., kalo bener dia dah “main” sama si Sultan, hebat bener si Raka ya, bisa ngebelokin orang straight”
“ kalo saya kecewanya sama mas Sultan mas, soalnya selama ini dia ngaku sama saya sebagai straight yang benci banget sama gay, walaupun sekarang-sekarang udah agak mendingan”
“ iya sabar aja dulu, kamu juga pasti belum konfirmasi sama mereka langsung kan ?!”
“ belum sih..”

****
Petang hari

Kondisiku sudah jauh lebih baik dari pagi tadi, pusingku karena kurang tidurpun sudah berkurang. Tamu kantin sudah mulai ramai berdatangan, aku dan anak buahku makin sibuk melayani pesanan mereka.

Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku dari belakang saat aku menaruh minuman ke meja tamu, aku menoleh ke belakang dan ternyata ada mas Sultan yang berdiri tegap.

“ saya mau ngomong bentar, bisa gak ?” tanyanya dengan muka serius
“ saya lagi sibuk mas, nanti aja” sahutku cuek sambil melengos meninggalkannya

Tapi dia tak menyerah, dia malah mengikutiku sampai masuk ke dapur
“ Dam, plis saya mau ngomong bentar..!”

“ Errggh…!” gumamku

Aku menghela nafas beberapa kali berusaha mengenyahkan rasa kesalku padanya
“ oke , kita ngobrol di luar aja..” kataku tegas, aku tak mau dia buat keributan di sini jadi ku ajak dia keluar kantin.

Mas Sultan ku giring ke kantor mas Ando agar pembicaraan kami tak di dengar siapapun jika situasinya memanas nantinya.

“ mas, saya pinjem dulu kantornya ya, saya mau ngobrol private bentar” kataku tegas pada mas Ando
“ oke… tapi jangan sampe pecahin barang-barang di sini ya! “ candanya sambil segera berdiri dan keluar kantor, mungkin dia tahu aku serius mau berbicara private makanya dia langsung mengijinkan.

Ku suruh mas Sultan tuk duduk di sofa panjang dan aku sendiri menyeret bangku berroda yang ada di depan meja mas Ando.

“ ayo mas mau ngomong apa ?! silahkan” kataku ketus
“ sabar Dam, kok kamu jadi galak begini sih ?!” katanya tenang
“ kerjaan saya banyak mas, tolong di percepat dan jangan bertele-tele..” sahutku tegas

“ saya mau tanya…kamu marah ya sama saya, kok gak ada kabarnya semaleman tadi ?! ”
“ enggak..! biasa aja..” sahutku bohong
“ tuh kan jawabannya begitu, pasti ada sesuatu yang bikin kamu begini…soalnya di telepon gak bisa, di sms gak dibales..”

Aku diam saja tak menjawab omongannya.
“ kasih tau donk Dam kalo kamu ada masalah sama saya, kan siapa tau saya bisa cepet koreksi nantinya”

Dia memperhatikanku dengan tatapan yang tajam, sementara aku masih diam tak merespon ucapannya dan lebih banyak mengalihkan pandangan ke sudut lain.
“ kamu marah karna saya gak jadi melulu ke kosan kamu ?” tebaknya

Aku menggeleng
“ ooh iya, kamu marah karna saya ngobrol sama si Raka terus..iya ?!” katanya berspekulasi

Kali ini aku tak menggeleng tapi juga tak mengangguk, aku membiarkannya terus bertanya-tanya.
“ ah kamu ini diajak ngobrol kok malah diem aja ! ayolah.. jangan kayak anak kecil begitu” katanya kesal
“ saya mau tanya, apa mas akan jawab jujur?” kataku akhirnya membuka mulut
“ iya …silahkan aja..”

“ mas itu gay ato bukan ?”
“ Ah Dam, nanyanya kok itu lagi itu lagi, udah jelas saya masih suka perempuan..gak suka laki-laki ”
“ terus apa yang mas lakuin sama mas Raka di dalam bilik kemarin??? ”
“ ngelakuin apa??? perasaan kita gak ngapa-ngapain !”

“ Alaaaaaah jangan bohong deeh, jangan ngelak lagi mas, saya udah denger semua obrolan kalian kemarin waktu di bilik, saya juga udah mergokin kalian keluar berdua dari dalam bilik, Cuma pake handuk doank lagi keluarnya ” kataku mulai sewot karena mas Sultan tak juga mengaku
“ ya kita gak ngapa-ngapain di dalam, orang si Raka nawarin bantuan tuk ngebukain keran air doank kok..”

“ emangnya mas sendiri gak bisa??”
“ bisa , tapi berhubung si Raka nawarin bantuan ya udah saya biarin dia ngurus itu, lagian keran yang rusak itu keran air panas Dam, kalo saya pegang langsung ya tangan saya melepuh lah”

“ trus kok bahasanya pake “ pelan-pelan doonk”, atau “ awas kena muncratannya” ? maksudnya tuh apaaa?? ”
“ ya iyaaa, saya takut air panasnya muncrat ke badan saya makanya suruh pelan-pelan”

Setelah mas Sultan memberi penjelasan sedetail-detailnya aku mulai bisa mempercayai, mungkin ada benarnya pengakuan tadi bahwa diantara mas Sultan dan mas Raka tak ada apa-apa dan kejadian kemarin itu Cuma salah pahamku saja, karena pikiranku sudah diracuni dengan pikiran-pikiran negatif sebelumnya tentang mereka berdua.

“ gimana, percaya sekarang ?”
Aku mengangguk malu

“ makanya tanya-tanya dulu biar jelas masalahnya, jangan asal main tuduh aja”
“ hehehe maaf ya mas, habisnya kaget banget ngeliat kalian pake handuk doank begitu”
“ jadi ternyata kemarin kamu kabur itu karena cemburu ngeliat saya sama si Raka keluar dari bilik berduaan?!”
“ hehehe…yaaa gak tau juga sih ” sahutku sambil menggaruk-garuk kepala

“ emang kamu suka ya sama saya Dam???”

“ HAH, nanyanya to the point banget, bikin gw malu aja..!” pekikku dalam hati

“ heh, kamu suka sama saya ?” tanyanya lagi
“ enggaaak..biasa aja..” sahutku gengsi mengakui
“ halah bohong kamu..”
“ udah ah…saya mau balik kerja lagi..gak penting pertanyaannya !”

Aku langsung keluar kantor dan kabur meninggalkan mas Sultan di dalam, perasaanku jadi campur aduk mendengar pertanyaannya yang menohok seperti itu, ada rasa senang bahwa dia tahu perasaanku yang sebenarnya tapi ada juga perasaan sebal karena dia kemungkinan sedang meledek orientasi seksualku.

Beberapa menit kemudian ternyata mas Sultan datang lagi menghampiriku di meja bar.
“ Dam, nanti saya mau main ke kosan kamu ya..!” katanya sambil orang-orang di bar memperhatikanku dan mas Sultan secara bergantian.

Sekali lagi aku tak menjawab tapi hanya mengangguk pelan, aku tak mau berharap apa-apa, siapa tahu saja nanti dia yang membatalkannya sendiri.

*************************************************************

Part 26 (-selesai), Nooo, I'm straight bro!

Kosan

Mas Sultan duduk di lantai kosanku yang tak beralas, matanya mengitari sekeliling ruangan kamar, menilai kerapihan kamar yang setiap harinya selalu ku tata dengan baik. Kepalanya manggut-manggut beberapa kali seakan menghargai apa yang sudah kulakukan terhadap kamarku ini.

“ rapih banget Dam, harum lagi..!” katanya
“ sama kayak kamar mas Sultan aja “
“ berapa ini sewanya ?”
“ Cuma gopek..”
“ gopek ? lumayan juga ya harganya ”
“ mungkin kalo di pinggir jalan memang rata-rata segini..tapi biarin lah, asal tempatnya nyaman dan deket ke jalanan ”

Mas Sultan membaringkan tubuhnya di kasurku yang sudah rapi, kedua tangannya ditekuk di belakang kepala dan kakinya direnggangkannya sampai menyentuh ke dinding kamar.

lengan berototnya yang sedang dalam keadaan terbuka seakan meledekku tuk segera mencumbuinya habis-habisan, tak peduli dia akan marah ataupun mengamuk yang penting aku bisa menikmati otot lengannya yang memikat. Wajahnya yang putih bersih dan rupawan juga seakan menggodaku tuk menciuminya sebringas mungkin .

“ heh Dam, ngapain kamu liatin saya begitu ?” tanya mas Sultan tiba-tiba membuyarkan imajinasi liarku
“ ah enggak mas, gapapa, Cuma lagi bengong aja..”
“ oooooh ….di kira lagi berniat macem-macem..”
“ niat macem-macem apa ???”
“ yaaa mau merkosa saya mungkin…” sahutnya enteng

“ mau ?” tawarku
“ boleh… tapi habis itu kamu saya tonjokin ya?!”
“ gapapa, asal bisa merkosa mas Sultan..” godaku
“ yaaa mulai to the point neh anak..!” katanya sambil bangkit dan menjauhiku

“ xixixi tenang aja maaaas, saya Cuma becanda kok..” sahutku menenangkannya,
“ saya bukan gay yang seperti itu,… lagian , saya bukan pure gay kok, saya masih suka perempuan ..” lanjutku

“ halah ngeles aja, kalo kamu suka perempuan buktinya mana ???” tantangnya
“ yaaa sekarang sih gak ada, nanti kalo dah mapan baru deh cari perempuan..” jawabku
“ huuu sama aja bohong kalo gak ada buktinya mah”
“ lha mas sendiri aja belum punya pacar lagi ? jadi mencurigakan ” sahutku menohok
“ masih males pacaran, mending sendiri dulu”
“ alasaaan !”

Lalu aku dan mas Sultan terdiam selama beberapa saat, menikmati suasana hening di dalam kamar, maklum saja televisi yang jadi barang wajib anak kosan masih belum ku miliki, aku menganggap bahwa hape TV chinaku sudah memenuhi kebutuhan itu dan tak perlu lagi membeli TV yang akan memakan tempat.

“ eh Dam, besok sabtu ikut saya yuk..”
“ kemana ?”
“ ke rumah bapak!”
“ wah boleh-boleh..naik apa ?”
“ naik mobilnya si Raka “
“ hah naik mobilnya mas Raka ? berarti dia ikut ?”
“ kenapa ? kamu cemburu ?”

“ iya laaah, kalo mas Sultan deket sama yang lain saya jadi cemburu..”
“ yeee emangnya saya pacar kamu..”
“ lah bukannya kita udah jadian ?!” candaku
“ jadian dari hongkong..!!”

“ eh mas, ajakin mas Ando sekalian ya, biar rame”
“ hah?! emangnya mau pesta gay di sana?!”
“ hehehe sekalian maas…pelit amat sih”
“ tau ah, ntar aja tanya si Raka..”

Obrolan kami terus berlanjut sampai tengah malam, sekarang keterbukaan menjadi kunci penting dari percakapan-percakapan kami, mas Sultan sudah tak ada masalah dengan candaan-candaanku yang terkadang melenceng ke wilayah gay, sementara aku juga tak kecewa saat mas Sultan berani menolakku mentah-mentah dan mengejek kegayanku.

Sampai tengah malam ternyata mas Sultan tak mau pulang ke kosan, dia bilang bahwa dia mau bermalam di sini agar hatiku senang dan tidak marah-marah lagi.

“ tapi mas, gak takut saya perkosa ntar malem ?” ledekku
“ saya tonjok langsung !!” sahutnya sambil membalikkan badan membelakangiku

****
Sabtu

Mobil berjalan dengan kecepatan sedang di jalan tol Jagorawi arah kota Bogor, mas Raka mengendarai dengan sangat elegan, sepertinya dia tak mau membuat perasaan teman-temannya jadi was-was, laju kendaraannya dia buat selembut mungkin dan tak pernah mengerem mendadak layaknya sopir angkot.

Mobil mas Raka terbilang mungil, hanya 4 sampai 5 orang saja yang bisa duduk di dalamnya, pas sekali untuk tempat duduk mas Raka sebagai sopirnya, aku, mas Sultan dan mas Ando.

Sedari awal berangkat tadi , Mas Raka sudah meminta mas Sultan duduk di sampingnya, sementara aku dan mas Ando terpaksa harus duduk di jok belakang. Permintaan yang aneh ini membuatku jadi meradang lagi, mas Raka tampaknya sengaja menyulut api permusuhan denganku.

Mas Sultan yang diminta duduk di depan malah menurut saja, dia tak berkutik dan sama sekali tak menolak karena diapun butuh bantuan mas Raka tuk bisa sampai ke Bogor. Sepintas matanya melirik kepadaku sebelum naik tadi, seakan-akan dia meminta maaf karena tak bisa berbuat apa-apa untuk menolaknya.

Sepanjang perjalanan aku lebih banyak diam, rasa jengkelku pada mas Raka yang tak tahu diri dan semena-mena membuatku malas membuka mulut, hanya mereka bertiga saja yang berbicara kesana kemari.

Aku tahu mas Sultan bukan milikku dan aku tahu dia juga bukan seorang gay, tapi kenapa hati ini masih saja panas saat dia didekati orang lain, seharusnya aku duduk tenang dengan hati yang adem dan berusaha meyakinkan diri bahwa mas Sultan tak akan tergoda oleh laki-laki gay lain.

“ Dam, kok diem aja? Ngobrol donk” kata mas Raka
“ lagi sariawan kali Ka..” timpal mas Ando meledekku

Seketika aku mencubit paha mas Ando yang memakai jeans hitam.
“ AAwwww..!”
“ napa Ndo ?” tanya mas Raka
“ tau nih, ada kepiting di sini..”
“ hahaha… masa sih ada kepiting?!” tawa mas Sultan
“ kepitingnya nyapit apaan ???” tanya mas Raka
“ untungnya masih nyapit paha nih..belum ke yang lain ” sahut mas Ando
“ hahaha…” tawa mereka membahana, malu aku jadinya, aku merasa sedang dikerjai saat ini oleh mereka.

****
Perjalanan memakan waktu 2 jam lebih, selepas gerbang tol kota Bogor rumah Pak Luthfi ternyata masih jauh lagi , sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk bisa sampai ke rumahnya dari pusat kota.

Mobil berhenti perlahan di depan rumah yang berpagar kawat karatan. Setelah mesin mobil mati, kami semua turun dan meluruskan punggung yang dari tadi tertekuk. Udara sejuk sepoi - sepoi menerpa kami, harumnya didominasi oleh wangi dedaunan dari kebun yang terhampar luas di area sekitar rumah.

Suasananya benar-benar asri, di halaman tumbuh sebuah pohon besar yang menaungi rumah sampai ke jalanan luar. Rumput-rumput hijau yang baru tumbuh terhampar di halaman yang cukup luas ini. di sekitar rumah juga masih terbentang alam indah yang luas dan bisa dinikmati sepuasnya.

Mas Sultan mengajak kami tuk segera masuk ke dalam, di luar udaranya terasa dingin dan lama kelamaan akan membuat menggigil seluruh tubuh. Pak Luthfi menyambut kami di depan pintu rumah, dia tersenyum senang melihat kedatangan kami.

“ Assalamu’alaikum..pa kabar pak ?” sapaku
“ wa’alaikum salam, baik dek, ayo silahkan ..” ajak pak Luthfi yang wajahnya terlihat letih

Kami masuk satu persatu ke dalam rumah, sebuah sofa hitam panjang yang ada di dekat jendela menggodaku tuk mencoba mendudukinya, sepertinya duduk di sofa ini akan membuat kami nyaman dan betah.

Ku perhatikan ke sekeliling ruangan, Interior rumahnya sangat sederhana, tidak banyak benda yang menghiasi rumah tua ini, hanya satu dua foto kenangan yang terpasang di dinding. Foto-foto itu menampilkan sosok 2 orang yang salah satunya adalah pak Luthfi, sementara satunya lagi ku tak tahu pasti, mungkin saja kekasih Pak Luthfi yang dimaksud mas Sultan.

“ itu foto saya dan Pak Luthfi..” kata seseorang dari belakangku

Aku membalikkan badan dan seseorang berdiri dan tersenyum padaku
“ hai.. saya John”
“ saya Adam..”

Bukannya saling berjabat tangan tapi aku malah terpana dan membeku melihatnya, ternyata kekasih pak Luthfi itu adalah orang asing.

“ oh jadi ini yang namanya Adam..” katanya dengan logat yang sudah halus seperti orang Indonesia asli ,
“ iya bener, kenapa memangnya om ?”
“ gapapa, pak Luthfi sering cerita aja tentang kamu”
“ oh..” aku manggut manggut

“ Dam, sini deh..!” panggil mas Sultan tiba-tiba

Mas Sultan langsung mengajakku ke bagian belakang rumah, ternyata di belakang ada sebuah halaman berrumput hijau yang cukup luas dan hanya dibatasi dengan pagar kayu di sekelilingnya. Pemandangan di luar pagar ternyata lebih indah lagi, hamparan ladang sayuran tersaji luas di tanah yang makin landai ke bawah, belum lagi latar belakangnya yang menampilkan gunung besar menjulang tinggi, aku tak tahu apa nama gunung itu.

“ woow…keren banget mas..!” pekikku senang
“ bagus kan?!”
“ iya bagus banget..”

Mas Sultan lalu duduk di sebuah bangku yang terbuat dari potongan pohon di dekat pagar, kemudian dia terlihat menghirup dalam-dalam udara bersih dan sejuk yang berlimpah di tempat ini.

“ udaranya bersih banget ya Dam..”
“ iya…jadi mau tinggal di sini”

“ waaah ternyata pada di sini..”

Aku menoleh ke belakang, ternyata ada mas Raka datang menghampiri kami, sedikit rasa sebal tiba-tiba menghantuiku.

“ kebon sayur punya sapa nih Tan?” tanyanya seakan menganggapku tak ada
“ punya bapak saya sama om John..”
“ semuanya ???”
“ enggak, Cuma dari ujung tiang merah itu sampai sini..” sahut mas Sultan sambil menunjukkan patok batas ladangnya
“ widiiih lebar bangeeet”

Daripada aku jengkel terus mendengar suara mas Raka lebih baik aku masuk ke dalam saja.
“ mau kemana Dam ?” tanya mas Sultan
“ tidur..!” jawabku asal

****
Kegiatan kami sepanjang siang sampai sore tak ada yang berarti, hanya makan dan minum, mengobrol ngalor ngidul di ruang tamu dan jalan-jalan ke ladang sayuran menikmati pemandangan alam yang indah.

Pak Luthfi kelihatannya senang sekali dengan kedatangan kami ke rumahnya, dia terlihat lebih sumringah sekarang dibanding tadi saat menyambut kami pertama kali, padahal kondisinya juga kurang baik. Sementara om John yang bule itu sibuk melayani makan dan minum kami, dia mengumpulkan bahan-bahan makanan dan memasaknya sendiri untuk kami semua.

Mas Ando tampaknya sangat bersenang-senang di sini, dia sangat exist di luar rumah, berpuluh-puluh foto mungkin sudah masuk ke memory kamera digital dan hapenya, katanya dia akan segera memajang beberapa foto di akun situs jejaring sosial yang dia ikuti.

Lain lagi dengan mas Sultan, dia lebih memilih masuk ke dalam kamar pak Luthfi dan mengenang foto-foto lama pada beberapa album yang sudah usang, dimana di album tersebut ada dia, ibunya dan pak luthfi yang masih bahagia bersama.

Namun kesendiriannya itu diusik oleh kehadiran mas Raka yang secara tiba-tiba merangsek masuk ke dalam kamar dan pastinya mengganggu kesendirian mas Sultan di dalam. Aku tak tahu apa yang terjadi setelah itu sampai mereka akhirnya keluar 5 menit kemudian dengan tangan mas Raka memijat-mijat pundak mas Sultan dari belakang.

Aku yang melihat itu makin terbakar saja, nafas kembang kempis menahan amarah di dada, mataku tak lepas sedetikpun dari memandang perbuatan menyebalkan mas Raka itu. Ku tak rela mas Sultan diganggu dan disentuh olehnya atau siapapun juga, ku ingin setiap laki-laki gay menjauhinya dan tak menggodanya.

****
Malam dingin

Hari makin gelap di luar karena malam terus beranjak larut, suara-suara serangga kecil mulai membahana , membuat nikmat suasana kampung yang sunyi. Hawa yang dingin juga mulai menyelimuti karena aku lupa membawa baju hangat tadi pagi. Tapi untungnya Pak Luthfi dengan baik hati mau meminjamkan sweaternya yang tebal.

Kami semua berkumpul di ruang tamu, menonton TV , berbincang dan mengakrabkan diri satu sama lain. Pak Luthfi dan om John duduk berdekatan dan berpegangan di sebuah sofa khusus yang hanya muat tuk dua orang, sedangkan mas Ando duduk santai di sebuah kursi goyang milik pak Luthfi.

Sementara aku, makin sewot saja dengan perbuatan mas Raka, kali ini dia memanas-manasiku dengan duduk di samping kanan mas Sultan, padahal aku sudah lebih dulu mendekatinya dari sebelah kiri. Selama beberapa saat mas Raka terus mengajak ngobrol mas Sultan dengan omongan-omongan bisnis, otomatis perhatian mas Sultan terus terfokus padanya karena memang aku bukan orang yang bergelut dalam dunia bisnis seperti mereka.

Televisi terus menyala tapi yang menontonnya hanya aku, Pak Luthfi dan om John, sedangkan yang lainnya sibuk dengan urusannya masing-masing.

“ dek kamu makan lagi sana !” suruh pak Luthfi
“ ah dah kenyang pak” sahutku lemas
“ kenyang makan apa?”
“ kenyang MAKAN HATI !” sengaja ku kencangkan suaraku agar mas Sultan mendengarnya

“ hah ? perasaan si John gak masak hati ” gumam Pak Luthfi heran

****
Pukul 08 malam

Mas Sultan keluar dari kamar Pak Luthfi, di tangannya ada sebuah kue tart kecil yang mampu mengundang selera, kemudian dia menaruhnya di meja tempat kami berbincang-bincang.

“ siapa yang ulang tahun Tan ?” tanya mas Ando
“ ah gak ada, ini Cuma perayaan kecil-kecilan aja… , sini Ka..!” panggil mas Sultan pada mas Raka tuk berdiri

“ HAH… kok yang dipanggil malah mas Raka, bukannya gue ? perayaan apaan sih ?? ” tanyaku dalam hati

Kemudian mas Sultan mengatakan kata-kata pembuka sambil berdiri di hadapan kami dan tak lama mas Raka menggantikannya berbicara di depan. Aku tak begitu menyimak karena suara mas Raka terdengar begitu sumbang di telingaku, aku agak-agak cuek dan lebih fokus ke acara TV. Tapi tiba-tiba sebuah kalimat yang kudengar sekilas membuatku terkejut setengah mati, dia bilang

“ … maka dari itu, kami berdua memutuskan untuk “jadian” dan semoga kedepannya kami bisa lebih dekat satu sama lain !!”

“ HAH??? Jadian ??? “ pekikku dalam hati

Sepertinya aku tak salah dengar tadi, mas Raka memang bilang “jadian” dengan jelas.
“Apa maksudnya?” batinku lemas

Aku makin membeku saja saat mereka berdua akhirnya bersalaman dan berpelukan erat di hadapanku, menandai dimulainya hubungan mereka.

Aku sungguh kecewa dengan mas Sultan, kemarin dia masih sempat-sempatnya mengelak dan terus mengatakan bahwa dia straight, bahwa dia masih suka dengan perempuan, ternyata semua itu hanya omong kosong saja.

Saat tiba waktunya pemotongan kue tart, aku langsung bangkit dan bergegas meninggalkan ruang tamu, lalu pergi ke halaman belakang dan duduk di bangku pohon yang teronggok dekat pagar.

Suasananya memang sangat sepi di sini apalagi kegelapan seakan mencekam, tapi tak apalah lebih baik berada di sini daripada duduk di dalam menyaksikan kebahagiaan dua sejoli yang munafik.

“ Dam..ngapain kamu di sini ??” sapa mas Sultan sambil memegang bahuku
“ Aarrgh..!!”
Aku menghentakkan bahu menghindari sentuhannya

“ yaaa kenapa lagi sih nih anak, kok jadi sering ngambeg gini..?!” katanya heran sambil menggeser dudukku ke samping, “ kenapa lagiii ??” lanjutnya

Aku kesal sekali dengannya, kenapa dia tega mengobok-obok perasaan, kemarin dia bilang masih suka perempuan dan menolak “tembakan”ku mentah-mentah, tapi sekarang malah jadian dengan mas Raka yang notabene dia adalah seorang playboy kelas atas.

“ gak, gapapa “ sahutku ketus
“ mmh cemburu lagi sama si Raka ?” tebaknya
“ enggak ! “
“ ya terus kenapaaa??” tanyanya dengan sabar

Aku tak menjawab, untuk beberapa saat kami berdua jadi terdiam, tak ada satupun yang membuka suara, sementara hawa dingin makin membuatku menggigil , ingin masuk tapi ku gengsi melewatinya.

Dadaku terus bergemuruh jika mengingat kedekatan mereka dan perayaan hari jadian mereka tadi , rasanya ingin berlari pulang saja ke Jakarta meninggalkan semua orang di sini tapi itu tak mungkin aku sama sekali tak tahu jalan pulang dan sekarangpun masih gelap gulita.

“ ya udah kalo gak mau ngomong, mending saya ke dalam aja..dingin banget di sini ” pamitnya sambil beranjak dari bangku

“ mas !” panggilku akhirnya
“ ya ?!” sepertinya dia menghentikan langkahnya
“ selamet ya!”kataku berusaha tegar

“ selamet apa ???” dia kembali lagi menghampiriku
“ atas … hubungan kalian”
“ hubungan apa ? “

“ Alaaah mas jangan bodohi saya lagi lah, saya udah capek, jangan akting melulu ” sahutku lebih sewot
“ adduh nih anak, ngomong apaan sih?! Gak ngerti saya ” katanya tak sabar
“ ya yang soal tadi, soal jadian kalian “
“ jadian sama siapa ??”

“ Eerrggh …saya gak habis pikir ya, kenapa mas selalu berusaha ngelak dan bilang straight terus sama saya di beberapa kesempatan …udah jujur aja mas tentang hubungan sama mas Raka itu..saya akan lapang dada kok kalo emang kalian bener jadian !” kataku nyerocos panjang

“ HAhaha ….Adaaaam Adam, ternyata itu yang kamu ambekin dari tadi..”
“ yeee malah ketawa..”

Mendengarnya tertawa terbahak-bahak seperti itu jadi membuatku ragu akan keyakinanku tadi,
“ apa gw salah lagi ya ??” batinku

“ saya sama si Raka itu “ jadian” dalam hubungan bisnis ajaaa, bisnis restooo, dia mau jadi investor di Sultan Chicken, naah ..berhubung dia juga punya resto makanan Jepang, kita juga berencana merger tapi itu nanti dibicarakan lagi, sementara ini kita jadian dalam hal investasi aja dulu, begituuu …hadeuuuh dasar tukang ngambeg, cemburunya gede amat ” jelasnya sambil mengacak-acak rambutku.

“ yang beneeer ?!”
“ iyaaa, sumpah juga saya berani..!”
“ xixixi….” Tawaku malu

Aku merasa langsung ciut dan malu karena salah melulu menilai mas Sultan beberapa hari terakhir ini, rasa emosi dan cemburu ternyata berdampak besar pada pikiranku.

“ untung saya gak pacaran sama kamu, kalo iya.. saya bisa dibuntutin terus kemanapun pergi deh, ribet “ ledek mas Sultan
“ hehehe maaf ya , saya jadi marah-marah melulu..habisnya mas Raka nempel terus sih sama mas” sahutku to the point

“ yeee nempel terus juga gapapa, emangnya kenapa ? kan saya bukan siapa-siapa kamu!” sahutnya enteng
“ tapi kita kan udah jadian mas !” jawabku kepedean
“ idih amit, siapa juga yang suka sama kamu, sory ya… saya lebih suka sama.... “mas” Raka !” ledeknya sambil menjulurkan lidah

Tiba-tiba mas Sultan langsung lari ke arah pintu dan menutupnya rapat-rapat dan dengan jahilnya dia mengunciku di luar sendirian.

Aku berlari cepat ke arah pintu, berhubung keadaan di luar sangat mencekam aku memukul pintu sekencang-kencangnya

DUK DUK DUK

“ MASSS, MAASS !!!” teriakku, ” BUKAIIIIINN !, AWAS YAAAA, KALO KENA SAYA PERKOSAAA!”
“ PERKOSA AJA KALO BISA !!!” balasnya
" BUKAIIIIN !!!"

****
Ternyata rasa cintaku tak kesampaian juga ke mas Sultan, dia terus berkata straight dan terus menolak “tembakkan-tembakan” ku. Walaupun Pak Luthfi, om John, mas Ando dan mas Raka akhirnya menyetujui kalau aku jadi kekasih mas Sultan, dia tetap enggan menjadi gay dan lebih memilih perempuan sebagai tautan hati selamanya.

But it’s okay, no problem, karena diapun berarti tak akan dimiliki oleh gay manapun dan tak akan rusak keyakinannya sedikitpun. Aku jadi tenang menjalani kehidupan selanjutnya bersama dia sebagai sahabat ataupun abang dan diapun menerimaku apa adanya baik sebagai teman ataupun adik yang siap dirangkul dan dimanja.

Penolakan mas Sultan terhadap om John sedikit demi sedikit akhirnya bisa pudar juga, seiring rasa terimakasihnya yang membesar pada om John karena telah merawat Pak Luthfi yang makin sering sakit-sakitan.

Sementara mas Raka si esmod flamboyan itu belum mau menjauh dari mas Sultan, tapi karena aku sudah tahu mas Sultan sudah berikrar tak akan jadi gay, aku selalu mengganggu dan memisahkan mereka jika obrolan mereka sudah tak penting lagi, entah mau dicap perusuh atau apa yang penting aku mau memastikan dan menjaga agar mas Sultan tetap jadi laki-laki straight.

Kabar dari Alex menyebutkan bahwa bayinya sudah lahir ke dunia, seorang bayi perempuan yang kata Siti dan Farah berparas sangat cantik seperti ibu dan bapaknya, bayi Alex itu dinamai Syifa yang artinya kalo gak salah “ obat “, mungkin maknanya agar si Syifa ini bisa menjadi obat untuk bapaknya yang “sakit-sakitan”, semoga.

Beda lagi dengan mas Ando yang lebih suka mencari pria-pria baru dalam hidupnya, sepertinya dia benar-benar memanfaatkan kemolekan otot tubuhnya tuk menggaet pria-pria keren yang ada di gym ataupun yang ada di luar, tapi ada satu hal yang takkan pernah ia lupa jika mendapat teman kencan, hal itu adalah ..bahwa dia akan selalu , PLAY SAFE !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar