Sabtu, 23 Mei 2015

My Brother in Law

Semilir angin membelai lembut rambutku, aku menikmati sore di danau ini,, sebuah keheningan aku rasakan setelah mengalami sesuatu yang membuat aku tahu apa arti dari cinta.

Cinta ini membutakan aku, sehingga aku tak bisa memikirkan apa-apa, aku hanya merasa apa yang aku jalankan adalah suatu kebenaran, aku tahu aku melukai orang yang sangat kusayang, tapi apa daya, aku terlalu mencintainya, terlalu mencintai suaminya, suami dari seorang malaikat yang menyayangiku, suami dari malaikat yang kupanggil cece..
Namaku Bima, aku adalah anak bungsu dari 2 bersaudara, aku memiliki seorang kakak perempuan yang usianya terpaut cukup jauh dariku yaitu 10 tahun,, namanya Santi, dan aku memanggilnya ce santi, kami adalah salah satu keturunan Chinese yang ada di Pontianak, dari kecil aku sudah sangat akrab dengan ceceku ini, dia sudah aku anggap sebagai pengganti mama saat mama meninggal saat usiaku baru 6 tahun,
Ce Santi menjadi mama pengganti bagiku, dia yang merawatku dan menyekolahkanku, ayahku pergi nggak tahu kemana, dia meninggalkan aku dan juga ce Santi, ayah berubah saat kepergian mama, sampai suatu saat ayah menemukan pengganti mama, dengan tega dia meninggalkan aku dan ce Santi, waktu itu aku dan ce Santi sudah menangis di kakinya dan memohon agar dia tak meninggalkan aku, tapi ayah sama sekali tak peduli, matanya sudah buta akan wanita itu,, dia tak lagi peduli dengan tangisan kami, dia pergi,, pergi tak tahu kemana, rasanya aku benar-benar hancur saat itu, aku tak lagi punya orang tua.
Ce Santi adalah kakak yang kuat, dia tak pernah mengeluh, saat kepergian ayah, maka ce Santilah yang menjadi orang tua bagiku, dia yang merawatku, menjagaku, dan menyekolahkanku, ce Santi berhenti sekolah, padahal saat itu dia sudah SMA kelas 2, tapi dia bilang dia tak bisa lagi sekolah karena juga harus focus mencari uang untuk kehidupan kami,
Kami benar-benar tak punya apa-apa saat itu, aku yang baru berusia 7 tahun tak bisa melakukan apa-apa, tapi aku sudah cukup mengerti akan pengorbanan ce Santi, itu sebabnya aku selalu mencoba untuk selalu membanggakan ce Santi.
Aku masuk ke sekolah dasar pada usia 8 tahun, memang sedikit terlambat karena ce Santi belum mempunyai uang untuk menyekolahkanku, aku juga tak ingin memaksanya, toh ce Santi selalu mengajariku membaca dan juga menghitung saat dia pulang kerja, ce Santi bekerja sebagai SPG di toko baju di Khatulistiwa Plaza, aku sudah bertekat dari kecil kalau aku akan menjadi yang terbaik, aku akan membuat bangga ce Santi dan aku akan membawanya ke kehidupan yang nyaman, itulah janjiku padanya.
Aku terus membuktikan kalau aku mampu, aku hanya menghabiskan waktu 4 tahun di sekolah dasar, 2 kali aku berhasil loncat kelas, dari kelas 2 ke kelas 4 dan langsung ke kelas 6, ce Santi sangat bangga padaku, dia selalu menceritakan pada teman-temannya, aku bahagia bisa membahagiakannya, walaupun hanya dengan nilai yang bagus, bukan dengan materi..
Sesuatu yang tak pernah aku lupakan sampai saat ini adalah dimana ce Santi sakit, dia pada saat itu sakit cukup parah, tapi dia tetap datang pada saat aku menerima raport, meski wajahnya sudah pucat pasi, tapi dia tetap berusaha untuk tersenyum saat aku mendapatkan piala karena prestasiku, aku tak bisa melupakan itu, aku sayang ce Santi
Semua yang aku lakukan tak akan sanggup menggantikan cinta ce Santi padaku, cinta yang begitu tulus, bahkan disaat aku sudah hampir tak bernyawa lagi pada saat itu,
Saat itu aku duduk di kelas 2 SD, rasanya badanku lemas dan tak bertenaga, ce Santi sudah melarangku untuk sekolah, tapi aku tetap bandel karena hari itu ada ulangan, dan aku tak mungkin melewatkan ulangan itu, ce Santi memboncengiku dengan sepedanya sampai ke sekolah
“ti, kamu yakin tak apa-apa?” Tanya ce Santi, jelas terlihat cemas di wajahnya, aku berusaha sekuat tenaga untuk tetap tersenyum
“cece tenang saja, titi(panggilan adik dalam bahasa tiong hoa) nggak apa-apa kok, titi kuat kok” aku memperlihatkan ototku yang masih kecil di hadapan ce Santi, ce Santi tersenyum dengan bangga
“wah, titi kuat ya”
“ya dong ce, titi ini akan seperti power ranger, titi kan ranger merah”
“kalau gitu cece ranger pink deh hehehe, ya sudah titi masuk ke kelas sana, nanti telat masuk!”
“ok cece sayang” ku kuatkan langkahku untuk melangkah, tapi rasanya kaki ku sangat ringan dan tak berpijak, pandangan mataku kabur dan aku benar-benar pusing, belum pernah aku merasakan seperti itu, tiba-tiba badanku linglung dan aku tak tahu lagi apa yang terjadi pada tubuhku, yang aku dengar hanya teriakan ce Santi yang terus memanggil namaku
Saat aku sadarkan diri aku sudah berada di satu tempat yang penuh dengaan warna putih, semua hanya putih, tak ada lagi warna lain, aku terus memanggil ce Santi, tapi ce Santi tak jua datang, dan tiba-tiba tempat itu berubah, aku kini ada di satu ruangan dan aku bisa melihat tubuhku sendiri, terbaring dengan infus di tanganku, tapi aku tak merasa sakit, aku mencoba menggoyangkan tubuhku, tapi tanganku seolah hanya ilusi, karena saat aku tak dapat menyentuh apapun, aku berlari dari ruangan itu dan mencari ce Santi, ku lihat ce Santi sedang menangis di ruang tunggu, dengan pakaian lusuh yang di pakai tadi pagi, dia terus menangis dan memanggil namaku, air matakupun menetes,
“ce, aku disini, aku disini ce” aku terus memanggil ce Santi, tapi dia tak mendengarku, dia terus menangis, kulihat matanya sembab dan merah, aku mencoba untuk menghapus air matanya, tapi aku tak bisa, aku merasa sangat tidak berguna, aku tak bisa… aku tak bisa,,,,
“dengan kakak dari Bima?” seorang perawat datang dan bertanya kepada ce Santi, segera ce Santi menghapus air matanya
“iya suster”
“ini mba, resep yang harus di tebus dan juga tagihan yang harus mba bayarkan ke rumah sakit agar kami dapat melakukan tindakan selanjutnya”lanjut suster itu
Ce santi menerima kertas itu, aku juga melihatnya, astaga, disana tertera biaya 3 juta rupiah, belum lagi resep yang harus di tebus, kulihat ce Santi jatuh tersungkur dan terduduk,
“3 juta? Dari mana aku bisa mencari uang sebanyak ini?” kembali ce Santi menjatuhkan air matanya
“suster, apa bisa saya bayar menyicil, saya tidak punya uang sebanyak itu suster” melas ce Santi
“maaf mba, ini sudah prosedur dari rumah sakit, kami tak bisa berbuat apa-apa, maaf sekali lagi mba, jika mba tidak segera melunasi pembayarannya kami terpaksa akan memberhentikan tindakan kepada adik mba”
Hancur hatiku melihat air mata ce Santi, dia terduduk lemas dan tak berdaya,, aku geram kepada suster itu karena telah membuat ce Santi seperti ini, tapi kulihat suster itu juga meneteskan air matanya,
“maaf mba, saya minta maaf” suster itu meninggalkan ce Santi di ruang tunggu
“titi, apa yang harus cece lakukan sekarang ti, cece bingung”
“ce, cece harus kuat, titi nggak apa-apa, titi kuat ce” Aku kembali memperlihatkan ototku, tapi kali ini ce Santi tak memandangnya, dia juga tak memuji jika ototku ini kekar
“aku tidak boleh menyerah, aku harus mendapatkan uang itu, aku harus” tiba –tiba ce santi bangkit dari kursinya dan berlari, aku berlari juga mengikutinya, kulihat ce Santi masuk kerumah kami dan mencari sesuatu,
“hanya 4 ratus ribu, ini masih sangat jauh dari cukup, tapi aku tak boleh menyerah, aku harus kuat, titi harus tenang, cece akan menyelamatkanmu”
“tokk tokk tokk” ce santi mengedor pintu tetangga
“ehh Santi, ada apa?” Tanya bu Mirna tetanggaku
“bu,adik saya masuk rumah sakit, keadaannya gawat, saya mohon ibu mau meminjamkan saya uang”
“apa? kamu mau pinjam uang lagi? Uang yang kamu pinjam kemarin juga belum kamu kembalikan, sekarang kamu mau pinjam lagi?” hardik bu Mirna dengan wajah garang
“bu, saya benar-benar butuh uang bu, kalau tidak adik saya bisa…” ce Santi tak melanjutkan kalimatnya, hanya air mata yang berlanjut
“titi bisa apa ce? Apa? Titi nggak apa-apa ce, titi baik-baik saja” aku masih mencoba untuk meyakinkan ce Santi kalau aku tidak apa-apa, tapi ce Santi sama sekali tak mendengarku dan dia terus memohon kepada bu Mirna
“maaf Santi, saya tidak bisa membantu kamu, kamu sudah banyak hutangnya, kapan kamu akan bayar jika kamu terus saja hutang dan hutang” kesal bu Mirna
“tapi saya mohon bu, saya mohon” tanpa ragu ce Santi berlutut di kaki bu Mirna, air mataku kembali jatuh saat itu, semua gara-gara aku, jika aku tak seperti ini, ce Santi tak akan merendahkan martabatnya dengan berlutut di hadapan seorang lintah darat seperti bu Mirna
“baik-baik, tapi kamu harus segera mengembalikannya, jika tidak rumah kamu akan saya sita” ancam bu Mirna
“baik bu, saya janji, saya akan bekerja lebih keras lagi untuk mengganti semua hutang saya kepada ibu” wajah ce Santi terlihat sedikit lega
Bu Mirna masuk kedalam dan memberikan sejumlah uang kepada ce Santi, ce Santi berterima kasih kepada bu Mirna dan segera berlari ke rumah sakit
“suster, saya mau membayar biaya perawatan adik saya, ini uangnya” ce Santi memberikan uang itu kepada suster
“titi, kamu tenang saja, cece akan lakukan apa saja untuk titi,
Tiba-tiba aku merasa ada yang menarik badanku, aku tak bisa melawannya,…..
“ce, panggilku saat aku terbangun dari tidur yang terasa sangat panjang, kulihat ce Santi tertidur sambil menggenggam tanganku
“titi? Kamu sudah siuman ti? Puji Tuhan, terima kasih Tuhan” ce Santi tertawa sambil menangis, aku hanya tersenyum , rasanya kepalaku masih pusing
“titi jangan banyak ngomong dulu, cece akan panggilkan dokter
Ce Santi keluar dan masuk kembali di dampingi seorang dokter dan segera memeriksa keadaanku
“Alhamdullilah, keadaan dari adik Bima sudah lebih stabil, masa kritisnya sudah lewat” kata dokter itu
Ce Santi langung memelukku sambil menangis,
“titi, kamu harus janji jangan pernah tinggalkan cece ti, jangan pernah” tangis ce Santi sambil memelukku, aku hanya menganggukan kepala.
Kejadian itu menjadi kejadian yang selalu akan melekat di hatiku, aku berjanji akan membuat cece bahagia, bila perlu aku rela mengorbankan apapun demi cece, cece adalah malaikat terbaik yang di kirim Tuhan untuk titi, titi bersyukur memiliki cece.
++++++++++++++++++
+++++++++++++
Hari ini akan menjadi hari dimana aku membalas semua jasa ce Santi, aku kini bukan lagi anak kecil, aku sudah menjadi seorang pria, aku hari ini akan di wisuda, ce Santi dari pagi sudah berpakaian sangat rapi, pagi-pagi ce Santi sudah memasak makanan, dia bilang akan merayakan hari wisudaku ini
“wah, harum banget”aku memuji masakan ce Santi yang tercium sangat harum
“tentu dong ti, ini cece buatkan khusus buat titi”
“makasih ya ce, cece memang the best deh”
“hehehehe titi bisa aja, ya sudah siap-siap gih, dandan yang keren ya ti”
“sippp boss” aku berjalan meninggalkan ce Santi, aku melihatnya di balik dinding, wajah ce Santi yang tersenyum cerah sambil memasak, benar-benar adalah senyum yang terindah, akan aku jaga agar senyum itu tetap terjaga, ce Santi sekarang sudah berumur 32 Tahun, tapi sampai sekarang dia belum mau menikah, padahal sudah ada beberapa pria yang ingin menjadi suaminya, tapi dia selalu menolak dengan alasan ingin selalu mengurusku,
Aku ingin ce Santi bahagia, mulai hari ini aku sudah dewasa, cece tak perlu lagi cemas padaku, aku akan berusaha ce, aku akan selalu berusaha..
Aku berlari menuju ce Santi dan langsung memeluknya,,
“titi kenapa?” Tanya ce Santi heran
“ce, titi minta maaf kalau titi sudah sangat menyusahkan cece”aku menangis dalam pelukannya
“sudah, titi jangan menangis, titi tak pernah menyusahkan cece, titi adalah titi yang paling baik di dunia” ce Santi menghapus air mataku dengan tangannya, tapi dia sendiri juag menitikan air mata dan aku menghapusnya juga dengan tanganku
“cece kenapa menangis?”
“cece menangis bahagia ti, cece sangat bahagia, hari ini kamu akan di wisuda, ini adalah kebahagian yang tiada tara bagi cece”
“ya ce, titi juga sangat bahagia” kembali aku memeluk ce Santi
Aku hari ini di wisuda dan resmi menyandang Sarjana Ekonomi dengan IPK 3,98 dan menjadi lulusan terbaik, itu yang membuat aku sangat senang, tawaran kerja juga berdatangan kepadaku, sehingga aku tak perlu lagi bingung mencari pekerjaan
Setelah di resmikan oleh dekan, aku di persilahkan untuk menyampaikan pidato, saat itu aku lihat ce Santi tersenyum, terlihat wajah bangga terlukis, aku sudah berhasil membuat cece bangga, dan aku akan terus membuat cece bangga.

“dengan saudara Bima Santiago?” Tanya seorang pria yang berpakaian rapi dan tinggi serta berwibawa
“iya saya sendiri? Anda siapa ya?” tanyaku sedikit segan
“saya manager dari bank Mandiri dan saya menawarkan anda untuk bergabung dengan kami, apa anda berminat?” tanyanya
Aku memandang ce Santi dan dia hanya tersenyum,
“jika anda berminat silahkan anda datang ke kantor saya besok pagi” lelaki itu memberikan kartu namanya dan tersenyum, aku juga tersenyum dan mengambil kartu namanya, ada sedikit rasa deg-degan padaku, aku juga nggak tahu mengapa, mungkin karena aku gugup mendapat tawaran pekerjaan.
Setelah lelaki itu pergi datang beberapa lagi laki-laki yang lain yang juga menawarkan pekerjaan padaku, aku merasa sangat beruntung, ce Santi juga terlihat sangat lega
“ce, menurut cece aku harus pilih yang mana?” tanyaku pada ce Santi dirumah, sambil melihat beberapa kartu nama yang kini ada di tanganku
“sebaiknya titi pikirkan matang-matang, mana yang menurut titi paling cocok dengan titi, cece akan selalu mendukung semua langkah titi”
“makasih ya ce, titi akan memikirnya, ayo kita makan yang puas”
“ayo” ce Santi tertawa bahagia, malam ini kami berdua merayakan dengan makan makanan yang dimasak ce Santi, masakan ce santi adalah masakan no 1 yang ada di dunia, tak ada yang bisa mengalahkannya walaupun seorang chef.
Aku terus memikirkan pekerjaan apa yang akan aku pilih, dan bayangan lelaki itu kembali terlintas di benakku, aku bingung mengapa aku memikirkannya, senyumnya sungguh membuatku gugup, matanya indah dan tatapannya sungguh membuatku tak dapat berkata-kata
‘husss’ aku nggak boleh begini, pasti tadi hanya karena aku gugup mendapat tawaran kerja, bukan ada apa-apa,, aku memejamkan mataku untuk segera tidur, tapi bayangan itu kembali datang,, aku mencoba untuk mengusirnya, tapi bayangannya terus menggangguku,
Alhasil aku bangun dengan lesu pagi ini karena telat tidur, tapi aku harus semangat karena aku hari ini akan mengadakan sesi wawancara kerja, aku sudah memutuskan untuk memilih bekerja di bank,
Jam 7 pagi aku sudah berpakian rapi dengan dasi melilit di leher, dengan langkah tegap aku menuju sebuah bank yang bercat biru dengan lambang kain yang terbang,, aku memantapkan diriku dan masuk kedalam, setelah bertanya kepada satpam akhirnya aku masuk ke sebuah ruangan yang terlihat besar dan nyaman
“tok tok tok” aku mengetuk pintu dan seseorang berbalik dari kursinya dan menatap kearahku, deg deg,, rasanya jantungku berdetak 2 kali lebih cepat sekarang,, aku harus focus aku harus focus,,, benar-benar nggak bisa di ajak kompromi nih jantung
Lelaki itu tersenyum, kembali jantungku berdetak cepat, aku berusaha terlihat tidak gugup dan aku tersenyum padanya
“silahkan masuk saudara Bima” aku di persilahakan masuk olehnya, dengan langkah tegap dan percaya diri aku melangkahkan kakiku dan menyalami tangannya
“selamat pagi pak” sapaku dengan tersenyum
“selamat pagi, terima kasih kamu sudah datang” aduh senyumnya benar-benar membuat aku terbuai,, baru aku tahu ada senyum yang indah di dunia ini selain senyum ce Santi
Namanya adalah Tama, tepatnya Tama Agustinus. Seorang lelaki yang rajin, pintar dan juga ulet, dia berusia 33 tahun dan belum menikah, semua informasi ini aku dapatkan dari Rini, teller disini, aku sekarang bekerja menjadi teller, pak Tama ingin melihat hasil kerjaku terlebih dahulu sebelum memberikanku posisi yang lebih tinggi, aku senang sekali sudah bekerja, ce Santi juga sangat senang,
Hari-hari aku lalui dengan penuh suka cita, hubunganku dengan beberapa teman juga berlangsung baik, ada seorang teller yang dekat denganku, namanya Rose, dia sangat perhatian padaku, hampir setiap hari kami mengobrol dan makan bersama, Rose adalah wanita yang sangat cantik dan juga ramah, ce Santi juga sangat suka padanya, ce Santi bilang dia akan sangat setuju jika Rose menjadi pendampingku, tapi aku beralasan aku masih ingin memikirkan kerjaan terlebih dahulu
“ce, sekarang aku sudah mandiri, aku sudah dewasa, sudah waktunya bagi cece juga bahagia”
“maksud titi? Sekarang cece sudah sangat bahagia ti, cece sangat bahagia”
“iya titi tahu ce, tapi cece sudah seharusnya berkeluarga, titi sudah bisa jaga diri, cece jangan terus memikirkan titi, cece juga harus memikirkan diri cece juga”
“tapi cece bahagia kok ti, apa titi sudah bosan kalau cece ada disamping titi?”
“bukan gitu cece sayang, titi sangat senang dan sayang sama cece, tapi titi juga ingin melihat cece bahagia dengan seorang pria yang bisa membahagiakan cece”
Kulihat ce Santi berkaca-kaca, dia memelukku
“baiklah ti,. Cece janji cece akan carikan abang ipar yang terbaik untukmu
=========
========
Sudah sekitar 3 bulan aku bekerja disini, pengalaman yang menyenangkan dan juga melelahkan sudah aku rasakan, disaat nasabah sedang banyak, sampai-sampai waktu makan siang harus di korbankan semua untuk kenyaman nasabah, semua aku lakukan dengan ikhlas
Hubunganku juga sangat baik dengan pak Tama, dia sangat perhatian padaku, sikapnya sangat ramah, dia tak pernah memandang aku sebagai seorang karyawan, tapi dia selalu memandangku sebagai seorang adik, itu yang membuat aku sangat betah bekerja disini, apalagi jika melihat senyum pak Tama, rasanya aku rela tak makan asal bisa selalu melihat senyumnya
Aku kadang heran dengan pak Tama, mempunyai wajah yang rupawan dan juga kekayaan, tapi sampai sekarang dia belum memiliki seorang istri, padahal umurnya sudah matang, beliau selalu beralasan ingin focus dulu ke pekerjaannya
Ce Santi juga sudah kenal dengan pak Tama, beberapa kali pak Tama mengantarkan aku pulang, aku sudah menolak dengan alasan tidak enak, tapi pak Tama selalu memaksa, ya aku juga tak punya pilihan lain, ce Santi juga sepertinya sangat senang jika pak Tama kerumah, dia selalu berdandan jika ada pak Tama dan juga suka senyum-senyum jika melihat pak Tama,
Ada sedikit rasa sesak di dada saat aku melihat keakraban pak Tama dengan ce Santi, tapi aku yakin itu karena aku terlalu dekat dengan ce Santi, makanya aku agak cemburu jika dia dengan pria lain, tapi aku akan bahagia sekali jika ce Santi bisa menemukan seorang pria seperti pak Tama. Ce Santi juga sering membicarakan tentang pak Tama dan sering bertanya kepadaku apa yang dia suka dan tak suka, aku hanya menjawab apa adanya, karena aku juga tidak berani terlalu mencari tahu tentang kehidupannya.
=====
“bim, ada acara nggak?” Tanya pak Tama padaku, kok aneh dia tiba-tiba Tanya ada acara apa nggak padaku
“nggak ada pak, ada apa ya?” tanyaku balik
“kalau gitu kamu mau nggak datang ke pesta ulang tahun adikku malam ini?” Tanya pak Tama
Aku berpikir sejenak dan mengiyakan, tak enak juga mau menolak, aku mengikuti pak Tama ke mobilnya, beberapa mata memandang ke kami, ada juga yang kasat kusut, aku agak sedikit risih, tapi aku memandang pak Tama, dia sama sekali cuek dan tak peduli dengan tatapan mata orang yang memandang kami, mungkin aku saja yang terlalu kepikiran…
Kupakai sabuk pengaman dan mobil pak Tama meluncur, aku mengirim pesan ke ce Santi bahwa aku akan ke acara bersama pak Tama dan akan pulang larut, mobil menuju ke arah jalan W.R Supratman, di kawasan elit, semua rumah yang ada disini mungkin harganya tidak ada yang di bawah 1M, aku juga mendambakan bisa tinggal di rumah mewah seperti itu.
Pak Tama memarkirkan mobilnya di halaman depan, kulihat rumahnya sungguh sangat besar, dengan gaya klasik dan berarsitektur minimalis namun terlihat sangat elegan,
“lho, kok sepi pak?” tanyaku kepada pak Tama, pak Tama hanya tersenyum dan menggandeng tanganku masuk kedalam, mungkin pada saat itu wajahku memerah, karena aku benar-benar gugup. Kulihat rumahnya cukup besar namun sepi, tak ada tanda-tanda ada pesta disini
“pak?” kembali aku bertanya dengan heran kepada pak Tama
Pak tama membawaku ke halaman belakang rumah, ada makanan yang sudah di sajikan di sana, dengan hiasan putih, sungguh indah,, aku tertegun cukup lama dengan semua ini
“ini semua untuk kamu Bim” kata pak Tama dengan halus
“maksud bapak apa?” tanyaku heran dan tak mengerti
“maaf bim, saya sebenarnya tidak mempunyai adik, saya anak tunggal, saya juga hanya tinggal sendiri disini, maaf saya telah membohongi kamu”
“maksud bapak?” aku benar-benar bingung dengan keadaan ini,
“silahkan duduk Bima” pak Tama mempersilahkan aku duduk di sebuah kursi dengan warna dasar putih, aku seperti terhipnotis dengannya, dan menuruti semua yang di perintahkannya
“makanlah” lagi-lagi aku menurutinya, pak Tama dari tadi memperhatikanku yang sedang makan, aku jadi malu sendiri, makanan ini sangat enak, tapi aku masih sangat bingung dengan pak Tama, ada apa ini sebenarnya, aku bingung
“deg” rasanya jantungku berdetak dengan cepat, pak Tama memegang tanganku yang sedang terletak di meja, ku pandangi ia dan dia tersenyum, aku sama sekali tak mencoba melepaskan genggaman tangannya
“Bima, maaf sudah membuat kamu tidak nyaman, saya jujur, saya jatuh cinta dengan kamu”
Mataku terbelalak, aku bingung sekali saat itu, aku tak menyangka aku akan mendengar kata-kata itu dari bibir pak Tama
“tapi pak” aku berusaha mengeluarkan suara, pak Tama mendekatiku, jaraknya sangat dekat, rasanya jantungku sudah tak ada lagi di tubuhku
Pak Tama mendekatkan bibirnya ke bibirku, aku terdiam dan tak bergerak, aku tak kuasa melawannya, jujur aku juga mendambakannya. Bibir pak Tama terasa menari di bibirku, aku mencoba mengikuti alunan asmara yang di ciptakannya, aku benar-benar terbuai dengan permainannya, pak Tama memelukku erat,
“kamu mau kan jadi kekasihku?” Tanya pak Tama, aku menggangguk dengan malu,,
“ahhhhhhhhhh” teriak pak Tama, mungkin dia sedang menunjukan eskpresinya, baru kali ini aku melihatnya seperti itu, dia memelukku erat dan mengangkatku seperti anak kecil
“makasih banyak Bim, saya janji akan selalu mencintai kamu” pak Tama tersenyum padaku dan mengecup lembut bibirku
“saya juga pak” aku tersipu malu
“kamu jangan panggil saya bapak lagi Bima, panggil saja mas”
Aku tersenyum dan memanggilnya
“mas” mas Tama tersenyum, sebuah kecupan di berikannya lagi padaku, kecupan demi kecupan kami lewati dan rasakan, aku benar-benar merasa sedang melayang,
“aku cinta kamu Bima”
“aku juga mas”
=======
Jalinan asmaraku dengan mas Tama memang berlangsung rahasia, kami tak mungkin mengumumkan jika kami berpacaran, karena kami tahu batas dan kaidah yang berlaku di masyarakat Indonesia, tapi aku sangat senang meski aku dan mas Tama hanya back street, bagiku yang terpenting adalah cintanya, aku percaya pada cintanya padaku.
Hari-hari aku lalui dengan semangat, tak pernah satu haripun aku bersedih, mas Tama benar-benar menyayangiku, kami sering jalan berdua jika week end, kadang juga mengajak ce Santi jika ce Santi dapat libur dari pekerjaanya, kami selalu saling curi pandang di kantor, kini aku bukan lagi bekerja sebagai teller, tapi sudah menjadi wakil manager, tapi semua bukan karena aku adalah pacar mas Tama lantas aku dapat posisi ini, tapi semua hasil dari kerja kerasku yang tak pernah menyerah,
Dengan posisiku yang sekarang kini aku dan ce Santi tak lagi itnggal di rumah itu, kami sudah pindah, meski bukan kerumah yang mewah, tapi sudah cukup nyaman, ce Santi juga sudah tak perlu capek-capek harus membersihkan rumah dan mencuci pakaian, sekarang sudah ada pembantu rumah tangga, aku sudah sarankan ce Santi untuk berhenti bekerja, tapi dia tetap ngotot ingin bekerja dan tak mau merepotkanku, itulah ce Santi, cece yang memang sangat tangguh.
Sudah hampir satu tahun aku bekerja di bank ini, hubungan ku dengan mas Tama juga kian lengket,, bahkan mas Tama selalu mengajakku untuk meresmikan hubungan kami, tapi aku selalu saja menolak, aku tidak mungkin menikah dengan mas Tama, ce Santi bisa sangat marah padaku, tapi untung saja mas Tama sangat pengertian padaku, dia bilang tidak apa jika aku tidak mau menikah dengannya, tapi dia juga tidak akan menikah dan akan menyayangiku selamanya
Jujur aku sangat senang dengan pendirian mas Tama, tapi aku juga kasihan sama dia, aku tahu hubungan seperti ini tak akan bisa di terima di masyarakat Indonesia, tapi mas Tama selalu meyakinkanku dan bilang semua akan baik-baik saja..
Minggu ini aku dan mas Tama merencanakan jalan-jalan ke pantai Pasir panjang di kota Singkawang, pagi-pagi aku dan ce Santi sudah menyiapkan bekal dan semua yang di perlukan, kami bertingkah seperti anak kecil yang baru di ajak jalan sama orang tuanya, rasanya sangat tidak sabar…
“selamat pagi” sapa mas Tama saat masuk ke dalam rumah
“pa” belum sempat aku mengucapkan salam sudah di dahului ce Santi,
“pagi mas, sudah siap?” tanyaku,
“sudah dong, barang-barangnya sudah di bawa semua?” Tanya mas Tama
“sudah kok, pak Tama?” lagi-lagi ce Santi yang mencuri start menjawabnya
“saya sudah, mba Santi jangan panggil saya pak terus, kemarin kan sudah saya bilang panggil saja Tama” kulihat wajah ceceku tersipu malu,, ada rasa aneh yang terasa menyesak di dadaku ini, ahh sudahlah, tak akan ada apa-apa, aku mencoba meyakinkan diriku
“ya sudah, kalau gitu mari kita berangkat!” ajak mas Tama, mas Tama membukakan pintu depan untukku, aku tersipu malu dan berjalan mendekat, tapi langkahku terhenti ketika melihat ce Santi yang sudah duluan masuk ke dalam mobil lewat pintu yang di buka oleh mas Tama
Kulihat wajah mas Tama sejenak, terlihat dia sedikit salah tingkah, tapi aku mengisyaratkannya bahwa aku duduk di belakang saja, dan sepertinya dia mengerti, kami masuk ke dalam mobil, hari ini ce Santi berbeda dari biasanya, sepanjang perjalanan terlihat dia banyak mengobrol dengan mas Tama, sampai-sampai aku yang ada di belakang mereka sudah di lupakan,
“hmmmm sabar-sabar” aku mengelus dadaku,
“kulihat dari pantulan cermin bahwa mas Tama beberapa kali menatapku, aku balas saja dengan senyuman.
Pantai Pasir panjang in cukup ramai di kunjungi oleh wisatawan, dan kebanyakan berasal dari dalam negri, karena pantai ini memang masih belum terlalu terkenal seperti halnya kuta Bali, tapi keindahan pantai ini aku rasa tidak kalah dengan pantai-pantai yang lainnya, mungkin saja pengelolaannya saja yang kurang begitu baik sehingga wisatawan kurang bagitu tertarik dengan pantai ini.
Kami mengeluarkan semua bawaan dari mobil dan menggelar tikar di bawah pohon besar, ce Santi sibuk menyiapkan makan siang untuk kami, sedang aku dan mas Tama berjalan-jalan di bibir pantai, matahari hari ini bersinar cukup terik, banyak anak-anak yang sedang mandi di pantai, aku tertawa melihat keluguan dan kelucuan anak-anak bermain,
Sungguh terasa iri dihatiku, waktu aku kecil, tidak pernah sekalipun aku bermain-main seperti mereka, tapi aku juga sangat bersyukur aku bisa memiliki ce santi yang dan mas Tama yang menghiasi hidupku dengan cinta mereka
“Bima, Tama, ayo makan!” teriak ce Santi pada kami
“tuh sudah di panggil cece kamu, yuk makan sayang!” ajak mas Tama
“belum laper nih mas, masih kenyang”
“lho, kok masih kenyang, ayo makan, nanti sakit lho, apa mau mas suapin?” godanya
“hehehe, boleh sih kalau mas berani aja di depan ce Santi suapin aku” balasku menggodanya
“berani dong, mau bukti?”
“ihhhh nggak deh, nanti malah aku di gorok sama ce Santi hehehe”
Setelah itu kami berjalan ke tempat ce Santi dan makan dengan lahap, aku beberapa kali tersenyum melihat mas Tama yang makannya sedikit belepotan
Setelah makan kami semua mandi di pantai, kami mau menikmati indahnya pantai ini,, mungkin sudah lupa kalau kami ini sudah dewasa, kami bermain-main ombak layaknya anak kecil, saling menjipratkan air dan berkejar-kejaran.
“aduh!” tiba-tiba ce Santi mengaduh, aku dan mas Tama langsung menoleh ke arahnya,wajahnya meringis kesakitan
“ada apa ce?” tanyaku cemas
“kaki cece, titi” kulihat ce ke kaki ce Santi, ada bekas merah dan terlihat sedikit bengkak, aku kaget bukan kepalang,
“ini di sengat ubur-ubur” kata mas Tama
“ubur-ubur?” tanyaku
Dengan sigap mas Tama menggendong ce Santi ke tikar dan mendudukkannya, segera mas Tama menuju mobil dan mengambil kotak P3K, dengan cekatan mas Tama mengobati luka ce Santi, ce Santi tampak masih kesakitan, aku membantu dengan memijit kakinya, aku tak tahu bagaimana, aku hanya berusaha membantunya agar tidak terlalu sakit,
Mas Tama memberi obat di luka sengatan di kaki ce Santi, kulihat ce Santi sudah lebih baikan, dia tak lagi meringis kesakitan,, sungguh mas Tama benar-benar hebat.
Berkali-kali ce Santi mengucapkan terima kasih pada mas Tama, aku senang dengan kedekatan mereka, tapi aku juga merasa ada yang menusuk dadaku melihatnya, aku mencoba untuk mengalihkan perasaanku dengan memikirkan hal lain, tapi aku tetap saja memikirkannya apalagi melihat mas Tama dan ce Santi yang mengobrol dengan sangat akrab.
“mas, belajar dari mana ilmu kedokteran?” tanyaku pada mas Tama saat kami berdua berjalan di pinggir pantai, ce Santi sedang duduk saja di tikar, dia bilang masih trauma mau berjalan di bibir pantai, takut di sengat ubur-ubur lagi
“dulu mas kan aktif ikut pramuka dan juga karang taruna, jadi sedikit belajar dari sana” jelas mas Tama, aku benar-benar terhanyut dengan kata-katanya, dia benar-benar dewasa dan hebat dalam segala hal, rasanya rasa cintaku semakin bertambah padanya
“wah, mas hebat banget” pujiku padanya, mas Tama hanya tersipu malu,
Kami duduk di tepi pantai sambil menunggu matahari terbenam, sengaja kami berjalan ke menyusuri bibir pantai ini sampai tempat yang tak ada orang, kami duduk sambil menghadapkan wajah ke langit senja, ku sandarkan kepalaku di bahu mas Tama, mas Tama merangkulkan tangannya di pundakku, rasanya aku tak ingin pernah melepaskan masa-masa seperti ini, aku sangat mencintai mas Tama
“mas, mataharinya sudah mau tenggelam tuh” kataku sambil menunjuk ke arah matahari yang seakan tertelan oleh laut
“iya sayang, tapi kamu harus janji ya sama mas, kalau cinta kamu sama mas tak akan pernah terbenam”
“iya mas, aku janji, cintaku pada mas akan selalu terbit dan tak akan pernah terbenam” janjiku padanya, mas Tama mengecup lembut keningku, dia tersenyum dan aku juga tersenyum….
************************
Rasanya badanku pegal semua saat bermain-main di pantai tadi, sampai di rumah aku langsung merebahkan diriku di sofa, mas Tama juga masih ingin mampir di rumahku, ce Santi masuk ke dalam untuk membuatkan minuman
“kamu capek sayang?” Tanya mas Tama
“iya nih mas, badan aku pegal-pegal, mas capek juga?” tanyaku
“ya sedikit sih, tapi mas senang banget bisa jalan-jalan sama kamu”
“aku juga senang banget mas” tak lama ce Santi datang dengan 2 gelas air di tangannya, aku meminum air itu dengan cepat, segar sekali rasanya, setelah setengah jam di rumahku akhirnya mas Tama pamit untuk pulang
“ti, Tama itu orangnya baik banget ya” kata ce Santi padaku
“iya ce, mas Tama memang sangat baik, kenapa ce? Cece suka sama mas Tama?” godaku kepada ce Santi
“memangnya kamu setuju jika Tama jadi abang ipar kamu?” Tanya ce Santi malu-malu
Deg… rasanya hampir copot jantungku, ternyata ce Santi juga suka sama mas Tama,
“ti, titi kok diam saja?”Tanya ce Santi yang heran karena aku tiba-tiba diam
“ohhh nggak kok ce, aku senang, sudah ya ce, aku ngantuk, mau tidur dulu” pamitku pada ce Santi dan langsung masuk ke dalam kamarku
Aku langsung menjatuhkan diriku di kasur, tak terasa air bening itu mengalir dari pelupuk mataku, ada apa denganku, aku cemburu, aku sangat cemburu, mengapa ce Santi bisa suka dengan mas Tama, aku bingung sekali, aku cinta mas Tama, tapi aku juga sangat sayang dengan ceceku, aku bingung sekali, apa yang harus aku lakukan? Apa aku harus melepas cintaku untuk ceceku? Ce Santi sudah terlalu baik denganku, dan aku sudah berjanji akan membuat dia bahagia, kini aku tahu bahwa mas Tama bisa membuat ce Santi bahagia, apa aku tega merenggut cinta ce Santi?
Aku tertidur dalam kegalauanku, di satu sisi ada ce Santi yang sangat kusayangi dan disatu sisi lagi ada mas Tama yang sangat aku cintai.
Pagi ini aku terbagun dengan tak bersemangat, aku juga tak sarapan pagi, ce Santi terlihat khawatir dengan keadaanku, tapi aku berusaha meyakinkannya bahwa aku tidak apa-apa, dan sepertinya ce Santi percaya,
Sampai di kantor aku tak melihat mas Tama, nggak tahu dia ada di mana, tapi aku juga bersyukur, aku sudah memutuskan kemarin bahwa aku lebih memilih kebahagiaan ceceku, aku akan menyerahkan mas Tama padanya. Asal melihat ce Santi dan mas Tama bahagia, aku yakin aku juga akan bahagia, lagi pula cinta kami juga hanya semu dan tak bisa menjadi nyata, aku juga tak boleh egois, sudah saatnya aku membahagiakan ce Santi..
“surprise” tiba-tiba suara mas Tama mengagetkanku, mas Tama membawa sebuah kado kecil untukku
“apa ini mas?” tanyaku heran
“hari ini tuh tepat satu tahun kita jadian sayang, buka aja!” kata mas Tama dengan senyum yang sangat indah, aku merasa sangat berat, aku masih ingin selalu melihat senyum indah itu, hari ini adalah hari jadian kami, bahkan aku saja sudah tak mengingatnya karena aku terlalu capek memikirkan hubunganku dengan mas Tama
Ku lihat sebuah cincin putih terselip di antara sterofom berwarna merah kecil, sungguh sangat indah, tapi aku tak bisa menerimanya, aku meletakanya di meja dan berlari keluar, mas tama terlihat terkejut, dia berusaha memanggilku, tapi aku tak memperdulikannya dan terus berlari.
Pagi ini hujan yang sangat deras mengguyur kota ini dan juga diriku, aku merasa Tuhan telah sukses mempermainkan diriku, beberapa kali aku marah kepada Tuhan, tapi air yang mengguyur tubuhku malah bertambah deras, sepertinya langit juga turut menangis untukku..
Kurasakan ada yang memelukku dari belakang dan saat kupalingkan wajahku, kulihat mas Tama memelukku
“kamu kenapa sayang? Apa aku buat salah sama kamu?” Tanya mas Tama dalam derai hujan yang membasahi kami
“maaf mas, tapi hubungan kita harus berakhir, aku tak bisa lagi menjalaninya mas” tangisku semakin menjadi
“kenapa sayang, kenapa? Apa aku buat salah sama kamu?”
“nggak mas, tapi aku sudah nggak bisa lagi, maafkan aku mas, maafkan aku”
“nggak, aku nggak mau, aku mohon, jangan tinggalkan aku” mas Tama menangis dan berlutut di hadapanku
“aku mohon mas jangan seperti itu, aku mohon mas, aku sudah tidak bisa lagi mas”
“tapi kenapa, aku ingin tahu alasannya” paksa mas Tama
Akhirnya aku menjelaskan semuanya kepada mas Tama, mas Tama sangat sedih dan berusaha untuk menolak ide bodohku yang meminta dia menikahi ceceku
“aku nggak bisa Bima, aku nggak bisa, cintaku hanya untuk kamu seorang”
“tapi mas, aku ingin ceceku bahagia, mungkin aku sangat egois karena memikirkan diriku saja, tapi aku mohon, jika mas benar-benar mencintaiku, aku mohon mas mau menikah dengan ceceku, aku akan sangat bahagia jika ceceku juga bahagia”
“tapi itu akan mengorbankan perasaan aku sayang, apa kamu tega denganku?”
“aku yakin mas, mas pasti bisa mencintai ceceku, dia sangat baik mas, sangat baik, dia adalah wanita yang sangat tepat untuk mas Tama, aku juga tak mungkin bisa selamanya dengan mas, aku sadar itu mas, dan aku sangat ingin mas bahagia”
“baiklah jika kamu mau seperti itu, aku akan melakukan apa yang kamu minta, tapi aku minta kamu janji satu hal padaku”
“iya mas, aku akan lakukan apapun yang mas minta”
“aku ingin kamu menghilang jika aku bersama cecemu kelak, aku tak akan bisa mencintai cecemu jika kamu ada disampingku, aku tak akan bisa melupakanmu”
Aku merasa dunia ini seakan runtuh, aku akan berpisah dengan dua orang yang benar-benar kusayang, tapi aku harus melakukan ini, mas Tama benar, dia tak akan bisa melupakanku jika aku terus ada di sampingnya, semua juga demi ceceku, aku ingin cece mendapat cinta yang sepenuhnya dari mas Tama.
“baiklah jika itu maunya mas, aku akan pergi saat mas sudah menikah dengan ceceku” mas Tama menatapku nanar, mungkin dia tidak percaya dengan janjiku ini, dia berusaha menilik semua dari dalam mataku, aku berusaha meyakinkannya
Mas Tama berlari meninggalkanku sendiri disini, aku merasa sangat kehilangan, aku sudah kehilangannya, dan tak akan bisa lagi bersamanya
*********
“saudara Tama Agustinus, apakah anda bersedia menerima saudari Santi Riana sebagai istri anda baik senang maupun sedih, dan akan menjaganya sampai maut memisahkan kalian?” Tanya seorang pastor yang menikahkan mas Tama dengan ce Santi, hatiku hancur berkeping-keping, di depanku ada orang yang sangat aku cintai akan menikahi ceceku sendiri, inilah jalan hidupku, jalan berliku yang harus aku jalani, tapi aku yakin ini akan menjadi yang terbaik
“ya saya bersedia” ucap mas Tama, sekilas aku melihat dia melihat kearahku, matanya terlihat menyimpan sejuta duka
“saudari Santi Riana, apa anda bersedia menerima saudara Tama Agustinus menjadi suami anda dalam susah dan senang sampai maut memisahkan kalian?”
“saya bersedia” jawab ce Santi dengan tegas, setelah itu mas Tama memasukan cincin ke jari manis ce Santi, begitu juga sebaliknya
Cincin itu, cincin yang di berikan mas Tama padaku saat itu, kini tak ada di jariku tapi tersemat di jari ce Santi, rasa hatiku bercampur aduk, aku sedih karena kisah cintaku berakhir, tapi aku juga senang, karena aku yakin mas Tama aku bisa membahagiakan ce Santi.
“ini kan yang kamu inginkan Bima?” Tanya mas Tama sinis saat perayaan pesta pernikahannya, aku duduk menyendiri di bangku taman dan mas Tama menghampiriku
“apa maksud mas?” tanyaku heran
“aku sudah melakukan apa yang kamu minta Bima, sekarang kamu juga harus membuktikan janjimu” ku tatap mata mas Tama, mata yang tak ku kenal, dia seperti akan menerkamku, aku merasa sangat tersudut.
“baik mas, aku akan pergi dari kehidupan kalian, aku janji”
“ehhh kalian kok malah ngobrol disini?”Tanya Maya teman kantorku
“nggak, aku hanya ingin berbicara dengan adik iparku saja” kata mas Tama
Adik ipar? Ya sekarang aku sudah jadi adik iparnya, aku bukan lagi kekasihnya, aku hanya seorang adik ipar, rasanya air mata ini akan jatuh, tapi aku terus berusaha untuk menahannya, mas Tama berdiri dan meninggalkanku, sekali dia menolehkan wajahnya ke arahku, dan dapat kulihat sebutir air jatuh dari mata indahnya. Aku juga tak mampu menahan tangis ini, segera aku berlari ke kamar mandi untuk menangis disana.
**********
“ce, aku akan pergi ke Amerika” kataku pada ce Santi saat kami bertiga sedang makan malam setelah seminggu ce Santi menikah
“apa ti? Kamu mau ke Amerika?” Tanya ce Santi kaget
“iya ce, aku sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih baik disana, sekarang ce Santi juga sudah menikah dengan mas Tama, aku sudah lega ce, kini saatnya aku mengejar cita-citaku ce” kataku dengan sangat berat
“tapi kenapa ti? Kamu tega meninggalkan cece sendiri?”
“cece sekarang sudah ada mas Tama, aku yakin mas Tama bisa membahagiakan cece, aku juga akan pulang kok ce, cece tenang saja, aku akan baik-baik saja” aku menatap kearah mas Tama, tapi dia terlihat tidak perduli dan hanya makan makananannya
“baiklah kalau itu yang titi inginkan, tapi titi haris janji akan sering-sering mengunjungi cece” kulihat ce Santi menangis, aku tidak tega melihatnya seperti itu, tapi inilah jalan yang terbaik menurutku,
“cece jangan khawatir, titi akan baik-baik saja, titi kan kuat” kembali aku menunjukan otot ku kepada ce Santi seperti yang sering aku lakukan saat kecil, dan memang aku sudah menjadi pria yang kuat, dan tak lemah lagi seperti aku kecil dulu
“iya cece percaya kalau titi sudah kuat, cece bangga sama titi, kapan titi akan berangkat?”
“lusa ce, semua sudah disiapkan oleh kantor disana” kulihat ce Santi sangat berat melepasku, ku tatap mas Tama, kembali aku melihat butiran bening itu jatuh dari matanya, tapi dia bertingkah seolah tak ada apa-apa.
Hari yang ku takutkan sudah tiba, hari ini aku akan meninggalkan ce Santi dan juga mas Tama, berat sekali rasanya, mas Tama masuk ke kamarku saat aku sedang packing,
“Bima, kamu yakin akan pergi?” Tanya mas Tama
“maksud mas, bukannya ini yang di inginkan oleh mas?” tanyaku dengan mata berkaca-kaca
“maafkan aku Bima, maaf” mas Tama memelukku erat, aku sangat rindu pelukannya, mungkin ini akan menjadi pelukan yang terakhir darinya, aku tak akan bisa mendapatkan pelukannya lagi.
“aku juga minta maaf mas, aku titip ce Santi, jaga dia, dan bahagiakan dia”
“ya Bim, aku berjanji akan membahagiakan cece kamu” mas Tama melepaskan pelukannya, matanya penuh dengan air mata, aku menghapus air mata itu dengan jariku, tapi aku juga menangis,
Pesawat ini membawaku meninggalkan kotaku, meninggalkan semua kenanganku dari kecil, meninggalkan cintaku dan meninggalkan ceceku yang paling kusayang. Ce Santi terus menangis saat melepasku di bandara, begitu juga dengan mas Tama, tapi aku harus kuat, jalan hidupku masih panjang, aku akan mampu melewati semuanya.
Selamat tinggal ce Santi, selamat tinggal mas Tama, aku berharap kalian akan selalu bahagia

END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar