Kamis, 28 Mei 2015

Cerita Secangkir Kopi Chapter Lanjutan 66 (end)

Sofi Ardan : kamu belum jawab Sofi Ardan : kamu baik2 aja kan? Sofi Ardan : saya jadi khawatir *****
silumba_lumba : gandeng sia loba omong!! (berisik lo ah banyak omong banget jadi orang!) *****4
b]Sofi Ardan :[/b] saya teh beneran khawatir sama kamu! silumba_lumba : aing teu paduli! (gw ngga peduli!) Sofi Ardan : ?????
silumba_lumba : kalo maneh peduli silumba_lumba : maneh ga akan ninggalin aing!!! *****
CAPRICORN Love to bust. Nice. intelligent. Sexy. Grouchy at times and annoying to some. LAZY AND LOVE TO TAKE IT EASY. But when they find a job or something they like to do they put their all into it. Proud, understanding and SWEET. Loves being in long relationships. Cool. Loves to win against other signs especially Gemini’s in sports.Extremely fun. Loves to joke. SMART. *****
saya sendiri sebenernya masih belum bisa percaya dengan keputusan yang sudah diambil. masalahnya, saya diberikan peringatan dan sebuah kesempatan dalam waktu yang bersamaan. saya juga diberi pilihan yang amat sangat sulit, memilih membahagiakan orang yang sudah tiada atau harus pergi jauh dari orang yang kalau saya pergi jauh darinya pasti saya sulit untuk bisa bahagia? dan sewaktu kesempatan itu datang di depan mata, maka pilhannya hanya ada dua, take it or leave it. otak dan logika saya berseru untuk mengambilnya dan menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin, sebagai balasan dari kasih sayang seseorang yang luar biasa sangat saya hormati. tapi bagian tubuh saya yang lain, hati saya, sudah pasti berteriak menolak. ketika di luar sana ada banyak orang berjuang mati-matian mendapatkan orang terbaik untuk berada di sisinya, yang saya lakukan justru meninggalkan orang tersebut. It’s not easy to decide. I wanna go, but I wanna stay. Gusti, memutuskannya saja sudah sesulit ini apalagi nanti sewaktu menjalaninya? saya lalu teringat perkataan abah, manusia itu hanya menjalani dua hal dalam hidupnya, yaitu sedih dan senang. sesudah sedih pasti akan datang senang, dan begitu juga sebaliknya kejadian susah dan senang itu berlangsung seterusnya, bergantian, berulang-ulang. *****
waktu aing mulai benci sama maneh, itu artinya ga akan lagi ada kata maaf. kenapa? karena aing bukan Tuhan yang Maha Pemaaf atau sebenernya aing masih belum kuat untuk bisa jadi sepemaaf itu. aing ga akan pernah mau maafin maneh. aing maunya maneh ada di sini SEKARANG JUGA. ngerti??
*****
Gi, inget ngga sama jaman dulu? duluuuu banget. waktu kita masih punya banyak waktu, kita ketawa bareng, nangis juga bareng. sekarang, bahkan keadaan kamu pun saya ngga tau kaya gimana. mau nanya juga rasanya canggung. saya iri. iri sama mereka yang masih bisa ketawa bareng pacarnya. saya iri mereka masih punya telinga orang lain, seseorang yang selalu siap dengerin segala keluh kesah dan cerita bahagia. saya iri karena mereka masih bisa menghabiskan waktu bersama, walaupun saya tau waktu mereka juga ngga banyak. dan saya sedih karena kita terlalu egois. sadar ngga, saya dan kamu sama-sama egois? mungkin kamu pikir saya sekarang menjauh karena nggga sayang sama kamu. gi, saya juga ngga mau jadi gini. saya pengen tetep sama kamu, ketawa lagi, nangis lagi, makan lagi. tapi sesuatu yang ada di atas saya terpaksa bikin semuanya jadi seperti sekarang. saya sadar kalau saya orangnya egois. semakin mengasihani diri sendiri. semakin keras kepala. semakin menyedihkan. Inget ga, dulu kamu pernah bilang, hubungan kita berdua teh udah seperti keluarga, tapi kita juga bisa ‘putus’ kalau ngga menjalaninya dengan dewasa. ya, sekarang kita udah dewasa, bukan lagi saatnya nyari orang yang fungsinya buat having fun aja atau cuma sekedar teman ngobrol biasa. kita bukan anak sma lagi. tapi saya yakin kok kalau kita bisa ngejaga ikatan itu sampai kapanpun. amin. saya mah berharap, bahwa waktu kita yang terbuang saat ini, ga akan sia-sia di masa depan. bahwa kita masih bisa ‘bareng-bareng’ lagi tanpa ada sesuatu yang janggal seperti sekarang. saya sayang kamu. kemarin dan besok. *****
aing bener-bener kecewa sama maneh. aing belum pernah ngerasa se-kecewa ini sama maneh. aing marah. bener-bener marah. aing juga kesel sekesel-sekeselnya sama maneh. tapi aing kangen sama maneh. kangen pisan pisan pisan. *****
aku mencarimu. dalam setiap senja yang berlalu. aku menunggu, untuk usaikan asa yang merindu. dengarkan sapuan angin yang berhembus, telah kubisikkan gairah yang telah lama terbius. rasakan deburan ombak yang berderu, maka kutitipkan secercah asa yang pilu. rasakan saja semua perasaan itu, maka akan ada satu kisah tentang seseorang yang tak lekang oleh waktu. itu kamu. dan aku pun merindu. *****
it sucks when you miss that person so much that you look through old photos, old text messages, even old notes. and it brings a smile to your face. but then the hurts comes back and you know you shouldn’t be looking back, but you can’t help it because they really meant something to you and you thought it would of lasted. hey, i miss you. miss the old of us. the way we laugh. the way we chat. I really miss you. your messiness. your bad habit and everything about you. I’m just missing you……so much. *****
Offline message : Sofi Ardan : thanks to you sir for those ‘less-than-five-minutes’ chat. you always know how to make me feel alright. bener kan, ternyata sejauh apapun saya dari kamu, saya tetep butuh kamu. jadi, jangan bilang kalau saya akan ngelupain kamu. *****
silumba_lumba : maneh harus kuat ya disana silumba_lumba : tinggal dimana pun pasti selalu ada aja masalahnya silumba_lumba : kalau maneh punya masalah berat, cerita aja sama aing Sofi Ardan : tapi saya lama-lama jadi cewe benget gi Sofi Ardan : kalo ga kuat ngehadepin masalah kadang malah pengen nangis Sodi Ardan : life is not easy at all…. silumba_lumba : hey, if you wanna cry, then cry silumba_lumba : if you wanna shout, just shout silumba_lumba : if you mad, do crazy silumba_lumba : if you wanna talk, just talk silumba_lumba : coz I’ll be there for you silumba_lumba : i maybe not able to help, i maybe just listen
Sofi Ardan : huhuhu silumba_lumba : you can do anything you want silumba_lumba : but please….. silumba_lumba : don’t ever leave me silumba_lumba : because silumba_lumba : if there is one thing that I can’t handle, is losing you Sofi Ardan : GOMBAL Sofi Ardan : RACUN! silumba_lumba : ahahahahaha
“mah…itu rambutnya mamah udah mulai huisan ih.” ucap gw iseng kepada mamah sewaktu sedang menemaninya membaca majalah. (huisan : beruban) “aduh mamah teh seminggu ini lagi sibuk-sibuknya. sampai lupa mau ke salon, nge-cat rambut.” jawabnya kalem sambil membuka-buka halaman majalah. “sok atuh kapan mamah mau ke salon? nanti argi temenin. eh, ari umur mamah teh tahun ini udah berapa gitu?” tanya gw sembari memijit-mijit kakinya di atas sofa. “masa kamu forget umur mamah berapa? Alhamdulillah masih cukup, kasep.” balas mamah. “cukup? maksudnya cukup?” gw menghentikan pijatan di kakinya, kemudian menatap mamah dengan penuh tanda tanya. “Alhamdulillah umur mamah nanti masih cukup buat nganter teteh kamu nikah, ditambah nganter kamu sama aom diwisuda.” jawabnya sambil tersenyum. “…………………………………………………………………………”
*****
silumba_lumba : sedih euy Sofi Ardan : sedih kenapa gi? silumba_lumba : sedih belum bisa wisuda tahun ini Sofi Ardan : cik atuh semangat! silumba_lumba : iya Sofi Ardan : tahun depan pasti bisa! silumba_lumba : amin silumba_lumba : tapi aing takut Sofi Ardan : takut sama apa? silumba_lumba : takut nanti setelah wisudanya silumba_lumba : harus nyari kerja silumba_lumba : kan wisuda teh wilujeng susah damel Sofi Ardan : huhuhuhu Sofi Ardan : dasar ucing! mikirnya kejauhan silumba_lumba : rasanya gimana sop? Sofi Ardan : apanya? silumba_lumba : diwisuda Sofi Ardan : hmm Sofi Ardan : kaget silumba_lumba : kaget?
silumba_lumba : udah cuma itu aja? Sofi Ardan : iya kaget silumba_lumba : teu rame ah Sofi Ardan : huhuhu Sofi Ardan : iya saya beneran kaget ngeliat reaksi ibu waktu saya diwisuda Sofi Ardan : jadi wisudanya sendiri biasa aja Sofi Ardan : tapi liat ekspresi bahagia orang tua saya yang bikin wisuda jadi luar biasa silumba_lumba : envy parah sama maneh silumba_lumba : aing jd pengen geura-geura diwisuda Sofi Ardan : usaha usaha usaha Sofi Ardan : semangat semangat semangat silumba_lumba : iya iya iya Sofi Ardan : kamu bisa kamu bisa kamu bisa silumba_lumba : pasti pasti pasti *****
Sofi Ardan : hey silumba_lumba : oi silumba_lumba : ada angin apa yeuh? Sofi Ardan : maksudnya? silumba_lumba : kamu say hi duluan silumba_lumba : biasanya kamu susah dihubungin Sofi Ardan : huhuhu
silumba_lumba : lagi apa sop? Sofi Ardan : belajar silumba_lumba : oh silumba_lumba : belajar tapi yman Sofi Ardan : ngga boleh? Sofi Ardan : ya udah saya off silumba_lumba : eh jangan atuh jangan silumba_lumba : atulah Sofi Ardan : kenapa? silumba_lumba : jangan off Sofi Ardan : kan mau belajar silumba_lumba : udah jangan belajar terus ah silumba_lumba : sing karunya ka aing Sofi Ardan : kamu lg apa? silumba_lumba : lagi nonton Sofi Ardan : nonton apa? silumba_lumba : film Sofi Ardan : dimana? silumba_lumba : bisokop Sofi Ardan : sama siapa? silumba_lumba : temen Sofi Ardan : temen?
silumba_lumba : hmm silumba_lumba : aku lg pdkt sama dia Sofi Ardan : oh Sofi Ardan : cowo? silumba_lumba : bukan Sofi Ardan : setengah cowo setengah cewe? silumba_lumba : masyaalloh woy! Sofi Ardan : ya siapa tau silumba_lumba : sama cewe sop silumba_lumba : yang kemarin-kemarin aku ceritain Sofi Ardan : anak du? silumba_lumba : iya yang itu Sofi Ardan : oh Sofi Ardan : yg eplok cendol itu ya? (eplok cendol : bohay / semok) silumba_lumba : hahahahhh silumba_lumba : tah eta pisan Sofi Ardan : pasti nggeus beak atuh ya ku kamu? (udah ‘habis’ atuh ya sama kamu?) silumba_lumba : astagfirullah silumba_lumba : can diasaan euy (belom sempet dicobain euy.) silumba_lumba : hahayyy
Sofi Ardan : dasar ucing bangor silumba_lumba : atuda belum diapa-apain ai kamu Sofi Ardan : tapi kan udah ada niat? silumba_lumba : tapi kan iman aku masih kuat sop Sofi Ardan : iman kosasih? silumba_lumba : saha eta teh? Sofi Ardan : duka teuing saha (ngga tau deh siapa) silumba_lumba : hahahaha silumba_lumba : kangen kamu lah Sofi Ardan : awas nanti yang di sebelah kamu marah silumba_lumba : ku aing dicarekan deui (nanti sama aku dimarahin balik) Sofi Ardan : parahh silumba_lumba : dilarang mengganggu aing sama maneh Sofi Ardan : kamu pacaran teh yang bener ah silumba_lumba : aku mah cuma bisa bener sama kamu Sofi Ardan : alesan silumba_lumba : sing deminya ini mah Sofi Ardan : ngga cape pacaran model teh celup? silumba_lumba : naon eta teh? Sofi Ardan : ya pacaran ala teh celup gi Sofi Ardan : cuma secelup dua celup habis itu buang
silumba_lumba : gusti silumba_lumba : itu kosakata darimana ya tuhan silumba_lumba : sopi udah gede ya sekarang? Sofi Ardan : gandeng! (berisik!) silumba_lumba : hahahahahaha Sofi Ardan : kalakuan maneh tah! silumba_lumba : maenya? (masa?) silumba_lumba : ceuk saha? Sofi Ardan : udah atuh kamu teh pacaran yang bener silumba_lumba : kumaha engke eta mah (itu mah gimana nanti) Sofi Ardan : terus ngapain kamu pdkt tapi niatnya ga bener? silumba_lumba : buat temen jalan silumba_lumba : kamu tau sendiri kan silumba_lumba : kamu ga ada semuanya jadi serba beda silumba_lumba : aku cuma butuh temen jalan silumba_lumba : belum butuh pacar silumba_lumba : pacar aku ya kamu Sofi Ardan : move on atuh gi silumba_lumba : daripada aku move on sama orang ga jelas silumba_lumba : jauh lebih baik kaya gini
silumba_lumba : mikirin kamu silumba_lumba : kangen sama kamu silumba_lumba : sayang sama kamu Sofi Ardan : ya sudah cari orang yang jelas silumba_lumba : belum ketemu silumba_lumba : ga segampang itu juga sop silumba_lumba : ini sanjungan buat kamu silumba_lumba : nyari pengganti kamu itu susah silumba_lumba : demina hese pisan (sumpah susah banget) Sofi Ardan : saya doain yang terbaik buat kamu silumba_lumba : so far, kamu masih yang terbaik buat aku *****
Sofi Ardan : kamu kenapa? Sofi Ardan : sakit? silumba_lumba : iya Sofi Ardan : sakit apa gi? Sofi Ardan : udah ke dokter? Sofi Ardan : udah minum obat? silumba_lumba : kebanyakan minum silumba_lumba : udah silumba_lumba : ini lagi istirahat di rumah
Sofi Ardan : kebanyakan minum? silumba_lumba : iya silumba_lumba : maaf Sofi Ardan : emang kamu minum apa? Sofi Ardan : kembung gitu maksudnya? silumba_lumba : minum minuman Sofi Ardan : minuman? Sofi Ardan : maksudnya? silumba_lumba : maaf Sofi Ardan : ARI SIA TEH ABOK-ABOKAN????? (kamu habis mabok-mabokan?????) silumba_lumba : maaf Sofi Ardan : KOP TAH!!! (rasain sendiri akibatnya!!!) silumba_lumba : maaf silumba_lumba : maaf silumba_lumba : maaf silumba_lumba : atulah silumba_lumba : aku minta maaf sop silumba_lumba : aku janji ga akan gitu lagi solumba_lumba: maaf Sofi Ardan : JANJI???? silumba_lumba : iya
Sofi Ardan : BENERAN JANJI???? silumba_lumba : deminya sop silumba_lumba : moal sakali-kali deui (ngga lagi lagi) silumba_lumba : aing kapok Sofi Ardan : awas kalo kamu masih kaya gitu! silumba_lumba : ngga sop ngga Sofi Ardan : saya ngga suka kamu kaya gitu!!! Sofi Ardan : ngerti??? silumba_lumba : iya sop iya silumba_lumba : maaf Sofi Ardan : beuki teu baleg wae sia teh! (hidup kamu jadi makin ngga bener aja!) silumba_lumba : maaf silumba_lumba : maaf Sofi Ardan : keuheul aing mah nyaan!!! (sunpah aku kesel banget!!!) silumba_lumba : udah atuh udah silumba_lumba : kan udah janji ga akan gitu lagi silumba_lumba : deminya ini mah silumba_lumba : sok kamu maunya apa silumba_lumba : aku nurut silumba_lumba : sop
silumba_lumba : jangan diem aja atuh silumba_lumba : aku minta maaf silumba : aku janji ga akan gitu lagi Sofi Ardan : saya pegang janji kamu silumba_lumba : iya sop iya Sofi Ardan : kondisi kamu sekarang gimana? silumba_lumba : pusing sop silumba_lumba : pusing pisan Sofi Ardan : kata dokter gimana? silumba_lumba : suruh istirahat silumba_lumba : banyak minum air putih Sofi Ardan : ya udah sana istirahat silumba_lumba : kangen kamu da Sofi Ardan : iya udah sana istirahat silumba_lumba : kangen kamu Sofi Ardan : kangen kamu juga Sofi Ardan : pacar kamu kemana? silumba_lumba : ga tau lagi pergi sama temennya Sofi Ardan : pergi kemana? Sofi Ardan : dia tau kamu lagi sakit? silumba_lumba : iya Sofi Ardan : dasar awewe teu baleg!
silumba_lumba : nanti juga mau kesini sop silumba_lumba : cuma lagi pergi dulu sama temennya Sofi Ardan : pergi kemana??? silumba_lumba : ngga tau silumba_lumba : nganter temennya beli kado apa gitu lah silumba_lumba : aing ge teu ngarti Sofi Ardan : apa-apaan tuh orang kaya gitu Sofi Ardan : pacarnya sakit bukannya langsung ditengok Sofi Ardan : harusnya dia nemenin kamu bukannya malah pergi ga jelas kemana! silumba_lumba : iya udah nanti juga dia kesini Sofi Ardan : kamu teh cari pacar yang bener atuh!! silumba_lumba : jadi yang sekarang teh menurut kamu ga bener? Sofi Ardan : ngga silumba_lumba : ya udah nanti aing putusin silumba_lumba : gampang kan? Sofi Ardan : cik atuh cari pacar teh yang bener silumba_lumba : kan kamu yang nyuruh aing cepet-cepet punya pacar silumba_lumba : ya udah weh yang ada silumba_lumba : udahlah sekarang kamu silumba_lumba : ga usah ngerasa bersalah apa gimana silumba_lumba : ga usah maksa aing punya pacar
silumba_lumba : hidup aing masih baik-baik aja sop silumba_lumba : aing ga punya pacar juga kan ga kenapa-kenapa silumba_lumba : yang penting masih punya kamu Sofi Ardan : udah kamu istirahat Sofi Ardan : kalo ada apa-apa buzz aja silumba_lumba : kangen kamu Sofi Ardan : iya, sama Sofi Ardan : cepet sembuh gi *****


Amanjiwo Resort, Magelang “hai……” sapa sebuah suara yang terdengar lirih. “bona??? itu kamu???” tanya suara yang lain lagi. kali ini suara itu terdengar seperti orang yang sedang tercekat. ia seperti orang yang tiba-tiba saja terbangun dari tidur panjangnya di musim dingin. “hai boni….” jawab suara yang lirih tadi. “bona???” tanya suara yang satunya lagi seolah masih belum percaya. “iya. kamu masih inget aku kan?” suara lirih itu berubah menjadi sedikit riang. ada perasaan rindu yang terbersit dalam pertanyaan yang dia ungkapkan. tak beberapa lama kemudian, terdengar suara tangisan yang amat memilukan. ada perasaan haru, sedih, bahagia, gembira, kecewa dan marah. semua emosi itu hanya dapat diungkapkan dalam bentuk tangisan. perkenalkan, nama aku boni. aku adalah sesuatu yang menurut kebanyakan orang jarang digunakan oleh seorang lelaki. menurut mereka, lelaki lebih sering berpikir menggunakan logika. bukan dengan hati. argi, seperti kebanyakan lelaki lain lebih banyak bertindak, berpikir, serta membuat keputusan berdasarkan logikanya. sementara aku, hati, baru dipakai ketika segala tindakan, buah pikiran serta keputusan yang diambil berdasarkan logika itu ternyata tidaklah selalu berbuah benar. tiap kali logika berbuat salah, maka akulah yang harus menanggung semua akibatnya itu. entah sudah berapa ribu kali aku mengingatkan logika agar mempertimbangkan segala sesuatunya dengan benar sebelum akhirnya memutuskan sesuatu. logika dan egois adalah sepasang sahabat, terlebih bagi seorang lelaki. mereka berdua selalu bertindak semena-mena, sehingga akhirnya akulah yang harus menanggung semua rasa sakit itu. aku berteman akrab dengan bona. kami berdua sering sekali bercerita tentang rasa sakit yang sama. terkadang, aku sering merasa iba melihat bona ketika ia sedang kesakitan. aku ingin sekali menolongnya, menghilangkan rasa sakitnya itu. tapi apa daya, jarang sekali aku mampu mempengaruhi logika dan sifat egois seorang argi. suaraku terlalu pelan untuk bisa didengar olehnya. begitupun halnya bona, sekeras apapun ia berteriak, sekencang apapun ia menangis tapi tetap saja, sofi acapkali mengacuhkan semua hal itu. ketika kami berdua merasa kesakitan, usaha paling maksimal yang bisa kami lakukan agar di dengar oleh argi dan sofi hanyalah mengirimkan sinyal kepada otak untuk meneruskannnya kepada mata agar ia menangis. itulah senjata terampuh kami. kami menyayat-nyayat bagian tubuh kami, melukai diri sendiri hingga akhirnya otak pun merasa kasihan dan memaksa mata untuk mengeluarkan tangisnya. sadarkah engkau, wahai kalian berdua? bahwasanya, luka dari sayatan itu sendiri sesungguhnya tidak akan pernah mengering? entah sudah berapa juta luka goresan yang kami buat. kesemua luka itu tidak ada yang tidak meninggalkan bekas. kami rela membuat parut di wajah kami sendiri. itu semua dilakukan hanya untuk membuat kalian sadar. memang, tuhan menciptakan tubuh manusia menjadi beberapa bagian. beberapa organ. kemudian memasukkan semua sifat, naluri, logika, akal serta keegoisan yang terkadang menghancurkan diri mereka sendiri. bahkan mampu menghancurkan segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. manusia adalah sungguh makhluk yang amat sangat egois. menyadari hal tersebut, maka tuhan lalu menciptakan kami. tuhan menciptakan hati. aku dan bona diciptakan sebagai penyeimbang. tapi nyatanya, kalian berdua tidak mempergunakan kami sebagaimana mestinya. kalian hanya menjadikan kami sebagai tempat pelarian. saat kalian berdua merasakan jatuh cinta, mata lah yang merekam bagaimana kalian begitu mengagumi sosok masing-masing. ketika kalian bersama, kontak mata yang begitu intim pun terjalin. lalu siapa lagikah yang beruntung? dia adalah tangan. betapa bahagianya menjadi tangan. ia seringkali menceritakan betapa lembutnya pipi kalian, betapa halusnya tiap helai rambut yang ia belai, betapa erat ia mencengkram tangan seseorang yang sangat teramat ia sayangi. aku turut berbahagia mendengar ceritanya. tiap kali tangan bercerita hal romantis yang baru saja dilakukannya, aku langsung tersipu malu membayangkan semua bayangan indah itu. aku tidak merasakannya langsung. tapi entah kenapa aku bahagia. tahukah kalian berdua, siapa yang paling membuatku merasa iri? dia adalah bibir. aku iri sekali olehnya. dia pernah berteriak kencang kepada semuanya ketika akhirnya bisa mencium bibir pasangannya. dia merasa bangga. karena menurutnya, ciuman yang ia berikan mampu membuat sang empunya merasakan hidup layaknya di surga. bibir lalu membuat tandanya sendiri. ciuman di bibir, tandanya sayang. ciuman di pipi, tandanya bahagia. lalu ciuman di kening, tandanya cinta. aku iri. aku tidak pernah dapat bersentuhan dengan bona secara langsung. padahal aku ingin sekali. aku belum pernah menginginkan sesuatu sekuat ini. rasanya, aku rela menukar apapun yang aku punya asalkan bisa duduk berdampingan dengan bona. tapi sejauh ini, seriuh apapun hal yang diceritakan oleh mata, tangan dan bibir, aku dan bona hanya bisa iri. kami berdua hanya bisa berbicara. dari hati ke hati. dan tahukah kalian, disaat kalian berdua harus mengakhiri segalanya, bahkan mata, tangan, bibir dan otak sekalipun tidak ada yang mau bertanggung jawab??? mereka melimpahkan semua rasa sakit itu kepada kami. kepada aku dan bona. kenapa hampir semua manusia menyimpan rasa sakitnya di dalam hati??? kenapa kami yang harus menanggung semuanya??? bukankah sebelumnya kami sudah sering berteriak??? kami sudah sering mengingatkan agar kalian tidak berbuat kesalahan yang fatal. tapi kalian justru mengacuhkannya. berpikir berdasarkan logika itu sebuah keharusan. tapi tolong, libatkan kami, libatkan hati ketika kalian akan bertindak. karena untuk itulah kami diciptakan. sebagai penyeimbang. “boni? kamu kenapa?” tanya bona kepada boni yang masih terisak. “boni?” bona meninggikan suaranya ketika tubuh sofi dan argi sedang berdekatan. lalu tangisan boni pun tiba-tiba terhenti. “hangat….” ucap boni sambil tersenyum penuh arti. “hangat?” kali ini bona benar-benar dibuat bingung oleh boni. bona tidak tahu kalau saat ini, argi sedang memeluk sofi dengan sangat erat. bibirnya, berulang kali mendaratkan kecupan di kening orang yang sangat ia cintai tersebut. pertemuan kembali setelah waktu yang cukup lama ini tak pelak membuat argi merasakan rasa bahagia yang tiada tara. “selama ini aku kedinginan.” boni bercerita. “kedinginan? barusan tadi kamu bilang hangat, kan?” bona masih belum mampu menangkap maksud perkataan boni. “kamu yang membuatku kembali merasakan rasa hangat ini lagi…. perasaan hangat yang teramat sangat aku rindukan.” boni berusaha untuk tersenyum.
“aku……” “aku……..” “aku juga rindu perasaan ini.” ucap bona lirih. “se-se-lama ini aku juga kedinginan.” bona tertunduk lesu. “kenapa kamu tidak pernah bercerita sedikitpun kalau kamu merasakan dingin yang sama sepertiku? kenapa selama ini kamu diam saja???” boni pun merajuk. selama puluhan minggu lamanya, bona hanya mendengar kabar menyedihkan yang diceritakan oleh teman-temannya yang lain, tangan, bibir dan mata. “a-a-aku ngga berani. aku takut. a-a-aku malu.” suara bona semakin tenggelam oleh rasa malunya sendiri. “kamu tahu, selama ini aku selalu menunggu kabar dari kamu!! aku sering sekali menitipkan salam rindu kepadamu. tangan bilang, sudah ribuan kali ia mengetikkan perasaaan itu melalui papan keyboard. bahkan, mata pun berani bersaksi kalau ia melihat semua kata-kata rindu yang diketik oleh tangan!!!” boni meninggikan suaranya. ia terdengar marah. “lalu mana balasanmu?????” hardik boni. kali ini, giliran bona yang merasa sedih. sangat teramat sedih. hanya ia yang tahu. hanya ia yang menyimpan semua perasaan itu. semua rahasia itu. rahasia yang tidak pernah ia beritahukan kepada boni. otak, tempat dimana boni menyimpan semua memorinya itu merasa iba. otak mengetahui segalanya. semua ingatan. termasuk ingatan sedih boni. ingatan akan sebuah alasan. alasan mengapa ia rela menyanyat-nyayat luka baru karena harus meninggalkan boni. otak meminta izin kepada bona untuk membuat bibir menceritakan segala sesuatunya dengan jelas kepada argi, kepada boni. tapi bona lalu menolak. baginya, meninggalkan seseorang yang amat sangat ia cintai sudah jelas merupakan sebuah kesalahan fatal. dan bona tidak mau menerima pengampunan dari boni. baginya sudah jelas siapa pihak yang menyakiti dan tersakiti. otak akhirnya terpaksa menuruti kehendak bona. tapi karena rasa empatinya begitu besar, otak lalu mengeluarkan sinyal kepada mata untuk menangis.” menangislah!” teriak otak dengan kencang kepada mata. “menangislah agar argi tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi!!!” teriak otak lagi. ***



“kamu nangis??? ya ampun sop, kamu kenapa???” argi tiba-tiba merasa panik sewaktu melihat sofi tiba-tiba menangis. padahal sebelumnya, mereka berdua sedang merasakan hangatnya sebuah pelukan. sebuah pelukan rindu. *** boni lalu mendapat kabar dari mata. katanya, mata baru saja melihat sofi tiba-tiba menangis pilu. mata tahu dengan pasti, kapan sofi menangis bahagia dan kapan pula sofi menangis dengan pilu. mata tidak akan pernah lupa dengan semua gambar yang ia tangkap selama argi dan sofi berhubungan. “bona??? bona??? kenapa kamu menangis???” teriak boni khawatir. “bona??? tolong, jangan sakiti dirimu lagi. tolong hentikan!!!” boni memaksa bona agar tidak menyayat-nyayat dirinya sendiri. mata tidak mungkin menangis dengan pilu kalau hati tidak sedang tersakiti. boni sadar, belakangan ini dia sering menggores permukaan tubuhnya sesering mungkin agar mata argi mengeluarkan tangisnya. dia berharap, sinyal rasa sakit yang dia berikan itu mampu menggerakkan argi untuk melakukan sesuatu. sesuatu yang akan membuatnya merasakan rasa bahagia. “bona??? tolong maafkan aku. please bona, jangan lukai dirimu lagi. aku tidak mau kamu merasakan sakit yang sama.” bujuk boni lagi. *** “ngga apa-apa gi. saya cuma kangen.” sofi menjawab dengan penuh kebohongan. dia akhirnya memilih untuk menutupi semuanya itu. sofi tidak memperdulikan rasa sakit yang dirasakan oleh bona. sofi mengacuhkannya. *** argi tersenyum lega. ternyata sofi baik-baik saja, pikirnya. ia lalu mempererat pelukan tangannya di pinggang sofi. *****
if a heart could tell, i feel you if a mind could forbid my feeling, i ain’t feel you when do we start? i don’t know exactly
you’re not the sun, either the moon but this far, you’ve lighted me with your view, arms and mind we’re friends, i know, and nothing ever be the best like this. *****
“kamu disana baik-baik aja kan sop?” tanya argi. “iya.” jawab sofpi sambil tersenyum. “sering kangen sama aku ngga?” tanya argi menyelidik dengan penuh harap. sopi hanya tersenyum kecut meremas jemarinya dengan erat. *** “bona?” terdengar suara boni memanggil dirinya. “hai boni!” jawab bona dengan riang. “wahhh…keliatannya kamu semangat banget?” boni turut bahagia mendengar bona sudah kembali ceria seperti sedia kala. “iya. aku seneng banget bisa ketemu kamu. ada temen berbagi, ada temen yang bisa bikin aku ketawa lagi.” “aku bosen disana. sepi.” “sepi?” tanya boni. “sangat.” jawab bona sambil menerawang jauh entah kemana. “kenapa kamu baru bilang sekarang? kamu kan bisa minta tolong sama tangan untuk kasih kabar ke aku kalo misalnya kamu kesepian.” “aku malu.”
“malu?” “iya.” “malu kenapa?” “harusnya aku bisa kuat ngehadapin semuanya. tapi kadang aku ngga bisa ngejalanin segala sesuatunya seorang diri. rasanya malu banget sama kamu, harus cerita kelemahan yang sering aku rasain selama ini.” “tapi sekarang kamu jauh lebih kuat dibanding bona yang dulu pernah aku kenal….” “oh ya?” “harusnya aku yang malu karena ngga bisa sekuat seperti kamu sekarang. kamu udah banyak berubah. sementara aku? aku masih sama seperti yang dulu. aku belum berubah sedikitpun. atau lebih tepatnya, aku ngga mau berubah. aku terlalu lemah untuk itu.” “aku suka kamu yang dulu. aku ngga mau kamu berubah.” “kamu yakin, lebih bahagia disana?” “entahlah.” “apa kamu merasa sebahagia ini sewaktu kamu ada disana?” “boni, belum pernah aku ngerasa sebahagia seperti saat aku bisa berada sedekat ini dengan kamu.“ “seharusnya kamu jangan pergi.” “seharusnya kamu juga tahu, kita selalu kalah oleh akal dan logika, kan?” ***
“kenapa kamu ngga bisa nolak waktu dapet kesempatan untuk pergi kesana?” kali ini argi seakan tak habis pikir, mengapa orang yang bahkan selalu bilang tidak pernah mau ditinggal pergi olehnya justru berlaku sebaliknya, pergi meninggalkan dia. “kamu tahu gi, saya itu hidup bukan cuma seorang diri. saya juga hidup dengan keluarga saya, dengan orang yang lainnya juga termasuk kamu.” “saya memang punya idealisme sendiri, yaitu untuk bisa terus ada di dekat kamu. tapi dalam kehidupan saya yang lain, bersama keluarga, dengan amat sangat terpaksa saya harus bisa melupakan idealisme yang ada di ubun-ubun supaya bisa bersekutu dengan realitas yang ada di depan mata.” “okay, anggep aja aku bisa nerima semua realitas yang harus kamu hadapin waktu itu. tapi sop, kita ngga harus putus juga kan?” “maaf ya gi, pada akhirnya saya harus kasih contoh yang ngga baik sama kamu. saya ternyata cuma seorang pengecut. tapi percaya deh…..” “percaya apa?” “God knows how I wanna get close to you. saya mungkin bisa bohongin kamu, tapi saya ngga pernah bisa bohongin hati saya sendiri.” “jadi intinya, kamu belum bisa kasih tau alasan sebenernya kamu mutusin aku?” “saya harus konsultasi dulu sama orang lain.” “dari tadi, omongan kita kayanya muter-muter ngga jelas ya sop?” “iya gi. padahal kita sendiri sebenernya tau mau kita apa kan?” “tah eta pisan.” *****
Sometimes, you have to be apart from people you love. But that doesn’t mean you love them any less. Sometimes it even makes you love them more. *****
“boni…….” bisik sebuah suara ditengah keheningan malam. “boni……” kembali suara bisikan itu terdengar. “boni!” kali ini suara bisikan itu beralih menjadi sebuah pekikan kecil. *** “sop?” tiba-tiba argi terbangun dari tidur pendeknya. sambil berusaha mengumpulkan segenap kesadaran, dia melihat ke arah arlojinya. 02 : 13. ini masih dini hari pikirnya. argi lalu membuka satu persatu kancing kemeja putihnya. matanya memang masih mengantuk, namun jari jemarinya itu seolah-olah bergerak sendiri. rupanya, tadi ia tertidur setelah sebelumnya cukup lama bercakap-cakap dengan sofi. acara akad di resepsi pernikahan kakaknya malam tadi benar-benar menguras hampir semua energi yang ada di tubuhnya. andaikan sofi tidak mengajaknya berdiskusi, sudah barang tentu ia akan langsung terlelap dalam buaian alam mimpi. sayang, ia tidak akan pernah mungkin mengacuhkan satupun perkataan orang yang sangat dicintai itu. orang yang sangat dia hargai melebihi ia menghargai dirinya sendiri. ketika hendak membuka kemejanya, tatapan matanya menangkap sosok seseorang sedang duduk bersila di atas lantai. hanya beralaskan sehelai sajadah tipis berwarna merah. “sop?” argi memicingkan matanya sambil menatap ke arah sofi. “kamu solat apa sop?” tanyanya lagi. sofi kemudian menghentikan sejenak rutinitasnya saat itu. bola matanya yang semula tertutup, langsung terbuka. sofi tersenyum ke arah argi. hanya sekilas. kemudian ia kembali memejamkan mata dan melanjutkan rutinitasnya yang sempat terhenti. tangannya kembali menggenggam sebuah tasbih kecil. tasbih itu terbuat dari kayu kokka berwarna coklat pucat. argi tampaknya mengenali dengan jelas tasbih yang sedang dipegang oleh sofi. itu adalah tasbih yang ia berikan untuk sofi sepulangnya dari ibadah umroh di tanah suci. argi tersenyum. kemudian, ia beranjak dari kasur. dengan perlahan, argi menyandarkan tubuhnya di punggung sofi sehingga kedua punggung mereka saling bersentuhan satu sama lain. entah apa yang sedang ia pikirkan, tapi argi kemudian turut
memejamkan kedua bola matanya. membiarkan pikirannya melayang jauh entah kemana. *** “hai bona….” sapa boni. “kamu!” pekik bona dengan lirih. “hehehe. maaf, aku ketiduran.” “pantas! aku sudah kehabisan akal untuk memanggilmu tadi.” “apa kamu senang?” tanya boni. “senang?” bona balik bertanya. “iya. memangnya kamu tidak senang kita bisa berada dalam jarak sedekat ini?” ucap boni. “hangat. sangat hangat.” jawab bona. “aku bisa mendengar suara detak jantungmu…..” bisik bona. “aku juga.” “apa biasanya memang seperti ini?” “apanya?” “entahlah. suara detak jantungmu berdegup sangat kencang. apa biasanya seperti ini?” “tidak. ini semua disebabkan olehmu.”
“olehku?” “iya. seperti yang kamu ketahui, jantung tidak pernah bisa berbohong. ia mampu beresonansi dua kali lipat, bahkan tiga kali lipat ketika bertemu dengan belahan jiwanya.” “berarti aku belahan jiwamu?” “menurutmu??” “entahlah.” “entahlah???” “entah apa aku sanggup untuk tidak pernah sekalipun merindukan malam ini…….” “boni…..” lirih bona. “apa?” “kamu mau hadiah?” “hadiah? hadiah apa?” “apapun.” “apapun?” “iya. sebutkan keinginanmu yang terbesar. harapanmu yang paling tinggi.” “lalu? apakah nanti harapan itu akan terwujud?” “aku tidak tahu.”
“tidak tahu? lalu sebenarnya hadiah apa yang mau kau berikan untukku?” “hanya sebuah doa.” “doa?” “iya. sebutkanlah apapun keinginanmu saat ini. maka lalu aku akan mendoakannya. berdoa agar keinginanmu itu tercapai.” “sehebat itukah doamu?” “entahlah…. tapi saat ini hanya itu saja yang bisa aku berikan untukmu saat ini. cepatlah boni, sebutkan permintaanmu. sekarang, sofi sedang berada di dalam kendaliku. dan itulah saat terbaik untuk mendoakanmu.” “kamu? mengendalikan sofi?” “iya. kamu tahu, di saat manusia sedang berada sebegitu dekat dengan Sang Pencipta, maka di saat itulah aku meraja. bahkan akal dan pikiran sekalipun tidak akan mampu mengalahkanku.” “karena kita tidak pernah sekalipun berbohong, kan?” “ayolah boni, cepat ucapkan permintaanmu.” “sudahlah lupakan saja.” “lupakan?? itu adalah hadiah dariku, boni. hanya itulah yang bisa aku lakukan untukmu.” “berhentilah memikirkan aku, dan simpan doa itu untuk dirimu sendiri. berdoalah akan sesuatu hal yang mampu membuatmu bahagia. karena untuk itulah aku ada, untuk melihatmu bahagia.” *****
malam ini, untuk kesekian kalinya kagumku menjadi. syukurku berlimpah, ketika kamu membahagiakanku hanya dengan sebuah petikan doa yang
cukup singkat. maaf, tak satupun doa dalam shalatku bisa kuucap hari ini. tidak pun sesuatu untukmu kubisikkan pada-Nya hari ini. namun, di setiap helaan nafasku mengucapkan harapan untukmu bahagia nanti dan selamanya. janjiku, akan selalu ada namamu dalam setiap sujudku pada-Nya, untuk kutitipkan bahagia dan cinta yang selalu berlimpah dariku dan dia, dari kami. *****
ada sesuatu hal yang baru. masuk dengan pelan namun teratur. melalui beberapa jaringan dengan fungsi yang berbeda tapi saling berkoordinasi dalam mencapai tujuan yang sama. bekerja serempak untuk mencapai penglihatan. mata. terdiri atas jaringan yang rumit. sama rumitnya seperti sesuatu hal yang baru saja masuk itu. aku memulai dengan mencoba menyingkap cahaya. pelan. hingga tepat ke pusat sistem saraf. membersihkan kerikil-kerikil halus atau bahkan debu yang mungkin saja menghalangi penglihatanku akan sesuatu hal itu. lalu beranjak menuju kelopak yang masih sangat normal gerak refleksnya, masih lima kali per-detik. berulang dan dengan sangat teliti aku terus menyusuri lingkaran yang dikelilingi oleh tujuh tulang tengkorak itu. sesekali aku memeriksa hidungku yang sederhana namun menarik, takut-takut menghalangi penglihatanku secara vertikal. lebih dalam, aku memeriksanya ke jaringan yang tersusun dari seratuh dua puluh lima juta photoreceptors. retina. aku memeriksa apakah tujuh juta sel ini benar bertanggung jawab pada penglihatan warna dan kepada seratus delapan belas juta sel lainnya yang peka terhadap rangsangan. kembali aku mengulang prosesnya. menerobos masuk ke dalam kornea, cairan mata, selaput pelangi, lensa, pembuluh darah kecil, dan beberapa lapisan saraf yang berada di paling atas retina. saking asiknya, aku tidak sadar bahwa ini adalah rantai pertama antara retina dan otak. aku hanya menyadari gambar yang diterimanya berada dalam posisi terbalik dan koroidnya telah diperbaiki. ribuan detik telah berlalu dan aku tetap membiarkan sesuatu hal itu berada disana. terjebak di jaringan komunikasi yang rumit. terletak dalam organ yang paling menakjubkan. berharap akan mengetahui sesuatu ketika aku meneliti apa yang ada dibalik thalamus. mencoba mengorek informasi sensual dalam alam sadar yang sebenarnya tidak perlu untuk diketahui. memastikan thalamus melakukan sebuah kerjasama yang baik dengan korteks visual. ketika milisekon berganti detik, detik berganti menit, dan begitu seterusnya, sesuatu hal itu sudah bukan menjadi hal yang baru. masih sulit dijelaskan. masih terlalu rumit. aku belum bisa mengetahui apa yang masuk ke mataku yang kini posisinya sudah berada di otak dan hati. sampai akhirnya, aku membuat satu kesimpulan. ini adalah sebuah perasaan. cukup rumit. melibatkan emosi yang mendalam. ada rasa sedih, bahagia, kangen, dan saling menyayangi. semuanya terasa seimbang. saat mata menangkap sesuatu hal itu sepenuhnya. melalui pantulan cahaya matahari pagi, sosoknya terlihat indah. tanpa cela. ada perasaan memiliki yang teramat sangat kuat sewaktu lenganku mendekapnya. disaksikan
sang mentari, aku pun berbisik ; “bangun atuh sop… udah pagi.” *****
April 2011 Pengky, Jalan Bali, Bandung Sengaja aku datang ke kotamu Lama nian tidak bertemu Ingin diriku mengulang kembali Berjalan jalan bagai tahun lalu Gw berjalan ke arah sebuah lapangan beralaskan paving block yang tak seberapa luas itu. suasananya tidak pernah berubah. masih sama seperti dulu. saat gw dan sofi masih sering bermain bersama dengan anak-anak yang lain. lapangan ini masih tetap rimbun. belasan pohon kecil nan rindang selalu setia meneduhkannya. bahkan sebuah pohon yang dahannya cukup besar itupun masih tetap menaungi lapangan ini. ia masih tetap terlihat kokoh. sambil mengamati keadaan sekeliling pengky, gw menghirup udara segar yang dihembuskan oleh banyak pepohonan rimbun disekitarnya. suasana ini, sejuknya hembusan udara pagi, tetesan embun yang membasahi permukaan aspal, daun-daun yang berguguran di sepangjang jalan, serta kicauan aneka serangga dan burung membuat suasana dramatis di jalan bali ini selalu dan selalu pantas untuk dirindukan. inilah bandung yang sebenar-benarnya bandung. Rasanya, baru kemarin gw masih mengenakan seragam putih abu lengkap dengan lencana berwarna hijau yang tersemat di kerah baju. biasanya, selepas pulang sekolah, anak laki-laki hampir tidak ada yang pernah absen bermain sepak bola di pengky. terasuk gw dan sofi. gedung sekolah itu, yang tetap berdiri tegak seakan tak lekang oleh waktu, menjadi saksi bisu jutaan kisah cinta yang telah terjadi disekitarnya. gw langsung mengabadikan sebuah pelat besi hijau berbentuk melengkung yang bertuliskan nama sekolah hebat itu. dengan segera, gw menguploadnya ke plixi dan dalam beberapa detik saja, foto itu telah sukses terpampang di timeline twitter. hebatnya, selama seharian penuh itu, tak henti-hentinya puluhan orang me-retweet gambar itu, mencurahkan segenap kenangan dan memori indah remajanya sewaktu masih bersekolah di sana. mereka tak ubahnya gw, sangat mencintai tulisan keramat itu, di gerbang sekolah itu. I heart you belitung timur. setelah menemukan posisi duduk yang sesuai, gw lalu membuka sebuah tas pembungkus kulit berwarna hitam. sambil merasakan suasana romantis dramatis yang ada disekeliling, jari jemari gw kemudian mulai menyentuh papan keyboard virtual yang muncul di layar. sesekali
merenung, lalu mengenang kembali kejadian-kejadian indah disana. akhirnya gw mulai merangkai kata-kata yang nantinya akan diolah menjadi sebuah kerangka cerita yang mudah-mudahan kesan indahnya tidak akan terasa jauh berbeda dengan kejadian sebenarnya yang dulu pernah gw alami. tak lupa, dua buah ear-plug langsung gw pasang di kedua telinga. sebuah lagu kenangan menemani gw bercerita sebuah kenangan di tempat yang penuh kenangan. Sepanjang jalan kenangan Kita slalu bergandeng tangan Sepanjang jalan kenangan Kau peluk diriku mesra Hujan yang rintik rintik Di awal bulan itu Menambah nikmatnya malam syahdu…. (Sepanjang Jalan Kenangan) *****
Pengky, Jalan Bali Beberapa tahun-tahun-tahun-tahun-yang lalu “maneh leumpangna tong gancang-gancang teuing atuh beul….” teriak gw kepada sopi sambil berjalan terseok-seok karena sepatu yang gw pakai terlepas. (kamu jalannya jangan cepet-cepet atuh sop….) “buru atuh ih maneh mah ngalilakeun.” balas sofi sambil terus berjalan mundur menghadap ke arah gw yang sedang memakai sepatu. setelah selesai, gw lalu langsung berlari kecil mengejarnya. (cepetan atuh ih kamu mah suka ngelamain aja.) “anjis aing lapar pisan beul. bieu geus ngadangdut tilu kaseteun!” ucap gw seraya merangkul pundak sofi. kami berdua kemudian berjalan keluar gerbang sekolah menyusuri jalan bali. (anjis aku laper banget nih. barusan habis nyanyi dangdut tiga kaset sekaligus!) “heu euh urang oge laper abis. maneh jadi difoto?” tanya sofi. kebetulan waktu itu gw pernah diajak foto-foto untuk sebuah produk kaos t-shirt di sebuah majalah remaja. (iya aku juga laper abis. kamu jadi difoto) “jadi. edek dahar naon ieu teh euy?”
(mau makan apa?) “hayam wae lah nu rada gampang. ari maneh naon?” (ayam aja lah yang gampang. kamu mau makan apa?) “teuing. tapi aing lagi ngidam bungbuahan.” (ngga tau. tapi aku lagi ngidam buah-buahan.) “buah? maneh ngidam?” “heu euh aing lagi ngidam duren tapi nu eweuh cucukan.” (iya aku lagi ngidam duren tapi yang ngga ada durinya.) “oh… sugan teh maneh ngidam cau rasa gedang.” (oh… kirain teh kamu lagi ngidam pisang rasa pepaya.) “hahahhh. eh sop, nanti katanya aing mau dipoto make kaos warna kayas lah.” (warna kayas : warna pink / merah muda) “deminya?” “iya. kaos pink garis-garis putih. meni gress pisan lah.” “homo ih bajunya. orangnya apalagi.” “ari sia naon goblog??” (lo sendiri??) “ah pan urang mah kabogohna.” (ah kan saya mah pacarnya.) “ngemeng naon sia teh.“
“terus nanti selain kaos warna kayas, maneh difoto make apalagi?” “teuing sop. kayanya mah aing nanti dipoto make calana cutbray kerlip dangdut warna hejo paul.” (hejo paul : hijau kebiru-biruan, turquoise) “cing rada diulang maneh tadi ngomong apa?” “ah maneh mah.” “kenapa ngga sekalian make kameja corak kembang-kembang?” “anjis! eta nu dicari selama penantian hidup aing, kameja corak kembang-kembang! oke beybeh!” “bu, pecel ayam masih ada ngga?” tanya sofi kepada ibu pemilik warung tenda sewaktu kami berdua telah sampai di sebuah warung tenda yang menjual pecel ayam, pecel lele, dll. “nanti ya diliat dulu ayamnya masih ada atau ngga .” jawab si ibu dengan kalem sambil tetap sibuk ngerendos sambel. (ngerendos : menggerus) “kalau ngga ada?” tanya sofi lagi. “ya ngga jadi beli juga ngga apa-apa mas.” jawab ibu itu dengan tiis. “anjis goblog ieu si ibuna pikageluteun!” bisik gw pelan kearah sopi. kemudian sopi memesan pecel ayam dua porsi untuk kami berdua. lalu, kami duduk di sebuah meja panjang di dekat tempat si ibu berdiri tadi. (anjis ini mah namanya si ibu ngajak berantem.) *****


Bertahun-tahun kemudian….
“dulu geuleuh ngga sih, waktu liat di majalah teh bibir kamu pake lipbalm?” tanya sofi saat kami sedang berjalan-jalan di sekitar jalan bali begitu sesampainya di bandung setelah selesai melaksanakan serangkaian acara pernikahan teh dea. “eh itu mah disuruh sama tukang potonya lah. maneh tah yang nurustunjung ngabolokerkeun eta aib aing make lipengloss.” biasanya kan, kadang, supaya bibirnya ngga keliatan pecah-pecah teh suka dikasih lipgloss sama tukang mek ap nya. (kamu tuh yang nyebelin nyebarin aib aku pake lipbalm) “atuda resep ngaheureuyan kamu teh.” (habisnya aku paling seneng ngebecandain kamu.) “eh dulu motor kamu pernah jatuh disini inget ngga sop?” gw menunjuk ke depan pagar sebuah kos-kosan yang letaknya bersebelahan dengan sekolah. “oh… gara-gara mau ngikutin kamu tea nya gi?” “iya. da kamu mah sukanya ngikutin aing terus. aing pergi kemana aja pasti ngikut da. dasar anak bringka.” “anak bringka?” “bringkaditu, bringkadieu. nu penting mah ngilu ramena hungkul.” (kesana, kemari. yang penting mah ikut ngeramein.) “saya laper gi. makan dulu yu bentar?” “mau makan apa?” “sotbal aja gi yang rada deukeut.” “hayu lah. leumpang atawa kumaha?” (hayu lah. mau jalan atau gimana?)
“heu euh. sekalian kesangan. disana saya jarang olahraga.” ucap sofi sambil melangkahkan kaki melintasi lapbal, lapangan bali, menuju ke arah sotbal, soto bali, yang ada di bagian ujung jalan bali dekat ke jalan jawa. (kesangan : keringetan) “maneh leumpangna tong gancang-gancang teuing atuh bray. aing geus kolot yeuh….” gw menyuruh sofi agar memperlambat langkah kakinya. (kamu jalannya jangan cepet-cepet atuh sop. aku udah tambah tua nih…) “kamu mah, dari dulu sampai sekarang tetep aja jalannya lama. saya udah pelan juga tetep aja saya yang ada di depan kamu. kamu mah selalu ketinggalan…” balas sofi sambil tetap berjalan cepat seperti biasa. *****
as you walk in front of me, doesn’t mean I am left behind. i just want to watch you walk away and wonder…….. whenever you are missing something, will you look back? *****
“kemarin kayanya kamu baru aja dateng. dan sekarang, aku harus liat kamu berangkat lagi. pergi lagi. ninggalin aku, lagi.” gw membantunya mengemasi beberapa pakaian ke dalam koper. sofi pun hanya bisa tersenyum simpul. “pernah ngga, kamu tiba-tiba ngerasa ragu menjalankan sesuatu saat udah sampai ditengah jalan?” tiba-tiba sofi menatap tajam ke arah gw. “ragunya teh karena apa dulu? cobaan atau godaan?” balas gw. “hmm…. terkadang yang namanya godaan itu akhirnya akan jadi sebuah cobaan.” “dan kalau mau lulus dengan nilai bagus, artinya harus bisa menyingkirkan semua godaan yang jadi cobaan itu, kan?” sofi kemudian tertawa kecil sambil menatap kearah gw.
“kata-kata barusan, keluar dari mulut kamu apa hati kamu?” goda sofi. “…………………………………………………………………………………….” gw hanya bisa terdiam. andai hati bisa berkata, mungkin bibir ini sudah pasti akan dicap sebagai pembohong besar. “kamu kuliahnya harus bener ya gi. cepetan lulus. kalau ada perlu bantuan apapun, email saya atau gimanapun lah caranya. walau sesibuk apapun, saya akan sangat mau sekali bantuin kamu.” “iya sop. doain aku ya supaya cepet selesai urusan kuliahnya. asa banyak pisan hambatan.” “ok. tapi saya mah cuma bisa sebatas ngedoain kamu. nantinya cuma Allah yang akan, selalu dan pasti nolongin kamu. makanya kamu jangan pernah ninggalin shalat.” “iya sop. eh sop, dulu teh kamu suka sama aku karena apanya?” tiba-tiba gw melemparkan pertanyaan yang sebenarnya gw sendiri sudah tahu jawabannya. “ngga tau…..” jawabnya singkat. kemudian ia kembali menlanjutkan kegiatan beres-beresnya. *****
i like you because I don’t know why, but… everything that happens is nicer with you i can’t remember when I didn’t like you it must have been lonesome then i like you because because because i forget why I like you but i do… ***** hey sipo-sipo, promise me ya, you gonna take a good care of yourself there. stop being spontaneous and avoid every act that lead you to problems. stay focus, stay calm, stay gorgeous, jangan dikeluarin hoblohnya nanti bisa malu-maluin nama negara. kalo ada yang gangguin kamu disana bilang aja nanti aing pasti langsung sewa pembunuh bayaran. hahahaha. jangan lupa solat siah sop. soalnya kalo maneh ngga solat nanti ngga akan ada yang doain aing. *****
hahaha… yes, sir. I will take care of myself and I won’t do stupid things that will lead me to problems. I promise you that I will be fine there. *****


TAMAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar