Senin, 21 Maret 2016

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 38

SESUATU YANG TAK TERDUGA

"kak ada yang mau aku bicarakan sama kakak, ini sangat penting. kalau bisa sekarang kakak datang kerumahku.."
tiara menelponku dan suaranya terdengar sangat serius sekali.

"kamu mau bicarakan masalah apa dek?"
tanyaku agak penasaran. tak biasanya tiara meminta aku datang dengan panik seperti ini.

"pokoknya ini penting kak aku harap kakak mau datang sekarang!"

"baiklah kamu tunggu sebentar lagi, kakak siap siap dulu...!"

"oke jangan lama lama ya kak.."

"iya tunggu setengah jam lagi kakak pasti datang!"


setelah menutup telpon aku bergegas mandi, aku tak berlama lama dalam kamar mandi, setelah memakai baju dan bersisir aku langsung kerumah tiara. sekarang jam empat sore. aku sms yuk tina mengatakan padanya kalau hari ini aku tak bisa menjemputnya pulang dari kantor. untung saja yuk tina bilang kalau ia akan pulang diantar sama temannya.
sampai dirumah tiara, aku langsung turun dan mengetuk pintu. yang membuka mama nya tiara.


"assalamualaikum tante, tiara nya ada?"
aku bersikap sesopan mungkin. mama tiara tersenyum lebar padaku. setiap kali aku datang mama tiara pasti terlihat sangat senang.

"wa'alaikum salam nak rio, tiara ada di dalam.. silahkan masuk biar tante panggil dulu tiara nya.."
ibu tiara melebarkan pintu agar aku masuk, aku mengikuti ibu nya ke dalam.

"silahkan duduk nak, tante ke dalam dulu manggil tiara, dia memang lagi nungguin kamu katanya"
aku duduk di kursi tamu sementara ibunya memanggil tiara. tak sampai satu menit tiara keluar dari kamarnya dan menghampiriku. ia menatapku dengan pandangan yang agak aneh.

"maaf kak aku sampai memaksa, soalnya ini sangat penting bagi kakak..aku tak mau kalau sampai terlambat."
kata kata tiara seakan penuh misteri.

"memangnya ada apa sih dek?"

"kita jangan bicara di sini kak, lebih baik kita duduk di depan saja, aku tak mau kalau sampai ibuku mendengar pembicaraan kita.."
tiara mengisyaratkan agar aku mengikutinya. aku berdiri lalu mengikuti tiara ke beranda. kami berjalan ke halaman rumahnya yang tak begitu luas, menginjak pekarangannya yang ditumbuhi rumput lalu duduk di bawah pohon mangga yang ada bangku dari kayu.


"kamu mau mengatakan apa tiara?"
tanyaku tak sabar. tiara tak langsung menjawab, ia menatapku dengan agak aneh yang kau ingat sangat mirip sekali dengan tatapan anna kemarin.

"aku mau bertanya sama kakak, ini sangat penting sebelum semua menjadi masalah yang besar.."

"tentang apa?"
jantungku berdegup kencang, rasanya aku bisa menebak kemana arah pembicaraan ini.
"kakak ada hubungan apa dengan bang erwan, kemarin kata anna ia bertemu dengan kakak dan bang erwan di pantai parai, anna bilang semenjak bang erwan dekat sama kakak, bang erwan agak berubah.."

"memangnya kenapa kalau aku dan erwan akrab?"
aku pura pura bodoh. tiara tersenyum.

"kakak tau kalau anna curiga dengan kalian, tapi aku langsung bilang pada anna kalau bang erwan tak mungkin begitu, aku sangat kenal dengan bang erwan, walaupun aku tahu bisa saja memang ada apanya antara kakak dengan bang erwan."
lututku langsung lemas rasanya, untung saja saat ini aku sedang duduk jadi aku tak harus terduduk lagi.

"itu hanya dugaanmu saja tiara, aku dan erwan hanya bersahabat, kamu tahu kan kalau seorang pacar tak selalu harus bersama sama, kadang erwan juga butuh bersama temannya.."

"bukan hanya kali ini kak kata anna, ia merasa kalau erwan berubah sudah agak lama, makanya aku hanya mau kakak jujur padaku agar aku bisa mengatasinya, kakak tau kalau aku dekat sama anna, sedikit banyak ia akan mendengarkan apa yang aku katakan, tapi aku juga butuh tahu kebenarannya, aku tak marah sama kakak kalaupun memang ini benar. kakak boleh pacaran dengan orang yang kakak sukai, aku sadar kalau usahaku untuk bersama kakak itu akan sia sia, tapi aku juga tak jahat kak, aku tak mau kalau kakak mendapat masalah.."

tiara memotong kata kataku, aku mencoba menatap mata tiara, sepertinya ia terlihat tenang seolah ini bukan masalah besar baginya.

"kenapa kamu sampai berpikir seperti itu?"

"erwan sepupuku kak, aku juga mengamatinya selama ini. aku yakin kalau memang ada yang lain dengan kalian berdua. aku janji kalau memang ini benar aku tak akan mengatakannya pada siapapun. tapi aku hanya perduli pada kalian berdua, aku sayang sama kamu kak, aku juga sayang sama bang erwan. kalian dua orang y ang khusus di hatiku, kalau aku turuti kata hati aku hanya ingin kalian berpisah, tapi aku juga tak bisa memaksakan keinginan. mungkin kalian akan berpisah tapi itu tak menjadikan kakak serta merta jadi pacarku, mungkin malah kakak akan membenciku."

"lalu apa yang kamu inginkan?"

"aku tak menginginkan apa apa, aku hanya minta agar kakak dan bang erwan mulai sekarang agak menjaga jarak, jangan sampai kecurigaan anna terbukti, anna bukan gadis lugu, ia sangat peka, aku mengenal anna dari kami masih smu dulu, ia tak akan tinggal diam karena ia sudah sayang sama bang erwan sejak lama, aku hanya mau menyampaikan itu saja sama kakak!"

aku terhenyak, tak ada lagi yang dapat aku sangkal sekarang, tiara juga bukan gadis lugu. ia tahu tentang aku dan erwan. aku membantah juga percuma karena tiara memang tahu kalau aku seorang gay.

"apa yaang harus kakak lakukan, anna tak akrab sama kakak.."

aku hampir putus asa. namun tiara malah mengenggam tanganku.

"kita harus terlihat lebih mesra mulai sekarang kak, dan aku juga akan mengenalkan kakak sebagai pacarku pada anna. aku yakin ia akan berhenti mencurigai kalian berdua"
rasanya mendengar saran tiara bagaikan memakan buah simalakama. tapi tiara benar dan aku sangat berterimakasih atas pengertiannya itu.

"tiara aku sangat berterimakasih sekali padamu, aku minta maaf kalau aku selalu membuatmu susah.."

"ssttt....tak apa apa kak, aku sayang sama kakak dan aku tak mau kalau kakak mendapat masalah, jangan kuatir kak, aku bisa mengatasi perasaanku, dari awal saat aku mencintai kakak aku sudah tau apa resiko yang harus aku hadapi, aku hanya harus sedikit bersabar saja...aku y akin kok kalau apa yang aku harap ini tak akan sia sia nantinya, yang penting sekarang kakak tenang saja, soal anna aku akan coba kasih pengertian sama dia yang penting kakak juga mau berusaha agar tak membuat ia tahu kalau apa yang ia sangka itu benar!"

tiara memegang tanganku. aku jadi bingung apakah aku harus mengenggamnya atau aku membiarkan saja. sesungguhnya aku sangat kasihan sama tiara, gadis yang baik hati ini mencintaiku, sedangkan aku entah bisa membalasnya atau tidak aku juga tidak tahu.

"kakak sudah makan?"
aku mengangguk.

"sudah dek, memangnya adek belum makan ya?"
aku balik menanyakan pada tiara.

"belum kak, sejak anna datang dan menceritakan masalahnya tadi, aku jadi kehilangan selera makan. aku sangat mengkuatirkan kakak.."

"kalau begitu kakak ajak kamu ke restoran saja ya, atau kamu pengen makan apa biar kakak traktir"

"wah jadi merepotkan, kalau kakak tak keberatan sih tak masalah kak, makan dimana saja boleh, aku jadi lapar nih."

tiara mulai lagi dengan kemanjaannya. tapi aku tak berkomentar lagi, aku sadar kalau menyayangi seseorang memang kita kadang ingin selalu di perhatikan karena memang itulah yang membuat kita bahagia apalagi orang yang kita sayangi membalasnya. rasanya tak ada hal yang lebih indah dari apapun.
tiara kembali mengajakku masuk ke rumahya karena ia mau berdandan, aku bingung kenapa kerumah makan saja harus berdandan dulu, padahal kan tak ada yang bakalan memperhatikan selama apa yang dikenakan itu sopan. aku pamit pada ibu tiara. beliau mengijinkan dan berpesan agar kami hati hati.


*****************


selesai makan aku mengantar tiara pulang, tak lupa aku membelikan otak otak untuk ibu tiara. setelah itu aku pulang kerumah. malamnya erwan datang. wajahnya agak keruh. aku bisa menangkap kalau ia sedang ada masalah. erwan menghenyakkan pantatnya ke tempat tidurku.

"ada apa wan, kamu pasti lagi ada masalah sama anna kan, tadi tiara sudah cerita padaku.."

"iya rio, kamu tahu apa yang dikatakan sama anna, kalau ia curiga aku sama kamu bukan hanya sekedar teman saja, aku tak tahu apa yang ada di otak anna sekarang ini. ia sangat marah sekali padaku, hubungan kami kayaknya tak bisa lagi dipertahankan rio.."
erwan mendesah, raut wajahnya menyiratkan kalau ia sangat kuatir.

"kamu takut ya?"
tanyaku sambil duduk disamping erwan.

"sejujurnya iya, di lain sisi aku memang sangat ingin sekali putus dengan anna, tapi aku juga takut kalau nanti kami putus malah akan menimbulkanmasalah lain, aku tak mau keluargaku tahu kalau aku adalah seorang gay.."

"tapi itu kan baru dugaan anna saja, kamu jangan berpikir sejauh itu.."

"kamu tak terlalu kenal dengan anna rio, aku kuatir, anna kalau marah akan beda sifatnya... ia paling tak suka kalau di khianati"

"kamu tahu wan, aku juga bingung. kita berdua diantara dua orang perempuan, kita saling mencintai tapi kita tahu kalau ini adalah cinta yang ganjil, aku ingin kita tak menyakiti orang lain lagi, aku sudah menyakiti rian... apakah sekarang aku harus menyakiti anna juga?"

"maka dari itu yo, apakah kamu ada jalan keluar, sebenarnya aku tak tahan kalau harus diam diam seperti ini yo, aku tersiksa"
erwan mengusap wajahnya dengan telapak tangannya. aku mengenggam tangan erwan lalu tersenyum padanya.

"tiara tahu wan dengan hubungan kita, katanya ia akan membantu kita, ia akan bicara pada anna kalau apa yang dipikirkan anna itu salah, tapi aku juga harus berusaha menunjukkan pada anna kalau aku dan tiara adalah sepasang kekasih, biar anna tak curiga kata tiara"
erwan tersentak bagaikan orang yang tersambar listrik, maanya terbelalak dan mulutnya ternganga.

"astaga rio.. kamu tak main main kan?"
"memangnya kenapa wan, akutak main main...tadi sore tiara sendiri yang cerita padaku"

"ya ampun kenapa baru saja kita pacaran tapi sudah ada masalah seperti ini, aku minta maaf rio..aku tak ada maksud membuat kamu bermaslah lagi"

"jangan kuatir wan..dari awal aku sudah tau apa resiko nya, jadi aku akan hadapi...tiara tahu dan ia tak marah malahan ia bilang akan bantu kita berdua"

"aku sayang sama tiara yo, ia sepupuku yang paling dekat denganku, kenapa saat ia menyayangi seorang lelaki, malah aku yang menghancurkan harapannya itu.."

"cinta tak harus memiliki wan, hati tak bisa di paksakan.. aku juga tak tega sama tiara wan, tapi ia sendiri sudah tau kalau aku seorang gay, ia yang mengatakan kalau ia tak ada masalah, aku tak mengerti ada wanita yang seperti itu di dunia ini. apa yang sbenarnya tiara pikirkan aku jadi bingung"
erwan mengangguk angguk seperti mengerti tapi dari raut wajahnya terlihat kalau ia juga bingung.

"yang penting sekarang kita tahu apa yang harus k ita lakukan. aku tak mencintai anna lagi yo, sudah sejak lama, tapi aku tak tahu bagaimana agar kami bisa putus secara baik baik, hanya tinggal masalah waktu saja itu akan terjadi..."

aku berbaring sambil menatap langit langit kamar yang tak ditutupi eternit. pikiranku kembali kacau.

*********


"faisal ayo minum susunya, kamu kan harus cepat gede biar nanti ada yang menemani om ngobrol"
aku menempelkan botol dot ke bibir faisal namun ia tak membuka mulutnya sdikitpun.

"kenapa dengan faisal mel, iya sakit ya?"
amelia yang sedang melipat baju lamngsung menghentikan kegiatannya kemudian menghampiri faisal yang sedang berbaring di dallam boks. amalia meraba dahi anaknya itu kemudian tersenyum padaku.

"nggak kok, suhu tubuhnya nggak panas, mungkin ia masih agak asing sama kamu rio, kamu sih jarang datang kemari"
benar saja, saat amalia yang m enyodorkan susu itu langsung di lahap faisal. aku nyaris tertawa melihatnya. betapa lucunya pipi yang montok itu bergerak gerak saat sedang menyedot susu dari dot. matanya menatap aku dengan tatapan yang polos. sangat mirip sekali dengan kak faisal, tak ada yang terlewatkan seddikitpun mulai dari mata, alis, hidung, dan bibirnya.

"cepat besar ya biar bisa temani om ngobrol,.."
aku mencubit pipinya dengan gemas.

"oh ya rio, aku nyaris lupa.. mama mau ke bangka, katanya ia pengen melihat cucu nya.."
terdengar sekali kalau amalia sangat berhati hati saat memberitahuku. aku menoleh dan melihat amalia.

"kapan kata mama mau kesini mel?"
entah kenapa perasaanku jadi tak enak.

"katanya besok yo, kalau kamu mau ketemu mama datang saja besok.

"tak tahu lah mel, mama masih sangat marah padaku. terakhir aku menelpon mama malah yang ada makin memperparah hubungan kami..."
aku beranjak lalu berjalan ke kursi depan televisi dan duduk.

"aku yakin yo kalau mama tak akan lama marahnya. kamu kan anak kandung mama, sedangkan almarhum dulu juga akhirnya mama maafkan juga"

"tapi kan mama memaafkannya setelah almarhum kak faisal sudah tiada mel, apa mama juga akan memaafkan aku kalau aku sudah tak ada?"
amalia terdiam. ia mengangkat faisal dan menggendongnya.

"aku yakin pada suatu hari nanti mama akan menerimamu lagi"

"semoga... aku juga tak mau jadi anak durhaka mel, aku takut"
terdengar suara motor memasuki halaman rumah, aku melihat dari jendela ternyata kak fairuz bersama tante lina. amalia menyambut mereka di depan pintu.

"ada rio bang!"
terdengar suara amalia yang memberitahukan pada kak fairuz kalau saat ini aku sedang dirumah mereka.

"oh ya.. sudah lama dik? sekarang dia dimana?"
terdengar suara kak fairuz yang sedang masuk ke rumah sambil berjalan.

"wah rio, tumben ada apa?"
kak fairuz senang sekali melihatku.

"kangenm sama kalian kak, juga si kecil.."

"kebetulan ada kamu nak, mama beli ketela rambat, rencananya mau bikin kolak, kamu jangan pulang dulu ya.."
ujar tante lina sumringah.

"wah mama, aku kan paling suka makan kolak ketela, kalau ada itu sih aku gak bakalan pulang duluan!"

"tadi kami dari rumah adek loh, tapi adek tak ada.. kirain kemana nggak tau nya ada disini he..he.."
kata kak faisal lagi.

"kok nggak sms aku dulu kak, jadi kan aku bisa nunggu dirumah!"

"ya tak masalah juga sih, lagian kamu juga sekarang disini, kirain sudah lupa sama kakak"
kata kak fairuz sambil bercanda.

"ya nggak mungkin juga lah kak sampai lupa, aku hanya agak sibuk saja"

"kayak orang kerja aja adek ini"


"he..he...he.."


tante lina mengajak ku ke dapur, kak fairuz ikut denganku. kai berdua duduk di kursi makan sambil melihat tante lina yang sedang mengupasi ketela. nampaknya tante lina kurang tahu cara mengupasnya karena ku lihat ia mengupasnya terlalu tebal. akhirnya aku menawarkan diri untuk membantunya. tante lina senang sekali, ia mengamati aku mengupas ketela sambil mengangguk.

"cepat juga kamu mengupasnya rio"

"iya ma, dari kecil aku sudah terbiasa mengupas ketela, kan emak jualan kue klepon juga ma, jadi kalau cuma ketela sih gampang apalagi kalau pisaunya tajam paling kalau cuma sekilo ini lima menit juga kelar"
jawabku sambil terus mengupasi ketela, setelah selesai tante lina mencucinya dengan air bersih, aku dan kak fairuz mengobrol di belakang rumah, soalnya tempatnya sejuk dan ada pohon.

*****


"amalia sudah kasih tau kamu kalau besok mama mau ke sini yo?"
tanya kak fairuz agak tak enak hati.

"sudah kak, tak apa apa kok, yang penting mama tak marah marah lagi, lagipula ia kan datang bukan untuk menemuiku tapi ia mau ketemu cucu nya, jadi aku rasa aku bisa aman lah kak"

"kakak juga berharap begitu, semoga saja mama kamu tak membuat ulah lagi, kasihan emak kamu yo, tak pernah ada tenangnya"

"mama memang susah ditebak kak, ia terlalu banyak berharap dan akhirnya kecewa."

"sudah lah jangan terlalu seringmembahas hal ini, lebih baik memikirkan hal lain yang lebih menyenangkan, kamu kan hafalk daerah sini, sudah lama kakak tak memancing, kamu tau mana sungai yang ikan nya agak besar besar?"
kata kak fairuz mengubah topik.

"ya tahu lah kak, sejak kapan kakak suka mancing, yang ada juga kakak suka nya mancing keributan!"
candaku sambil tertawa.

"sekarang kan kakak sudah berkeluarga, jadi sifatmasa remaja dulu kakak usahakan untuk dikurangi, kakak harus jadi ayah yang bertanggung jawab"

"aku senang mendengarnya kak, almarhum kak faisal pasti tenang disana karena dua orang yang sangat ia sayangi sekarang di jaga oleh orang yang tepat"

"amin..."
kak fairuz menegakkan badannya lalu menghela nafas. sekilas aku merasa ada kegelisahan di wajah kak fairuz namun itu hanya sesaat karena ia langsung tertawa.

**********

hari ini selasa yang panas, matahari bersinar sangat terik. aku membantu bang hendri membuat kandang ayam, rencananya bang hendri mau beternak ayam broiler, usaha tambangnya sekarang agak menurun dan beberapa kali ia harus nombok karena memang menyewa alat berat sangat mahal. jadi bang hendri memutuskan untuk memelihara ayam. bibit ayam yang baru menetas berwarna kuning cerah bergerombol dalam kardus. yuk yanti mengamati kami sambil menyuapi reza makan.


"tolong kamu ambil kawat itu yo"
kata bang hendri sambil menunjuk ke gulungan kawat anyam untuk dinding kandang ayam.

aku mengambil kawat itu lalu memberikan pada bang hendri. ia langsung mengukur kawat itu lalu memotongnya dengan gunting besi hingga ukurannya pas.
tiara bersama emak sedang di dapur menggoreng pisang, sejak jam sembilan pagi tiara datang dan membantu emak memasak. sekarang tiara mulai akrab dengan emak dan ayuk ayuk ku. kadang aku kasihan juga dengan usaha tiara agar aku bisa menyukainya.

"kamu pegang kawat di sisi sana yo, tolong jangan sampai miring posisinya.."
kata bang hendri sambil memalu kawat itu pada rangka kandang yang terbuat dari kayu aku memperhatikan bang hendri memaku kawat hingga terpasang dengan pas.

"kalian istirahat dulu, makan pisang goreng sambil ngopi dulu.!"
entah sejak kapan tiara berdiri di belakangku bersama emak.

"teriamaksih tiara"
aku berdiri lalu mencomot pisang goreng yang masih hangat diatas meja kecil di depan teras. bang hendri tersenyum puas melihat kandang ayam yang hampir jadi itu.

"lebih baik kalian makan siang dulu, emak sudah siapkan makan siang, habis itu baru di lanjutkan lagi"
saran emak sambil duduk di sampingku diatas bangku terbuat dari bambu yang ada di depan teras rumah.

"mak kata kak fairuz hari inni mama datang dari jakarta"
aku memberitahu emak, mendengarnya wajah emak agak keruh.

"kalau ia masih marah sama kamu lebih baik kalian jangan bertemu dulu, emak tak mau kalau kalian jadi bertengkar lagi"

"iya mak, aku juga berpikir begitu, aku belum siap bertemu mama, pasti kami bakalan ribut lagi."

"mama mu belum tau soal tiara kan, ia terlalu cepat menilai. mungkin ia kira kamu tak mampu menjadi lelaki sejati, tapi emak yang lebih mengenal kamu rio, dan emak yakin kalau kamu tak seperti yang mama kamu pikirkan"

"mak ada tiara loh, jangan keras keras ngomongnya, nggak enak kalau dia dengar!"
aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. tiara berdiri tak jauh dari kami, ia sedang bercanda dengan reza. sementara yuk yanti dan bang hendri berdiri sambil berkacak pinggang di depan kandang ayam.

"iya nak, maaf emak jadi keceplosan saking senangnya"

kata emak agak menyesal. aku tersenyum pada emak dan menggeleng.

"tak apa mak, aku hanya tak mau kalau tiara terlalu jauh tahu tentang rahasiaku ini, aku kan belum tentu menikah dengan dia mak, kami juga baru saling menjajaki"

"emak hanya mau kamu bahagia dengan siapapun itu, kamu bisa percaya sama emak kan?"

senyuman emak menandakan kalau emak tak main main dengan apa yang emak katakan tadi. aku mengangguk membalas senyum emak.

"kalau begitu kamu ajak tiara makan sekarang, kamu pasti sudah lapar kan"

"iya mak, masak apa memangnya mak, aku memang sudah lapar"

jawabku. lalu aku menghampiri tiara untuk mengajaknya makan. demikian juga bang hendri dan yuk yanti.

**********




"mau kemana yuk kok sudah rapi dan cantik gitu?"

tanyaku pada yuk tina dengan agak heran, tak biasanya yuk tina berdandan seperti ini kecuali kalau mau ke kondangan . baju yang dulu aku beli di palembang buat yuk tina sangat pas di badan nya. sutera warna salem dengan garis pinggang yang kecil dan bawahan rok yang sedikit mekar jatuh pas menutupi pahanya hingga sedikit di bawah lutut. rambutnya di gerai dan di jepit pada bagian sisi telinga agar rapi. benar benar aku pangling melihatnya.

"ada teman ayuk mau datang dek.."

suara yuk tina agak riang dari pada biasanya, akujadi agak curiga.


"teman apa teman yuk, hmmmm pacarnya yah?"

"aku menggoda yuk tina, benar saja wajahnya langsung memerah karena malu. aku jadi penasaran siapa pacar yuk tina itu, karena yuk tina selama ini tak pernah mengundang lelaki datang kerumah.

"sebentar lagi juga dia datang dek, sebenarnya dulu ayuk sempat pacaran dengannya sebentar tapi kami putus, dia baru kembali lagi kesini dan ayuk tak menyangka bakalan berjumpa lagi dengan dia, ayuk rasa ia masih menyukai ayuk dek.."

kata yuk tina bercerita, aku tersenyum. lelaki bodoh yang mau memutuskan yuk tina, aku bangga sekali dengan yuk tina, ia cantik. aku rasa lelaki akan merasa sangat beruntung kalau bisa mendapatkan yuk tina.

"semoga apa yang ayuk harapkan itu terwujud. kalau jodoh tak akan lari kemana yuk."

"makasih ya dek, oh ya memangnya kamu nggak jalan malam ini dek, kok kamu santai dirumah, sekarang kan malamm minggu. apa tiara nggak kamu apelin?"

tanya yuk tina agak heran.

"jam delapan yuk aku kesana, aku mau siap siap dulu."

"buruan kasihan tiara pasti sangat berharap kamu datang dek, malam ini malam yang khusus bagi orang yang punya pacar!"

aku nyengir mendengar yuk tina mengatakan hal itu, ayuk ku ini memang sedang kasmaran, aku jadi penasaran siapa lelaki yang bisa mencuri hatinya itu. aku pergi ke kamar dan meninggalkan yuk tina sendirian di ruang tamu menunggu temannya itu.

di kamar aku berganti pakaian. aku memakai kemeja kotak kotak warna hijau tua dan celana jeans hitam. rambutku aku minyaki dann sisir rapi. tak lupa aku semprotkan sedikit minyak wangi. terdengar deru suara motor berhenti di halaman rumah. nampaknya teman yuk tina itu sudah datang, aku berharap ia adalah lelaki yang baik. aku sangat menyayangi yuk tina dan berharap ia bahagia. jadi aku akan melihat apakah lelaki itu pantas untuk yuk tina. aku keluar dari kamar lalu keruang tamu. nampak yuk tina sedang duduk agak menunduk sedangkan lelaki di depannya juga terlihat agak kikuk. darahku nyaris surut saat melihat dengan jelas siapa teman yuik tina itu.

"adek, kenalkan ini tommy, mungkin adek masih ingat dengan dia... papa nya sebulan yang lalu meninggal dan adek nya kalau ayuk tak salah adalah teman adek juga"

suara riang yuk tina tak mampu menghalau gundah yang aku rasakan. kenapa dari jutaan lelaki yang ada di dunia ini yuk tina harus mencintai kakak nya rian?




"halo rio apa kabar, tak di sangka kita ketemu lagi. kapan balik dari palembang?"
kak tommy menyapaku dengan ramah, aku tersentak dan tersenyum walaupun rasanya agak berat.
"sudah beberapa bulan aku balik lagi kesini kak, kapan tiba kak?"
"tiga hari yang lalu rio, oh ya bagaimana kabar rian dipalembang, kamu sudah selesai kuliah?"
tanya kak tommy ingin tahu. ia mengulurkan tangannya untuk menjabatku. aku membalas uluran tangannya dan menjabatnya. andaikan ia tahu kalau aku dan rian sebenarnya ada masalah yang sangat besar, orang yang sanaagat aku ingin untuk hindari saat ini adalah rian. tapi sepertinya akan sangat sulit. kalau saja yuk tina memang pacaran dengan kak tommy dan sampai mereka nanti menikah, artinya aku akan jadi kerabatnya rian yang tentu saja kami akan sering bertemu. aku jadi bingung sekarang.
"belum kak, aku berhenti dan memutuskan pindah kesini.. oh ya silahkan di lanjutkan ya ngobrolnya aku mau jalan dulu, assalamualaikum"
"waalaikum salam..."
jawabnya dan yuk tina serempak. aku meninggalkan mereka lalu ke mobil. aku mengemudi kerumah tiara dengan pikiran yang tak tenang, sungguh aku tak menyangka kalau yuk tina menyukai kakaknya rian.

sampai di depan rumah tiara aku turun dari mobil, hape ku berbunyi ada sms masuk ternyata dari erwan. ia menanyakan aku lagi dimana. langsung aku balas kalau aku saat ini sedang dirumah tiara. setelah itu aku berjalan ke pintu rumah tiara yang terbuka. tiara yang sedang duduk diruang tamu langsung berdiri dan menyuruhku masuk. sepertinya tiara memang sudah menungguku dari tadi.
saat tiara sedang ke dapur untuk membuatkan aku minuman, erwan sms lagi. katanya ia mau mengajak anna kerumah tiara, dan ia mau mengajak aku dan tiara makan malam diluar. aku balas k alau aku menunggu dia dirumah tiara. hatiku senang sekali, erwan akan datang kemari karena memang aku sangat kangen sekali padanya.
tiara keluar dari dapur dengan membawa minuman. ia letakkan minuman itu diatas meja.
"maaf kak agak lama..."
"tak apa apa dek, oh ya ibu adek mana kok nggak kelihatan?"
"ada kok kak ibu lagi di ruang tengah sedang menonton tipi, memangnya kenapa kak?"
tiara agak heran. aku menggeleng.
"nggak kok cuma nanya aja dek. oh ya kata erwan ia dan anna mau kemari gak apa apa kan dek?"


"wah senangnya kalau memang mereka mau kesini kak, kalau begitu kita jalan sama sama saja ya kak.."

tiara malah terlihat sangat senang. aku menarik nafas lega. aku bisa bertemu erwan malam ini dan bersamanya. akutahu ini konyol namun memang ini lah yang terpaksa aku lakukan. aku belum siap untuk menunjukan jati diriku kepada umum kalau aku adalah seorang gay, kalau memang ada yang bisa itu adalah hak mereka tetapi kalau aku jujur saja belum siap.

tak berapa lama menunggu erwan datang bersama anna. aku agak menghindar bertatapan dengan anna, aku merasa agak sungkan dan sedikit bersalah. aku tak tahu apa yang sedang ia pikirkan tentang aku sekarang ini. aku hanya berharap ia sudah melupakan kejadian kemarin, tapi entah kenapa aku merasa seolah olah anna mengamati aku dan erwan. atau kah itu hanya perasaan ku saja karena memang sebenarnya aku memang bersalah. erwan mengajak kami jalan jalan sambil cari tempat yang santai untuk ngobrol. akhirnya kami memutuskan memilih salah satu kafe yang ada di sebuah supermarket yang baru buka. letaknya tepat pada puncak gedung hingga kami bisa menikmati pemandangan kota pangkalpinang saat malam hari.

sesaat aku merasa semua berjalan dengan wajar saja, anna dan tiara sesekali tertawa mendengarkan lelucon yang erwan lontarkan sembari kami makan snack dan minuman ringan. tapi pada saat aku lihat anna membersihkan remahan roti yang tertinggal di sudut bibir erwan dengan jarinya entah kenapa hatiku jadi cemburu, aku merasa sangat kesal sekali. tiara nampaknya tahu dengan perubahan air mukaku dan ia menyentuh pinggangku pelan. isyarat matanya memperingatkan aku agar jangan sampai melakukan sesuatu yang konyol. aku mengangguk agar tiara tak kuatir, aku juga sadar aku tak mungkin melakukan hal yang ekstrim yang malah akan membuat sesuatau menjadi tambah runyam.

untunglah jam jam yang membosankan itu akhirnya berlalu juga. anna mengajak kami pulang karena malam sudah agak larut. kami meninggalkan kafe setelah membayar makanan yang kami pesan. bersama kami mengantar anna pulang terlebih dahulu. setelah itu mengantar tiara. setelah hanya tinggal aku dan erwan tanpa aku duga erwan langsung memutar kembali mobil ke arah jalan raya bukannya langsung pulang. aku mengikuti mobil erwan dari belakang. tak lama kemudian di depan museum timah erwan meminggirkan mobil dan berhenti. aku ikut memarkir mobilku dekat mobil erwan lalu aku turun.

"ada apa wan?"
tanyaku sambil berjalan menghampiri erwan. ia memberi isyarat agar aku duduk bersamanya di depan gerbang museum. jalanan yang agak gelap hanya dengan penerangan lampu kuning jalan yang terletak pada persimpangan tak cukup untuk menerangi wajah erwan hingga aku kurang bisa melihat wajahnya.

"aku rasa hal ini harus di hentikan yo, aku sudah tak kuat lagi.."
kata erwan tiba tiba. aku baru bisa melihat wajahnya dengan jelas setelah aku duduk disampingnya. ternyata erwan sekarang sedang murung.

"maksudmu akmu sudah tak tahan lagi denganku ya?"
perasaanku mendadak jadi tak enak. apakah erwan sudah merasa tak nyaman denganku? kalau itu sampai terjadi maka akan sia sia semuanya.

"bukan itu maksudku rio, aku hanya memikirkan hubungan kita ini, aku tak bisa lagi pura pura, aku takut nanti semua akan terbongkar, aku mau memutuskan hubunganku dengan anna. bagaimana menurutmu?"
aku terhenyak mendengar apa yang barusan erwan katakan, apakah ia serius dengan apa yang ia katakan tadi?

"kamu mau putus dengan anna wan? apa kamu serius... bagaimana dengan anna apakah ia juga mau putus sama kamu?"

"aku tak tau yo, tapi sepertinya aku sudah tak bisa lagi bersandiwara"

"kamu kan tau kalau saat ini anna sedang curiga sama kita dan kamu mau putus dengannya, apa nanti hal ini tak akan membuat anna sakit hati, aku takut nanti anna akan benci padaku wan... anna sahabat tiara, apa yang akan aku lakukan kalau aku nanti bertemu dengan anna? apakah aku bisa menjelaskan apabila nanti ia bertanya"
aku jadi agak kuatir sekarang. di lain sisi aku senang kalau erwan hanya aku yang memiliki, tapi aku juga takut kalau ini akan jadi batu sandungan bagi aku dan erwan nantinya.

"cuma mungkin akan agak sulit nantinya yo, soalnya untuk putus kan kami harus ada masalah, sedangkan aku dan anna nyaris tak ada masalah...."

"kamu jangan sampai melakukan hal yang nanti malah akan membuat dirimu makin sulit wan, aku akui kalau aku sangat menyayangi kamu dan tak mau ada yang lain milikimu selain aku. tapi aku juga tak mau kalau kamu malah dapat masalah"

"selama aku dan kamu tak ada masalah aku tak takut yo"
erwan tetap bersikeras dengan keinginannya.

"nanti saja kita pikirkan masalah itu, sekarang lebih baik kita pulang dulu, kamu harus pertimbangkan lagi apa yang kamu katakan tadi, jangan sampai nantinya ada rasa sesal."

"apa kamu tak mau kalau antara kita tak ada yang menghalangi yo?"
erwan masih b elum puas.

"siapa sih yang mau ada penghalang antara ia dengan orang yang ia sayangi..tapi kamu juga harus ingat wan, kalau kia ini adalah sesama lelaki. cinta kita tak sama dengan orang yang lain walaupun apa yang kita rasakan sama namun situasi kita berbeda"

"aku tak mau kalau kamu jadi pesimis seperti ini rio, kamu harus yakin kalau memang kita berusaha keras maka kita akan dapatkan apa yang kita mau. siapa bilang kalau cinta kita beda, aku yakin kalau kita juga merasakan hal yang sama indahnya dengan yang dirasakan orang lain"

"iya aku tahu wan, tapi sekarang mendingan kita pulang saja dulu!"
erwan menatapku sejenak bagaikan sedang mengamatiku.

"baiklah.."
ujar erwan akhirnya.

**********

saat aku sedang bersantai dirumah, kak fairuz datang sendirian. aku agak kaget juga karena kak fairuz tak menelpon aku terlebih dahulu.

"kamu lagi sibuk ya?"
tanya kak fairuz sambil duduk disampingku di depan teras rumah. angin yang berhembus semilir terasa sejuk membuat aku merasa agak santai. aku bergeser memberi ruang agar kak fairuz bisa duduk dengan nyaman.

"nggak kak, aku lagi santai... memangnya ada apa kak?"

"mama sudah datang sejak kemarin dan mama menginap rencananya besok mama pulang, kakak lihat sepertinya mama agak kurus dek, walaupun mama tak mau mengakuinya tapi kakak tau kalau mama sebenarnya sangat merindukan adek, coba adek berdamai dengan mama.. entah kenapa rasanya kakak tak tega juga kalau melihat mama seperti itu"
aku sedikit kaget karena kak fairuz sekarang perduli dengan mama. tapi aku senang akhirnya kak fairuz bisa menerima mama.

"kakak tak tau terakhir aku menelpon mama yang ada kami berdua hanya bertengkar kak, aku juga tak mau terlalu lama tak teguran sama mama, tapi sekarang mama memang sudah berubah kak, ia tak bisa menerima keadaanku. mama tak tau kalau aku juga sangat sulit menjalani hidup yang seperti ini.."

aku nyaris mendesah, memang rasanya kalau aku memikirkan apa yang mama katakan padaku saat terakhir kau menghubunginya, bahkan mama sempat menyumpahku. rasanya aku bagaikan tak ada artinya lagi bagi mama.

"kamu jangan pernah menyerah dek, kakak yakin mama akan luluh kalau adek terus meminta maaf, saat ini kalian berdua hanya memikirkan ego masing masing. bagaimana kalian bisa damai kalau begini caranya. sekarang kakak tanya apa adek bisa hidup dengan kebencian dari mama seumur hidup adek?"
kata kata kak fairuz sangat benar, aku memang tak mau kalau aku harus bermusuhan dengan mama, aku tak akan bisa tenang. cuma untuk menghubungi mama lagi aku tak ada keberanian. aku akui kalau sudah berhadapan dengan mama aku jadi sangat pengecut.

"nanti aku akan coba kak, tapi kakak doakan ya agar mama bisa luluh.."
kataku sambil menunduk memandangi lantai teras yang retak. kak fairuz tersenyum simpul.

"jangan kuatir dek, kakak juga akan berusaha membujuk mama agar melupakan kemarahannya pada adek."

aku mengangguk penuh terimakasih. kak fairuz biasanya memang dapat aku andalkan, untung saja aku masih punya kak fairuz. dulu saat kak faisal pergi aku menyangka kalau aku tak punya kakak lelaki lagi. tapi aku salah... ternyata kak fairuz datang. seorang kakak yang sangat baik padaku tak kalah baiknya dengan almarhum dulunya.
tak lama setelah itu kak fairuz pulang karena amalia menelponnya. tak lupa kak fairuz berpesan agar kau mau datang kerumahnya sebelum mama kembali ke palembang.

*********


aku menggantung handuk bekas aku pakai di atas jemuran. aku mempertimbangkan saran kak fairuz tadi siang. aku mantapkan hati untuk bertemu mama. sekarang aku bersiap siap untuk kesana. aku akan ambil apapun resikonya. biar mama marah atau mengusirku pun aku siap. aku tak akan marah karena aku sudah lelah dengan kebencian mama. aku hanya bisa berdoa semoga saja nantinya pertemuan aku dengan mama tak akan terlalu heboh seperti perang dunia. walaupun aku pesimis itu akan terjadi.


setelah aku selesai berpakaian dengan rapi, aku keluar dari kamar lalu pamit sama emak. mendengar aku mau ke tempat kak fairuz dan bertemu sama mama sedikit banyak emak merasa agak kuatir juga. tapi aku meyakinkan emak kalau aku akan menghindari pertengkaran dengan mama sebisa mungkin. emak mengantarku hingga ke depan beranda. sebelum aku berangkat ia masih mewanti wantiku agar bisa menjaga sikap di depan mama karena kata emak walau bagaimana aku adalah anak kandung mama dan tak benar kalau anak kandung durhaka pada orangtua. aku mengangguk sambil tersenyum sama emak. aku hampiri emak dan aku cium pipi emak. merasa agak kaget emak jadi gelagapan. mungkin emak tak menyangka kalau aku akan mencium pipinya. tapi aku tahu kalau emak sangat senang, bisa terlihat dari senyuman yang tersungging dari bibir emak.

"jangan terlalu larut pulangnya nak, salam sama kakak kamu dan isterinya.."

"iya mak, emak juga jangan terlalu larut tidurnya, ingat emak harus jaga kesehatan emak, jangan sampai emak kena sakit lagi kayak tempo hari, aku sangat kuatir sekali. kalau gitu aku jalan dulu ya mak.."
kataku sambil membuka pintu mobil.

emak mengangguk. ia memandangku hingga aku masuk mobil dan meninggalkan rumah. sebenarnya aku masih agak kuatir juga karena akan bertemu mama, tapi aku coba menguatkan diri karena bagaimanapun aku harus menyelesaikan masalah ini. kalau nanti mama tetap tak mau juga bicara denganku. aku tak akan memaksa lagi.
saat aku memasuki halaman rumah kak fairuz rasanya detak jantungku sudah tak dapat aku kendalikan lagi. sambil turun dari mobil aku hanya bisa berdoa. perlahan aku berjalan ke pintu dan mengetuknya perlahan.

"assalamualaikum...."
aku merasa suaraku agak bergetar, mengapa untuk bertemu dengan mama ku sendiri perasaanku jadi tak menentu seperti ini bagaikan seorang terdakwa yang takut menghadapi sang jaksa.

"waalaikumsalam..."
kak fairuz yang membuka pintu. ia tersenyum lebar melihatku datang.

"oh adek rupanya.. masuk dek abng sudah dari tadi nungguin adek".
aku masuk ke dalam dan melongok siapa tahu ada mama di ruang tamu. namun aku tak melihat mama.

"mama lagi keluar sebentar, adek duduklah dulu..jangan pucat kayak orang ketakutan gitu"
ternyata kak fairuz bisa membaca kegelisahanku. aku berusaha bersikap wajar walauppun tetap saja gemuruh jantungku bagaikan memukul dadaku.

"mama kakak kok nggak kelihatan emangnya lagi di mana kak?"
aku bertanya sambil melihat ke arah dapur rumah kak fairuz yang tak terlalu besar.

"mama lagi ketempat tetangga, sebentar lagi juga pulang, adek kan tau sendiri sekarang sedang ada mama adek di sini. jadi mama menjaga intensitas pertemuan mereka, walaupun sekarang masalah antara mereka sudah reda tapi mama dan mama adek tak akan bisa akrab dek apalagi bercanda


"emak kok tak diajak dek?"
tanya kak fairuz untuk mencairkan suasana yang agak sedikit kaku.

"kapan kapanlah aku ngajak emak.. terakhir emak dan mama bertemu mereka sempat panas kak, aku tak mau ada keributan lagi. apalagi dirumah kakak"

"kakak juga sampai tak habis pikir kenapa semua jadi rumit seperti ini, mama adek memang keras kepala. tapi sukurlah antara mama adek dan mama kakak sekarang sudah agak mencair dek, tapi adek kan tahu sendiri bagaimana mama adek, walaupun mama kakak menganggap semua kejadian masa lalu antara mereka tak perlu lagi dikenang tapi tetap saja mama adek seperti kurang nyaman kalau bicara sama mama kakak"

"tapi bagaimana mungkin kak mama bisa menginap disini sedangkan mama kan tahu ada mama kakak juga di sini?"
aku baru terpikir kalau mama kak fairuz dan mama adalah musuh.

"berkat si kecil faisal dek, adek tak melihat bagaimana sayangnya mama adek sama faisal, semenjak ia datang kesini selalu ada saja yang ia berikan buat faisal, bahkan mama adek menawarkan kakak tinggal lagi sama mereka di palembang tapi kakak tak bisa dek karena kakak kan sudah ada pekerjaan di sini jadi kakak lebih memilih tinggal di sini, lagian bagaimana dengan mama kakak kalau kakak sampai tinggal sama mama adek, tak mungkin kan kalau mama tinggal sama mama adek serumah sementara papa adalah mantan suami mama. kadang hal yang seperti ini sangat membuat kakak bingung tapi harus bagaimana lagi karena memang sudah begini keadaannya"

jelas kak fairuz gamang. aku menatap kak fairuz. banyak sekali berubahnya kak fairuz, sejak menikah aku merasa kak fairuz jadi lebih dewasa sikap dan kata katanya.

"sekarang tinggal aku yang belum selesai masalah dengan mama, aku sendiri tak yakin kalau mama bisa menerima kau lagi kak"

"tak ada yang tak mungkin dek, lagian dia kan mama adek, kakak yakin sekali kalau kalian akan menyelesaikan masalah kalian dengan baik. asalkan adek dan mama bisa mengesampingkan ego kalian"

terdengar suara langkah kaki di teras rumah, suara mama dan amalia yang sedang tertawa semakin mendekat. jantungku terasa mau amblas. aku akan segera bertemu mama, aku hanya bisa berdoa. kakiku terasa lemas sekali.

"assalamualaikum.."


terdengar suara mama sambil masuk ke dalam rumah. aku menoleh dan melihat mama dengan ragu. mama yang baru masuk langsung terdiam saat melihat aku sedang duduk diruang tamu. wajah mama yang tadi tersenyum langsung surut. kembali sinis seperti biasa kalau mama melihatku. berusaha tak mengindahkan ketidaksenangan mama aku langsung berdiri dan menyapa mama.


"ma.."


aku berharap mama menjawab walaupun dengan marah atau mengomeliku sekalipun, namun apa yang aku harapkan ternyata tetaplah sia sia saja, mama langsung membuang muka tanpa mengacuhkan aku sama sekali. ia terus berjalan masuk seolah aku tak ada dan langsung keruang tengah, tak lama kemudian aku dengar pintu ditutup, pastilah mama masuk ke dalam kamar.


aku menghela nafas dengan putus asa. betapa besar kebencian mama padaku hingga untuk bicara saja mama sudah tak sudi. aku menoleh pada kak fairuz namun percuma, kak fairuz hanya bisa balas memandangku dengan raut tak enak hati.


"kak kalau begitu aku pulang saja ya, mama sepertinya masih marah sama aku..kalau aku paksakan juga untuk bicara yang ada malah kami kembali bertengkar, aku tak mau terus terusan seperti ini kak.."
rasanya sesak dalam dadaku ini sudah tak dapat lagi aku kendalikan. aku tak mau berlama lama disini dengan sikap mama yang membuat aku merasa sepuluh kali jadi lebih terlihat buruk. hanya karena aku seorang gay sikap mama padaku sampai sebegitunya. kak fairuz nampaknya iba padaku, demikian juga amalia yang barusan melihat sikap mama tadi.
"kamu sabar ya rio, kakak tau kalaau kamu tak mau seperti ini, tapi kami juga tak tau lagi harus bagaimana agar mama bisa merubah sikapnya. sepertinya mama tak bisa dibujuk, mama ingin kamu mengikuti apa yang ia inginkan"
amalia menghiburku. ia terdengar sangat simpati padaku.
"tak apa apa amalia, kamu jangan kuatir..aku sudah biasa menghadapi sikap mama yan g seperti ini, jadi kamu jangan kuatir"
kataku seolah olah sikap mama tak sedikitpun mempengaruhiku. aku tak mau kalau sampai amalia tahu apa yang sebenarnya aku rasakan saat ini. biarlah mama dengan keangkuhannya. kalau memang sudah nasibku harus di benci oleh mama, aku tak dapat berbuat apa apa lagi untuk mengubahnya.
"kamu sudah makan yo?"
tanya amalia lagi.
"sudah mel, tadi sama sama emak. kalau begitu aku pulang saja ya...aku merasa tak enak sama mama, biarlah nanti aku kesini lagi kalau mama sudah balik lagi ke palembang."
"baiklah rio, kalau memang itu bisa membuatmu lebih tenang, maafkan kakak ya sudah memaksamu datang kemari untuk bicara sama mama"
kak fairuz masih saja tak enak hati padaku.
"tak apa apa kak, aku sudah siap kok, aku permisi kak..assalamualaikum!"
aku pamit pada kak fairuz dan amalia. aku pergi dari rumah kak fairuz tanpa pamit lagi sama mama. didalam mobil aku masih tak bissa konsentrasi kalau ingat bagaimana tadi mama acuh padaku seolah memang mama sudah membuangku.

************

tadi habis mengntarkan yuk tina kerja, tiara menelponku. katanya ia mau minta di temani ke supermarket. walaupun rasanya aku kurang semangat tapi aku berjanji akan menemaninya. jam sembilan aku bersiap siap soalnya aku janji akan menjemput tiara jam sepuluh. selesai mandi rasanya tubuhku lebih segar. terlalu banyak beban pikiran kadang membuat tubuh rasanya sangat capek sekali. dinginnya air sedikit banyak membuat kepalaku terasa lebih dingin.
"kamu tak sarapan dulu nak, bagaimana semalam..kamu ketemu kan sama mama kamu?"
tanya emak saat aku keluar dari kamar mandi. emak sedang memasak. yuk yanti sedang kerumah mertuanya dan menginap dari semalam hingga sekarang belum pulang.
"sudah mak, tapi seperti biasa lah mak, sikap mama masih dingin"
"mama kamu itu memang sudah gila, heran emak sama dia..entah apa yang ada dalam pikirannya itu. sama anak kandung sendiri kok begitu begitu amat!"
emak ngomel ngomel kesal.
"sudah lah mak, aku juga tak mau terlalu memikirkannya. yang penting aku masih punya emak disini. itu sudah cukup. kalau memang mama sudah tak mau lagi menganggap aku anak mengapa juga aku harus memaksakan lagi untuk diakui sebagai anak, mama memang keras kepala mak"
emak menarik nafas dalam seolah sangat capek, aku tahu emak juga pasti kesal dengan kekeras kepalaan mama. sebenarnya aku tak mau membuat emak jadi kuatir seperti ini. dari dulu aku memang tak pernah berharap akan punya orangtua lain selain emak, tapi tuhan berkehendak lain. telah jadi takdirku mungkin harus di benci oleh mama. entah kenapa aku harus punya masalah yang begini beratnya. seolah aku tak akan bisa bernafas dengan lega. siapa didunia ini orang yang mau jadi seperti ini. aku rasa tak ada. kalau memang tuhan tak menghendaki ada gay kenapa harus di ciptakan perasaan seperti ini. apakah memang tuhan sengaja jadikan hal ini sebagai sebuah lelucon.
"ya sudah lah jangan terlalu kamu pikirkan malah akan membuat kamu jadi pusing, lambat laun mama mu juga pasti akan sadar kalau apa yang ia lakukan sekarang adalah keliru, cuma yang emak minta kamu jangan pernah marah atau benci sama mama kamu meskipun ia memperlakukan kamu seperti itu"
nasehat emak dengan simpatik. aku mengangguk k arena memang tak ada niat sedikitpun untuk membenci mama.
"aku mau berpakaian dulu mak soalnya aku janji mau menemani tiara belanja. emak jangan terlalu capek ya, jangan terlalu memikirkan mau masak apa buatku mak, aku sudah dewasa jadi emak jangan kuatir"
"kamu tau sendiri kalau emak tak melakukan apa apa seharian justeru membuat emak jadi gak enak badan"
kata emak sambil tertawa. aku menggelengkan kepala. emak memang begitu, jadi percuma saja memaksa emak untuk beristirahat. sedari dulu hidup bersahaja membuat emak jadi terbiasa. malah emak menekankan pada kami kalau semakin bayak harta yang di punya jika tak bisa mengolahnya dengan baik malahan akan jadi satu dosa yang berat.

**********

"kamu sudah baca novel ini yo, ceritanya sangat bagus loh..aku sampai berkali kali bacanya.."
kata tiara sambil menunjukan sebuah novel yang lumayan tebal. sebuah novel terjemahan. judulnya 'the sands of time' ditulis oleh sidney sheldon. aku menggeleng, sebenarnya aku sangat suka sekali baca buku baik itu novel ataupun buku komik. tapi akhir akhir ini aku memang jarang baca karena selain aku tak punya banyak waktu aku juga sedang banyak pikiran yang membuat aku tak akan bisa menikmati membaca buku.
"belum dek, memangnya kamu punya buku ini?"
jawabku sambil mengambil buku itu dari tangan tiara dan membaca sinopsis di sampul belakang novel ini.
"ada kak, aku kan suka sekali baca karangan sidney sheldon, kalau kakak mau bacanya nanti aku antar kerumah kakak."
kata tiara dengan sangat berminat.
"wah boleh kalau tak merepotkan"
"mana mungkin merepotkan kak, hanya novel aja..dari pada tak ada kegiatan kan lebih baik kakak membaca novel"
aku meletakkan kembali buku itu di rak, lalu mengikuti tiara ke kasir, di tangannya sudah ada beberapa buku yang ia pilih tadi. aku menunggu tiara membayar di depan kasir. lalu setelah itu kami berdua meninggalkan toko buku.
"kita ke ramayana dulu ya kak, soalnya ada beberapa barang yang aku mau beli, kebetulan kita lagi jalan kan tak ada salahnya kakak temani aku, kakak tak keberatan kan?"
"ya nggak apa apa sih, sekalian cuci mata biasanya jam segini kan pengunjungnya banyak"
kataku sambil bercanda. tiara lamngsung mencubit pinggangku.
"kakak mulai kegatelan ya sekarang, memangnya sama aku dan erwan tak cukup ya kak?"
aku langsung tersentak, gamblang sekali tiara mengatakannya seolah tanpa beban. aku jadi terdiam tak tahu harus menjawab apa.
"kakak marah ya?"
tanya tiara tak enak hati. aku menggeleng.
"tak apa apa dek"
aku menjawab singkat.
"maaf loh kak aku tak bermaksud bikin kakak tersinggung, aku keceplosan."
tiara terdengar benar benar menyesal, aku tersenyum untuk meyakinkan tiara kalau aku memang tak marah.
"tidak tiara kenapa kakak harus marah, kamu memang benar kalau aku dan erwan berpacaran dan kamu sudah tau jadi kakak juga tak akn menutup nutupi dari kamu, kamu sudah tau juga kalau kakak seorang gay tapi kamu masih juga mau, apakah kamu yakin bisa membuat aku berubag jadi normal, kamu percaya dengan keajaiban? kamu tau kan apa yang kamu lakukan?"
"aku sangat tahu kak, kalau kakak percaya dengan keajaiban aku tidak sebenarnya karena aku bukan anak kecil yang mudah percaya dengan dongeng, tapi aku yakin sesungguhnya dalam hati kakak walaupun sedikit tapi ada rasa sayang buatku, aku yakin itu.. hanya saja kakak berusaha mengabaikannya karena kakak tak mau membaca dalam hati kakak, aku tahu juga kalau kakak membutakan mata kakak karena apa yang ada dalam pikiran kakak adalah kakak seorang gay, andaikan kakak mau berusaha mengalihkan pikiran itu aku yakin kakak akan bisa melihat apa kakak sebenarnya!"
tiara masih saja berharap aku bisa mencintainya, aku tak bisa menjawab. aku sangat bingung. untung saja kami sudah sampai diramayana. jadi aku segera memarkir mobil lalu mengajak tiara keluar. pembicaraan yang seperti tadi membuat aku merasa sangat tak nyaman.
tiara turun dari mobil dan menggandeng tanganku seolah kami berdua memang sepasang kekasih. aku agak canggung juga. tapi tiara memberi isyarat agar aku jangan sampai menolaknya. berdua kami menaiki undakan tangga menuju pintu masuk ramayana.
tiara berkeliling ke konter pakaian, aku terpaksa mengikutinya walaupun aku merasa agak kurang nyaman. beberapa baju telah ia tandai untuk ia beli, tiara mengambil sebuah gaun yang tergantung. berwarna krim susu dengan ikat pinggang cokelat muda dari bahan satin. ia menyuruhku menunggu sementara ia ke kamar pas. aku menunggu tiara selesai mengepas baju di tubuhnya. rasanya berabad abad aku menunggu tiara selesai belanja. aku membantunya membawa belanjaannya yang seabrek abrek. aku heran bagaimana seorang perempuan bisa menghabiskan waktu begitu lama di toko. tiara belanja bagaikan orang mabuk, tadi ia beli beberapa pakaian kemudian ke supermarket untuk membeli macam macam perlengkapan mandi serta make up dan habis itu ke konter buah serta makanan. aku hanya bisa berdecak melihatnya.
"berat ya kak?"
tiara nyengir saat melihat aku yang kepayahan membawa belanjaannya.
"kamu mau pesta ya?"
aku bergumam kesal. tiara jadi tertawa.
"belanja bulanan kak, biasanya sih aku sama erwan, tapi kann sekarang ada kakak!"
tak ada sedikitpun perasaan bersalah tiara tersenyum lebar. aku hanya mendengus. kami meninggalkan ramayana. tak kusangka di depan pintu masuk tepat di tangga aku bertemu dengan mama dan amalia. awalnya hanya amalia yang melihatku namun ia langsung mencolek mama dan menunjuk pada aku serta tiara. karena tak kenal memang dengan mama tiara malah berbisik padaku.
"siapa tante tante yang bersama kak amalia itu kak?"
karena masih terkejut aku tak langsung menjawab. mama mengamati amalia dari atas rambut hingga ke ujung kaki dengan tatapan yang sulit aku gambarkan.
"mama kandungku mel..."
aku mendesis. tiara menatapku bengong, namun tak terduga tiara malah meninggalkan aku dan menghampiri mama. menyalaminya dan kata yang sempat aku dengar dari amalia secara samar kurang lebih adalah....
"tante mama nya rio?, perkenalkan aku tiara pacarnya rio.."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar