Jumat, 19 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 2

#2 DI KOLAM RENANG
“mak, ntar sore rio mau kekolam renang Diajakin ma temen”.

Aku memberitahu emak yang lagi duduk didepanku di meja makan.

“tugas sekolah ya?”. Tanya emak sambil menggeser piring berisi ikan goreng ke depanku.

“bukan sih mak Cuma sekedar main aja diajak teman, jam tiga ntar rio kesana”

“memangnya kamu tau berenang?”. Emak agak kuatir karena aku memang jarang sekali pergi ke tempat begituan.

“enggak sih mak, tapi kan ada kolam dangkal, sekalian rio mau belajar renang”

“ya udah Makan dulu yang kenyang Jadi nggak kelaparan, Kalau berendam dengan perut kosong bisa kembung..!”.

“jadi boleh ya mak.... Makasih ya mak..!”. Aku senang sekali, cepat cepat aku menghabiskan nasi yang sedang aku makan. Emak senyum senyum melihatku.

Rasanya aku jadi semangat, tak sabar menunggu erwan datang. Aku belum pernah sekalipun pergi ke kolam renang, apalagi di hotel Pengen tahu seperti apa sih hotel itu. Biasanya aku cuma melihatnya di tipi.
Selesai makan aku buru buru ke kamar, dengan membawa mangkuk berisi ikan dan nasi yang telah dicampur rata, untuk anak kucingku. untung saja kucing ini tidak rewel, ia masih baring di dalam kotaknya yang nyaman.

Aku tarik kotak dibawah kolong, kemudian menaruh mangkuk didepan anak kucing ini. Tiba tiba hidungku menangkap bau yang kurang sedap dari bawah kolong, seperti agak asam bercampur busuk. Astaga! Pasti anak kucing ini berak dibawah kolong ranjang. Waduh Bakalan repot nih, emak pasti nggak bakalan ngijinin aku miara anak kucing ini, karena biasanya anak kucing suka buang kotoran sembarangan. Kenapa sampai nggak kepikiran olehku.

Bergegas aku pergi ke dapur, mencari sendok semen untuk membuang kotoran kucing itu. Jangan sampai emak tahu, bisa bisa ia menyuruh aku membuang anak kucing ini. Aku merunduk ke bawah kolong sambil menutup hidung karena bau yang tak enak membuat perutku mual. Nah itu dia tepat disudut, teronggok kotorannya, aku sekop dengan hati hati agar tak kemana mana. Aku mengintip keluar kamar, aman emak tak ada, Pasti lagi sibuk di dapur. Cepat cepat aku keluar, membuang kotoran kucing kedalam selokan.


Baru saja aku berbalik mau masuk kedalam rumah, tiba tiba emak sudah berdiri di tengah pintu. Buru buru aku sembunyikan sendok semen dibelakang punggungku.

“sudah dibuang kotoran kucingnya rio?”. Aku tersentak kaget Darimana emak tahu.

“mak tau darimana?”. Tanyaku takut takut.

“rumah kita ini kecil nak Kucing itu binatang bukan benda mati Sejak dari tadi pagi ia mencakar kaki emak Mungkin karena lapar Emak sempat heran darimana datangnya Habis emak kasih makan, ia masuk ke kamarmu Emak ikuti, ternyata ia masuk ke dalam kotak yang ada dibawah kolong tempat tidurmu”. Jelas emak dengan ekspresi yang sulit aku tebak. Aku menunduk tak berani menatap wajah emak. Dalam hati aku berdoa semoga emak tak marah dan tak menyuruhku membuang anak kucing itu.

“dimana kamu dapatkan anak kucing itu Kenapa nggak kasih tau dan minta ijin emak kalau mau miara kucing?”. Tak ada kemarahan dari nada suara emak.

“rio nabrak anak kucing itu kemarin mak Rio pikir anak kucing itu bakalan mati, makanya rio bawa pulang Rio takut kena sial kalau ninggalin kucing yang rio tabrak dijalan”. Jelasku sambil menunduk tak berani menatap wajah emak.

“kamu tau rio, kalau mau miara binatang itu tidak boleh diumpetin gitu Mesti rajin kasih makan dan ngebersihin kotorannya Apa kamu sudah siap untuk itu?”. Tanya emak masih dengan suara yang tenang tanpa ada kemarahan sedikitpun. Aku mulai lega pelan pelan aku menegakan kepala memandang emak Wajah emak tersenyum.

“rio akan merawatnya mak Rio pengen banget punya kucing itu Boleh ya mak Rio janji akan merawatnya sebaik mungkin Rio akan ajarkan biar ia tak buang kotoran sembarangan Boleh ya mak?”. Emak diam beberapa saat, seperti sedang memikirkan sesuatu.

“baiklah Tapi kamu tepati janjimu”. Betapa lega aku mendengarnya, langsung aku peluk emak dengan perasaan gembira.

“makasih mak pokoknya rio janji pasti akan mengurus anak kucing itu dengan baik rio janji”

“ya sudah Sekarang kamu bersiap siaplah Katanya jam tiga mau ke kolam renang, ini sudah jam setengah tiga Nanti teman kamu keburu datang!”. Ujar emak sambil membelai rambutku dengan sayang. Aku lepaskan pelukanku kemudian berlari lari masuk kamar dengan hati senang.

Emak memang benar benar paling baik seluruh dunia Aku sayang sekali sama emak. Aku masuk ke kamar, membuka lemari baju, menyiapkan celana renang dan handuk serta celana dalam cadangan.


Aku masukkan ke dalam tas kain. Setelah semua beres, aku keluar kamar, anak kucingku sedang asik menikmati makanannya yang tadi aku berikan. Aku duduk diruang tamu menunggu erwan menjemputku. Sekitar sepuluh menit kemudian erwan datang, cepat cepat aku berdiri ke depan pintu. dia diantar oleh supirnya. Erwan turun dari mobil, menghampiriku.

“sudah siap rio?”. Tanya erwan ketika sudah didekatku.

“sudah Kita pergi sekarang?”

“oke Pamit dulu sana sama emakmu”. Erwan mengingatkanku. Ya ampun aku hampir lupa pamit sama emak saking bersemangatnya mau ke kolam renang.

“tunggu sebentar ya!”. Aku berlari masuk kedalam rumah mencari emak didapur, untuk berpamitan

Emak sedang berada didapur, membungkus sesuatu dalam plastik.

“mak rio pergi dulu ya Udah dijemput ma temen”.

“ini bawa kue Nanti kamu lapar habis mandi”. Emak mengulurkan plastik tadi.

“eh... emak Buat apa sih, Kan malu bawa bawa kue kayak mau piknik aja”.

“ya nggak apa apa Nanti kalian lapar, temanmu juga pasti mau makan kue Kamu udah diajak sama dia, kamu harus bawa makanan biar bisa dimakan sama sama temanmu”. Emak memaksa, terpaksa aku ambil juga kantong plastik itu, kemudian aku masukkan ke dalam tas. Emak ada ada saja, masa sih ke kolam renang bawa bawa kue seperti ini, kayak cewek aja bawa bawa kue.

“ini jajan untuk kamu Siapa tau haus pengen beli es”. Emak memberi uang seratus rupiah untukku

“makasih ya mak Rio pergi dulu Assalamualaikum”

“waalaikumsalam Hati hati di jalan ya nak Pulangnya jangan terlalu malam”. Emak mengingatkanku

Kemudian mengantarkan aku pergi hingga ke depan pintu. Erwan pamit sama emak, Aku masuk ke dalam mobil, erwan duduk di sampingku. Mobil yang nyaman sekali, kursinya empuk dengan sandaran tinggi, sejuk ac langsung terasa. Sopir menjalankan mobil membawa kami ke hotel menumbing, perasaanku benar benar tak dapat aku ungkapkan saking senangnya.

“kamu udah makan rio Itu aku ada bawa roti isi”. Tawar erwan sambil mengambil bungkusan dari kursi belakang, mengeluarkan bermacam macam snack, roti dan kacang, beberapa minuman kaleng dingin juga ada. Banyak sekali makanan yang dibawa erwan. Aku jadi teringat dengan kue yang ada di dalam tas ku, mana mungkin erwan mau kalau yang ia bawa saja begini banyaknya Dan enak enak.

“nanti aja aku masih kenyang”. Tolakku dengan malu malu.

“ya udah, nanti dikolam renang aja, pasti kita lapar habis renang, tadi mama yang beliin, untuk kita”. Jelas erwan sambil meletakkan plastik berisi snack dan minuman di sampingnya. Aku melihat dari jendela mobil yang tertutup, suasana pasar yang ramai, banyak orang orang yang hilir mudik berjalan dari toko ke toko, baju baju berjejer di pajang, kebanyakan yang punya toko di pasar adalah orang orang keturunan. Andai aku punya uang, pengen sekali belikan emak baju baru, baju yang berjejer di toko toko itu bagus bagus sekali.

Sopir erwan mengemudikan mobil dengan santai, menuju sebuah bangunan yang besar, ada beberapa tingkat Aku bisa membaca dengan jelas tulisan besar “menumbing hotel”. rupanya ini hotel yang diceritakan erwan. Besar sekali, aku kagum melihatnya [kalau sekarang hotel ini aku lihat biasa biasa saja Justeru mirip penginapan Maklum jaman itu tak terlalu banyak gedung yang besar]. Tak aku sangka sama sekali kalau aku bisa masuk ke dalam hotel ini.


Setelah sopir memarkir mobil, erwan mengajakku turun, aku membawa kantung plastik berisi makanan tadi, kemudian aku mengikuti erwan berjalan menuju pintu samping hotel. Sebuah kolam renang yang menurutku sangat bagus dan besar, langsung terlihat.

Airnya jernih, hingga dasar dan pinggirnya yang terbuat dari keramik warna putih, terlihat dengan jelas. Erwan membeli dua buah tiket untuk kami berdua. Setelah petugas mengijinkan kami masuk, erwan menarik tanganku untuk mengikutinya masuk ke dalam.


Aku melihat sekeliling, ada beberapa orang yang sedang mandi, sebagian duduk duduk di pinggir kolam, ada yang duduk di kursi. Aku melihat sedikit udik, lantai keramik warna merah yang membentang dari pintu masuk hingga ke kolam ini terasa dingin, rasanya aku tak sabar lagi ingin turun ke kolam itu.

Erwan mengajakku ke kamar ganti, ia mengambil bungkusan yang ada di tanganku, kemudian menaruhnya di sebuah kursi batu. Aku mengikuti erwan, karena aku tak tahu dimana tempat ganti baju. Sebuah ruangan sebesar kamarku, aku masuk bersama erwan, kemudian menutup pintu. Erwan membuka baju dan celana panjangnya. Kemudian memakai celana hawai.

Aku juga mengganti celana panjang dengan hawai. Aku tak memakai baju atas, jadi cuma telanjang dada, sama dengan erwan. Kami keluar dari kamar ganti sambil membawa tas berisi baju, kemudian menaruh di kursi batu tempat kami menaruh snack dan minuman kami.

“ayo turun sekarang”. Ajak erwan tak sabar lagi.

“kolam yang dangkal katamu tadi yang mana er?”.

“itu yang sebelah pinggir, kalau makin ke kiri makin dalam loh Nanti aku ajari kamu renang”.

“tapi yang sabar ya, soalnya aku benar benar nggak tau berenang”.

“tenang aja teman, di jamin ntar kalo udah aku ajarin pasti bisa Nggak susah kok”. Erwan menyentuh air kolam dengan ujung jempol kakinya.

“ayo turun Nggak apa apa, airnya hangat kok”. Kata erwan sambil terjun ke dalam kolam. Aku turun pelan pelan di sisi yang dangkal, memang benar kata erwan, airnya hangat. Aku jongkok hingga airnya menjadi sebatas leherku. Erwan berenang dari ujung kolam kemudian berbalik lagi menghampiriku.

“kamu musti belajar ngapung dulu, coba buat tubuh kamu melayang di air, gerak gerakan kakimu seperti ini”. Erwan memberi contoh padaku, aku mengikuti gerakan erwan. Agak susah juga, berkali kali badanku jadi miring, dan tak seimbang, kelihatannya erwan begitu gampang sekali melakukannya. Aku mencoba terus, lama lama terasa agak seimbang.

“bagus, terus gerak gerakan kaki, sampai kamu bisa mengapung terussekarang kamu pegang besi yang ada disisi kolam ini”. aku mengikuti intruksi erwan, memegang besi sambil menggerak gerakan kakiku agar tubuhku mengambang diatas air. Rasanya aku sudah mulai bisa mengambang dengan enak.

“begini kan er, hehehe, rasanya lucu, kayak katak aja”. Aku tertawa dengan semangat sambil terus menggerak gerakan kaki didalam air.

“iya Kita meniru gerakkan katak kalau berenang, kalau sudah seimbang coba kamu lepaskan tangan dari pegangan.”. selama satu jam lebih aku belajar renang, erwan tak bosan bosan mengajariku, hingga aku mulai bisa, aku memberanikan diri berenang ke kolam yang lebih dalam Aku berhasil mencapai tepi kolam. Erwan tertawa tawa senang.

“naik dulu yuk!”. Ajak erwan sambil keluar dari kolam Kemudian duduk diatas kursi batu tempat kami tadi meletakkan baju dan snack. Aku ikut naik menyusul erwan.

“nih minuman, kamu mau yang soda atau wallet?”. Erwan menyodorkan dua kaleng minuman
Aku mengambil yang rasa sarang wallet.

“makasih er “. Aku membuka kaleng dan meneguk isinya sampai tinggal setengahnya saja
Kemudian aku taruh kaleng diatas kursi.

“kita harus sering sering kesini, jadi kamu bisa berenang lebih lancar”. Saran erwan sambil minum lewat sedotan.

“iya sih Kalau aku ada waktu luang pengen banget kesini lagi”.

“pokoknya tenang aja, kalau aku kesini pasti aku ajak deh”

“janji ya er Aku pengen banget bisa berenang lebih lincah Siapa tau di smu nanti ada eskul renang”. Ujarku dengan antusias, erwan mengangguk angguk.

“yuk mandi lagi Tadi kamu udah lumayan kok”.

“kemon!”. Balasku sambil berlari menuju kolam, lalu terjun hingga menimbulkan suara berdebur


Erwan menyusulku mengambil ancang ancang, kemudian melompat ke dalam kolam. Saat aku sedang berenang, tiba tiba aku melihat ada yadi, teman satu kelas dengan aku dan erwan. Dia bersama teman temannya dari kelas lain. Saat melihat aku dan erwan, yadi melambaikan tangannya. Aku balas melambaikan tangan.

Yadi memberi kode yang artinya ia mau ganti dengan baju renang. Aku mengangguk. Setelah selesai ganti baju, yadi dan teman temannya ikut turun ke dalam kolam bergabung dengan kami. Yadi mengajak lomba siapa paling cepat berenang ke ujung kolam. Aku tentu aja nggak ikut, kan baru aja tau berenang, mana mungkinlah bisa menang melawan mereka.

Jadi aku cuma menonton saja sambil bersorak memberi semangat pada erwan. Mungkin karena sudah sering berenang, erwan sangat gesit sekali, ia berenang dengan lincah, hingga tanpa susah payah bisa mengalahkan yadi dan teman teman yang lain.

Aku melonjak senang waktu erwan berhasil mengalahkan yadi. Kami tertawa tawa, bahkan yadi menghampiriku kemudian refleks memelukku. Teman teman yang lain tertawa terbahak bahak. Aku sedikit malu dengan teman teman, yang menganggap ini sesuatu yang lucu, tapi erwan sepert agak berubah ekspresi wajahnya saat melihat yadi memelukku Ia berhenti tertawa.

Erwan langsung naik keatas, lalu kembali ke kursi, mengambil snack, duduk sambil pura pura sibuk melihat orang orang yang hilir mudik. Aku jadi nggak enak hati, apakah erwan kurang suka aku terlalu akrab dengan yadi dan teman teman yang lain Kenapa ia tiba tiba menyendiri seperti itu. Aku naik keatas kolam, lalu menghampiri erwan.

“eh Kok nggak mandi lagi?”. Tanyaku sambil mengambil tempat duduk disampingnya.

“mandi aja, aku udah selesai!”. Jawab erwan tanpa melihatku, ia sibuk dengan snack yang ada ditangannya.

“kok cepet banget sih Turun lagi yuk Ajari aku renang lagi”.

“aku capek, kan ada yadi Minta ajar sama dia aja”.

“aku kan nggak akrab sama yadi Nggak enak lah Aku malu kalau musti minta tolong sama dia”.

“sepertinya nggak kok Yadi pasti mau ngajarin kamu Buktinya tadi ia langsung meluk kamu Padahal kan aku yang memang Tapi kamu malah mendukung dia”. Oh jadi itu masalahnya, erwan kesal karena aku tidak memeluk dia. Aku berdiri kemudian memeluk erwan erat erat. Erwan meronta ronta mencoba melepaskan pelukanku, ia agak jengah juga aku peluk seperti ini dimuka umum.

“apa apaan sih rio Lepasin dong Malu tau Ntar dikirain orang orang kita ini pacaran”.

“biarin, yang penting aku mau meluk kamu, nggak peduli orang mau ngomong apa”

“rio, jangan gila Ayo lepasin Nanti kita digosip sama teman teman loh”. Erwan masih berusaha lepas dari pelukanku. Akhirnya karena mendengar yadi dan teman teman dari dalam kolam tertawa melihat kami, aku lepaskan juga pelukan dari erwan. Lalu aku duduk disampingnya. Erwan sudah senyum, ia menampar bahuku dengan pelan.

“tuh kan teman teman pada ketawa Kamu sih gila, peluk peluk gak karuan Kalau kita digosipin pacaran, aku nggak tanggung ya”. Ujar erwan tanpa nada marah sedikitpun Malah terdengar riang.

“kamu sih Tadi itu yang meluk aku kan yadi, aku itu justru mendukung kamu tadi, ampe serak teriak teriak Mana aku tau kalau yadi langsung meluk aku”.

“ya udah Mandi lagi yuk”. erwan berdiri kemudian langsung berlari ke kolam

Aku ikut berlari menyusulnya. Bersamaan kami terjun ke dalam kolam. Erwan kembali mengajari aku berenang, malah lebih semangat dari yang pertama tadi. Yadi dan teman temannya naik keatas, kemudian duduk di tepi kolam melihat aku yang sedang berenang, lumayan juga aku sekarang bisa berenang walaupun belum bisa berenang cepat, nafasku masih tersengal sengal kalau berenang terlalu jauh. Pasti rasanya kepingin berhenti di tengah tengah kolam.

Hingga jam lima kami berenang dan bercanda dikolam. Setelah itu kami pulang. Sopir erwan menunggu di depan kursi hotel sambil mengobrol dengan satpam. Aku diantar pulang sampai di depan rumah.

“sampai ketemu besok di kelas ya rio”. Teriak erwan sambil melambaikan tangan dari jendela mobil.

“oke sampai besok Makasih banyak ya”. Aku balas berteriak dari depan pintu sambil memandang mobil erwan yang berlalu dari pekarangan rumahku.


#3 AWAL KEAKRABAN



subuh tadi hujan mengguyur kota pangkalpinang, hingga jalanan menjadi basah. Aku berjalan dengan hati hati karena tanah yang becek seringkali membuat sandal jepit merek swallow yang aku pakai ini lengket di tanah yang becek. Sementara kue yang aku bawa masih tersisa separuh. hari sudah jam enam lewat, sepertinya jualan tak bakalan habis, sudah serak aku teriak teriak, mungkin orang orang pada malas keluar karena dingin. Aku harus lebih cepat lagi berjalan, mengejar waktu. Masih ada waktu sekitar 20 menit sebelum jam setengah tujuh, semoga saja nanti ada yang membeli agak banyak.

Aku keluar dari gang kecil, menuju ke jalan yang beraspal, jalan ini sudah dekat ke rumahnya rian. Aku berdoa semoga saja rian tidak melihatku. Entah kenapa aku jadi malu kalau harus bertemu dia dalam keadaan yang kurang wibawa seperti ini Memakai sandal jepit yang sudah tipis dan licin, hingga kerikil yang terinjak pun bisa aku rasakan Belum lagi dulang berisi kue diatas kepalaku ini Entah apa yang dipikirkan rian kalau melihatku seperti ini. Aku sengaja tidak teriak didepan rumahnya.

Ku percepat langkah ku agar segera berlalu dari rumah rian. Sembunyi sembunyi aku melirik ke arah rumahnya, berharap sekali saat ini dia tidak sedang berada didepan rumah.


Namun karena mataku kemana mana Aku tak melihat ada kotoran bebek di depanku, tanpa sengaja terinjak olehku kotoran yang licin itu, ditambah lagi sandal swallow tipis yang alasnya sudah aus, aku kehilangan keseimbangan, terpeleset terjatuh menimbulkan suara berkelotangan dulang yang menghantam semen basah bekas rumah yang sudah roboh di samping rumah rian. Aku terjerembab Kue kue berhamburan semua Langsung kotor terkena pasir dan air, bajuku jadi cokelat di bagian depan kena becek.


Beberapa orang keluar dari rumah karena mendengar suara ribut yang aku timbulkan Mereka berlari menghampiriku Beberapa mencoba menolong memapah aku yang sedang tertelungkup diatas lantai semen retak bercampur pasir. Cepat cepat aku berdiri, memungut dulang diatas semen Betisku terkena kotoran bebek. Tak terkatakan betapa malunya aku. Ingin rasanya aku masuk ke dalam perut bumi. Bisik bisik orang orang riuh rendah terdengar di telingaku. Suara cekikikan tertahan yang mungkin merasa lucu melihat posisiku saat ini. Aku meringis antara sakit dan malu.

“kenapa sampai jatuh jang?”. Tanya seorang ibu dengan wajah prihatin melihatku aku mendongak melihat ibu yang bertanya itu.

Astaganaga..!!! Mamanya rian, aku terdiam dengan perasaan campur aduk berkecamuk didada.

“kayaknya ia terpeleset tuh”.

“iya tanah kan licin, anak itu terpeleset”.

“becek sih! tuh lihat baju dan celananya jadi kotor!”.

“tadi aku lihat ia nginjak taii bebek, ia kepeleset taii bebek Lihat aja kakinya kena kotoran bebek”. Suara suara komentar orang orang, membuat aku jadi semakin malu, tak tahu kemana lagi mau menaruh muka ku Alangkah memalukan sekali, jatuh karena nginjak kotoran bebek yang licin.

Ada yang memegang bahuku dari belakang. Aku menoleh untuk melihat siapa itu, oh tuhan Rian!!! jadi ia ikut melihat aku jatuh. Ingin rasanya aku menangis, dasar sial Sial Sial..!!! Aku mengutuk nasib jelek ku pagi ini Kenapa aku harus mengalami nasib sial pagi ini, kenapa harus ada kotoran bebek disini, kenapa mataku jelalatan kemana mana hingga sampe keinjak, kenapa aku harus jatuhnya disamping rumah rian.

Belum lagi puluhan kue yang sudah tak bisa di jual lagi karena sudah kotor terkena tanah becek. Bisa aku bayangkan apa yang akan terjadi di sekolah nanti, pasti berita ini akan menyebar, rio jatuh kepeleset taii bebek waktu lagi jualan kue Aku akan jadi bahan tertawaan nantinya. Semoga saja rian tak menceritakan hal ini kepada teman temannya.


“lutut kamu berdarah tuh Ayo ke rumahku, ada obat merah!”. Rian menarik tanganku Kemudian tangan yang satunya mengambil dulang yang aku pegang.

“nggak apa apa kok Biar aku obati dirumah saja”. Jawabku sambil meringis, tak berani menatap mata rian. Ini dialog kedua kami, kenapa keadaannya harus seperti ini Tak henti hentinya aku mengutuk dalam hati Ingin rasanya aku pingsan saja.


“sudah jangan menolak, nanti luka kamu itu jadi infeksi loh Tanah itu kan kotor Masa kamu mau pulang dengan kaki berlumuran kotoran bebek kayak gitu sih?”. Paksa rian terus menarik tanganku Sepertinya rian sudah terbiasa dituruti kehendaknya Perintahnya. seperti tak bisa di tawar tawar lagi Percuma saja aku menolak, bisa panjang urusannya Lagian kata kata rian itu benar juga Akhirnya aku mengangguk.

Aku ikut rian ke rumahnya, tak lupa aku mengucapkan terimakasih kepada orang orang yang sudah menolongku tadi. Mama rian tersenyum melihatku Senyum prihatin Sepertinya ia benar benar kasihan padaku. Sampai didepan teras rumahnya, aku berhenti Rian ikut berhenti dan menatapku.

“kenapa sampai terpeleset kayak gitu sih Makanya kalau jalan hati hati Itu ada kran ledeng, bersihkan dulu kotoran itu Aku mau ngambil obat merah dulu sebentar”. Ujar rian dengan ekspresi santai, seolah olah aku tidak baru saja mengalami hal yang memalukan.

Rian masuk ke dalam rumah Aku langsung berjalan menuju ke kran yang ada di samping rumahnya. Aku putar kran kemudian membersihkan kaki dan tanganku yang kotor Hingga tak ada lagi tanah lumpur dan kotoran bebek. Setelah menutup kembali kran, aku kembali ke teras rumah rian, ia sudah berdiri sambil memegang sebotol kecil obat merah. aku duduk di tepi tangga lantai teras rumah rian, setelah mengambil obat merah yang diberikan rian, kemudian aku mengoleskan luka pada lutut kakiku yang luka.


“eh nama kamu siapa, aku belum tahu”. Tanya rian sambil berjongkok disampingku


“rio, nama Kamu rian kan?”. Jawabku sambil menutup botol obat merah lalu mengembalikan pada rian.


“iya betul, sudah di olesi semua luka nya?”.

“sudah Makasih....”.

“kamu nggak sekolah ya?”. Tanya rian, membuatku langsung tersadar, kalau hari sudah beranjak siang, kalau tak pulang sekarang bisa bisa aku terlambat lagi.

“eh Iya Hampir lupa Kalau gitu aku pulang dulu ya Makasih banyak pertolongannya!”.

“buruan, ntar telat”

“oke Aku pulang dulu Sampai ketemu di sekolah”. Aku bergegas pulang dengan berlari, sambil membawa dulang yang sudah kosong. Betapa senang hatiku, entah mimpi apa semalam bisa sedekat tadi dengan rian, ternyata rian baik banget, aku jadi semangat. Walaupun harus mengalami kejadian yang sangat memalukan, tapi aku benar benar senang. Biarlah bersakit sakit dahulu, bersenang senang kemudian.


Emak kaget melihat lututku berwarna merah, ia pikir itu darah.



“astaga rio kenapa kamu nak?”. Teriak emak sambil tergopoh gopoh menghampiriku.

“tak apa apa mak Rio cuma kepeleset aja, kena semen kasar jadi agak lecet”. Aku tak mau buat emak jadi kuatir Tapi aku sedih karena ada puluhan kue yang seharusnya di jual jadi mubazir terbuang. Jual kue untungnya tak besar.

“mak, maafin rio ya Kuenya banyak yang jatuh, tak bisa diselamatkan lagi, sudah tercampur becek”. Emak menghela nafas, terdiam sesaat, namun emak langsung senyum padaku.

“mungkin bukan rejeki, sudahlah jangan di sesali, yang penting kamu tak apa apa, Lain kali lebih hati hati ya nak”. Kata emak tetap tenang, walaupun sebenarnya ia sedih juga Aku jadi makin tak tega melihat emak. Yuk tina keluar dari kamar, sudah berpakaian seragam lengkap, matanya agak menyipit waktu melihat aku”.

“kenapa kau dek Kok belepotan gitu kayak monyet kecebur got!”.

“hus Adek sendiri jangan dibilang monyet tin Kasian dia habis jatuh!”.

“makanya kalo jalan tuh matanya jangan ditaro di dengkul Dipasang tuh mata!”.
Yuk tina mencibir memandangku, aku diam tak menjawab.

“Mak bagi duit Hari ini mau bayar buku cetak bahasa inggris”. Yuk tina menghampiri emak, kemudian berdiri di depan emak. Aku bergegas masuk ke kamar, sudah jam tujuh kurang sepuluh menit, aku harus cepat cepat ganti baju. Didalam kamar, aku ambil seragam sekolah di gantungan dinding, lalu aku pakai dengan tergesa gesa. Tiba tiba terdengar yuk tina marah marah.

“BESOK LAGI BESOK LAGI AKU INI MALU MAK!!”.
Ada apalagi sih ini, pagi pagi yuk tina udah bikin ribut. Terdengar emak menjawab.

“bukan emak tak mau membayar tin, tapi betul betul saat ini emak belum punya duit Apa guru kamu nggak bisa menunggu?”.

“MENUNGGU SAMPAI KAPAN SEMUA TEMAN SUDAH LUNAS DARI SEMINGGU YANG LALU MAK AKU MALU DITANYA TERUS SAMA GURU!!” Yuk tina masih berteriak, ia sepertinya kesal sekali. Cepat cepat aku pakai sepatu kemudian keluar kamar sambil menyambar tas diatas tempat tidur yang sudah aku siapkan dari tadi pagi.

“kenapa mak?”. Tanyaku sambil menghampiri mereka.

“tuh yuk tina nangis karna mak tak ade duit untuk bayar buku sekolahnya”.

“berapa yuk harga bukunya?”. Tanyaku pada yuk tina yang sedang duduk di kursi makan, sambil terisak isak.

“tak usah nanya nanya Emangnya kau ada duit?”. Bentak yuk tina kesal Rambutnya yang di kuncir ekor kuda bergerak gerak seiring ia terisak isak menangis.

“tina kenapa kau marah ditanya baik baik sama adekmu?”. Ujar emak dengan suara sedikit keras.

“udah lah mak,tak apa apa, berapa harga buku yuk tina?”. Aku kembali bertanya, tapi kali ini sama emak, aku kasihan melihat emak yang begitu sedih karena yuk tina marah emak belum punya duit, emak memaksakan senyum kepadaku

“lima ribu... Maksud mak kalo bisa besok baru bayar Karna tadi, kue banyak tak habis, tapi yuk tina mu tak mau mengerti ”. Aku menarik nafas dengan berat, susah juga kalau begini, aku juga nggak bisa menyalahkan yuk tina, dia pasti sangat malu dengan teman temannya, karena gurunya pasti menagih uang buku, kenapa sih sekolah harus bekerja sama dengan beberapa penerbit buku cetak pelajaran, guru guru memaksa murid membeli buku cetak, yang setiap tahun selalu berganti ganti penerbit Buku yuk yanti nggak bisa di pakai lagi oleh yuk tina Padahal baru satu tahun buku buku itu.


Mungkin bagi sebagian orang orang yang banyak duit, itu tak memberatkan Tapi bagi yang keadaannya seperti keluargaku, itu sungguh sangat membebani. Apakah setiap tahun itu pokok pelajaran selalu berubah, hingga buku buku cetak pelajaran pun harus selalu berganti setiap tahun ajaran baru Belum lagi setiap empat bulan buku itu sudah harus beli lagi yang lanjutan cawu 2 dan cawu 3 nya. Mengapa sekolah di jadikan ladang bisnis oleh para guru yang mencari uang diluar gaji.

Aku tahu, untuk setiap buku yang terjual, pasti guru mendapatkan fee. Padahal aku, yuk yanti dan yuk tina bersekolah di sekolah negeri. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan masalah ini. Kemana sih pejabat departemen pendidikan dan kebudayaan. apa saja yang mereka kerjakan selama ini, apakah memang seperti ini standard pendidikan Kurikulum selalu berganti ganti setiap tahun Belum lagi CBSA Atau apalah itu, apakah semua itu akan efektif?.


Apa memang begini seharusnya?. Dimana sekolah seperti toko, buku tulis, buku cetak, bahkan sampulnya pun dijual disekolah. Mending kalau harganya lebih murah daripada yang ada di toko buku Ini sama saja dengan yang ada di toko Malah lebih murah di toko kalau belinya langsung lusinan. Sampai kapan sekolah harus menjadi tempat transaksi jual beli.

Mungkinkah ini yang di cita citakan oleh para pahlawan di bidang pendidikan dulu. Aku terpikir seandainya ki hajar dewantara melihat ini semua entah apa reaksinya.


Apakah negara ini sudah terlalu miskin hingga tak ada dana untuk pendidikan. Subsidi bbm habis untuk orang orang kaya yang punya mobil mewah Menyuplai listrik pada rumah rumah besar yang ada ac, kulkas, alat alat elektronik yang hanya mampu di beli oleh orang orang yang tak seharusnya mendapatkan subsidi. Orang orang seperti kami yang tak punya kendaraan bahkan tak mencicipi subsidi itu.


“yuk tina bayar lah bukunya hari ini, Ku punya tabungan, mungkin cukup lah kalo lima ribu yuk, sebentar ku ambil ”. Aku kembali ke kamar, lalu membuka lemari, mengambil uang jajan yang selama ini aku simpan, kemudian aku hitung, ternyata lumayan lah, lima ribu lebih, sisanya aku masukkan kembali ke dalam kaleng susu. Aku keluar kamar lalu memberikan uang itu pada yuk tina.

“nih yuk duitnya udah ku hitung, pas lima ribu”. Aku meletakkan uang itu keatas meja. Yuk tina memandangi uang yang aku taruh diatas meja, ia tak bergeming.

“kenapa yuk?”. Aku bertanya sedikit heran.

“malas ah duit recehan macam tu, malu ngasihnya ke guru”. Ujar yuk tina keras kepala Ia tak bergerak sedikitpun untuk mengambil uang itu. Aku bingung harus bagaimana lagi. Kulihat emak menggeleng gelengkan kepala dengan kesal melihat kelakuan yuk tina.

“ambil lah dulu tina, duit tu kan bisa ditukar di toko wak imron Cepat lah tin, nanti terlambat ke sekolah!”. Nasehat emak menahan sabar, kemudian emak merapikan uang itu lalu memberikan ke tangan yuk tina. Yuk tina mengambil uang itu kemudian langsung berangkat ke sekolah sambil melengos.

“tina pergi dulu mak!”.
Ujarnya langsung keluar tanpa berterimakasih sedikitpun padaku. Tapi sudahlah yang penting ia bisa membayar buku itu hari ini. Emak menoleh padaku kemudian berkata.

“mak pinjam dulu duit mu rio, kelak mak bisa ganti..”.

“sudah lah mak tak apa apalah Santai santai saja lah dulu, rio kan belum pakai juga duit tu”. Aku menghibur emak agar tak terlalu sedih, aku tahu sebagai orang tua, emak pasti ingin sekali menuruti keinginan anak anaknya, apalagi itu menyangkut masa depan kami, betapa emak akan sedih andai kami anak anaknya kecewa karena ia tak mampu menuruti keinginan kami, aku kasihan sama emak, perasaannya pasti sakit karena tingkah yuk tina yang tak mau mengerti sedikitpun keadaan emak.

Hari sudah tepat jam tujuh sekarang, tak diragukan lagi kali ini aku terlambat ke sekolah. Aku dekati emak lalu aku raih tangan kanannya kemudian aku cium.

“mak rio pegi dulu ya mak Assalamualaikum”.

“wa alaikum salam hati hati di jalan nak!”.

“oke mak”. Aku berlari mengejar waktu agar tak terlalu lama terlambat mengikuti pelajaran pertama.

Sampai di sekolah suasana sudah sepi, teman teman sudah masuk ke dalam kelas semua dengan berdebar debar aku menyusuri koridor menuju ke kelasku. Suara guru yang sedang menerangkan pelajaran bisa aku dengar dari tiap tiap kelas yang aku lewati. Jantungku berdebar debar, semoga saja guru pelajaran pertama hari ini belum masuk kelas. Aku pasti kena hukuman karena terlambat.

Sampai di depan kelasku, suasananya agak sepi, tak terdengar suara teman temanku yang biasanya berisik. Aku mengintip dari balik pintu, ternyata pak budiman guru elektronika sudah berada di depan kelas, sedang berdiri menulis di papan tulis. Aku kuatkan hatiku untuk mengetuk pintu kelas.


“assalamualaikum”. Tenggorokan ku seperti tercekat saat mengucapkan salam itu.
Serempak seluruh teman temanku yang sedang menulis, menegakan badannya melihat ke arahku. Pak budiman berhenti menulis kemudian melihatku.

“masuk!!”. Ujarnya dengan suara datar. Dengan gemetaran aku masuk ke dalam kelas, Menghampiri pak budiman untuk menjelaskan kenapa aku bisa sampai terlambat mengikuti pelajarannya.

“duduk Emangnya bangku kamu disini?”. Tegur pak budiman padaku, aku agak terkejut juga, pak budiman biasanya terkenal galak, kalau ada temanku yang terlambat, andai alasannya tak tepat pasti akan ia jewer sampai merah kupingnya. Dengan ragu ragu takut tadi salah dengar aku menatap pak budiman.

“langsung duduk saja ke bangkumu rio, tadi rian sudah menjelaskan kalau kamu hari ini bakalan terlambat karena tadi pagi kamu terjatuh dan harus berobat”. Jelas pak budiman masih tetap tenang, aku lega sekali. Cepat cepat aku duduk ke bangku ku Saat melewati bangku rian, aku menoleh padanya dan tersenyum memberikan isyarat berterimakasih padanya.

Rian mengangguk sambil terus menulis Ia tak membalas senyumku sama sekali. Cuma memandangku sekilas, lalu kembali menekuri bukunya. Aku duduk di bangku ku, erwan langsung berbisik padaku dengan pelan sekali.

“dari mana sampai anak baru itu tahu kamu terjatuh rio Kok aku tak tahu sih, pagi tadi kan kamu masih jual kue dan sehat sehat saja”.

Ia bertanya dengan penasaran. Aku tersenyum menggelengkan kepala. Erwan mengangkat bahu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar