Sabtu, 20 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 32

hari minggu tak terasa sudah dua minggu aku di bangka, sejauh ini kau merasa lebih tenang karena tak ada lagi yang mengusikku. namun siapa sangka disaat seluruh anggota keluargaku sedang berkumpul dirumah ini menikmati hari libur yang menyenangkan.

yuk tina membantu yuk yanti memasak, sepertinya mereka masak agak spesial karena kemarin ia baru gajian. bang hendri sibuk di belakang memotong kayu bakar untuk emak bikin kue. aku bersama reza duduk di lantai sambil menyusun arena balapan mainan dari plastik yang aku belikan buatnya dua hari yang lalu. emak seperti biasa menyiapkan bahan bahan untuk kue nya.

saat itu lah terdengar pintu ruang tamu di ketuk dan suara seorang wanita mengucapkan salam namun dengan suara yang keras dan tak wajar. jantungku langsung berdebar, rasanya aku tau itu suara siapa.

"siapa sih siang siang gini manggil orang teriak teriak gak sopan seperti itu..?"

dengan kesal yuk tina meletakkan pisau yang ia pegang untuk memotong kembang kol lalu ia pergi keruang tamu.
emak, yuk yanti dan aku juga ikut melihat ke depan karena ingin tau siapa yang datang.

"entah kenapa aku sudah dapat menduganya, seumur hidup baru dua kali pintu rumah kami digedor dengan cara yang tak sopan seperti itu..!"

yuk tina menggelengkan kepala.

"mana rio...!!"

mama langsung masuk dan menerobos ke dalam tanpa permisi terlebih dahulu.

"ada di dalam, memangnya ada apa...?"

yuk yanti kaget juga tak menyangka kalau mamaku akan bertindak seperti itu. aku baru saja mau mendekati mama namun emak langsung menarik tanganku.

"biar emak saja yang menghadapi mama kamu nak.."

emak langsung menghampiri mama bersama yuk yanti. aku terpaksa menunggu dibalik pintu antara dapur dan ruang tamu.

"ada apa mega, kalau kamu mau cari anak kamu dia ada disini, tapi saya harap kamu bisa sopan.."

ujar emak tenang.

"nah sudah ku duga dia pasti ada disini, heran anak itu entah apa maunya...!"

"duduk dulu mega, kamu pasti lelah dari berjalan jauh..."

emak masih berusaha ramah meskipun sebenarnya emak kesal juga dengan sikap mama yang seolah olah seorang ratu yang bisa seenaknya masuk kerumah rakyatnya.

"makasih yuk maaf...saya cuma mau bertemu rio, ada yang mau saya katakan pada anak itu..!"

ujar mama sambil menghenyakkan pantatnya ke kursi.

"tunggu saya panggil dulu, saya harap kamu bisa lebih tenang jangan ribut ribut..!"

kata mama tegas lalu meninggalkan mama dan menemuiku.

"aku tak mau bertemu dia mak, nanti kami pasti ribut..."

kataku gelisah saat emak menyuruhku keluar menemui mama.

"apa yang kamu takutkan nak, sekarang kamu sudah dewasa dan dapat menentukan pilihan sendiri, temuilah mama kamu dan katakan saja apa yang kamu mau.."

emak mencoba membujukku, aku tau emak belum mengerti duduk masalahnya, sepertinya hari ini semuanya akan terbongkar, aku harus bersiap menerima kenyataan yang paling buruk sekalipun.

aku tak dapat membantah lagi, walaupun dengan berat hati aku temui juga mama.

"bagus ya kelakuan kamu, dasar tak tau malu menumpang dirumah orang! kamu harus pulang ke palembang hari ini juga..!"

mama langsung menyemprotku begitu melihatku.

"mega, rio bukan orang asing bagi kami..ini rumahnya juga...!"

emak membelaku. aku lihat yuk yanti dan yuk tina masih berdiri melihat kami, mungkin mereka bersiap andai terjadi apa apa seperti dulunya, mama yang selalu datang dengan marah marah cukup membuat kedua ayukku merasa harus waspada.

"ayuk jangan ikut campur, ini antara aku dengan anakku..!"

mama sengaja memberi penekanan pada kata anakku tadi.

"emak juga ibuku, jadi tak ada bedanya.."

aku membela emak.

"oh ya, kamu sudah pintar sekarang ya..! kamu pikir siapa yang selama ini melimpahimu dengan kemewahan, dasar anak keras kepala... kamu sepertinya tak memahami maksud mama, kamu itu harusnya intropeksi apa kesalahan kamu, bukannya berlindung di ketiak orang yang kamu panggil emak itu..!"

mama makin kesal.

"terimakasih ma semua kemewahan itu, sekarang semuanya telah aku kembalikan sama mama kalau memang itu yang jadi tuntutan mama...aku hanya ingin tenang disini sekarang ma.."

"enak saja, kamu tak boleh balik lagi kesini, rumahmu ada di palembang, kamu harus pulang hari ini juga ikut mama, jangan sampai kamu jadi makin parah, mama tau inilah penyebabnya, dari kecil kamu hanya ditemani tiga perempuan makanya kamu jadi seperti ini..!"

"maksud kamu apa mega, saya rasa tak ada yang salah dengan rio..!"

sela emak heran. aku jadi berdebar, semoga saja mama tak mengatakan sama emak, aku harus ikut mama sekarang, jangan sampai emak jadi shock.


#36 MAAFKAN AKU EMAK
"jadi kalian tak merasa bersalah dengan apa yang terjadi pada rio sekarang ini, kalian tak merasakan apa pengaruh yang telah kalian bawa pada anakku..?"

mama menantang emak, sepertnya ini sudah salah kaprah, kenapa lagi mama menyalahkan emak apa yang terjadi padaku.

"apa maksud kamu mega, jangan berbelit belit, kami tak mengerti...memangnya ada apa dengan rio...?"

emak berdiri menantang mata mama tanpa gentar.

"sudahlah ma, emak.. jangan ribut ribut, mama aku minta tolong jangan..."

"kenapa. kamu takut emak kamu tau ya..? dia memang harus tau biar dia sadar apa kekacauan yang telah ia buat terhadap kamu..!"

mama menatapku dingin, aku merasa bagaikan melihat pancaran mata seorang musuh ketimbang seorang ibu.

"katakan saja mega, kamu dari dulu kan suka mendramatisir sesuatu, kenapa sekarang malah ragu..!"

suara emak terdengar seperti sudah bosan, ataukah memang emak memang ingin tau apa yang sebenarnya mau mama katakan tentangku.

"aku menyesal sudah meninggalkan ia disini, aku kira ia akan aman berada di tempat ini, ternyata justru tempat inilah yang membuat anakku celaka...masa depannya hancur karena didikan kalian yang salah..!"

"cukup mega..! dari tadi kamu selalu mengatakan kami salah, memangnya kenapa dengan rio, apa yang terjadi dengannya... sudah cukup kamu selalu menyalahkan kami... kamu juga bukan perempuan yang baik.. kenapa kamu meninggalkan anak kamu dulu, dan sekarang anak kamu lebih menyayangi kami apakah salah aku juga..harusnya kamu berkaca pada diri sendiri ibu macam apa kamu itu, yang untuk mendapatkan cinta anaknya saja begitu sulit..."

aku sangat kaget dengan reaksi emak, tak pernah emak bicara dengan suara yang begitu kerasnya. sampai sampai mama pun langsung terdiam. punggungku dipegang dari belakang, aku menoleh ternyata yuk yanti dan yuk tina.

"dek apapun yang terjadi jangan pernah tinggalkan kami lagi ya.."

yuk tina berbisik. aku menatap yuk tina dan mengangguk.

"iya yuk.. tapi aku juga tak yakin, kalau ayuk tau apa yang sebenarnya terjadi mungkin kalian sendiri yang akan menyuruh aku pergi dari sini..."

"apapun yang terjadi mana mungkin ayuk tega ngusir kamu rio...sekian lama kamu pergi dan membuat kami kangen, setelah kamu kembali lagi, rasanya rumah ini jadi semakin cerah, ayuk akan membelamu apapun yang terjadi ayuk janji..!"

kata kata yuk tina membuat aku benar benar tenang sekali, mungkin yuk tina ingat dulu kami tak pernah akur dan sekarang ia mau mengganti waktu kami yang dulu terbuang percuma itu.

yuk tina kembali diam dan melihat mama dan emak yang sedang berperang mulut.

"kamu itu mega, dari dulu tak juga berubah...seharusnya kamu bangga punya anak seperti rio, kamu harus menghargainya, bukan malah kamu usir seperti sekarang.."

"ayuk tau apa, mana pernah aku mengusir rio..! dia sendiri yang meninggalkan rumah, wajar kalau aku marah dengan kelakuannya, apa ayuk bisa merasakan bagaimana kecewanya aku, rio anak kandungku dan dia telah menghancurkan semua harapanku.."

"makanya aku tanya apa yang sudah dilakukan rio... kenapa sampai kamu begitu marahnya, aku juga mau tau..!"

emak terdengar nyaris senewen. aku makin gemetaran, kenapa mama membuat aku jadi terlihat makin bersalah, padahal sikapnya lah yang membuat aku meninggalkan rumah, waktu itu amalia masih sempat meminta pada mama untuk menahanku tapi mama bersikap seolah aku sudah tak diinginkan lagi dirumah.

"kalau ayuk mau tau tanyakan saja sama rio, kalau memang dia jujur dia akan cerita..!"

lagi lagi mama membuat aku tersudut, semua pandangan sekarang tertuju padaku, aku tau memang maksud mama datang kemari adalah untuk membuat aku malu, aku telah membuat dia kecewa dan sekarang ia mau membalasnya, aku tau mama ingin aku diusir dari rumah ini, agar tujuannya kalau aku kelaparan diluar maka akan pulang dan minta maaf lalu ia akan mengajukan banyak syarat padaku kalau aku mau balik lagi kerumah.

mam salah meslipun nantinya aku juga tak ada tempat disini, yang jelas aku tak akan pulang lagi kerumah mama, aku akan buktikan kalau aku bisa hidup tanpa bergantung pada mama.

"katakan nak apa yang terjadi, kamu tak perlu ragu, emak tau kamu memang sedang ada masalah tapi emak juga bingung kalau kamu tak cerita, emak siap mendengarnya sekarang, apapun yang terjadi kita akan carikan jalan keluarnya."

emak menghela nafas dengan berat, rasanya aku tak dapat lagi memendam semua terlalu lama, cepat atau lambat ini memang akan terbongkar, aku bingung kenapa mama sampai tau kalau aku sudah ada disini, aku mengira masih lama mama akan menyadari kalau aku sudah tak lagi di palembang.

"katakan saja dek, kami siap mendengarnya, kamu jangan kuatir.."

yuk yanti ikut bicara.

sekarang lah saatnya keluargaku akan tau kalau aku adalah seorang gay, aku harus menahan malu, aku berdoa dalam hati dan mulai bicara.

"aku gay mak...!"

sesaat keheningan menyelimuti ruang tamu, hanya suara tarikan nafas emak yang aku dengar saat ini. aku menunduk tak berani menatap semua yang ada disini.

BRUUK..!!!

suara barang terjatuh membuat kami semua kaget, serempak semuanya menoleh ke pintu.

sejak kapan ia ada disini berdiri ditengah pintu, apakah karena semuanya sedang terfokus padaku hingga tak ada yang tau kalau erwan dan tiara sedang berdiri di sana dan mendengar pengakuanku tadi. dua buah kotak berisi kue black forrest yang hancur teronggok di depan kaki tiara.

"erwan...."

aku mendesis nyaris tak percaya, kenapa aku sampai lupa..padahal kemarin erwan sudah bilang akan mengajak tiara kemari, mereka berdua pasti sudah mendengar pengakuanku sekarang, bisa terlihat dari reaksi mereka yang sangat terkejut.

"maaf... tadi kamu mau menyapa tapi kelihatannya kalian sedang serius...!"

erwan mendadak gagap, sepertinya ia tak enak hati, tiara yang ada disampingnya kelabakan memunguti kue yang berserakan. ku lihat wajah mama tersenyum puas. entah kenapa tiba tiba perasaanku jadi benci sekali pada mama.

lidahku jadi kelu, aku sudah tak dapat lagi menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini. mau bicara rasanya tak mampu lagi, mau menatap siapapun yang ada disini aku tak punya keberanian lagi. alangkah tidak enaknya menghadapi situasi yang seperti ini. andai saja saat ini aku harus mati, mungkin aku akan ikhlas daripada aku harus mengalami hal yang seperti ini.

untung saja yuk tina tanggap, ia langsung menghampiri erwan dan tiara lalu mengajak mereka entah kemana, yang jelas aku tau kalau yuk tina tak mau masalah yang sangat pribadi ini sampai didengarkan oleh orang lain. aku sangat berterimakasih atas inisiatif yuk tina walaupun sebenarnya sudah terlambat.

"kamu gay nak...emak tak mengerti, maksud kamu apa?"

tanya emak kebingungan, namun wajah emak seolah di gelayuti mendung, seakan emak berharap kalau ia salah dengar.

"sudah jelas kan yuk, kalau rio bilang ia gay dan itu artinya dia tak normal...rio suka sejenis...!"

"maaf ya buk, bukan bermaksud tak hormat, maksud ibu mengatakan hal ini apa..?"

tanya yuk yanti agak ketus.

"tak usah banyak tanya, kalian harusnya berpikir...sekarang kalian kan sudah tau bagaimana rio sebenarnya, kalian tau dia penyuka sejenis..apakah kalian tak bertanya pada diri kalian sendiri apa yang sebenarnya telah kalian lakukan hingga anak saya sampai begini jadinya.."

"maksud ibu mau menyalahkan kami kalau rio jadi begitu, maaf ya buk, dalam sejarah keluarga kami tak ada yang mendidik rio dengan tak benar, jadi ibu kalau bicara harusnya berpikir dulu, apakah ibu pernah berkaca, memangnya dimana rio selama delapan tahun ini... dia sama ibu kan, dimasa remajanya hingga dewasa ibu yang mendidiknya, jadi kalau menurut ibu kami yang harus bertanggung jawab, rasanya salah orang deh...!"

yuk yanti makin kesal.

"mega, kami tak pernah mengajarkan yang tidak tidak sama rio, maaf mega, yanti benar...tak seharusnya kami yang disalahkan.."

dari suaranya aku tau kalau emak benar benar murka. sementara mama wajahnya cemberut sejadi jadinya. sampai sekarang aku sudah tak dapat berkata apa apa lagi. dalam pikiranku hanyalah membayangkan bagaimana hariku kr depan, apa yang harus aku lakukan andai emak menyuruhku pergi.

"jadi maksud ayuk aku yang bersalah, aku menyesal sempat meninggalkan rio disini bersama kalian, kalau saja aku tau akan begini jadinya tak akan aku datang untuk menjemput dia dulu...!"

kata kata mama membuat aku benar benar merasa terpukul. aku hanya jadi penyesalan baginya, andai saja mama tau apa yang aku rasakan saat ini, betapa aku merasa tak berarti, dia sebagai ibu kandungku tega mengatakan hal seperti itu padaku, aku tak tau apakah dalam hatinya masih ada perasaan sayang padaku.

"kamu yang mengatakan itu mega, tolong nanti kamu jangan menyesal, apapun rio..bagaimanapun dia bagiku akan tetap anakku, aku terima apapun kekurangan dia, kamu tak pantas jadi seorang ibu...silahkan kamu tak mengakui anakmu lagi...tapi kali ini tak akan aku biarkan kamu menyakitinya lagi.. aku akan melindungi rio, dia akan tetap disini bersama kami, tapi ingat..rio sekarang sudah dewasa dan tau mana yang terbaik untuknya...kamu tak akan bisa merebutnya lagi dari kami sekarang, terimakasih mega...kamu telah mengembalikan anakku kesini...!"

bukan hanya mama yang tercengang mendengar kata kata emak, namun aku juga. rasanya aku hampir tak percaya emak barusan mengatakan hal tersebut.

"maksud ayuk apa..?"

desis mama marah.

"kamu orang terpelajar dan saya hanya tamatan sekolah dasar, kamu pasti bisa mengartikan kata kata saya tadi, sudah cukup jelas kan...!"

emak tak kalah dingin.

"pantas saja rio jadi seperti itu, ternyata kalian memang benar benar memuakkan, kalian akan menyesali ini semua, aku tak kan terima...!"

ancam mama pada emak.

"cukup bu mega yang terhormat, saya rasa ibu tak perlu permalukan rio lagi, karena ibu yang akan malu nantinya, kami ini memang keluarga miskin, tapi kami masih punya hati, jadi sebaiknya ibu tak usah ribut ribut, sekarang lebih baik ibu pulang, kami ingin tenang, kalau ada ibu pasti selalu begini...orang terhormat tak boleh bikin ribut dirumah orang buk...!"

yuk yanti yang mungkin sudah tak tahan lagi langsung menyindir mama.

"rio, lebih baik kamu masuk kamar atau kamu temui teman kamu tadi, biar emak yang bicara sama mama kamu ini...!"

perintah emak. aku mengangguk tak membantah, mungkin emak tau kalau aku saat ini sudah kehilangan muka. aku lebih memilih masuk ke kamarku saja. aku belum siap bertemu erwan, dan rasanya aku juga tak akan mau lagi bertemu dengan tiara. erwan pasti tak enak hati sama sepupunya itu karena sudah menawarkan temannya yang gay pada tiara.

aku berpapasan dengan bang hendri yang rupanya dari tadi berdiri diantara ruang tamu dan dapur, ia hanya diam dan menatapku tanpa ekspresi. sementara reza anaknya sedang berdiri sambil menarik narik ujung baju kausnya.

di dalam kamar aku hanya duduk di tepi ranjang, sungguh semua kejadian ini membuat aku sangat shock, kenapa mama harus datang disaat aku mulai merasa tenang, kenapa mamaku sendiri sekarang ini seperti seorang musuh bagiku, begitu besarnya kesalahanku baginya hingga ia mau membuat hidupku kacau, aku bagaikan dikejar musuh yang tak puas kalau aku belum terjatuh.

dari balik jendela aku lihat yuk tina masuk ke dalam rumah sementara erwan dan tiara masuk dalam mobil lalu meninggalkan rumahku. airmataku jatuh memandangi mobil mereka yang makin menjauh. semoga saja erwan masih mau berteman denganku meskipun sekarang dia sudah tau dengan keadaanku.

aku mendengar suara semakin ribut diruang tamu hingga suara bang hendri pun terdengar, sepertinya mereka berantem. aku bergegas keluar dari kamar, bagaimanapun semua keributan ini aku yang menyebabkan, aku tak bisa menghindarinya lagi, kalau mama bisa tegas padaku, aku pun bisa tegas padanya, biarlah apa yang akan ia pikirkan tentang aku, semua sudah diluar batas bagiku.

"sudah cukup tante.. jangan lagi tante buat keributan disini, mereka tak bersalah, kalau ada yang harus disalahkan lebih baik tante salahkan aku..!"

aku sengaja memanggil mama dengan sebutan tante karena hatiku sudah teramat sakitnya. nampaknya itu membuat mama kaget, ia langsung terdiam kehabisan kata yang mau ia lontarkan. emak pun dengan keheranan menatapku.

"aku sudah memilih jalan hidupku, tolong tante jangan lagi ganggu aku, jangan lagi ganggu keluarga kami...kehadiran tante tak pernah di butuhkan disini..tante bukan siapa siapa bagiku...menyesal aku pernah mau ikut tante... kalau mau menyalahkan, salahkan saja adik suami tante yang sudah membuat aku jadi begini, kalau saja dulu aku tak ikut tante, mungkin aku tak akan seperti ini, tante harus tau kalau sebenarnya aku jadi begini karena aku ikut tante...!"

sebenaranya apa yang aku ucapkan tak seiring denagan hatiku, aku menyayangi mama walaupun sekarang ia benci padaku, aku hanya mau mama segera pergi dari sini karena aku tak mau ia terus terusan menyalahkan dan menghina emak.

wajah mama jadi pucat pasi.

"dasar anak tak tau terimakasih, tak akan pernah bahagia hidup kamu telah mempermalukan mama seperti ini, sekarang mama tak perduli lagi apapun yang kamu lakukan...!"

"sudah lah tante, lagipula sudah dari kemarin kemarin tante tak perduli lagi padaku, jadi apa bedanya bagiku, terimakasih tante telah berhasil membuat aku malu, satu pesanku, jangan lagi tante datang kalau memang tante hanya mau membuat keributan, keluargaku sekarang adalah disini, jangan harap aku mau kembali lagi ke palembang.."

"tante juga tak akan sudi kamu kembali kerumah tante...!"

tanpa basa basi lagi mama berbalik dan meninggalkan rumah emak tanpa permisi lagi, aku tau hati mama saat ini sakit, namun mama juga harus tau kalau saat ini hatiku tak kalah sakitnya sama dengan yang ia rasakan. coba seandainya mama mau lebih mengerti padaku, mungkin hal yang seperti ini tak akan terjadi, sekarang aku sudah di cap sebagai anak yang durhaka.

sepeningglnya mama, emak dan kedua ayukku langsung menghampiriku.

"sekarang kamu ceritakan pada emak rio...kenapa kamu sampai jadi begini, emak mau kamu jujur..kalau memang kamu menganggap emak ini ibu kamu...!"

kata emak dengan tegas tak terbantahkan. dengan sisa keberanian yang aku miliki aku ceritakan bagaimana awalnya aku dan om sebastian, hingga kejadian yang membuat aku harus pergi dari rumah. emak dan ayuk ayukku hanya diam mendengarkan tanpa menyela sedikitpun, aku sudah siap andaikan setelah mendengar cerita yang sesungguhnya ini, emak menyuruhku pergi.

"kalau memang sudah begitu mau apa lagi nak, emak juga tak dapat berbuat apa apa, mungkin ini sudah takdir kamu, emak tau tau harus bagaimana....kamu yang menjalaninya dan kamu yang lebih tau apa yang kamu rasakan..."

ternyata tanggapan emak sangat diluar dugaaanku sama sekali, aku tak menyangka kalau emak akan mengatakan hal itu, aku kira emak akan kecewa padaku.

"e...emak tak marah padaku mak..?"

aku masih kurang yakin.

"untuk apa emak marah nak, emak tau bukannya mudah yang kamu jalani itu, apapun kamu, bagaimanapun kamu adalah anak emak...tak ada yang berubah, kalaupun kamu ada masalah nanti kita akan cari bagaimana cara untuk menyelesaikannya, emak tak mau kamu jadi stress gara gara masalah ini..."

kata emak lirih sambil memegang tanganku seolah emak ingin meyakinkanku kalau ia tak marah. aku jadi semakin merasa bersalah, akutau jauh dalam hati emak pasti ia sangat kecewa, namun harus bagaimana lagi kalau memang inilah kenyataan yang harus dihadapi. bukan satu perkara yang mudah untuk merubah hati.

"iya dek, jangan kamu pikirkan lagi masalah itu, anggap saja tak pernah terjadi..ayuk akan bantu adek semampu yang ayuk bisa lakukan, saat ini yang kita butuhkan adalah bersatu agar kita lebih kuat.. tapi dek, ayuk juga kasihan sama mama adek, dia sangat kecewa saat adek menentangnya tadi.."

yuk tina menambahkan.

"aku mengatakannya tadi tak sepenuh hati yuk, aku hanya ingin mama segera pergi dan tak menambah keributan yang tak perlu, ayuk tau sendiri bagaimana mama...dia susah untuk diajak berunding kalau sudah kecewa.."

"jadi sekarang kamu jangan berlaku aneh aneh rio, tetaplah disini, apapun yang terjadi tak akan ada yang bisa mengubah kalau kamu adalah bagian dari keluarga ini.."

imbuh yuk yanti sambil menggendong reza.

"kalau begitu kita kembali ke dapur saja, entah apa kabar masakan kita..."

emak mengingatkan. seolah tak pernah terjadi apa apa semua kembali dalam kesibukan yang tadi sempat tertunda.


*************



hari ini aku tak ada semangat sama sekali untuk kemana mana, aku masih terpikir dengan kejadian kemarin, entah kenapa mama bisa datang secepat itu, aku masih bingung bagaimana mama bisa tau kalau aku ada di bangka, bukannya aku sudah wanti wanti pada papa dan kak fairuz agar merahasiakan hal ini dari mama.

aku heran kenapa mama sampai menyusulku di bangka kalau hanya untuk mengatakan pada emak mengenai aku. apa sebenarnya tujuan mama, apakah ia memang mau membuat aku sulit. kalau memang itu niatnya jujur sekarang aku memang sulit, aku tak tau lagi harus bagaimana. rasanya apapun yang aku lakukan tak bisa sebebas dulu lagi, aku tak mau kalau keluargaku mengira aku melakukan macam macam kalau aku keluar.

erwan kemarin telah mendengar kalau aku gay, apakah dia akan menjauhiu karena hal itu aku juga belum yakin. selama ini erwan adalah teman yang sangat baik dan pengertian. aku tak mau kehilangan teman sebaik erwan. aku harap ia bisa mengerti dan menerima keadaanku apapun itu.

cuaca diluar sangat panas, keringat tak henti hentinya mengalir dari keningku, kipas angin yang aku pasang tak juga mampu menghalau rasa gerah, kalau dulu aku tak perlu merasa takut geah karena dalam kamarku ada AC yang setia menyejukanku dalam keadaan cuaca bagaimanapun.

emak lagi tak ada dirumah, katanya dia kerumah tetangga yang mau hajatan minggu ini, biasalah emak selalu bantu bantu kalau ada tetangga yang ada hajatan. kata emak kalau kita membantu mereka, maka kalau nanti ada acara dirumah ini pasti akan banyak yang ikut membantu. memang disini suasana kekeluargaan masih kental.

yuk yanti bersama suami dan anaknya pergi kerumah orangtua suaminya, biasalah kalau hari sabtu kata emak, yuk yanti sering menginap dirumah mertuanya. sedangkan yuk tina masih kerja dan belum pulang.

aku pandangi seisi kamarku, sepertinya aku harus melakukan sedikit perubahan agar aku tak bosan. aku mau mengganti ranjang dan lemari, sepertinya aku juga butuh televisi agar aku bisa lebih betah dalam kamar ini. aku ingin membuat beberapa perubahan dirumah, aku yakin papa tak akan keberatan kalau aku menggunakan uangnya, aku akan membeli lemari es untuk emak, kalau ada lemari es, emak akan lebih praktis kalau mau menyimpan bahan makanan dan kami juga bisa lebih berhemat. aku ambil handphone lalu aku menelpon papa.

saat mendengar suaraku, papa terdengar senang, aku utarakan keinginanku tasi. seperti yang telah aku duga papa tak keberatan sama sekali. ia bilang kalau aku bisa membeli apa yang aku butuhkan dan ia juga bilang kalau ia rutin mengisi saldonya, jadi tak ada yang perlu aku kuatirkan. papa juga bilang kalau dalam beberapa hari ke depan mungkin ia akan main ke bangka. dengan antusias aku bilang aku akan menunggunya.

setelah selesai bicara sama papa, tanpa membuang waktu aku pergi ke jalan dan menunggu angkot. tanpa aku duga mobil erwan yang malah berhenti di depanku. ia membuka kacanya dan menyapaku.

"mau kemana kamu rio...?"

erwan membuka kacamata hitam yang ia pakai.

"rencananya sih mau ke pasar, kamu mau kemana wan?"

tanyaku dengan agak canggung, entah kenapa rasanya aku malu menatap erwan. aku tak tau apa yang ia pikirkan tentangku.

"kalau begitu kita sama sama aja ya, kebetulan aku juga mau nyari laptop, punyaku yang biasa aku pakai sudah agak heng..."

erwan terdengar biasa saja, ataukah mungkin memang dia tak mempermasalahkan keadaanku, kalau memang begitu artinya aku bisa bernafas lega.

"ayo buruan masuk, panas di nih..!"

aku membuka pintu mobil yang di sebelah erwan lalu masuk dan duduk. erwan langsung melajukan mobilnya menuju ke pasar.

"kamu nggak kerja hari ini wan..?"

"kan sekarang hari sabtu, kamu lupa ya, atau lagi banyak pikiran..?"

erwan menatapku tajam, aku mendesah.. ternyata tiba juga saatnya erwan mau tau tentang masalahku. aku jadi ragu apakah aku harus berterus terang menceritakan segalanya pada erwan atau aku simpan rahasia ini, tapi kalau aku rahasiakan erwan sudah tau kalau aku ini gay. rasanya seperti makan buah simalakama.

"sekarang aku mengerti kenapa kamu kembali lagi kesini, kenapa kamu tak cerita padaku rio, bukannya kita berteman akrab, kamu bisa cerita apa saja padaku tanpa ragu, kamu seperti tak kenal saja padaku.."

"bukan begitu wan, aku tak mau cerita karena ini sangat pribadi, aku tak mau kalau sampai kamu memandangku dengan negatif, aku takut kamu tak mau lagi berteman denganku..."

"mana mungkin rio, apa kamu pikir dengan semudah itu aku bisa melupakan persahabatan kita hanya karena kamu seorang gay, kalau mau jujur sebenarnya aku sudah lama tau mengenai itu, tapi aku sengaja tak membahasnya, aku tak mau kamu malu... aku tau dari rian..."

mendengar kata kata erwan rasanya aku bagaikan tersambar petir. ternyata rian sudah lama mengatakan ini pada erwan. jadi selama ini erwan sudah tau mengenai hubunganku dengan rian.

"kapan rian bilang sama kamu wan..kapan, kenapa dia sampai cerita sama kamu?"

"sudah lama sekali rio, waktu kamu berangkat ke palembang dulu, aku tak percaya saat rian bilang kalau kamu dan dia pacaran. dia cerita semua padaku, dan saat dia ke palembang untuk menyusul kamu aku sempat peringatkan dia kalau mungkin saja kamu hanya sekedar menganggap dia sahabat..sekarang aku jadi mengerti kalau kamu dan rian memang berpacaran...."

"maaf wan, memang benar aku berpacaran sama rian, aku juga tak tahu bagaimana awalnya hingga aku sampai punya rasa pada rian, aku juga tak mampu menepis perasaanku itu..."

suaraku semakin pelan. kalau ingat lagi tentang rian aku jadi sedih, entah apa kabarnya sekarang, aku takut sekali ia melakukan sesuatu hal yang nekat, selama ini aku sudah banyak membuat dia sakit hati.

"kamu berhak memilih jalan hidup kamu, kamu berhak memilih siapapun yang kamu cintai..tetapi kenapa harus laki laki rio.."

desis erwan nyaris tak terdengar.

"cinta tak memilih siapa..tak memilih harta..tak memandang rupa, tak menilai kasta..bahkan tak terbatas kelamin sama, karena cinta adalah suara hati, itu yang aku rasakan wan.. mungkin sulit bagimu untuk bisa mengerti, aku juga tak memaksa kamu untuk bisa menerima semua ini... cinta itu datang tanpa dapat aku cegah..."

rasanya aku ingin menangis. aku tak tau kenapa rasanya aku tak ingin erwan kecewa, dia tak menyadari kalau sekarang aku sedang berusaha untuk mengenyahkan perasaan yang mulai bersemi dalam hatiku..aku mencintai erwan, sesuatu yang bahkan tak pernah terlintas dalam pikiranku akan terjadi.

"aku dapat memahaminya rio, apa juga yang dapat aku lakukan.. hanya saja aku yakin kalau kamu masih bisa berubah asalkan kamu ada keinginan...aku yakin itu.."

"entahlah, aku sendiri tak yakin, aku tak tau bagaimana menghadapi semua ini, akmu tak merasakan apa yang aku rasa, kamu bisa bilang seperti itu karena kamu bukan aku, kamu tak mengalami apa yang aku alami...kamu tak rasakan apa yang aku rasa..."

"kamu tak perlu panik seperti itu rio, aku bisa mengerti kok...aku tak menyalahkan kamu untuk semua yang kamu rasakan dan alami, cuma sebagai sahabat aku tak mau melihat kamu menderita...cinta yang kamu rasakan itu hanya akan membuat kamu menderita, siapa yang akan setuju kalau kamu mencintai seorang lelaki, aku yakin kamu menyadari itu..."

erwan masih mencoba untuk menasehatiku.

"terimakasih wan untuk perhatian kamu, aku hargai... kamu tau saat aku sedang mencoba memulai dengan perempuan, yang ada semuanya malah gagal sebelum dimulai...kamu kira akan mudah untuk berubah, aku juga sudah mencoba mengenyahkan rasa yang tak wajar, namun sangat sulit..."

rasanya perjalanan ke pasar kali ini sangat lama sekali, aku ingin segera mengakhiri pembicaraan yang membuat aku tersudut ini.

"kalau mengenai tiara memang terus terang kemarin dia sangat terkejut, kamu tau rio... sebenarnya tiara suka sama kamu dan berhara kamu jadi pacarnya, namun semuanya telah kandas, tiara tau tak akan mungkin terjadi walaupun ia menyukaimu kamu tak akan pernah menyukainya..."

"tiara bilang apa sama kamu wan, apa dia kecewa sama aku..?"

tanyaku sangat ingin tau.

"kalau kecewa ya tentu saja rio, siapa yang tak kecewa kalau pujaan hatinya ternyata tak akan bisa mencintainya, namun tiara juga tipikal wanita yang berpikiran realistis, ia tak mau memaksakan sesuatu yang tak mungkin..."

"aku malu sama tiara, aku bersikap seolah memberikan harapan padanya, padahal sebenarnya aku hanya ingin membuktikan pada diriku sendiri kalau aku juga bisa mencoba dengan perempuan, kalau saja kemarin mamaku tak datang mungkin tak akan begini ceritanya...sepertinya aku memang ditakdirkan untuk menjadi seorang gay..."

kataku dengan putus asa.

"kamu jangan bilang begitu, mungkin memang kamu belum ada jodoh sama tiara, tapi tak menutup kemungkinan kalau nanti akan ada perempuan lain yang bisa menerima kamu apa adanya...aku yakin itu.."

"kita sudah sampai wan, lebih baik sekarang kita cari laptop kamu dulu.."

aku merasa bersukur sekali karena aku bisa nengakhiri pembicaraan ini.

aku dan erwan memasuki sebuah toko komputer, toko yang lumayan lengkap menyediakan bermacam macam komputer, laptop beserta perlengkapannya. erwan memilih laptop yang ia inginkan sementara aku hanya berjalan dari rak ke rak untuk melihat lihat.


setelah erwan mendapatkan laptopnya dan membayar, kami meninggalkan toko komputer lalu erwan menemaniku ke toko mebel.

*********



Tidak ada komentar:

Posting Komentar