Sabtu, 20 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 31

#35 PERMINTAAN ERWAN
aku bangun karena merasakan tanganku agak perih, karena takut emak menanyakan masalah luka yang ada pada bahuku maka aku melepaskan kain kasa yang membalutnya. aku menghindari tak memakai baju didepan keluargaku karena aku tak mau mereka melihat lukaku, mungkin karena tak aku obati lagi jadinya agak bengkak.

aku takut kalau sampai luka ini jadi infeksi tentu akan menyakitkan. sebisa mungkin aku tahan. aku beranjak dari tempat tidur lalu ke dapur, masih sangat larut sekarang baru jam setengah tiga pagi.

seisi rumah masih tidur, aku mengambil minum di dapur, setelah minum aku duduk di depan teras. aku merenungi kembali semua kejadian yang belakangan ini aku alami, apa yang terjadi di palembang setelah aku pergi, apakah mama merasa kehilangan, ataukah tante laras dan keluarganya sudah tau mengenai masalahku, aku kangen sekali dengan teman temanku terutama koko. aku pun kangen dengan rian, rasanya setelah aku pergi, mereka jadi lebih berarti, aku tak dapat menghubungi mereka dalam waktu dekat karena aku tak mau sampai mama dapat melacak keberadaanku.

aku hanya terpekur menatap langit, tadi aku telah bertemu erwan sahabatku dari aku masih SMP, selain fisik tak ada yang berubah dengannya, aku senang sekali tadi, pertemuan yang tak disangka sangka, aku pikir tak akan jumpa dengannya disini, ternyata dia sudah bekerja.

harus berapa lama aku melarikan diri dari masalah, tapi jujur aku tak tau apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki kesalahanku, tante sukma yang paling menderita karena om sebastian adalah suaminya, aku tak tau kenapa om sebastian menikah kalau ia merasa terpaksa, tante sukma berhak marah karena ia telah menyerahkan masa depannya sama om sebastian. perempuan mana yang tak shock mengetaahui suaminya selingkuh terlepas itu pada pria atau wanita.

aku hanya berharap om sebastian tak melakukan tindakan bodoh dengan menceraikan tante sukma, karena walaupun ia bercerai aku tak akan mau lagi kembali padanya. aku sudah dua kali menjalin hubungan yang terlarang dan sudah dua kali pula aku mendapatkan hukuman karena itu. sepertinya aku harus meninggalkan dunia semu ini, aku harus lebih realistis.

biarlah rahasia ini aku simpan sendiri, emak jangan tau karena kau tak mau membuat beban pikiran bagi emak.

tanpa terasa aku sudah duduk di depan teras selama satu jam. terdengar suara emak berjalan, rupanya emak sudah bangun, memang kebiasaan emak selalu bangun pagi.

"pagi sekali bangun nak, lagi mikirin apa..?"

tanya emak agak heran karena melihat aku duduk sendirian sepagi ini.

"nggak mak, cuma terbangun lebih awal saja, mau tidur lagi nggak bisa.."

kataku sambil berdiri dan masuk ke dalam rumah mengikuti emak ke dapur. biasanya emak bangun sepagi ini karena mau menyusun kue yang akan dibawa untuk dijual. sebenarnya aku tak tega emak masih jualan seperti ini, tapi emak tak akan mau kalau disuruh berhenti bikin kue, soalnya emak sudah terbiasa. jadi lebih baik aku membiarkan emak melakukan hal yang menyenangkan baginya itu, yang penting sekarang emak tak bawa sendiri kuenya keliling kampung.

aku duduk sambil memandangi emak yang dengan cekatan menyusun kue kue ke dalam tampah. biasanya jam lima kurang ada yang mengambilnya. dan sore mengembalikan tampah yang sudah kosong.

tak terasa sudah hampir siang, kesibukan kembali lagi dirumah ini. yuk yanti yang mencuci piring serta membereskan rumah, yuk tina membantu sekedarnya karena ia harus bersiap siap berangkat kerja, reza bermain dengan papanya sambil makan kue dan ia hambur hamburkan serpihannya ke lantai, biasalah anak kecil memang suka begitu kalau makan. ada keharuan saat aku menyadari aku masih diijinkan menikmati saat saat seperti ini.

aku tak kemana mana hingga sore hari, waktu aku habiskan dirumah saja menemani emak serta bermain main dengan reza. sekitar jam empat erwan datang menjemputku seperti yang kemarin dia janjikan.

aku diajak jalan jalan mengitari kota pangkalpinang lalu kami berhenti di lapangan merdeka untuk menonton pertandingan bola antar kecamatan. erwan memesan es krim dan bakso.

"rencananya malam ini kamu mau kemana?"

tanya erwan sambil meletakkan mangkuk bakso yang sudah kosong di sampingnya.

"nggak ada rencana sih, emangnya ada apa wan?"

"aku mau ngajak kamu kerumah cewekku, sekalian mau ngenalin kamu sama cewekku itu, orangnya ramah kok kamu jangan kuatir lah, namanya anna, sekarang kerja sebagai teller di bank swasta, dia ada teman yang cantik, aku ingin kamu kenalan sama temannya itu..."

erwan terlihat bersemangat.

"aku malu lah wan, aku kan pengangguran nggak kayak kamu yang udah kerja, lagian kalau cewek yang udah kerja kan standardnya dalam milih cowok udah beda, nggak sembarangan.."

bagaimana kau harus mengatakan pada erwan kalau aku belum pernah pacaran sama cewek sekalipun dan aku juga tak tau apakah aku punya hasrat.

"pokoknya jangan takut lah, aku yakin temannya anna langsung suka liat kamu, mungkin kamu tak menyadari kalau kamu sangat tampan rio, setiap perempuan kalau liat kamu tak akan lagi mukur kamu kerja atau tidak.."

kata erwan berlebihan hingga membuat aku jadi malu.

"asal aja kalau ngomong, mana mungkin lah wan, aku ini masih sadar diri kok wan.."

"kamu itu masih aja kayak dulu rio, kamu sekarang sudah beda, kamu buka orang biasa..cuma kamu aja yang memilih lebih sederhana.. aku tau dari rian kalau orangtua kamu itu luar biasa kayanya, kamu hidup bagaikan seorang pangeran dalam istana..masih saja mau memungkiri, ha...ha..ha... aku bisa membayangkan akan sangat mirip cerita dalam film, seorang yang kaya raya menyamar jadi orang biasa untuk mencari cinta sejati..".

erwan melebih lebihkan.

"makin ngaco aja kamu.. udahlah mending bahas yang lain aja, kamu tadi bilang sudah punya pacar, sudah sejak berapa lama kalian pacaran..?"

"kenalnya sih udah dari SMU, tapi jadiannya sih baru setahun kurang lah, nggak nyangka juga sih dia yang bakalan jadi pacarku, soalnya waktu sekolah dulu sekalipun tak pernah aku dan dia saling sapa..."

"semoga hubungan kalian langgeng wan.."

"makasih rio..."

erwan tersenyum senang memperlihatkan barisan giginya yang rapi dan putih, entah mengapa aku jadi sangat suka dengan senyuman erwan.

kamu lapar nggak rio...?"

"nggak wan, kan barusan makan bakso, pulang sekarang yuk, udah hampir maghrib nih.."

kataku sambil berdiri.

"kan baru jam setengah enam rio, buru buru amat..".

"nggak baik maghrib di luar, kalau mau jalan lagi kan bisa malam.."

"oke deh, aku antar kamu sekarang, tapi janan lupa nanti malam kamu siap siap aku mau ngajak jalan.."

kata erwan sambil berjalan menuju ke tempat dia memarkir mobilnya.


**********



baru saja aku turun dari mobil, emak langsung menyongsongku di depan rumah.

"akhirnya kamu pulang juga, ada yang nyariin kamu, sudah dari tadi dia menunggu.."

"siapa mak..?"

tayaku agak heran.

"katanya saudara kamu dari palembang..buruan masuk kamu temui dulu, kasihan dia sudah lama menunggu"

masih dengan rasa penasaran aku masuk ke dalam untuk melihat siapa yang mencariku. aku langsung terdiam saat tau siapa yang emak maksudkan tadi. ternyata om sebastian.

bagaimana dia bisa tau kalau aku ada di sini, siapa yang mengatakan padanya, bagaimana dia bisa tau kalau rumahku ada disini, berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikiranku.

"hai rio.."

om sebastian langsung berdiri saat melihatku. aku tak menjawab hanya diam memandangi om sebastian dengan jantung agak berdebar.

"kok diam saja, kamu tak suka ya melihat om datang..?"

pertanyaan yang sangat tak perlu ia tanyakan, seharusnya dia tau kalau aku saat ini sedang menghindar darinya, kenapa ia masih memaksakan diri untuk mencariku hingga sampai kesini, padahal baru dua hari aku meninggalkan palembang.

"buat apa om datang kemari, bukannya sudah aku katakan jangan ganggu aku lagi.."

kataku dengan pelan takut emak mendengarnya, emak pasti marah kalau ada anaknya yang tak ramah dengan tamu baik siapapun tamunya.

"jangan begitu rio...bukannya om sudah bilang kalau om tak akan pernah membiarkan kamu sendiri yang menanggung semua ini.."

"tak perlu om, aku bisa jaga diri... urus saja isteri om itu, tak lama lagi ia pasti akan melahirkan, jangan hanya memikirkan ego saja..."

aku membeku, sebenarnya ada rasa kasihan juga sama om sebastian, ia sudah datang jauh jauh menemuiku tapi mendapat sambutan yang tak ramah.

"kamu pikir om hanya memikirkan ego, siapa yang memikirkan ego, kamu pikir cuma kamu yang dapat masalah, coba kamu pikirkan bagaimana dengan om seandainya nanti om bercerai dengan tante kamu, apa kamu pikir om tak mempertimbangkan akibatnya, semuanya itu sudah ada dalam pikiran om, andaikan nanti kami bersama terus akan banyak pertengkaran dan kecurigaan karena om sudah di cap sebagai seorang gay yang beristri, apalagi om adalah seorang polisi, yang harus menjaga semua sikap... apa kamu tau resiko yang om ambil, semua itu akan sanggup om hadapi asalkan ada kamu bersama om.."

kata om sebastian dengan agak memaksa, ia tak sedikitpun memelankan suaranya hingga aku kuatir kalau emak mendengarnya, untuk mengajaknya bicara diluar tak memungkinkan karena sekarang sudah jam enam, bagaimana aku mengatasinya.

"om aku mau mandi dulu, nanti kita bahas lagi.."

"baiklah rio, kalau begitu om pergi dulu ya, nanti jam setengah delapan om kesini lagi.."

om sebastian berdiri, aku memanggil emak karena om sebastian mau pamit. ia mencium tangan emak hingga membuat emak sedikit heran.

"sopan sekali dia rio, hormat sama orang tua, sudah jarang anak jaman sekarang yang salaman sama orang yang lebih tua pakai cium tangan.."

kelihatannya emak sudah terkesan sama om sebastian, susah kalau begini caranya, emak pasti akan selalu menerima kedatangan om sebastian kesini dengan tangan terbuka. aku harus bagaimana, maksud hati ingin menghindar tapi malah orang yang aku hindari datang kesini menemuiku.

jadilah sisa waktu selesai sholat maghrib aku lalui dengan perasaan gelisah, semoga saja erwan yang datang lebih dulu menjemputku, ia boleh bawa aku kemana saja asalkan aku dapat menghindar dari om sebastian.

sukurlah doaku terkabul, saat erwan datang tanpa menunggu lagi aku langsung mengajaknya pergi, tak perduli om bastian menyuruh aku menunggunya. biarlah ia harus tau kalau aku memang tak mau bertemu dengannya. aku mau membuka lembaran baru di bangka.



seperti janjinya tadi sore, erwan mengajak aku kerumah pacarnya, ia memang serius mau mengenalkan aku sama anna. ternyata setelah bertemu langsung dengan orangnya aku langsung bisa akrab karena anna sangat ramah, teramat ramah malah, hinggga aku merasa seolah telah lama mengenalnya. anna langsung mengenalkan aku pada sahabatnya yang bernama mila, seperti kebanyakan teller bang swasta, postur mila lumayan bagus. kulitnya putih hingga sekilas pasti orang akan mengira mila warga keturunan tionghoa.

aku dan mila di tingalkan oleh anna dan erwan diruang tamu sementara mereka duduk diruang tengah. sebetulnya aku agak kebingungan juga mau bicara apa sama mila karena aku belum pernah melakukan pendekatan sama wanita sebelumnya. ditambah lagi mila tak seperti anna, orangnya cenderung pasif hanya menjawab kalau ditanya.

lama lama aku bisa kehabisan materi yang bisa aku tanyakan pada mila. tiap kali aku bicara kerjanya hanya diam mendengar, mengangguk dan menunduk lalu tersenyum malu malu. hampir frustasi aku di buatnya. sepertinya rencana erwan untuk comblangin aku sama mila bakalan gagal total.

jam merangkak terasa makin lama saja, aku sudah tak tahan ingin jalan berdua saja dengan erwan, sepertinya para wanita memang sangat membosankan, aku tak tau apa yang menarik bagi mereka.

"kenapa kak dari tadi liat jam tangan terus, udah ngantuk ya..?"

baru sekali ini pertanyaan terlontar dari mulut mila. aku mengangguk dan pura pura menguap biar makin meyakinkan mila kalau aku memang benar benar ngantuk. dia cewek yang membosankan.

mila beranjak dari duduknya, lalu ia keruang tengah tak lama kemudian ia balik lagi bersma anna dan erwan.

"katanya kamu udah ngantuk ya..?"

tanya erwan dengan heran.

"iya wan..ngantuk banget nih..kamu masih lama ya?"

"kalau kamu memang udah ngantuk mendingan kita pulang sekarang aja.."

erwan penuh pengertian. ia melirik anna dan ana melirik mila, aku lihat mila tertunduk.

"terserah kamu sih..kalau memang masih mau bersama anna biar aku nunggu aja nggak masalah.."

aku coba untuk mengimbangi erwan, namun nampaknya erwan memang mengira kalau aku sudah ngantuk jadi ia tetap memutuskan untuk pulang.

*********




"tumben jam segini kamu udah ngantuk, kamu nggak tertarik ya sama mila, dia kan cantik...banyak loh yang naksir dia.."

kata erwan saat kami sudah berada dalam mobil.

"sebenarnya sih aku nggak ngantuk, cuma bete aja...cewek itu pendiamnya minta ampun...bisa stress aku lama lama, apalagi kalau sampai jadi pacarnya, nggak banget..."

"aneh...biasanya kan mila tuh cerewetnya minta ampun, meskipun sama orang yang baru ia kenal biasanya ia tak pendiam kok, ia juga tipe yang susah cari pacar, bukan baru ekali anna nyoba ngenalin teman cowoknya sama mila tapi biasanya mila santai aja kok..."

jelas erwan sambil konsentrasi melihat jalan, soalnya penerangan dikota pangkalpinang sangat kurang, lampu jalanan tak banyak yang nyala. jadi benar benar memanfaatkan penerangan dari lampu mobil.

"nggak tau tuh, sama aku tadi ia hanya menjawab kalau ditanya saja, lama lama aku jadi bosan, mana kamu ninggalin kami cuma berdua saja, aku kan malu sama anna kalau aku tadi bilang aku cuma alasan aja ngantuk..."

"kayaknya ada yang aneh rio, bisa jadi si mila memang suka sama kamu, biasanya kan kalau menghadapi orang yang ditaksir kita cenderung jadi jaim...aku kenal sekali sama mila, kalau sampai ia jadi pendiam gitu ya pastinya ia naksir sama kamu, atau kamu menolak karena sebenarnya kamu sudah ada pacar di palembang..".

erwan menebak nebak.

"mana mungkin mila mau sama aku, sudahlah wan jangan kamu jodoh jodohkan aku sama siapapun lagi, aku masih mau menikmati jadi jomblo.."


"ya ampun rio...di tahun 2002 seperti ini diusia 22 kamu masih jomblo...apa kata orng orang..."

ujar erwan bercanda.

biar aja jadi jomblo daripada dapat pacar yang nggak kena di hati, nanti malah akan saling menyakiti.."

balasku tak mau kalah, aku sudah trauma dengan hubungan pacaranku yang selama ini aku jalani, kalaupun nanti aku mencari pacar pastinya yang lebih mengerti denganku. jangan sampai kasus yang dulu terulang lagi.

"jadi kemana kita sekarang, baru jam sepuluh nih, masak kita pulang kerumah, aku belum ngantuk.."

kata erwan sambil mengurangi kecepatan.

"ya terserah saja, atau mendingan kita nongkrong di kafe aja lah sambil dengerin musik daripada suntuk dirumah, aku juga agak lapar nih... oh ya aku juga mau ngembaliin uang kamu yang aku pakai.."

aku merogoh dompet di kantong celana lalu mengambil beberapa lembar uang seratusan lalu aku berikan pada erwan.

"makasih ya wan.."

"ya ampun rio, biasa aja kali... aku gak bakalan nagih kok, lagipula aku nhggak butuh butuh amat, emangnya kamu ada pegang duit, kalo memang nggak ada kapan kapan aja kamu balikin.."

kata erwan dengan serius.

"ada kok wan, tenang aja..makasih banget ya sudah kamu tolong kemarin, kalau nggak ketemu sama kamu mungkin aku sudah dapat malu.."

"kalau gitu kita ke kafe mana yo, yang ada dekat kantor timah aja ya.."

"boleh, aku kan nggak tau dengan kafe yang ada disini.."

"iya lupa.."

erwan cengengesan.

********

kafe yang erwan maksudkan ternyata lumayan besar juga tapi bukan konsep warung tenda seperti kebanyakan yang aku lihat dikota ini. suasananya cukup santai karena ada live musik juga.

erwan mengajak aku menyanyi, terpaksa aku ikut erwan menyanyi di depan. aku tak hafal lagu yang erwan bawakan jadi aku hanya diam daja kayak orang bego. aku baru tau kalau judul lagu itu luka dari shifter belakangan setelah aku tanyakan sama erwan.

malam ini entah kenapa rasanya aku merasa begitu dekat dengan erwan, suatu perasan yang membuat aku galau ingin aku lenyapkan sejauh mungkin namun sangat sulit, aku takut kalau aku jatuh cinta sama erwan karena dia adalah sahabatku. padahal perasaan itu tak pernah ada dulunya, namun kenapa sekarang aku merasa seperti ingin selalu bersama erwan. kalau berdua saja dengannya seperti ini aku merasa waktu begitu cepat berlalu.

erwan memang baik kepadaku namun itu hanya kebaikan sebatas sahabat saja, aku tak mau menodai persahabatan kami kalau aku mengatakan pada erwan bahwa aku menyukainya, erwan sudah punya pacar.

jam sebelas aku dan erwan meninggalkan kafe itu, kami masih berkeliling sebentar lalu singgah ke lapangan merdeka duduk berdua diatas podium yang biasanya dipakai untuk upacara bendera.

"rio, aku sering berpikir kenapa dulu kita harus berpisah, saat remaja yang seharusnya kita lewati bersama berlalu begitu saja, kadang aku sering berpikir ingin meniru jejak rian untuk menyusulmu ke palembang, tapi kau tak punya keberanian karena aku belum terbiasa tinggal dan mengurus semuanya sendiri..!"

kata erwan sambil bersandar di tiang penyangga podium.

"justru karena kita berpisah maka hubungan kita tetap baik, tak seperti aku dan rian yang akhirnya jadi banyak berantem.."

aku heran sendiri kenapa tiba tiba aku jadi berterus terang seperti ini pada erwan.

"kalian berdua sering berantem, kenapa yo, bukannya kalian kan sahabat yang sangat akrab.."

erwan agak bingung.

"entahlah wan sukar untuk di jelaskan, kadang memang salah aku juga, namun rian terlalu pemarah dan cepat naik darah, kadang aku juga bingung di buatnya.."

"masalah apa saja yang membuat kalian berdua bisa sampai bertengkar, aku lihat dulu kamu kan sangat akrab dengannya, bahkan aku sendiri yang sudah lama berteman denganmu sampai merasa agak kamu acuhkan setelah kamu berteman dengan rian.."

aku menarik nafas dalam, hal ini sangat sulit untuk dijelaskan karena telah masuk ke wilayah hati, apa yang terlihat biasa bagi orang akan berubah ketika hati yang memegang peranan. menceritakan hubunganku dengan rian dulu pada erwan aku tak punya nyali, iya kalau erwan bisa memahaminya, kalau saja ia jadi jijik padaku setelah tau keadaanku yang sebenarnya, aku bisa kehilangan sahabat baik.

"namanya juga kalau berteman akrab pasti suatu saat akan ada masalah, cuma bagaimana cara kita menyikapinya saja agar masalah tak membuat kita jadi bermusuhan"

"tapi aku tak ada alasan untuk bermusuhan denganmu, dari dulu kan kita selalu sefaham, untung saja aku lelaki dan kamu lelaki, kalau tidak pasti kita sudah pacaran..betul nggak yo..?"

erwan tertawa sambil menatapku, aku jadi malu dan membuang pandangan ke arah lain. kata kata erwan tadi benar benar mengena bagiku, entah kenapa seolah ada perasaan sakit dalam hatiku membayangkan kata kata erwan tadi.

"kamu kenapa yo, kok tiba tiba jadi murung gitu, emangnya kamu lagi mikirin apa sih..?"

tanya erwan serius.

"nggak kok wan, aku hanya lagi mikirin almarhum kakakku yang sudah meninggal, dulunya kami berdua sangat akrab, dia yang paling mengerti denganku, namun ia harus meninggal karena kecelakaan.."

"inalillahi...sudah lama meninggalnya kakakmu itu yo?"

erwan kelihatannya sangat terkejut sekali.

"hampir setahun, waktu dia meninggal rasanya duniaku langsung berubah, aku kehilangan semangat, kadang aku berkhayal kalau semua hanya sebuah lelucon dan kak faisal akan pulang pada suatu hari...kamu tau wan, aku merasa ada yang aneh, beberapa waktu yang lalu waktu aku masih di palembang, aku seperti melihat kak faisal sedang berdiri di luar kamarku karena aku melihatnta dengan jelas maka aku sangat yakin sekali kalau itu adalah benar benar kak faisal, apa mungkin ya kalau orang yang mati dengan cara yang tak wajar, arwahnya masih berkeliaran..?"

aku bertanya pada erwan.

"nggak tau juga sih, dunia ini begitu banyak dengan kemungkinan, apa saja bisa terjadi..tapi biasanya sih masih bisa di terima secara logika.."

erwan juga nampaknya agak sulit untuk menjelaskannya.

"aku juga berpikiran sama denganmu wan, aku selalu mengandalkan logika setiap menyikapi sesuatu, aku cuma kuatir aja.."

"sudahlah, jangan terlalu kamu pikirkan... nanti kamu juga yang pusing, lebih baik sekarang kita pulang saja.. sudah jam duabelas lewat.."

aku mengangguk mengiyakan.

ternyata setelah sampai dirumah aku mendapat kejutan lagi, om sebastian ada dirumah dan ia menungguku di kamarku, apa yang sudah ia bilang sama emak hingga ia bisa menginap disini.

saat melihat aku masuk ke dalam kamar, om sebastian yang tadi aku kira sedang tidur langsung bangun dan menghampiriku, entah kenapa tiba tiba saat ini aku merasa takut sama om sebastian, tindakannya kali ini sudah sangat kelewatan batas bagiku.

"darimana saja kamu rio, bukannya om sudah bilang kalau mau kesini, tapi kamu malah pergi, apa salah om hingga kamu buat om seperti ini..?"

suara om sebastian serak seperti habis menangis.

"aku sudah bilang jangan menemuiku lagi, apa yang om harapkan dari hubungan yang serperti ini, apakah om mau mengatakan kalau suatu hari kita akan menikah dan membentuk keluarga sakinah, om harusnya sadar kalau dunia om yang sesungguhnya telah jelas, masa depan om bersama tante sukma, kenapa om harus bertindak bodoh seperti ini... lupakan aku om..aku capek, pokoknya besok om harus pulang ke palembang, aku tak mau melihat om ada disini.."

aku bersikeras, om sebastian apakah tak pernah berpikir, kenapa ia terlalu menganggap serius hubungan ini.

"kalaupun menikah yang jadi masalahnya, om bersumpah akan menikahimu, kita bisa menikah rio, tak ada yang tak mungkin.."

ini sudah kelewatan.

"memangnya om pikir semudah itu melakukannya, om pikir aku mau melihat keluargaku jadi malu, apa om kira aku tak peduli sama keluargaku hingga aku akan meninggalkan mereka selamanya, seharusnya om bersukur ada perempuan yang seperti tante sukma, mau menerima om walaupun dia tau kenyataan yang sebenarnya tentang om...!"

"sudah om bilang kalau om tak mau lagi pertahankan pernikahan kami, semua sudah terlanjur, jadi sekalian saja kita menyelam rio...kita tinggalkan masa lalu kita dan hadapi sesuatu yang baru bersama sama, kalau berdua denganmu om pasti akan bersemangat, cukup sekali om ditinggalkan orang yang om cintai, karena om dia sampai bunuh diri.."

ternyata om sebastian masih teguh dengan pendiriannya, aku hampir kehabisan akal menghadapinya, aku sudah berkorban segalanya dengan meninggalkan apa saja yang aku punya hanya demi mendapatkan ketenangan batin. tapi om sebastian malah merusaknya, aku masih penasaran bagaimana sampai dia tau kalau aku ada disini.

"aku ngantuk om, capek.. silahkan tidur dulu, msalah ini tak akan habis habis diperdebatkan...jangan memaksakan kehendak pada orang yang tak bisa menerimanya om.."

aku mengambil satu bantal lalu aku keluar dari kamar. om sebastian menarik tanganku.

"tunggu rio, kamu mau kemana...temani om disini, malam ini om mau tidur denganmu..."

aku terpaksa berbalik lagi sambil menatap om sebastian dengan tajam.

"cara untuk melupakan seseorang adalah dengan menjauhinya..."

lalu tanpa menoleh lagi aku tutup pintu kamar meninggalkan om sebastian endirian didalam.

aku termenung diatas kursi tamu sambil berbaring, hilang sudah rasa kantukku, walhasil aku nyaris tak dapat tidur hingga menjelang subuh.


*******


"nak bangun..."

terasa ada yang mengoyang goyangkan tubuhku serta memanggilku. perlahan aku buka mata, terasa agak perih karena sinar matahari yang menyilaukan langsung mengenai retinaku. dengan malas aku mengeliat.

"jam berapa ini mak, kok terang sekali..?"

tanyaku setelah mendapatkan kesadaranku kembali, rupanya aku tertidur juga setelah semalam letih berpikir.

"sudah hampir jam delapan, kenapa kamu tak temani om kamu di kamar, malah tidur sendirian disini..?"

tanya emak sambil duduk di kursi depanku.

aku mengeliat menghilangkan rasa malas lalu aku duduk.

"tempat tidurnya kan kecil mak, jadi rio tidur disini saja, kasihan om sebastian gerah...oh ya mak, apakah om sebastian sudah bangun..?"

aku bertanya dengan penasaran.

"sudah dari tadi pagi, temani dia sana..lagi ngopi di dapur.."

aku tak bisa menolak karena emak pasri akan bertanya kalau sampai aku mengabaikan tamu jauh. andaikan saja emak tau bagaimana hubungan kami selama ini aku tak yakin apakah emak bisa menerimanya.

aku berjalan ke kamar menaruh bantal, lalu aku ke dapur melewati om sebastian yang sedang duduk di samping jendela sambil melihat pohon duku yang sedang berbunga, seekor burung kutilang bersiul merdu.

"sudah bangun rio, pulas sekali kamu tidur.."

om sebastian menyapaku.

"sebentar om aku mau cuci muka dulu.."

aku meninggalkan om sebastian sebelum ia sempat menjawabnya. sengaja aku cuci muka dan gosok gigi lama lama agar bisa mengulur waktu. semoga saja emak cepat pergi ke warung agar aku bisa bicara sama om sebastian untuk meyakinkannya agar pulang kerumahnya.


"kamu masih marah ya sama om karena gara gara keteledoran om sampai hubungan kita diketahui..?"

tanya om sebastian sedih. dari jendela aku melihat emak sedang berjalan menuju ke warung, rumah kosong sekarang, jadi aman untuk membahas masalah aku dengan om sebastian.

"bukan itu penyebabnya om, cuma itu yang membuat aku sadar, harusnya om yang lebih dewasa serta banyak pengalaman dapat berpikir lebih baik dariku, jujur pada hati kita kalau ini tidak benar, om pikirkan kembali, jangan hanya memikirkan perasaan sendiri, kita hidup ada keluarga, jadi kita juga harus menjaga perasaan mereka, apa jadinya dunia ini kalau semua orang hanya memikirkan diri sendiri, aku hanya minta jangan egois.."

"tapi kan kita hidup untuk bahagia.."

om sebastian menatap mataku.

"salah om, bahagia itu tak ada di dunia ini, kalaupun ada rasa senang biasanya tak bertahan lama, rasa apapun baik itu bahagia, senang, duka, gelisah, dan marah hanya bersifat temporer, detik ini kita bahagia belum tentu lima menit kemudian rasa itu akan tetap bertahan, bisa jadi kita mendengar berita yang menyedihkan hingga mengalahkan rasa bahagia yang tadi...kita hidup untuk menyelesaikan semua ujian yang diberikan Allah dengan baik..., jadi kita tak bisa berjanji mutlak karena tak ada yang dapat terjadi tanpa ijin dari yang maha mengetahui.."

"tapi om akan membahagiakanmu.."

"begitu juga yang diharapkan tante sukma saat mau menerima om jadi suaminya, tapi sekarang apa yang terjadi.. jangan muluk muluk om, manusia memang paling gampang berjanji, tapi paling susah menepatinya, paling gampang mengatakan orang lain baik kalau orang itu memberikan sesuatu padanya, tapi paling gampang pula mengatakan oarng tak baik karena orang itu telah mengecewakannya, hilang semua kebaikannya selama ini.. aku sudah banyak belajar dalam hidup ini..jangan cepat percaya karena manusia gampang berubah..."

om sebastian terdiam mendengar kata kataku itu, ia seperti bingung mau menjawab apa.

"sekarang pulang lah om, aku yakin om bisa berusaha memperbaiki semuanya, hubungan yang sah asja dengan mudahnya mau om lepaskan, apalagi hubungan yang tak jelas seperti yang kita pernah jalani..."

aku menuang kopi ke dalam cangkir lalu meminumnya, tak terlalu panas lagi. di meja ada sepiring kue buatan emak. aku mencomot satu kue getas manis dan memakannya sambil melihat ke luar jendela. aku hanya berharap om sebastian dapat mengerti dan menerima keputusanku.

********






aku berjalan kaki menyusuri jalan setapak menuju ke rumah dodi, aku teringat kemarin om sebastian akhirnya mau juga kembali ke palembang walaupun dengan terpaksa. aku tau ia belum puas dan aku yakin ia akan kembali lagi, tapi paling tidak sekarang aku dapat menenangkan diri tanpa harus berpikir terlalu berat lagi, kalau dekat dengan om sebastian aku takut malah perasaanku padanya akan kembali kuat, padahal aku sudah bersusah payah menahan diri agar jagan sampai memeluk dan menciumnya.

untung saja aku masih dapat mengendalikan diri, kalau sampai itu terjadi aku yakin masalahku akan semakin rumit.


saat aku tiba di salon dodi ia sedang memasukan potongan rambut ke dalam tong sampah. dodi tersenyum senang melihatku.

"darimana yo, masuk dulu."

dodi menaruh sapu yang ia pegang di balik pintu, ada seorang ibu ibu yang sedang duduk di bawah steamer dengan handuk melilit di kepala, nampaknya lagi creambath.

"sibuk banget ya..?"

tanyaku sambil duduk di sofa biasa namun lumayan empuk yang disediakan memang untuk tamu yang menunggu.

"nggak juga kok, cuma ada satu pasien aja, bentar lagi juga kelar, kamu mau rapiin rambut juga ya..?"

"nggak kok dod, cuma mau main aja kesini, melihat keadaan salon kamu.."

"ya beginilah kalau sudah jam segini tamu mulai berdatangan, kalau pagi sih agak sepi, maklum orang pada kerja dan ibu ibunya pada masak sementara yang remaja kebanyakan sekolah.."

dodi menjelaskan. ia menghampiri ibu itu karena timer pada steamer sudah padam, dengan lembut ditekannya kepala ibu itu lalu ia melepaskan handuk yang melilit di kepalanya.

"nampaknya kamu sudah menguasai banget ya, boleh kalau tak sibuk tolong rapikan rambutku, sedikit saja, soalnya udah mulai berantakan nih.."

"oke, aku selaesaikan yang ibu ini dulu ya.."

dodi menggiring ibu itu ke kursi keramas, dengan cekatan dia membilas sisa krim dirambutnya. aku mengamati yang dodi lakukan hingga ia mengeringkan rambut ibu itu dengan hair dryer.

"ada apa rio, apa kamu mau di blow juga... atau kamu mau di blowjobs?"

tanya dodi usil saat ia melihat aku sedang mengawasinya.

"sembarangan saja..enak di kamu nggak enak di aku.."

kataku sebal. heran kenapa sekarang dodi jadi begitu vulgar dan blak blakan. apa karena ia banyak bergaul dengan para waria dari kalangan salon yang biasanya memang ceplas ceplos.

setelah si ibu langganan dodi pergi, dodi langsung merapikan rambutku. ia tak membutuhka waktu lama untuk merapikan rambutku, memang bakatnya di salon mungkin, jadi hasilnya pun cukup memuaskan.

dulu pernah kejadian rambutku digunting dodi saat aku kelas dua SMP, karena baru coba coba ada sejumput rambut yang terpotong nyaris sampai akar rambut. aku nyaris pingsan rasanya, bisa dibayangkan bagaimana penampilanku nantinya akan jadi bahan ejekan yang empuk di sekolah. sudah pake seragam kusam, sepatu kusam yang agak kebesaran satu nomor, dan rambut nyaris gundul. untungnya waktu aku pulang kerumah, emak langsung mengambil tindakan penyelamatan, rambutku dirapikan emak hingga nyaris botak, tapi lumayan lah mampu menyamarkan bagian yang dibikin dodi tadinya.

**********




"kamu kok belum makan nak, emak sudah masakin tumis kangkung, ikan asin tenggiri, sambal terasi juga udang goreng, makan dulu sana.. nanti kamu sakit loh.."

kata emak saat aku baru pulang dari salonnya si dodi, nampaknya emak sudah menungguku dari tadi.

"wah enak sekali mak, jadi makin laper nih jadinya.."

aku mengelus elus perutku.

"emak sengaja masak itu buat kamu, soalnya kamu pasti sudah jarang makan masakan bangka sejak tinggal di palembang, pokoknya sekarang kamu harus makan yang banyak, kamu itu kurus sekali.."

emak mengamatiku lagi. aku diam saja, memang selama ini aku agak kehilangan nafsu makan karena begitu banyak masalah yang datang menguras pikiran dan emosi, ditambah lagi rasa nyeri pada bahuku ini membuat aku jadi kurang berselera makan.

"kalau gitu rio makan dulu ya mak, emak sendiri nggak makan?"

"emak sudah makan barusan, tadinya sih mau makan sama kamu nak, tapi emak tunggu tunggu kamu belum juga pulang, jadi emak keburu laper.."

"maaf mak, tadi rio rapiin rambut di tempat dodi.."

"pantas saja anak emak makin ganteng, rupanya baru potng rambut, ya udah..kalau ngobrol terus, kapan mau makannya, emak ke belakang dulu ya mau ngambil daun pisang.."

"biar rio aja yang ngambil daun nya mak, emak ngadon kue aja, habis makan rio langsung ambil daun pisang untuk emak.."

"baiklah, kalau begitu emak ke dapur dulu.."

aku mengikuti emak ke dapur. aku makan siang sambil melihat emak mengadon kue, emak mengadon dambil sesekali melihatku dan tersenyum, tanpa terasa aku sudah menghabiskan dua piring nasi, aku bangun dari kursi dengan perut kekenyangan. setelah istirahat sebentar, aku pergi ke belakang rumah dan mengambil kayu serta pisau yang biasa di gunakan untuk mengambil daun pisang. aku ikat pisau diujung kayu lalu aku jolokkan pada pelepah pisang yang sudah agak tua dan daunnnya sudah agak pecah, beberapa helai daun pisang jatuh ke atas tanah terkena sayatan pisau. setelah aku rasa cukup aku langsung menyerut daun itu dan membuang tulang daunnya yang keras. aku kumpulkan semua daunnya lalu ku gulung dan berikan pada emak.

"ini mak, cukup nggak?"

"cepat sekali nak, cukup lah itu..terimakasih ya.."

"sama sama mak, sudah lama juga nggak melakukan hal seperti ini.."

"selama di palembang kamu pasti hidup berkecukupan ya nak, kenapa kamu mau kembali lagi dengan kehidupan susahmu ini.."

"emak, kan rio sudah katakan kalau ukuran kebahagiaan itu tak selamanya karena banyak uang, kadang uang juga tak menjamin kedamaian hati. rio kangen dengan suasana kekeluargaan disini, yang sedari kecil rio rasakan, percuma mak kalau banyak uang tapi jiwa tak tentram.."

"kamu benar nak, kalau uang yang jadi tujuan utama manusia dalam hidupnya, maka ia akan jadi budaknya uang, bahkan ia akan jadi orang yang sombong, maka tak kan ada ketenangan batin dalam diri orang yang sombong.."

aku mengangguk mendengar nasehat emak.

terdengar suara pintu depan di ketuk dan seseorang memanggilku, aku rasa itu seperti suara erwan.

"mak aku ke depan dulu, sepertinya ada tamu.."

aku meninggalkan emak lalu ke ruang tamu untuk melihat siapa yang datang.

"erwan, sudah aku duga.."

"lagi ngapain rio?"

ngobrol sama emak di belakang wan, kamu nggak kerja ya, kok jam segini sudah ke sini?"

aku bertaanya dengan agak heran, soalnya erwan kan biasanya kalau sore baru ke rumah.

"tadi aku pulang lebih awal yo, aku mau ngajak kamu ke pemali, kamu mau kan yo, itupun kalau kamu tak sibuk.."

kata erwan agak berharap.

"oke wan aku mau siap siap dulu ya, masuklah dulu wan."

erwan masuk dan duduk di kursi ruang tamu sementara aku ke belakang menemui emak untuk bilang kalau aku mau jalan sama erwan ke pemali. emak mengijinkan dan mengingatkan aku agar berhati hati karena pemandian air panas itu dekat hutan. setelah itu aku ke kamar dan menyiapkan pakaian ganti karena disana nanti kamu pasti mandi. setelah selesai berkemas aku dan erwan berangkat.

perjalanan menuju ke pemali lumayan jauh hampir satu jam naik mobil karena jalannya yang agak jelek serta naik turun. terletak di kabupaten sungailiat. tempatnya sendiri biasa saja, hanya ada dua petak kolam yang biasa saja tak ada yang istimewa. airnya sangat panas sekali menurutku hingga membuat aku agak ragu untuk turun kedalamnya. namun erwan tanpa ragu sedikitpun langsung masuk kedalam kolam itu.

"ayo rio..enak kok airnya hangat, baik untuk kesehatan.."

"iya wan santai dulu aku mau menyesuaikan diri dulu, kok sepi amat ya wan.."

kataku sambil melihat ke sekitar, hanya ada pepohonan dan lalang saja.

"biasanya kalau agak sore banyak kok yang mandi disini, katanya mau dikelola nantinya tempat ini yo, untuk objek wisata.."

kata erwan. aku duduk di tepi kolam yang berbata, lalu merendam kakiku ke dalam kolam. awalnya memang terasa panas namun lama lama aku jadi bisa menyesuaikan dengan suhunya. aku turun dan berendam hingga sebatas dada.

"nah tu kamu bisa, tolong aku yo kamu gosok punggungku dengan batu ini.."

pinta erwan sambil menyerahkan batu seukuran kepalan tangan anak kecil padaku. aku ambil batu itu lalu dengan pelan aku usapkan ke punggung erwan.

"agak keras dikit nggak apa kok yo, kan batu itu nggak tajam..."

aku menggosok lebih keras lagi.

"nanti gantian ya wan aku yang di gosok, kayaknya enak juga wan.."

"iya yo..ini airnya untuk terapi kata papa, dulu aku pernah diajak papa kesini, makanya aku masih hafal jalannya.."

aku terus menggosok punggung erwan hingga rata semua bagian setelah selesai gantian erwan yang menggosok punggungku, sementara ia menggosoknya, aku mengambil batu yang lain dari dasar sungai, aku menggosok kaki dan tumitku.

"katanya kalau berendam disini tak boleh terlalu lama juga sih.. malah bisa bikin meriang."

ujar erwan sambil terus menggosok punggungku dengan sabar.

"oh ya rio, aku baru ingat, kata anna dia mau ngajak kita makan malam bersama nanti malam, kamu mau nggak..?"

"dalam rangka apa anna ngajak makan malam wan, apa aku nggak mengganggu acara pacaran kalian?"

aku menoleh ke belakang dan menatap erwan.

"ya nggaklah yo, kami kan bisa pacaran kapan aja kami mau, masa sih nggak boleh sekali sekali ngajak teman, itu namanya udah kelewatan, tenang aja rio gaya pacaranku masih sehat kok, meskipun aku mencintai anna bukan berarti aku dan dia harus selalu berdua saja kemana mana, norak banget gaya pacaran yang begituan.."

erwan tertawa.

"iya sih aku cuma kuatir menggangu aja wan, kalau memang boleh ya aku mau aja kok.."

"aku mau kenalin kamu sama sepupuku, nanti malam dia juga ikut kok.. aku dan anna sengaja mau kenalin kalian brdua, namanya tiara, baru selesai kuliah dan sekarang baru kerja di PT.TIMAH, aku yakin kamu pasti suka dengannya, jangan kuatir ia sangat cantik kok yo.."

ujar erwan penuh semangat, ternyata anak satu ni masih juga berusaha untuk mencarikan jodoh untuku. aku tak mungkin menolaknya. meskipun dalam hatiku tau itu hanya akan sia sia saja. bagaimana mungkin aku dapat menyukainya sementara dalam hatiku sekaang sedang tumbuh satu rasa yang aku sendiri tak tau bagaimana awalnya bisa ada dalam hatiku ini. aku rasa aku telah jatuh cinta pada erwan.

rasa yang tak pernah aku bayangkan akan aku alami dalam hatiku ini, jatuh cinta lagi.. apakah memang aku sebenarnya sudah lama menyukai erwan aku juga tak yakin, selama ini aku merasa biasa biasa saja kalau bersama erwan, tak tahu entah kenapa setelah malam itu saat kami menghabiskan waktu bersama, perasaan itu jadi tumbuh, padahal aku baru saja berniat untuk tak jatuh cinta lagi. erwan adalah sahabatku, bagaimana cara kau mengungkapkan perasaanku ini, dia sudah punya pacar juga.

"rio, sudah mulai sore, kita pulang ya..!"

ajak erwan sambil keluar dari kolam air panas. aku mengangguk dan ikut keluar dari kolam. erwan mengambil tas ransel yang tadi ia bawa. mengeluarkan handuk dan mengeringkan badannya. aku mengambil handukku dan mengeringkan badan disamping erwan.

tak kusangka tiba tiba erwan membuka celananya yang basah didepanku hingga ia telanjang bulat. jantungku langsung berdebar dengan keras. susah payah aku menahan gejolak yamng ada dalam hatiku ini melihat erwan yang sangat santai sekali memeras celananya yang basah dengan tubuh bugil di depanku.

"ada apa rio, ada yang aneh ya denganku..?"

tanya erwan agak kebingungan karena melihatku yang bengong menatapnya. seolah baru tersadar aku langsung menggeleng dan buru buru mengeringkan badan. melihat tubuh erwan yang bugil bukan baru sekali ini namum sekarang ia sudah dewasa, yang dulunya tak ada sekarang sudah bertambah ditubuhnya itu.

"punya kamu kan kecil ya rio, aku ingat dulunya hehehe"

kata rian tanpa berdosa menunjukkan perkakasnya kepadaku.

"enak saja, dulu itu kan aku masih kecil, punya kamu dulunya juga tak segitu kok.."

balasku denga nanar menatap benda panjang yang terkulai diantara selangkangan erwan.

"coba tunjukkan kalau memang benar, aku pengen liat..!"

tantang erwan.

aku menggeleng sambil menutupi bagian depan tubuhku dengan handuk, aku tak mau kalau sampai erwan tau punyaku tegang karena melihatnya bugil seperti itu.

"ayolah rio, kenapa juga malu malu kayak gitu, kita kan sama sama cowok, apa kamu malu karena punya kamu kecil kan?"

karena terus ia komporin maka aku buka juga celanaku walaupun dengan agak ragu.

"wah rio punya kamu tegang ya, lumayan gede juga rio he..he.. bertambah panjang.."

erwan tertawa dengan santainya karena tak tau apa yang sekarang berkecamuk dalam hatiku.

"iya wan biasalah anak muda kan gampang terangsang.."

"apa kamu terangsang melihat aku ya.."

tembak erwan langsung.

"e..eh nggak kok wan, kamu ini bisa saja..!"

kataku dengan muna.

"sukurlah kalau nggak, berarti kamu masih normal rio, dan tak sia sia usahaku sama anna untuk carikan kamu pacar, kan asik tuh kalau kita sama sama punya pacar, tiap malam minggu kita bisa jalan sama sama.."

kata erwan tanpa prasangka apa apa. aku jadi semakin merasa kalau aku hanya akan sia sia saja mencintainya, bagaikan mengharap yang tak mungkin. aku harus mengenyahkan rasa ini sebelum nantinya akan jadi semakin berakar dalam hatiku.

selesai memakai kembali baju, kami pulang kembali ke pangkalpinang. erwan mengantar aku sampai depan rumah saja tak mampir lagi karena katanya ia mau siap siap untuk nanti malam.


********


"jadi ini yang namanya rio itu ya.."

tiara mengulurkan tangannya padaku dengan ramah.

"iya, kamu tiara kan.."

aku membalas menjabat tangan tiara dengan hangat. erwan dan annna nampaknya senang melihat kami berdua mengawali perkenalan ini dengan tak canggung.

"kalau begitu kita duduk dulu sambil pesan makanan, soalnya kan di kafe ini lumayan lama nunggu orderan diantar.."

anna mengambil inisiatif, diraihnya buku menu yang tergeletak diatas meja.

"rio ini lama di palembang, dia baru sekitar satu minggu ini balik ke bangka, asli nya sih orang bangka juga.."

erwan menjelaskan pada tiara tanpa disuruh.

"oh begitu ya..kok bisa balik lagi ke bangka, apa memang orantuanya tinggal di bangka atau palembang sih, aku jadi bingung.."

tiara jadi tertawa.

"ya dia unik tiara, ada banyak orangtua.. makanya bisa bebas mau tinggal dimana yang dia suka.."

"apaan sih wan.. nggak kok tiara, memang aku sekarang tinggal di bangka sama keluargaku, nanti kau ceritakan soalnya kalau cerita sekarang terlalu panjang.."

aku menyela erwan, aku tak mau kalau sampai dia keceplosan bercerita yang nggak nggak.

"begitu ya, aku tunggu ya, semoga ada pertemua lagi setelah ini.."

kata tiara sambil tersenyum manis. aku jadi teringat dengan intan adiknya rizal, senyum mereka berdua nyaris sama.

kami makan malam sambil ngobrol, ternyata tiara tipikal yang asik juga, ada ada saja yang ia bahas hingga kami tak kehabisan bahan untuk dibicarakan. tak seperti mila yang tempo hari itu. tiara juga sepertinya pintar, ia banyak tau tentang berita terbaru baik dar film, artis bahkan berita dunia. sepertinya dia gemar membaca.

waktu yang kami lewatkan bersama nyaris tak terasa tau tau sudah jam setengah sebelas. tiara dan anna harus pulang karena tak enak sama orang tuanya kalau sampai pulang kemalaman. erwan mengeluarkan dompet untuk membayar namun aku larang karena kali ini aku yang mau membayarnya, meskipun mereka yang mengajaknya tapi aku merasa kalau ini mereka lakukan untuk aku, jadi sebagai ungkapan terimakasihku pada anna dan erwan, aku ingin mentraktir mereka. erwan tak bisa menolak lagi karena aku tetap bersikeras membayar.

kami mengantar tiara dulu pulang kerumahnya, kami semua turun dari mobil demi kesopanan. kedua orang tua tiara rupanya sudah menunggu anaknya pulang.

"sudah selesai acara makan malamnya sayang..?"

tanya ibu tiara sambil berdiri.

"sudah ma, maaf kalau agak kemalaman soalnya kami tadi keasikan ngobrol.."

"nggak apa apa, lagian kamu juga perginya sama erwan, jadi mama tak kuatir.."

"rio kenalin ini mama ku.."

aku mendekati mama nya tiara lalu menyalaminya.

"oh ini ya rio yang diceritakan sama erwan tempo hari..."

mama tiara menyalamiku dengan ramah.

"oh jadi erwan sudah cerita tentang saya ke tante ya..?"

"iya rio, erwan sangat dekat sama tante, kalau ada apa apa pasti cerita, oh ya nggak masuk kedalam dulu..?"

"kapan kapan aja ya tante, soalnya udah terlalu malam, erwan masih mau mengantar anna pulang.

aku menolak dengan agak berat karena tak mau membuat mama tiara kecewa, sepertinya dia ramah dan menyenangkan sama seperti anaknya juga.

kami berpamitan pada mama tiara lalu mengantar anna. aku tak menyangaka kalau anna tinggal tak jauh dari rumahku, pantas saja aku tak kenal soalnya dulu kan rumah anna belum dibangun, jadi mereka adalah warga yang baru disini.

aku menunggu di mobil sementara erwan mengantar anna hingga masuk dalam rumah. tak lama kemudian erwan masuk lagi dalam mobil.

"jadi sekarang kita pulang ya, rumahku kan sudah dekat.."

kataku sambil memperbaiki posisi duduk.

"nanti dulu rio, aku masih mau bicara sama kamu...ada satu hal penting yang mau aku katakan, tadi aku tak mungkin membahasnya depan anna dan tiara.."

erwan melirikku.

"hal apa wan..?"

"nanti kita cari tempat dulu biar enak ngobrol jangan disini.."

erwan membuat aku makin penasaran dan jadi sedikit gelisah, sepertinya dia sangat serius. semoga saja apa yang hendak ia katakan bukanlah yang kurang menyenangkan. aku bergumam dalam hati.

erwan berhenti di depan podium lapangan merdeka tempat kami kemarin malam bersantai. ia mengajak aku duduk dekat lantai podium yang menurun.

"apa yang mau kamu katakan wan, sepertinya hal yang penting ya?"

tanyaku tak sabar, aku mau tau apa yang mau erwan sampaikan padaku, erwan tipe yang serius pasti ia mau mengatakan sesuatu yang penting.

"begini rio, aku sangat berharap sekali kalau kamu serius sama tiara, kita sudah bersahabat dari dulu dan tiara adalah sepupuku yang paling dekat denganku, kalian berdua adalah dua orang yang aku sayangi, aku bisa liat kalau tiara menyukai kamu yo, aku harap kamu juga bisa menyukainya.."

erwan menggantung kata katanya.

"darimana kamu tau kalau tiara mau sama aku wan, bukannya kami berdua baru kenal beberapa jam saja, aku belum bisa menilainya.."

gumamku pelan, erwan tak tau apa yang aku rasakan terhadapnya, memang aku merasa suka sama tiara tapi aku belum yakin perasaan suka sebagai sahabat atau ada yang lebih.

"aku bisa merasakan kalau tiara menyukai kamu, aku jarang meleset kalau menebak yo, aku kenal tiara tapi aku masih ragu sama kamu... apakah kamu bisa mencintainya."

"aku memang tak tau wan, aku belum pernah jatuh hati pada wanita, entahlah..."

"makanya aku juga sangat berharap padamu, andaikan kamu nanti jadian sama tiara dan kalian sampai menikah, kamu tau yo kenapa...kita akan jadi saudara, apakah kamu pernah membayangkan hal itu, aku memang sengaja kenalkan kamu sama tiara karena kamu tau kalau aku sangat menyayangi kalian berdua. aku ingin sekali melihat dua orang yang aku sayangi itu bisa bersama, tapi kalau kamu memang tak mau sama tiara aku juga tak akan memaksamu, kamu bebas kok memilih siapa yang nantinya akan kamu sukai.."

erwan tersenyum penuh semangat seolah olah aku dan tiara memang sudah pacaran. aku jadi bingung, tiara memang cewek yang cantik, baik, dan cukup memenuhi kriteria sebagai seorang pacar idaman bagi pria yang normal, tapi apakah aku bisa menyukainya lebih dari itu, kalau aku tak mencoba juga sampai kapan aku akan terus begini. apakah aku harus tenggelam dengan kegidupan yang semu, mungkin bagi sebagian besar gay dengan menikmati hidup dan tak menghiraukan pandangan siapapun tentang dirinya, mereka tetap tenang memlih jalan hidup yang menurut mereka paling baik. tapi apakah artinya hidupku ini jika aku tak mencoba melakukan sesuatu yang lebih baik, bagi diriku, keluarga, bahkan akhiratku, apakah aku harus tetap tenggelam dalam kesenangan ku sendiri tanpa memikirkan masa depan yang lebih baik.

mungkin memang sekarang aku masih bisa bersenang senang karena aku masih kuat, tapi apakah nantinya aku masih bisa dengan sombongnya mengatakan kalau aku tak butuh siapaun ketika aku tak ada lagi kekuatan, siapa yang akan aku harapkan kalau bukan keluargaku, teman selalu ada masanya karena teman sedekat apapun juga pasti ia punya kehidupan sendiri, pada suatu saat seorang teman akan meninggalkan aku bukan karena ada masalah tapi memang tuntutan hidup dia yang membuatnya jadi begitu, pada saat itu hanyalah keluarga yang walaupun jauh masih tetap memikirkan aku. bagaimana aku bisa dengan tenang meminta bantuan pada orang yang telah aku kecewakan.

mama telah membuangku. aku sudah merasakan bagaimana pilihan hidupku lebih banyak yang menentang ketimbang yang setuju, saat ini komunikasi dengan mama pun aku sudah tak ada keberanian lagi. ia kecewa karena anak kandungnya, lelaki satu satunya yang ia harapkan dapat menjadi penerus keturunannya nanti malah asik bercinta dengan sesama jenis, papa........ aku tau ia menerima keadaanku karena ia merasa bersalah selama ini tak pernah ada untuk aku, tapi aku tau bagaimana kecewanya papa, ia pasti sudah membayangkan di masa tuanya nanti ada seorang cucu yang akan menemaninya, menghiburnya dengan canda dan kemanjaan.

kalau disuruh memilih pasti aku lebih mengutamakan kebahagiaan, tapi apakah ada jaminan kalau aku bisa bahagia dengan pilihanku, rasanya aku jadi bingung. aku sudah mengalaminya dengan rian dan yang aku dapatkan bukannya kebahagiaan, kalau nafsu jadi ukuran untuk menentukan seberapa besar kebahagiaan itu rasanya akan sulit.

mungkin saatnya aku harus belajar menerima seorang wanita dalam hidupku. walaupun mungkin juga aku tak bisa berubah total tapi paling tidak aku akan mencobanya. aku akan lakukan ini, aku akan membahagiakan emak, aku akan membawa seorang gadis di depan emak. paling tidak sekarang aku tau apa tujuan hidupku, bahagia tak ada yang kekal sebagaimana kehidupan itu sendiri. yang penting aku dapat memberi arti pada orang orang yang menyayangiku, tak akan pernah bahagia orang yang menyakiti orang yang menyayanginya.

"kalau memang kamu percaya kalau aku cukup baik untuk jadi pacarnya tiara, aku akan mencobanya wan..."

"kau tau yo, kamu juga pasti menyukai tiara...besok besok aku akan mengajak kamu main kerumahnya, sekalian kamu mengenal lebih dekat tiara.. kamu jangan kuatir, aku adalah sahabatmu, tak mungkin aku menjerumuskanmu.."

erwan tertawa senang.

"iya wan..semoga saja apa yang kamu katakan itu benar kalau tiara memang suka padaku, soalnya kau tak ada pengalaman dengan perempuan, aku kurang bisa menilai hatinya.."

"kalau begitu sekarang kita pulang, soalnya kau kan mau kerja juga, jangan sampai aku ke kantor dengan mata yang masih merah.."


********


"jadi kamu dulunya tinggal di palembang ya, papanya tira orang palembang juga rio..dia kerja disini dan kami berkenalan, ya akhirnya kami menikah.."

"gitu ya tante, masih sering ke palembang nggak, dulu papanya tiara tinggal di daerah mana..?"

aku berusaha terlihat antusisa agar nampak sopan dan memberikan kesan yang baik. sudah hampir satu jam aku dirumah tiara, erwan mengajakku tadi kesini, katanya mama tiara menyuruh ia datang karena mau nitip uang arisan sama mamanya erwan. jadi sekalian saja erwan mengajak aku.

tiara masih di dapur, katanya sedang menyiapkan empek empek dan rujak tahu untuk kami. aku baru tahu kalau tiara juga hobi memasak.

"kalau sekarang sih sudah agak jarang papanya pulang, kalau dulu waktu tiara sama kakak kakaknya masih kecil ya hampir setiap lebaran, soalnya kan kedua kakek dan nenek nya tiara sudah meninggal..."

"oh, maaf tante saya tak tau.."

"tak apa apa rio, sudah lama juga kok mereka pergi, oh ya tiara sudah kelar apa belum ya masaknya, sebentar ya tante tinggal dulu mau liat tiara di dapur.."

mama tiara meniggalkan aku berdua dengan erwan. aku baru kenal sama mama tiara namun aku rasa aku menyukainya, beliau ramah dan senang mengobrol. sama dengan mamanya erwan juga. menurut erwan mamanya tiara lebih tua dua tahun dari mamanya erwan, mama erwan adiknya mama tiara. memang kelurga mereka orangnya yang aku kenal pada baik baik. aku tak menyangka kalau erwan akan mengenalkan aku pada tiara bahkan menyuruh kami pacaran. memang aku belum mengatakan pada tiara agar mau jadi pacarku, aku mau memantapkan hati dulu sebelum menentukan nantinya.


"bang wan, sudah siap tuh semuanya, ajak rio makan bang..."

tiara muncul dari dapur memanggil erwan.

"iya tia, makasih ya..."

"wan kamu kok nggak ngajak annna sih.."

tanyaku pada erwan.

"sebentar lagi dia kesini kok yo, aku tadi sudah telpon dia.. anna kan sahabatnya tiara, jadi kamu jangan kuatir lah pasti tiara juga sudah ngajak anna kok, cuma tadi anna masih ada kerjaan dirumahnya.."

"kirain anna ngak tau kalau kita disini.."

"kita nunggu anna atau makan dulu nih..?"

tanya tiara sambil duduk dekat erwan.

"kayaknya anna bakalan datang sebentar lagi, kita nungguin dia aja ya.."

jawab erwan.

akhirnya kami menunggu anna sambil ngobrol ngalor ngidul. diam diam aku mengamati tiara, sepertinya dia tak menjaga sikap atau apalah itu di depanku, ia terlihat wajar dan biasa saja. bicaranya mengalir dengan canda. aku masih belum yakin apakah ia memang menyukai aku seperti yang erwan katakan.

tak sampai setengah jam akhirnya anna datang juga, ia membawa sekotak martabak manis yang masih hangat. tiara langsung mengajak kami ke ruang makan dimana ia telah menyiapkan empek empek untuk kami.

ternyata empek empek buatan tiara lumayan enak juga, anna dan erwan memuji tiara, aku yakin sebenarnya mereka sudah sering makan empek empek buatan tiara namun karena ada aku maka mereka mengatakan itu kembali agar aku menyadari kalau empek empek yang aku makan adalah buatan tiara dan rasanya enak. apa erwan mengira aku tak punya lidah.

setelah makan kami kembali keruang tamu. mama tiara yang mengerti dunia anak muda karena dia dilahirkan tak langsung jadi tua dengan pengertian yang mendalam ia tak bergabung dengan kami. ia mungkin ada di kamar, atau kamar mandi, atau dimana entahlah aku tak dapat jelaskan karena aku tak mungkin mengubek ubek rumah tiara hanya untuk mengatakan pada kalian dimana mama tiara sekarang dan kurasa juga kalau aku menlakukannya aku bakalan kena masalah dan kalian tak mendapatkan keuntungan apa apa.

kembali ke cerita, di pertemuan yang kedua aku dengan tiara kali ini. aku semakin mengenali tiara, ia cantik, kerja yang lumayan bagus, ramah, pintar dan juga bisa memasak... apakah itu sudah jadi modal yang cukup untuk membuat seorang gay seperti aku menjadi tertarik hingga jatuh cinta entahlah... hanya waktu yang bisa menjawabnya karena masalah cinta bukan hanya karena kebaikan atau segala macam. itu timbul dari dalam hati. aku bisa saja mencintai orang yang tidak baik kalau hatiku yang mengatakan aku jatuh cinta. cuma paling tidak otakku akan berpikir apakah aku mau hidup bersama dengan orang yang tak baik.

sekarang ini bukan cinta fokus yang aku pikirkan tapi apakah aku bisa melakukannya atau tidak. apakah aku bisa menjalani pacaran dengan perempuan sementara aku sendiri tidak tau apa yang aku rasakan, benarkah kata orang orang kalau rasa cinta itu akan tumbuh seiring kebersamaan aku juga tak tau. selama ini aku dan odie sering bersama dan ia baik padaku tapi sejauh ini aku tak juga merasakan cinta pada sepupuku itu. jadi waktu dan kebersamaan serta kebaikan juga tak menjamin akan ada cinta.

erwan tadi sempat mengatakan ia akan membuat aku dan tiara akan sering bertemu, jadi kami akan lebih cepat saling mengenali satu sama lain hingga nantinya kami akan mantap untuk pacaran. maunya erwan sih tak berlama lama kami sudah jadian tapi ia juga mengingatkanku kalau jangan terlalu cepat nembak tiara karena kesannya aku jadi kayak playboy. aku sempat ingin tertawa saat ia mengatakan playboy tadi. mana mungkin aku jadi playboy sedangkan untuk tertarik pada satu wanita saja tak mudah.

sekitar jam sepuluh kami bubar, karena tadi anna datang sendiri dengan motornya, maka erwan tak perlu mengantarnya sampai kerumah. sedangkan aku yang memang sudah merasa capek langsung minta antar pulang sama erwan.



************

Tidak ada komentar:

Posting Komentar