Jumat, 19 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 27

#31 KEMARAHAN RIAN
Aku jadi bingung harus menjawab apa, soalnya pertanyaan papa ini agak aneh bagiku. Kenapa papa mendadak menanyakan hal ini, memang sih selama ini aku memang tak minta apa apa sama papa, soalnya aku kan baru saja berbaikan dan dekat sama papa.

“kamu tinggal bilang saja rio apa yang kamu inginkan.. papa pasti akan berusaha...”
Ulang papa lagi dengan serius.

“nggak lah pa, saat ini aku kan belum ada kebutuhan, lagian biasanya mama juga selalu mencukupi kebutuhanku, papa jangan memikirkan hal itu..”

“bukan begitu rio, papa hanya mau melakukan kewajiban papa yang selama ini papa tak ada kesempatan melakukannya, sekarang kamu sudah mau mengakui papa, apa salahnya papa memberikan sesuatu yang berarti buatmu....”

Papa agak memaksa, seolah suatu keharusan aku harus menerima tawarannya itu. Aku tau papa mungkin ingin menebus perasaan bersalahnya padaku, selama ini aku memang tak pernah merasakan kehangatan ayah kandung, saat aku bertemu dengannya aku malah sudah dewasa dan tak lucu rasanya kalau aku mau bermanja manja, meskipun kalau aku mau papa tak akan keberatan.

“kamu pikirkan saja dulu yo, papa berharap kamu mau menerima apapun yang papa berikan meskipun papa tau kamu tak membutuhkannya, hanya sekedar agar papa bisa merasakan jadi papa bagimu...”

“papa tak perlu merasa seperti itu pa, santai aja.. kalau memang papa mau berikan sesuatu sama aku, yang biasa aja pa.. “
Aku tersenyum sama papa, mungkin ia tak tau kalau aku sangat bangga sekali padanya, papa adalah benar benar papa idaman siapa saja, aku tak menyangka tuhan begitu baik memberikan papa seperti dia.

“oh ya rio, boleh kamu kenalkan pacar kamu sama papa, soalnya papa penasaran sekali perempuan mana yang sudah berhasil mencuri hati putera kesayangan papa ini.”
Tanya papa sambil mengacak acak rambutku.
Aku jadi terdiam mendengarnya, apa yang harus aku jawab. Masa sih aku harus mengenalkan rian sama papa. Bisa bisa ia kena stroke mendengarnya.

"saat ini aku belum mau terlalu mikirin cewek pa, aku mau fokus ke kuliah dulu, takutnya kejadian almarhum dulu terulang lagi.."
aku mencari cari alasan. papa nampaknya percaya dengan apa yang aku bilang.

"kalau memang gitu ya nggak masalah, cuma biasanya kan cowok seumuran kamu udah pada punya pacar.."
kata papa lagi, aku hanya tersipu malu. aku takut sekali andai nanti apa tau kalau aku lebih menyukai lelaki ketimbang wanita, orang tua mana yang mau anaknya jadi seperti ini, pasti siapa saja akan memandang itu suatu ketidak wajaran.

"papa sendiri kenapa tak pacaran lagi pa..?"
aku balik bertanya, wajah papa langsung bersemu merah mendengarnya.

"nggak apa apa kalau papa memang mau pacaran lagi sah sah aja kok, aku tak akan melarang, karena itu adalah hak papa.."
ujarku sambil bercanda.

"apa kamu nggak pernah membayangkan kalau suatu hari papa dan mama mu kembali hidup bersama?"
tanya papa tiba tiba dan mengejutkan aku.

"maksud papa apa sih... jangan bercanda pa, kan mama sudah bersuami lagi.. mana mungkin balik lagi sama papa.."

"itu kan cuma andaikan aja nak.. jadi kamu tak suka kalau papa balikan lagi sama mama kamu, apakah kamu tak mau kalau keluarga kita utuh kembali..?"
tanya papa seolah ingin memancingku.

"aku cuma tak mau kalau mama sampai meninggalkan papa harlan pa, selama ini papa harlan baik banget sama aku..."
entah kenapa tiba tiba saja aku jadi kuatir, apakah yang papa katakan tadi itu serius, aku tak mau kalau sampai mama membuat masalah lagi.

"jangan terlalu serius gitu rio,papa kan hanya sekedar bercanda saja..."
papa tersenyum kecut.

"pa tolong jangan macam macam, jangan sampai aku membenci papa lagi..."
aku mengultimatum papa.

"iya papa kan udah bilang kalau papa hanya bercanda aja.. kenapa sih kamu ini rio, gitu aja kamu anggap serius"
papa mulai panik.

"kalau begitu aku mau pulang dulu pa.. kepalaku jadi pusing.."
aku berbalik meninggalkan papa tanpa menunggu jawaban darinya. kata kata papa tadi telah membuat aku kehilangan hasrat untuk bicara lebih lama, karena aku merasa ada sesuatu yang sedang direncanakan sama papa. entah itu apa aku belum berani berspekulasi, apa yang ada di pikiranku terlalu mengkhawatirkan.

"rio tunggu dulu dong, kenapa sih kamu... kan papa udah jelaskan..!"
papa setengah berteriak mengejarku. aku mempercepat jalanku lalu keluar dari rumah papa dan masuk ke mobil, tanpa menoleh lagi aku meninggalkan rumah papa.


*****************

aku masuk ke dalam rumah, bermaksud hendak langsung masuk ke kamar, namun om sebastian yang sedng duduk diruang tamu langsung mencegatku.

"eh tunggu dulu dong rio kamu mau kemana, om sudah menunggumu dari tadi, masa kamu langsung mau tidur gitu aja.. memangnya ada apa sih?"
om sebastian mencecarku.

"maaf om aku tak melihat kalau ada om disini, ada apa om kok menungguku.."
aku balik bertanya dengzn heran. om sebastian tertawa terpingkal pingkal seolah baru saja mendengar sesuatu hal yang lucu.

"loh om kok malah ketawa sih... emangnya ada yang lucu ya...?"

"tampang kamu itu serius banget yo, makanya om ketawa.. ada apa sih emangnya... cerita dong sama om, siapa tau om bisa bantu kamu cari solusi kalau memang kamu ada masalah.."
om sebastian menahan tertawanya dan menatapku dengan serius.

"kita bicara di kamarku saja om aku tak mau ada yang dengar karena masalah ini sangat rahasia..."
kataku pelan agak berbisik.

"apa itu yo..."
om sebastian mendadak serius.

aku tak menjawab langsung berjalan ke kamar, tanpa banyak tanya om sebastian mengikutiku.

"ada apa sih yo.."
tanya om sebastian saat kami berdua sudah berada dalam kamar dan aku menutup pintu.

"tadi aku kerumah papa..."

"apa sih kamu ini kok bikin bingung aja.. papa yang mana emangnya?"
om sebastian seolah tak percaya.

"ya papa kandungku lah om.. itu si om alvin.."

"maksudmu apa sih om makin nggak ngerti dengan pembicaranmu.. apa kamu mau mengatakan kalau om alvin kamu itu selama ini adalah papa kamu?"
om sebastian masih saja bersikap seolah olah aku sedang bercanda.

"suami mama yang pertama itu om alvin dan ia adalah bapak kandungku om...!"

"astaga rio benarkah itu, kok kamu baru kasih tau om sekarang, memangnya sejak kapan kamu mengetahui tentang hal itu...?"
om sebastian sampai melotot saking kagetnya.

"makanya om aku mau cerita sama om sekarang, maaf aku tak cerita selama ini karena om kan sibuk, jadi kita jarang ketemu.."

lalu aku menceritakan semua pada om sebastian tanpa ada yang terlewati termasuk pertemuan om alvin dengan mama dirumah sakit, juga pertemuan tante lina dengan papa harlan di hotel. aku sendiri heran kenapa kau bisa berada di tempat kejadian.

om alvin cuma mangut mangut namun aku tau sebenarnya ia sedang berpikir keras.

"apa mungkin kalau itu cuma kecurigaanmu saja rio.. kan tak ada anehnya kalau masing masing dari orangtuamu masih menjalin silaturahmi dengan mantan mereka.. seperti kita juga, tak semerta merta harus bermusuhan karena om sudah menikah bukan.."
om alvin mengumpamakan hubungan kami dulu sebagai contoh. namun aku tetap pada kecurigaanku ini, entah kenapa aku merasakan ada gelagat yang aneh dan tak wajar.

"nanti om akan selidiki tentang ini.. om juga tak mau kalau sampai terjadi masalah dirumah ini.. apa nanti kata kak laras..."
aku merasa ada kekuatiran dari nada bicara om sebastian.

"iya om aku juga hanya bisa berharap kalau ini hanya rasa kuatir yang tak beralasan saja... oh ya om tadi kan belum bilang ada apa menungguku..?"

"nggak ada apa apa rio om cuma kangen aja udah lama nggak sama sama.."

"tante sukma gimana kabarnya om, dia sehat sehat aja kan om..."

"syukurlah tantemu sehat dan hasil USG mengatakan kalau anak kami nanti lelaki... om jadi tak sabar rasanya menunggu.."
om sebastian tersenyum penu semangat.

"aku berharap semuanya lancar, har ini om nggak kerja..?"

"om piket malam, karena tantemu lagi kerumah ibunya jadi om putuskan kesini.. om kangen sama kamu rio.."

"kok bisa om..?"

"entahlah, om selalu memikirkan kamu beberapa hari ini..."

aku hanya tertegun mendengar kalimat yang diucapkan om sebastian, apakah om tahu kalau aku juga sebenarnya kangen saat bersama dengannya dulu. andaikan waktu bisa diulang aku ingin semua kembali seperti dulu lagi, memang hanya om sebastian yang benar benar perhatian padaku.

"om sudah makan?"

"sudah yo.. eh kita main PS yuk.."
ajak om sebastian. aku mengangguk. lalu kami berdua bermain PS, game bertarung. om sebastian cukup lihai hingga aku harus ekstra konsen. berkali kali ia berteriak karena senang berhasil mengalahkanku.

tanpa sadar aku dan om sebastian bergeser semakin dekat hingga saat aku bergerak, tanganku menyentuh pinggang om sebastian. entah kenapa rasanya tubuhku bagaikan dialiri listrik bertegangan kuat, sentuhan tadi membuat aku tergetar. tidak...! aku sudah punya rian dan om sebastian juga sudah milk tante sukma, aku tak boleh gegabah. bagaimanapun kuatnya pesona om sebastian aku harus dapat mengabaikannya.

"rio..."
suara om sebastian jadi agak bergetar.

"ya om ada apa..."
aku berusaha menjaga suaraku agar tak terdengar aneh, jangan sampai om sebastian tau kalau aku masih merasakan getaran padanya.

"om kangen saat kita dulu masih bersama..."
entah karena memang bawaannya yang selalu berterus terang atau memang om sebastian sudah lama mau mengutarakan ini padaku ia jadi blak blakan.

"kenapa bisa begitu om.. ingat tante sukma dan calon bayi om yang ada di rahimnya.."
aku bergeser agak menjauh, namun om sebastian merangkul pinggangku dengan cepat.

"mau kemana kamu rio.."
suara om sebastian jadi makin dalam dan agak serak.

"om jangan main main.. aku tak mau kalau sampai om macam macam lagi.. lepaskan aku.."
aku mencoba untuk berontak. namun om sebastian malah semakin mengetatkan pelukannya hingga membuatku kesulitan bergerak.

"om masih sayang sama kamu rio.. beri om kesempatan untuk membuktikannya.."

"tidak om.. sadarlah, kita tak ada hak untuk melakukan ini.. aku tak mau mengkhianati rian,, tolong lepaskan aku..."

"kalau om tak mau kenapa emangnya..?"

"aku akan teriak biar semua orang dirumah ini tau..."
aku mengancam om sebastian.

"teriak saja lah biar semua orang tau, kalau itu bisa membawamu kembali menyayangi om.."
nampaknya om sebastian sudah nekat dan tak perduli apa apa lagi.

"aku mohon om... jangan gila seperti ini dong, aku hanya memikirkan tante sukma aku tak tega menghianati dia om.."
aku terus berusaha untuk lepas, dulu om sebastian pernah melakukan hal ini padaku dan membuatku jadi agak trauma aku tak mau ini terulang lagi.

"jangan berpikir yang tak perlu, om tau apa yang om lakukan... apa kamu kira om bisa tenang tenang saja melihat kamu dimiliki orang lain, nggak rio... sudah cukup om bersabar selama ini jadi sekarang kamu jangan menolak lagi.. kalau bukan karena cinta tak mungkin om mau melakukan ini..."
om sebastian merunduk ke arahku dan mencium leherku dengan ganas.

"om tolong hentikan semua ini.. jangan..!"
aku mencoba menolak namun sepertinya tubuhku melawan akal sehatku sekuat daya, aku di khianati oleh nafsuku sendiri.

"om yakin kalau kamu menginginkan semua ini kan... akui saja rio tak usah malu malu.."
nafas om sebastian memburu. dengan lidahnya ia menelusuri leherku dan naik hingga ke dagu lalu kupingku. aku mengeliat dengan tak niat lagi untuk memberontak, om sebastian telah hafal setiap titik kelemahanku.

"hentikan om..."
aku mengelinjang menahan geli dan nikmat yang menyergap di seluruh tubuhku, bukannya berhenti om sebastian makin intens merangsangku tepat di titik titik rawan yang membuat aku terjebak antara keinginan untuk merasakan lebih dan keraguan untuk menghentikan.

"kamu semakin memikat rio, om benar benar mencintai kamu... om tau kamu tak bahagia dengan rian... putuskan dia..... om berjanji akan menggantinya di hatimu, karena itu memang hanya om yang berhak untuk mengisinya.."
om sebastian mendesah sambil mengangkat tubuhku seolah aku hanyalah selembar bulu yang dengan mudah bisa dia bawa.

aku dibaringkan diatas tempat tidur dengan lembut seakan akan om sebastian menganggapku sebuah bejana kristal tipis yang mudah pecah kalau diperlakukan tanpa kehati hatian.

aku sudah pasrah sekarang, aku sudah tak perduli lagi dengan apapun. yang terjadi biarlah terjadi.

perlahan om sebastian membuka baju yang ku pakai dan meloloskannya lewat kepalaku lalu ia juga meloloskan kaus dalam yang aku pakai hingga aku tinggal mengenakan celana saja. aku tak lagi berusah amelawan karena aku tau kalau semua akan sia sia belaka.

om sebastian menjilati dadaku dengan rakus tak ketinggalan kedua putingku ia cucup dengan bibirnya. lidahnya dengan lincah memainkan ujung putingku hingga terasa begitu nyamannya.

aku mendesah bagaikan kepedasan karena makan saus cabe, tanganku menarik kepala om sebastian hingga lebih menempel ke tubuhku. perlahan tapi pasti aku mulai membalas serangan om sebastian.
dengan buas aku melepaskan satu persatu kancing pakaian dinasnya yang berwarna biru tua dan melepaskannya dengan sekali sentakan saja.

segera tubuh yang kencang padat dengan bahu yang bidang terpampang didepan mataku. tak ada yang berubah dengan tubuh itu, aku kesulitan untuk menemukan gumpalan lemak di segala area. dadanya membusung padat dengan puting yang melenting. pinggangnya ramping makin membesar makin keatas dengan lengan yang berotot pada porsi yang pas hingga tak mirip binaraga. kalau urusan tubuh om sebastian jauh lebih memegang daripada rian, tante sukma adalah wanita yang sangat beruntung.

om sebastian menarik resleting dan menurunkan celanaku lalu meloloskannya melalui kedua kakiku setelah itu ia mencampakkannya begitu saja diatas lantai. aku berbaring membiarkan saja om sebastian melakukan apa yang ia inginkan terhadapku karena jujur akupun menginginkannya.

"kamu tak marah kan rio..?"
tanya om sebastian sambil mendongak menatapku sementara tangannya sibuk memainkan gundukan pada celana dalamku yang isinya sudah mengeras hampir melontar keluar lewat ban pinggang karet celana dalamku.

"aku menolak juga percuma kan om..."
jawabku sambil memejamkan mata karena jari jari om sebastian sudah meyusup ke dalam celana dalamku dan menyentuh kulit pada batangku.

perlahan om sebastian menyusuri kulit kemaluanku dengan sangat pelan memutar sampai pangkal lalu naik lagi ke batang berakhir di kepala hingga serasa di gelitik. itu membuat aku sesak menahan nafas. aku tak tahan lagi ingin yang lebih dari itu.

aku mengeliat dan mengejangkan tubuhku akibat sennsasi yang aku rasakan dari sentuhan om sebastian yang hampir membuatku gila. sepertinya om sebastian sadar benar akan hal itu. ia tersenyum dan menarik celana dalamku hingga merosot sebatas paha.
tubuh om sebastian mulai berkilap karena keringat. nafasnya agak menderu saat melihat tubuhku yang telah polos hanya ada secarik kain yang menutupi sebagian kecil pahaku.

"tubuhmu benar benar indah rio.."
bisik om sebastian parau, bagaikan seorang yang telah begitu lama merindukan benda yang sangat ia inginkan, om sebastian segera melumat daging keras satu jengkal yang terletak tepat di tengah tengah selangkanganku dengan rakusnya tanpa ada rasa jijik sedikitpun.

aku melenguh antara kaget dan nikmat, sapuan lidah om sebastian sangat lihai sekali baagaikan kuas yang menari diatas kanvas dari tangan seorang pelukis yang sudah begitu terlatih.


"omm... lebih dalam lagi..."
aku hampir seperti meratap karena nikmat yang benar benar tak tertahankan lagi, seluruh tubuhku bergetar hebat saat om sebastian menghisap dan mengulum tanpa henti dengan irama yang teratur. bibir om sebastian yang basah beradu dengan kulit kejantananku menimbulkan rasa yang tak dapat aku ungkapkan dengan kata kata.

mendengar permintanku itu malah membuat om sebastian makin beringas, ia memasukkan penisku dalam dalam ke mulutnya hingga bibirnya menyentuh pangkal batangku yang disemaki bulu tebal.
hingga beberapa menit kemudian aku merasakan ada sesuatu yang mau keluar dari dalam batangku, aku dorong kepala om sebastian perlahan hingga terlepas penisku dari mulutnya.

"ada apa rio..?"
tanya om sebastian agak heran.

"gantian om.."
jawabku langsung menegakkan badan lalu beringsut turun lebih kebawah hingga sejajar dengan pusar om sebastian. tanpa persetujuannya aku langsung membuka celananya dan menurunkan sekaligus dengan celana dalamnya secara bersamaan hingga penis om sebastian yang sudah tegang langsung mencuat keluar hampir mengenai hidungku, aku amati batang kekar berotot itu dengan nanar, batang kecoklatan yang bagaikan terong membusung dengan gagahnya seolah menantang untuk segera aku nikmati.

perlahan aku pegang, tersa hangat dan berdenyut di tanganku, batang yang berurat dan sangat indah bagiku itu tanpa ragu aku cium. aroma khas yang sangat enak langsung menyentuh pembuluh syraf di hidungku. tanpa ragu aku masukan batang kekar itu dalam mulutku perlahan hingga amblas seluruhnya.

"arrghh.. rioooo.."
om sebastian berdesis dan mengejangkan tubuhnya, aku tak perduli yang aku inginkan hanyalah merasakan setiap milimeter batang kemaluan om sebastian dalam mulutku, menikmati rasanya dan menghayati segenap perasaan yang timbul dalam hatiku. aku menginginkan semua ini lebih dari apapun.

sudah cukup selama ini aku tak bahagia menjalani hubunganku dengan rian. sekarang aku harus lebih ramah pada diri sendiri . aku memang menginginkan om sebastian, hanya dengannya lah aku merasakan dicintai, diperhatikan, diinginkan dengan sepenuh rasa, tak pernah ada kecurigaan, kasih sayang yang diberikan om sebastian padaku lebih dari cukup untuk aku bisa menyadari kalau hubungan itu bukan sekedar ego untuk memiliki namun juga di butuhkan pengertian dan kepercayaan.

aku memperlakukan om sebastian bagaikan raja yang sangat aku puja. bagaikan hamba sahaya yang setia aku melayani om sebastian penuh pengabdian. aku hanya ingin memuaskan terus menerus hingga om sebastian menyadari kalau akupun masih sangat menyayanginya. kalaupun aku harus mengakhiri hubunganku dengan rian karena ini aku rela.

aku memainkan lidahku menelusuri setiap lekuk kejantanan om sebastian, bulu bulu yang tebal dan ikal pada pangkal batangnya terkadang menggelitik hidungku namun memberikan sensasi maha dahsyat. terkadang aku menghisap sekuat kuatnya hingga seolah olah aku ingin menelan batang yang ku puja itu.

om sebastian kadang tersentak karena gerakan yang aku buat demi memberikan kepuasan pada dirinya. dengan penuh nafsu aku telan cairan yang keluar dari lobang kencingnya, seolah tak ada habisnya cairan bening agak asin itu menetes sedikit demi sedikit bagaikan obat kuaat yang menambah kekuatan bagiku untuk meneruskan talentaku dalam memuaskan om sebastian tanpa lelah.

om sebastian mencengkeram bahu ku dengan keras, entah sengaja atu tidak tapi aku yang sudah melayang diterbangkan nafsu tak merasakan sakit sedikitpun. malahan aku merasa makin terangsang hebat.

om sebastian mendorongku perlahan lalu ia berdiri. aku duduk diatas tempat tidur menunggu apa yang hendak ia lakukan. om sebastian turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi tak lama kemudian ia keluar dengan membawa sebotol loton dan kembali menghampiriku.

"aku ingin menyatukan tubuh kita agar om bisa merasakan kalau kamu adalah milik om seutuhnya..."
bisik om sebastian sambil menggigit daun telingaku pelan.

aku tak menjawab hanya tersenyum mengisyaratkan pada om sebastian kalau aku tak keberatan. aku berbaring mencari posisi yang paling nyaman agar om sebastian dapat melakukannya dengan leluasa. om sebastian naik ke atas tempat tidur lalu berlutut menghadapku. ia membuka tutup botol lotion lalu mengeluarkan isinya pada telapak tangannya. kemudian om sebastian melumuri kejantanannya yang masih teracung mengeras dengan lotion itu. aku berbaring diam mengamati om sebastian.



setelah meletakkan botol itu di sisi tempat tidur, om sebastian merapat padaku. ia merengangkan pahaku hingga terbuka lalu meraba kejantananku. tangannya terus menelusuri area itu hingga berakhir tepat di lubang anusku.

aku menahan nafas saat jari telunjuk om sebastian menyingkap celah dinding anusku dan memasukan jarinya itu dengan perlahan-lahan. karena jarinya sudah licin dengan lotion, tanpa harus bersusah payah jari itu menerobos masuk lubang anusku hingga habis tertelan hingga ke pangkalnya, tak puas hanya dengan satu jari, om sebastian menyelipkan lagi jari tengahnya untuk ikut masuk dalam anusku.

aku mulai merasakan anusku agak tersumpal, sedikit perih karena kuku om sebastian yang keras terasa menggores dinding dalam anusku. om sebastian memutar mutar jarinya seolah ingin meratakan mentega pada selembar roti tawar.

aku hanya bisa mengerang saat perlahan om sebastian menyatukan tubuhnya dengan tubuhku menjadi satu. aku hanya bisa merasakan seolah semua hanya terasa indah tak ada duanya. aku menyerahkan diriku utuh.

saat itulah bencana dimulai...............




entah angin apa yang membawa papa harlan masuk ke dalam kamarku, padahal biasanya ia tak pernah masuk kamarku tanpa mengetuk pintu. aku dan om sebastian hanya bisa melongo saat mendengar suara teriakan papa.

serasa kiamat duniaku detik itu juga. om sebastian mendorong tubuhku dengan kelabakan lalu menarik selimut dengan serampangan untuk menutupi tubuhnya yang bugil. aku tak dapat berkata apa apa hanya bengong seolah saat ini tak nyata, aku merasa bagai sedang bermimpi. mimpi paling buruk yang pernah datang dalam hidupku.

"APA YANG KALIAN BERDUA LAKUKAN.......!!!!!!!!"

suara papa menggelegar bagaikan mau merobek kupingku. bagaikan bisu aku dan om sebastian tak dapat menjawab, tubuhku gemetaran bagai terkena guyur air es. om sebastian menunduk namun ia masih sempat menarik tubuhku yang telanjang dan menutupinya dengan selimut.

"kalian berdua memang terkutuk, apa yang kalian lakukan dirumahku ini.. iblis kalian berdua...!"

suara papa bergetar karena kemarahan. aku mengutuk dalam hati kenapa aku bisa begini ceroboh hingga bisa lupa mengunci pintu kamar. sekarang perbuatanku dan om sebastian terbongkar hanya karena kelalaianku itu.

"ada apa pa... kok teriak teriak kayak gitu, nanti wenny bangun.."
kata kata mama terputus saat menoleh padaku dan om sebastian. mama membekap mulutnya dengan tangan menahan teriakan yang nyaris keluar.

tubuhku jadi makin lemas, aku menoleh sedikit takut pada om sebastiamn namun om sebastian tak kalah pucatnya dengan aku. kami berdua bagaikan orang yang kehilangan daya saat ini. tak ada satu katapun yang terlintas untuk membela diri. bagaikan terdakwa yang menunggu vonis kami hanya bisa menunduk dalam kebisuan.

aku mau memakai kembali bajuku namun masih ada papa dan mama sedangkan baju ku berserakan diatas lantai, kalau aku turun otomatis selimut harus aku bawa untuk menutupi tubuhku. sedangkan aku dan om sebastian berbagi selimut. aku jadi semakin seperti orang bodoh.

mama mengelengkan kepalanya seolah tak percaya. sedang papa dengan wajah memerah menatap aku dan om sebastian penuh kemurkaan. beberapa saat papa seperti hendak berbicara namun tiba tiba ia memegang dadanya, mata papa terbeliak seolah ada yang menikam dadanya dengan belati. papa menarik nafas tersengal sengal suaranya yang keluar bagaikan tercekik beberapa detik kemudian papa roboh di lantai. selanjutnya yang terdengar hanyalah jeritan mama.

aku dan om sebastian masih saja kebingungan tak tau harus bagaimana lagi. situasi kami saat itu bagaikan duduk diatas bara, mau berdiri tapi tubuh kami masih bugil, mau berpakaian tapi pakaian tergeletak jauh diatas lantai. mama masih disini membungkuk sambil menangis melihat papa pingsan.

kak fairuz dan amalia masuk kekamar seperti habis berlari.

"ada apa ma...?"

tanya amalia langsung berlutut disamping mama, ia sangat terkejut melihat papa tergeletak di lantai.

kak fairuz tak bicara ia menatapku tajam dan mengangguk. ia tahu apa yang terjadi.

"amel tolong kamu ajak mama keluar dari sini, biar aku yang mengurusi papa..jangan lupa kamu telpon ambulan"
suara kak fairuz bernada perintah.

tanpa banyak bertanya lagi amalia menarik mama perlahan agar berdiri, lalu membawa mama keluar dari kamarku.

kak fairuz menutup pintu lalu berjongkok di samping papa.

"kenakan baju kalian, tak ada waktu untuk bengong, sebentar lagi dokter datang, jangan sampai banyak yang tau perbuatan kalian."

kak fairuz bicara tanpa melihatku.

tanpa membuang banyak waktu aku turun dari tempat tidur memunguti baju dan celanaku lalu memakainya terburu buru demikian juga om sebastian. kak fairuz mengamatiku dan om sebastian sambil mengeleng gelengkan kepalanya dengan prihatin.

"bantu aku mengangkat papa..."
ujar kak fairuz setelah melihatku selesai memakai baju.

tanpa banyak bicara aku membantu kak fairuz mengangkat papa lalu membawanya ke ruang tengah dan membaringkannya diatas sofa.

ada mama duduk bersama amalia namun aku tak punya keberanian untuk mengangkat dagu sedikitpun, aku malu terhadap mama.
amalia pun sepertinya telah tau apa yang terjadi namun ia seperti kak fairuz juga tak mengatakan apa apa. mungkin amalia tak mau menambah keruh masalah.

tak menunggu lagi setelah aku membaringkan papa, aku kembali kekamar.

"apa yang harus kita lakukan rio.."
tanya om sebastian dengan panik.

"seharusnya aku yang bertanya sama om apa yang harus aku lakukan... ini salah kita, bagaimanapun sekarang sudah terlambat untuk memperbaikinya.... aku hancur sekarang.."

ujarku lemah, langkahku gontai menghampiri om sebastian

"maafkan om rio, telah membawa kamu dalam kesulitan, andai tadi om dapat menahan mungkin semua ini tak akan terjadi".

Om sebastian terdengar begitu menyesal, aku hanya dapat menarik nafas dalam. Hal ini sangat memalukan. Entah bagaimana aku dapat menghadapi hari hari ke depan dirumah ini, aku telah membuat aib bagi diriku sendiri.

Aku juga tak dapat menyalahkan om sebastian karena ini bukan salah dia sepenuhnya, andai tadi aku tak mau bisa saj aku menolaknya. Mungkin ini adalah hukuman karena aku menghianati rian.

Untuk saat ini masalah ini belum akan dibahas karena seisi rumah lagi panik mengurusi papa. Tapi setelah papa pulih aku bisa membayangkan hidupku tak akan pernah tenang lagi, aku sadar papa pasti sangat shock dengan kejadian ini. Yang satu adik kandungnya dan yang satu anak tirinya. Kami berdua sudah berbuat yang tak senonoh dirumah papa.
Kalau sampai terjadi apa apa dengan papa yang akan merasa paling bersalah tentu saja aku dan om sebastian. Kami berdua harus bersiap siap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kami ini.

Kalaupun nantinya papa mengusir aku dari rumah aku akan terima karena memang ini salahku sendiri.
Aku malu sekali bertemu mama, tadi saja aku tak mampu memandang wajah mama. Aku hanya membuat ia kecewa saja.
Apa yang nanti harus aku jelaskan padanya. Pada seluruh keluarga, pada tante sukma dan pada tante laras. Aku benar benar buntu. Andaikan saat ini lantai yang aku injak terbelah, mungkin aku akan masuk ke dalamnya tanpa ragu ragu.

Sekarang aku hanya bisa menunggu dan menunggu. Aku berjalan menuju jendela karena ku dengar ada suara mobil diluar. Ternyata ambulan yang akan membawa papa ke rumah sakit. Detik detik berjalan seolah makin lama. Aku takut... benar benar takut.


********************


“jadi selama ini kamu pulang ke bangka ya, kok kamu nggak kasih tau aku sih...”

Protesku pada rian saat aku sedang berada di rumahnya, tadi aku diam diam pergi kerumah sakit, beberapa hari ini aku tak pulang ke rumah untuk menghindari mama dan kak fairuz, gara gara masalah tiga hari yang lalu membuat kak fairuz dan amalia jadi batal pindah.

Mama meminta mereka menunda kepindahannya karena mama kerepotan harus mengurusi wenny, kerja dan harus menemani papa di rumah sakit.

“papaku sakit parah rio, aku tak sempat lagi mengabarkan kamu.. di bangka juga aku bukan berlibur..”
Jelas rian sambil mengaduk kopi dengan sendok lalu memberikan padaku.

“ada yang mau aku jelaskan padamu rian..”

“jelaskan apa sayang, nanti saja aku masih capek.. baru tiba aku kan langsung sms kamu soalnya aku kangen banget sama kamu....”
Ujar rian dengan mesra. Ia memelukku namun aku mundur menghindarinya.

“loh ada apa rio.. kenapa kamu menghindar..?”
Tanya rian heran. Nampaknya ia agak kaget juga tak menyangka kalau reaksiku akan begitu.

Sebenarnya aku bukan mau menghindar, namun aku merasa tak ada lagi hak untuk ia sayangi.. aku telah menghianatinya, aku tak mau membohongi rian, aku akan menyelesaikan semuanya hari ini juga. Aku akan ceritakan apa adanya pada rian.

“kamu ada yang baru ya...?”
Tanya rian agak gelisah. Nampaknya ia seperti bisa menebak apa yang aku pikirkan. Aku tak jadi ragu untuk menjelaskan karena melihat ekspresinya yang kesal.

“aku akan jelaskan nanti rian, aku minta maaf kalau suah membuat kamu kecewa, tapi hal ini sudah lama aku pikirkan.. sepertinya kita sudah bisa jalan bersama lagi, aku merasa kita sudah tak sejalan...”
Aku mencoba mencari kata kata yang tepat agar apa yang aku ingin jelaskan padanya bisa ia terima dengan baik.

“tapi ada alasannya kan.. aku sudah banyak berpikir juga rio.. aku tau aku telah membuat kamu merasa tak nyaman selama ini dan aku berjanji untuk lebih mengerti kamu..”
Rian agak memohon.

“sepertinya semua sudah terlambat yan, seharusnya dari dulu kamu berikan perasaan tentram padaku aku merasa dari beberapa tahun menjalani bersamamu aku sering gelisah, ketakutan akan sikapmu, kecemburuanmu dan kecurigaan yang berlebihan... aku ingin kita mengakhiri hubungan ini..”

Aku nyaris menangis saat menjelaskannya. Aku tak berani menatap rian karena perasaan bersalahku padanya menggerogoti hatiku sendiri. Aku tau hidupku sudah hancur sekarang dan aku tak mau menyeret rian dalam kesusahan bersamaku.

“kalau hanya itu alasanmu aku janji akan berubah rio aku janji...!”
Rian jadi makin panik.
“tidak rian... aku lelah aku hanya ingin kita berteman saja sekarang, aku harap kamu dapat mengerti keputusanku ini, aku hanya minta kamu mau mengerti dan tak banyak tanya.. aku lagi bermasalah sekarang..”

“apa masalah kamu tolong ceritakan, aku akan berusaha membantumu, kita bukan orang asing lagi rio... kamu bisa percaya padaku..!”
Rian mencoba merengkuh tubuhku namun aku tepiskan tangannya sebelum sempat menentuhku. Rian benar benar kaget sekarang.

“aku hanya minta satu hal terakhir dari kamu rian.. tolong jangan kamu hubungi aku untuk waktu dekat ini, aku butuh sendiri..”
“kamu aneh rio.. kamu tak bisa membuat keputusan sepihak, aku juga berhak untuk mempertahankan hubungan kita.. kamu sudah masuk dalam hatiku, kamu tak bisa memutuskan aku begitu saja..!”
Rian tetep memaksa.

“kamu mau tau apa alasan lainnya, aku sudah punya penggantimu..!”
Sesaat rian terdiam, ia menatapku dalam dalam seolah mau mencari kebenaran dari ucapanku. Namun saat melihat aku menunduk dengan air mata yang bergulir jatuh dari kedua mataku sepertinya rian mengerti kalau aku tidak berdusta.

“kamu tega rio...”

Rian berbisik dengan suara bergetar. Air matanya langsung keluar.
Aku berbalik meninggalkan rian tanpa bicara apa apa lagi. Rian pun tak lagi berusaha untuk menahanku agar tinggal lebih lama disitu.

Selamat tinggal rian, sekarang kamu tak perlu lagi memikirkan aku karena aku bukan orang yang baik untuk kamu. Aku hanyalah mimpi buruk bagimu, hubungan kita selama ini terlalu dipaksakan. Kamu dan aku bukan pasangan kekasih yang baik. Kalau kita meneruskan hubungan ini yang ada malah hanya akan membuat salah satu dari kita tersiksa.
Kamu bisa temukan pengganti yang jauh lebih baik dari aku, apapun yang teklah terjadi diantara kita biarlah hanya tinggal kenangan saja.
Mungkin aku juga akan pergi dari sini, pergi kembali ke tempat yang lebih pantas untukku, aku tak punya muka lagi bertemu dengan keluargaku. Aku sudah mencoreng kening mereka dengan aib. Aku pantas menerimanya .
Mungkin ini juga hukuman dari tuhan karena aku sudah banyak lalai.

***************



Aku bersimpuh disamping papa yang sedang terbaring dalam kamar dirumah sakit. Papa masih belum sadar mungkin karena pengaruh obat tidur. Gara gara aku papa jadi kena serangan jantung. Pasti papa sangat shock melihat apa yang aku dan om sebastian lakukan waktu itu.

Mama yang sedang menunggui papa hanya menyandar di dinding dengan kalut. Ia tak menjawab waktu tadi aku menyapanya, hanya amalia dan kak fairuz yang masih bersikap netral.

“muka kamu pucat rio, kamu belum makan ya”
Tanya amalia yang berdiri disampingku bersama kak fairuz.

“sudah mel, terimakasih kamu masih mau memberikan perhatian kamu...”
Jawabku tanpa mengalihkan wajahku padanya. Aku menatap papa yang sedang terpejam. Kasihan papa untuk bernafaspun ia dibantu selang oksigen.

“puas kamu sekarang... puas kamu melihat papamu sakit karenamu.. padahal dia sudah baik padamu selama ini... namun kamu membuat dia kecewa.. kamu sadar dengan perbuatan kamu.....?”

Suara mama begitu dingin, rasanya aku bagaikan mendengar suara orang asing. Mama pasti beni denganku sekarang, aku tak dapat berbuat apa apa untuk merubahnya karena aku memang tak ada hak untuk membela diri. Mama adalah orang yang paling kecewa dengan perbuatanku ini. Aku jadi bertanya dalam hati siapa saja yang sudah tau mengenai kejadian ini.

Sebenarnya keluarga papa sudah banyak yang datang menjenguk papa namun mereka diminta mama untuk menunggu di luar waktu mama melihat aku datang. Mungkin mama takut papa tiba tiba terbangun dan melihat ada aku malah semua keluarga akan tau apa yang menyebabkan papa hingga jadi begini.

“maafkan aku ma, aku tau aku salah.. aku telah membuat kalian semua kecewa....”
Jawabku dengan suara bergetar. Ingin rasanya aku bersimpuh di kaki mama agar aku bisa mendengar kata maaf keluar dari bibirnya.

“apa kamu pikir hanya dengan kata maaf semua bisa terlupakan begitu saja, tega kamu rio.. apa salah mama hingga kamu menyakiti hati mama sebegini besarnya, apa yang kurang mama lakukan untukmu selama ini.. apa yang mama lakukan hingga ini balasan yang mama terima darimu,, puas kamu sekarang membuat mama kecewa?”

Lidahku kelu tak tau harus mengatakan apa pada mama, aku bingung karena apapun juga yang aku katakan tak akan mengubah keadaan. Papa sudah melihat jelas semuanya. apa yang terlihat itulah kenyataannya. Aku tak bisa membela diri lagi sudah jelas kesalahanku dimata mereka.

“sudah lah tante, jangan terlalu menyudutkan rio.. saya yakin dia juga tak mau membuat tante juga papa kecewa, jadi tante jangan terlalu menyudutkan rio.....”

Kak fairuz mencoba membelaku, dan itu hanya semakin membuat aku jadi semakin merasa bersalah. Aku tak pantas untuk dibela. Andaikan bagi mereka itu adalah kesalahan yang besar aku hanya bisa menerimanya.

“tidak fairuz kamu bukan siapa siapanya rio, jadi kamu tak tau apa yang tante rasakan... dia itu anak tante, begitu banyak yang tante harapkan dari dia nantinya, apa kamu perduli padanya... bukannya kamu membenci tante kan.. jadi apa perduli kamu..”

Ujar mama ketus. Muka kak fairuz langsung masam mendengarnya.

“aku memang membenci tante tapi bukan berarti aku membenci rio... jadi aku tak akan menambah beban pikirannya saat ini, kalau memang tante menyayangi dia sebagai anak,.. tante kan bisa bicarakan masalah ini dengan baik baik bukan dengan cara seolah olah tante membencinya...”

Balas kak fairuz tak perduli. Aku yakin kata katanya itu begitu mengena bagi mama namun sepertinya kemarahan mama bukan jadi surut malah semakin berkobar.

“jangan mengajari tante, apa yang mau tante lakukan itu urusan tante.. kamu tak ada hak mengatur atur tante..”

“kalau saja bukan memikirkan nasib papa, tak akan mau aku berlama lama tinggal disini... pegang ucapan tante, aku memang bukan siapa siapa..!”

Jawab kak fairuz ketus. Kemudian ia menarik tangan amalia lalu mengajak amalia keluar. Amalia seperti agak ragu. Mungkin ia kebingungan juga menghadapi situasi seperti ini. Mama mertua dan suaminya perang mulut, siapa yang harus ia utamakan membuat ia jadi serba salah.

Aku jadi makin merasa bersalah telah membuat kadaan jadi tegang seperti ini, baru saja kebahagiaan datang karena pernikahan kak fairuz namun tak bertahan lama gara gara masalah yang aku buat.

“aku pergi dulu ma, maafkan aku sekali lagi..memang kesalahanku terlalu besar dimata mama, bukannya aku tak menyesal.. tapi kalau mama memang tak dapat menerima aku bisa mengerti kok,,aku memang bukan anak yang mam a harapkan...”

Aku berbalik meninggalkan mama, tak ada jawaban. Mama masih membeku dan bertahan pada sikapnya.

Baru saja aku menutup pintu aku berpapasan dengan tante sukma, ia menatapku dengan dingin.

“kamu mau kemana rio...?”

Tanya tante sukma datar tanpa ekspresi, nampaknya ia sudah tau semua. Darimana ia tahu aku juga bingung apakah mama menceritakan kejadian itu sama tante sukma, lalu apa tujuan mama.

“rio mau pulang tante...”

Aku menjawab sambil berusaha sedapat mungkin menghindari bertatapan mata dengannya. Aku tak tau harus memberikan penjelasan apa seandainya ia nanti bertanya. Aku sadar cepat atau lambat tante akan tau juga mengenai ini semua.

“tante mau bicara sama kamu, tante harap kamu tak menolak...”
Kata tante sukma tanpa ekpresi, aku hanya bisa mengangguk walaupun sebenarnya aku takut sekali, aku bingung bagaimana caranya aku menjelaskan pada tante kalau ia bertanya tentang masalah yang terjadi antara aku dan om sebastian. Namun aku menyadari sekali kalau cepat atau lambat tante sukma akan menanyakan ini.

“Iya tante...”

Aku menjawab singkat, kerongkonganku terasa agak tercekat. Aku bagaikan seorang terdakwa yang akan menghadapi runtutan sidang yang melelahkan dimana investigasinya sudah di mulai.

Tante mengajakku ke mobilnya, aku tadi mengira ia akan mengajakku ke kafetaria atau apalah, namun aku salah ternyata ia mengajakku kerumahnya dan itu membuat aku makin tak enak hati, setelah aku terbongkar selingkuh dengan suaminya rasanya jadi berat untuk menginjak rumahnya.

“silahkan masuk, tak perlu canggung...”
Sepertinya tante sukma dapat membaca apa yang aku pikirkan saat ini.
Aku masuk juga walaupun aku agak ragu, tak ada gunanya menghindari semuanya. Aku tak menyangka ternyata om sebastian berada dirumah juga. Tadinya aku mengira om sebastian sedang dinas.

Tante sukma mempersilahkan aku duduk. Aku memilih duduk agak jauh dari om sebastian yang sedang menunduk sambil memain mainkan rumbai di tepi sofa dengan gelisah.


“sebelum kami bercerai aku mau mendengar semuanya dari mulutmu sendiri.. tadi pagi sebastian sudah mengakui semuanya. Tante hanya ingin kamu jujur tanpa ada lagi kebohongan yang kalian lakukan seperti selama ini..”

Kata tante sukma sambil duduk diantara aku dan om sebastian, wajahnya masih datar saja seolah tak ada masalah namun aku tau hatinya pasti sangat hancur sekali dua orang yang dekat dengannya berselingkuh di belakangnya.


“aku... aku.. tak tau harus jelaskan apa lagi, aku bingung dengan keadaan ini tante..”

Ujarku terbata bata. Aku bingung harus memulai dari mana, jantungku berdegup keras seolah menulikan mata batinku.

“cukup dengan jujur mengatakan apa yang terjadi antara kamu dan suamiku, tante tak meminta banyak kok rio, hanya itu saja.”

Tante sukma memohon dengan suara yang mirip bagai isakan. Aku menunduk karena aku tak tega menatap mata tante sukma, kenapa om sebastian harus menyakiti isterinya dengan cara seperti ini.


Kenapa ia tak bungkam saja, aku yakin mama tak akan menceritakan tentang perselingkuhan antara aku dan om sebastian, namun entah kenapa om sebastian malah bunuh diri seperti itu.

Mau tak mau aku terpaksa jujur menceritakan semua yang aku dan om sebastian jalani selama ini, aku katakan kalau aku dan on sebastian sudah berhubungan jauh sebelum om sebastian menikahi tante sukma, bagaimana kami sempat putus dan aku mengikhlaskan om sebastian untuk menikah, tante sukma diam mendengarkan tanpa sedikitpun menyela.

Namun airmatanya mengalir semakin deras. Aku sendiri heran setelah mulai bercerita aku bisa menceritakan dengan lancar, aku meminta maaf sma tante sukma. Aku memohon agar dia dan om sebastian tak sampai bercerai karena jika itu terjadi aku yang merasa paling bersalah.


Aku tak akan punya kesempatan lagi untuk memperbaiki semua yang terjadi.



“tega kamu lakukan itu sama tante rio, kamu tau om dan tante sudah menikah kenapa kamu masih saja mau menggganggu om kamu sendiri, apa kamu tak punya perasaan sedikitpun seandainya ayuk kamu yang di bangka yang diperlakukan seperti ini sama suaminya apa kamu akan ikhlas begitu saja....?”

Tanya tante sukma sambil menahan tangisannya. Aku diam... apa yang dikatakan tante sukma benar, seandainya itu terjadi pada ayukku, pasti aku akan sangat marah sekali. Siapa sih yang mau keluarganya disakiti, aku menunduk semakin dalam.


“kenapa kamu diam, apa kamu menyadari kalau apa yang tante katakan ini benar..?”


Desak tante sukma sambil menatapku tajam, aku menarik nafas panjang. Dadaku mendadak sesak hingga rasanya aku kesulitan bernafas. Keinginan untuk hidup makin surut dalam diriku.

Namun semua sudah terlanjur terjadi, apa yang bisa dilakukan untuk mengembalikan sesuatu yang sudah terlanjur retak, bagaimanapun kerasnya berusaha akan tetap meninggalkan bekas.


“aku mohon tante maafkan aku, aku sadar aku membuat kesalahan yang sangat besar bagi tante dan keluargaku, namun demi allah aku sangat menyesal... katakan apa yang bisa aku lakukan agar tante bisa memaafkan aku... aku akan turuti apa yang tante mau.. walaupun harus menghilang dari tante untuk selamanya...”

Aku menyusut air mataku yang sudah mengalir dengan deras sedari tadi. Kalau menuruti hati ingin sekali aku lari dari sini menghindari tante sukma, sku tak tega melihat kesedihannya karena ulahku, tante sukma sangat menderita karenku. Aku adalah orang yang tak pantas untuk ia maafkan karena aku sudah menghancurkan kebahagiaannya.


Om sebastian dari tadi hanya diam tak berkata apa apa, entah apa yang ia pikirkan, mungkin juga karena ia juga merasa sangat bersalah, Cuma aku tak habis mengerti apa yang jadi motifasinya menceritakan hal ini pada tante sukma.

Apa om sebastian takut kalau tante mendengar hal ini dari orang lain. Kalau itu yang jadi kekuatirannya aku bisa mengerti, saat ini masalah ini juga belum jelas akan bermuara dimana. Aku hanya bisa berdoa ada keajaiban yang akan membuat masalah ini jadi tenggelam dengan sendirinya dan bisa diselesaikan dengan baik.


“kamu tau bagaimana selama ini tante dangat menyayangimu rio, tante selalu perduli denganmu, rasanya tante sudah menganggap kamu bagaikan adik tante sendiri, tante tau mungkin tante juga bukan orang yang terlalu baik bagi om kamu, namun tante juga sudah berusaha melakukan yang terbaik yang tante bisa lakukan agar suami tante bahagia bersama tante... namun kenapa kamu tak bisa biarkan tante melakukan itu dengan mudah, tante sudah merasakan sesuatu yang janggal dengan suami tante selama ini, namun tante kira ada wanita lain, yang membuat tante kaget ternyata itu bukan wanita, tapi kamu rio... tante sering bertanya pada diri sendiri apa kurangnya tante, selalu tante coba intropeksi diri, tante tetap melakukan yang terbaik yang bisa tante lakukan namun tante tak berdaya, sepertinya tante sudah menikahi pria yang salah...”


Tante sukma menyeka air matanya dengan jilbab yang ia pakai, tubuhnya gemetaran terlihat jelas. Bercak bercak maskara yang hitam menodai jilbab chiffon hijau pupus yang ia kenakan saat ini. Andaikan om sebastian adalah pria yang normal mustahil tak bisa menyayangi perempuan secantik itu, yang paling aku kuatirkan saat ini tante sukma sedang hamil tua, bagaimana mereka bisa bercerai. Itu hanya akan membuat keluarga semakin malu, aku yang akan disalahkan paling besar kalau sampai itu terjadi.


“aku akan pergi kalau itu bisa membayar segala kesalahanku tante, aku akan menghilang dari kehidupan kalian, aku hanya minta tante dan om jangan sampai bercerai... aku mohon tante..”


“kamu pikir tante mau bercerai, apa kamu pikir tante mau melakukan itu... tanya sama om kamu kenapa ia sampai mau menceraikan tante, padahal tante sudah bilang padanya kalau tante sudah memaafkan kesalahannya.. tanya sama om yang kamu cintai itu,...!”


Suara tante sukma menjadi tinggi antara kemarahan dan kesal. Aku langsung tersentak karena terkejut. Jadi om sebastian yang mau bercerai, tapi kenapa... apa tujuannya ingin bercerai, aku tak menyangka kalau om sebastian akan melakukan tindakan bodoh lagi, tak cukupkah masalah yang ia buat hingga ia ingin menambah masalah baru lagi, entah apa yang ada di pikirannya itu aku sama sekali tak mengerti.


“benar itu om..?”
Tanyaku sambil menatap om sebastian dengan tajam.


“iya rio...”

Om sebastian perlahan mengangkat kepalanya dan menatapku ragu. Aku membuang muka, aku tak mau sampai om sebastian membaca hatiku, aku tak mau lagi sampai ia tau kalau aku masih menyayanginya karena kalau ia tau itu maka om akan bertindak bodoh.


“aku mohon jangan om ceraikan tante sukma om..”
aku berusaha agar terdengar tegas.


“tapi om bingung rio, om merasa om tak pantas lagi untuknya, om telah menyakiti hatinya..”

Om sebastian masih mempertahankan keinginannya. Ia duduk dengan gelisah bagaikan ada jarum yang menempel di kursi yang ia duduki itu.


“kalau sampai om lakukan itu aku tak akan pernah memaafkan om seumur hidupku...”

Aku berdiri dengan kesal lalu berbalik hendak meninggalkan om sebastian dan tante sukma.


“kamu mau kemana rio, kita belum selesai..”
Tante sukma memanggilku.
Aku berhenti, lalu melihat pada tante sukma.


“aku memang bersalah tante, namun aku juga manusia biasa... kalau om sebastian masih seperti ini aku tak tau harus berbuat apa, tapi aku jamin aku tak akan lagi menemui suami tante lagi, tante bisa mempertahankan om sebastian, aku harus pergi sekarang.. tante harus tau kalau aku menyesal, aku tak pantas dimaafkan, namun aku juga kecewa sama om sebastian.. aku akan meninggalkan palembang secepatnya, mohon maafkan aku..... lupakan segalanya walaupun sulit... hanya itu yang dapat aku lakukan.. selamat tinggal semuanya...!”


Aku bergegas pergi, om sebastian berangkat dari duduknya mengejarku dengan cepat ia berusaha menangkap tanganku namun dengan kasar aku menepisnya.


“lepaskan aku om, jangan buat aku jadi membenci om...!”
Aku memelototi om sebastian dengan nyalang, rasanya aku juga seperti tante sukma yang merasa mencintai lelaki yang salah.
“kamu mau kemana, om tak akan mengijinkan kamu pergi begitu saja, apapun akan om hadapi selama kita tetap bersama, om mohon rio jangan tinggalkan om... kalau itu sampai terjadi om akan mati..”

Ratap om sebastian meminta aku tak meninggalkannya, aku hanya melengos, cukup sudah aku melakukan kesalahan... hanya orang yang bodoh yang mau melakukan kesalahan yang sam untuk kedua kalinya.

Seharusnya om sebastian bisa bertindak lebih masuk akal. Apa yangbisa ia harapkan dari hubungan yang tak ada masa depannya ini. Ia telah menikahi tante sukma.. aku tak pernah memaksanya melakukan itu, dan kalau sekarang ia baru menyesalinya sudah sangat terlambat. Tante sukma tak pantas dijadikan korban. Seorang perempuan yang telah dengan tulus menyayanginya.


“cukup om... cukup.. aku tak mau mendengar apa apa lagi dari om, jangan coba coba menemuiku lagi, jangan pernah mengorbankan orang lain untuk memuaskan keinginan om itu, aku tak akan pernah mengijinkan om melakukan itu...!”


“tapi om sangat mencintaimu...”

Om sebastian menangis juga akhirnya. Namun hatiku sudah beku untuknya, tangisan bahkan lebih dari itu tak akan ada gunanya lagi aku telah kecewa padanya, bisa bisanya dia membuat keputusan sepihak yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri, dia yang telah memulai semuanya dan aku harus yakin untuk mengakhirinya.


“kamu tega membuat om begini rio, setelah om berkorban.. kamu sama saja dengan kekasih om yang dulu meninggalkan om, kali ini om tak akan membiarkan kekasih om meninggalkan om untuk kedua kalinya, cukup om merasakan penderitaan bertahun tahun karna itu.. kamu harus bertanggung jawab telah masuk dalam kehidupan om, tak bisa seenaknya kamu rengut begitu saja...”

Om sebastian keras hati, ia telah kehilangan akal sehatnya ternyata. Dulu ia yang memulai semua ini dengan pemaksaan hingga aku tak bisa menolak, tak sedikitpun ia mau menimbang rasa. Apa dia kira dia bisa berbuat apapun yang ia mau tanpa memikirkan orang lain, disaat keadaan masih begini runyamnya masih saja ia sempat memikirkan diri sendiri, apakah om sebastian tak tau kesulitan yang aku alami dari keegoisannya itu.


“jangan membuat aku membenci om seumur hidupku, tolonglah mengerti... kita tak bisa memikirkan diri sendiri, om yang membuat masalah bagi kita berdua.. dan sekarang kalau om bisa berpikir, coba om ingat kembali ada berapa orang yang tersakiti karena kita... masihkah om tega.. aku malu pada diriku sendiri.. tapi aku lebih malu lagi dengan kelakuan om itu.. ingatlah sebentar lagi om akan segera pumya anak dari tante sukma... kalau om menyayangiku tolong bahagiakan isteri om itu..”


Aku melepaskan tangan om sebastian dan meninggalkannya yang hanya bisa bengong melihat aku pergi.

*******************


Suara HP ku berdering, nama rian terpampang pada layar. Entah apalagi yang diinginkan olehnya, bukannya kemarin aku sudah sangat jelas mengatakan padanya kalau aku tak lagi mencintainya, untuk apa lagi ia menelponku. Dengan terpaksa aku angkat juga.


“halo rian ada apa..?”
aku bertanya dengan pelan karena aku tau rian pasti sedang kesal padaku sekarang.


“aku mau bertemu denganmu rio, apa kamu ada waktu?”
Tanya rian dengan suara yang terdengar wajar.


“aku capek yan, lagian sekarang sudah hampir jam duabelas malam aku tak enak sama rizal..”


“jadi kamu menginap dirumah rizal ya, akhirnya jadian juga kamu sama adiknya itu, selamat ya rio...”

Ujar rian sambil tertawa, terdengar sekali tawa yang sangat terpaksa.


“terserah lah apapun yang kamu pikirkan rian, aku sekarang sedang banyak pikiran, jangan lagi kamu tambah masalahku dengan tuduhan yang tak penting seperti itu. Kalau kamu sudah selesai aku mau tidur dulu..!”

Jawabku ketus, aku paling tak suka kebiasaan rian yang selalu menyudutkan aku seperti itu. Dia belum berubah juga, mungkin ia masih belum menyadari juga kalau aku sampai meninggalkannya dan selingkuh dengan om sebastian adalah karena sikapnya selama ini, entah kapan ia akan mengerti.


“tunggu dulu rio, jangan kamu tutup dulu telponnya, aku lagi butuh sekali sama kamu sekarang..aku mohon rio, walaupun saat ini kita sudah tak ada hubungan lagi tapi kita masih bersahabat kan rio...”
Ujar rian cepat.


“emangnya ada apa yan..?”
Tanyaku heran, kalau sampai ia butuh aku jam segini pastinya begitu pentingnya, soalnya rian sangat jarang menelpon kalau memang tak benar benar ada keperluan mendesak malam malam begini.


“kalau begitu aku akan coba untuk bangunkan rizal, kamu tunggu saja dirumah, aku akan kesana secepatnya..”


“baik rio aku tunggu ya..”
Jawab rian sambil mengakhiri pembicaraan dan menutup telponnya.
Untung saja rizal mau juga bangun, ia agak heran juga karena aku mau keluar jam segini, aku bikin alasan yang tepat agar ia tak curiga, aku sudah empat hari menginap dirumahnya sejak kejadian papa memergokiku.


“kamu mau balik jam berapa rio..?”
Tanya rizal sambil membuka pintu ruang tamunya, ia menguap berkali kali, aku jadi tak enak hati karena telah mengganggu tidurnya.


“entahlah zal, maaf ya bikin repot saja...”


“nggak apa apa rio, kalau kamu mau pulang tinggal telpon aku aja ya..”
Makasih zal, aku pergi dulu ya..”
Rizal menutup pintu, aku mengambil mobil di garasi lalu pergi kerumah rian.
Sampai dirumah rian keadaan sangat sepi, tapi rian sedang duduk menungguku di depan teras rumahnya.


“ada apa yan, kamu lagi ada masalah ya?”


“iya rio.. aku mau minta tolong antarkan aku ke jaka baring..”
Kata rian sambil berdiri.


“mau ngapain malam malam seperti ini kesana yan, kan daerah itu rawan...”

“kamu mau apa nggak, kalau nggak mau katakan saja,, aku bisa pergi sendiri jalan kaki..”
Rian merajuk seperti biasanya.


“oke aku antar, Cuma heran aja mau apa kamu ke tempat itu yan..”
Aku kembali ke mobil, rian mengikutiku setelah mengunci pintu rumahnya, aku dan rian tak banyak bicara sepanjang perjalanan menuju jaka baring.
Sepi sekali suasana di tambah gelap membuat aku merasa agak cemas, kenapa rian mengajak aku kesini, ada keperluan apa dia sebenarnya.


“kamu mau diantar ke sebelah mana yan, apa kamu yakin..?”
Aku menoleh pada rian yang duduk di sampingku, ia tak menjawab hanya menunjuk pada arah depan yang ada pembangunan stadion yang belum selesai. Aku menyetir kearah yang di tunjuk oleh rian tadi.


“stop disini rio..”
Ujar rian tiba tiba.


“kamu yakin rian?”


“iya disini...”
Jawab rian singkat. Aku menghentikan mobil lalu mematikan mesin.


“turun rio..”
Perintah rian. Aku menatap rian bengong.


”kamu mau ngapain sih rian, jangan aneh aneh ah.. bikin aku takut aja..”


“kataku turun sekarang, aku mau bicara sama kamu”


“kalau Cuma mau bicara kan bisa dirumah saja rian nggak perlu disini, terlalu berbahaya..”
Aku coba protes namun tiba tiba saja rian menarikku dengan paksa hingga aku keluar dari mobil.


“apa apaan kamu ini rian, kok kasar banget..!”


“aku bukan Cuma mau bicara, tapi aku mau buat perhitungan juga sama kamu rio...”
Suara rian dingin seolah bukan ia yang sedang berbicara, tengkukku tiba tiba merinding saat melihat sorot mata rian yang beku seakan sorot mata orang gila yang biasa aku lihat di jalan, tatapan yang tanpa jiwa sama sekali.


“rian kamu jangan macam macam, aku tak suka..!”
Ujarku agak keras.
“silahkan kalau kamu mau teriak, takkan ada juga yang mendengarnya disini... aku akan membuat semuanya jadi jernih hari ini..”
Suara rian makin aneh. Jantungku berdebar debar kencang. Aku takut sekali rian akan melakukan sesuatu yang bodoh.


“kamu jangan gila..”
Aku menatap rian penuh ketakutan, apalagi saat ia mengambil sesuatu yang ia sembunyikan di pinggangnya sebuah pisau belati yang berkilat kilat terkena cahaya bulan yang redup.


“kamu yang memaksa aku melakukan semua ini rio.. kamu akan rasakan akibatnya sekarang.. kamu rasakan bagaimana sakitnya hatiku..”
Rian mendekatiku dengan cepat, aku mencoba mundur, namun pasak kayu yang jadi pancang fondasi stadion membuat aku tersandung dan jatuh.


“kamu akan mati rio.. malam ini kamu akan membayar semuanya...!”


“jangan rian aku mohon... jangan lakukan itu, aku mohon padamu jangan....!”
aku kemarin sempat berdoa biar aku mati saja karena aku tak sanggup menahan beban masalah yang aku alami. Namun saat itu ada di depan mata rasa takut akan kematian membuat aku mengeluarkan keringat dingin, aku tau rian tak main main.. ia tak pernah berbohong, kalau ia bilang akan membunuhku itu artinya dia memang mau melihat aku mati.


Aku tak menyangka kalau riwayatku akan berakhir malam ini ditangan seseorang yang pernah aku sayangi dan masih aku sayangi hingga detik ini.
Tiba tiba rian menghujamkan belati itu dengan kecepatan yang luar bisa kearah dadaku, aku mencoba menghindar namun masih tetap mengenaiku meskipun hanya menggores bahuku tak pelak benda dingin itu menyayat bahuku cukup dalam hingga menimbulkan luka yang menganga, aku hampir tak merasakan sayatannya saking tajamnya.

"ampun yan.. jangan bunuh aku.."

aku meratap pada rian namun tak ia perdulikan, ia terus berusaha menikamku dengan membabi buta, aku menendang rian hingga ia terjungkal terjatuh, rian jadi makin beringas. mumpung ada sedikit celah untuk lolos aku langsung berdiri dan berlari menuju ke mobil namun baru saja aku mau membuka pintunya rian sudah menyusulku dengan belati yang teracung diatas kepalanya.

dengan panik aku merogoh saku untuk mencari kuncinya namun tak aku temukan mungkin terjatuh di tempat tadi rian mau menikamku, sambil memegang bahuku yang perih dan mengeluarkan darah yang seolah tak mau berhenti, aku berlari menjauhi rian. ia mengejarku.

aku bersembunyi di pagar seng lokasi pembangunan stadion, jantungku berdegup dengan keras hingga aku takut rian dapat mendengarnya, belum pernah seumur hidupku ketakutan luarbiasa seperti ini.

aku dapat mendengar langkah kaki rian yang mendekat, aku menahan nafas takut rian mendengar nafasku yang memburu karena rasa panik.

"keluarlah rio, jangan mempersulit keadaan... aku hanya ingin melihat kamu mati dengan cepat, jangan sampai aku membuatmu menderita dengan membunuhmu pelan pelan... ayo keluarlah sayang.. biar aku bisa memastikan tak ada yang dapat memilikimu selain aku...!"

rian memanggilku dengan nada seolah ia sedang bernyanyi lagu yang riang, apakah rian memang sudah gila aku tak tau pasti, yang aku pikirkan saat ini hanyalah cara untuk menyelamatkan diri.

"ayo sayang.. keluarlah, atau kamu mau aku mengajakmu main petak umpet..."

rian terus meyuruhku keluar, ia sudah dekat denganku sekarang, aku bisa melihat pantulan cahaya belatinya di atas tanah.
oh tuhan aku tak mau mati dan aku juga tak mau rian menjadi pembunuh, aku telah membuat banyak kekacauan dan dosa ijinkan aku untuk memperbaiki semuanya, aku tak mau mati dengan meninggalkan banyak dosa. aku ingin bertemu emak, aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi emak kalau ia sampai mendengar aku mati karena di bunuh. diam diam aku menangis.

"jangan sampai kesabaranku habis rio, kamu mau keluar sekarang atau aku akan semakin marah padamu..."

suara rian jadi makin marah, langkahnya makin cepat menimbulkan suara berkeresekan kerikil beradu dengan sandal. angin dingin yang bertiup membuat aku menggigil, rasa perih pada bahuku makin terasa.
semogqa saja rian tak melihat tetesan darahku yang tadi jatuh ke tanah hingga meninggalkan bekas jejak.

namun tuhan sepertinya tak mendengarkan doaku, atau mungkin memang sudah garisku harus mati dengan cara seperti ini, rian akhirnya menyadari ada bercak darah membekas di tanah. ia mengikuti tetesan darah itu hingga menuju ke arahku.

"kamu kira kamu lebih pintar dari aku rio, lihat saja aku pasti menemukanmu..!"
rian terkekeh sambil mengikuti jejak darahku.

habis sudah aku sekarang. aku memejamkan mata sambil terus berdoa dan menahan nafas sebisaku.

"hei... kenapa meringkuk di situ sayang,... kamu takut ya..?"

tiba tiba rian sudah berada di depanku dengan kaki terkangkang.
aku membuka mata dengan sontak, jantungku rasanya mau meloncat melihat tubuh yang menjulang tinggi sambil tertawa bengis di depanku.

"aku sudah bilang pasti menemukanmu ya pasti ketemu... jadi tak usah repot repot sembunyi, bagaimanapun juga niatku kamu mati hari ini kamu pasti tetap akan mati.."

ujar rian ringan seolah nyawa tak ada harga sama sekali baginya.

aku beringsut mencoba menjauh darinya namun rian mengikutiku sambil menatapku nyalang.

"kamu yang memilih mau seperti ini, aku sudah menawarkan kasih sayang namun itu tak cukup bagimu, jadi kamu rasakan sendiri akibatnya rio... kamu rasakan bagaimana pedihnya pisau ini melukai tubuhmu.. seperti itulah rasa sakit dalam hatiku yang telah kamu buat, kalau kamu masih enak, cuma pedih sebentar setelah itu kamu mati dan tenang sedangkan aku harus menanggung ini seumur hidupku, jadi kita impas.."

rian membungkuk dan menghujamkan kembali pisaunya ke arahku. aku terus beringsut mundur, hingga tiba tiba aku merasa menyentuh sesuatu seperti kayu, dengan cepat aku raih lalu aku pukul ke arah rian, telak mengenai tangannya hingga belatinya terlepas.

rian jadi semakin marah berusaha merebut kayu yang ada ditanganku. aku berkeras berusaha jangan sampai rian berhasil mengambil satu satunya senjataku untuk bertahan hidup, namun karena bahuku yang luka hingga membuat aku tak bisa mengimbangi kekuatan rian. aku terjerembab lagi di depannya setelah ia berhasil merebut kayu itu dari tanganku.saat itulah aku berhasil meraih belati yang tercampakan diatas tanah, aku menyebunyikannya di balik punggungku.

"kamu pikir kamu lebih kuat dariku rio... hahaha kamu hanyalah seorang banci yang manja, kamu tak punya kekuatan apa apa selain uang, saat ini tak ada gunanya.. uangmu tak akan menyelamatkanmu dari kematian...!!"

rian menarik tanganku lalu menyentaknya hingga aku berdiri, aku menggenggam pisau di belakang punggungku dengan erat.

"kamu yang banci rian, kamu cemen.. tau nya cuma minta di turuti saja keinginanmu tanpa pernah mau mengerti perasaan orang lain, menyesal aku pernah menyayangimu...!"

aku membalas kata kata rian karena bagiku sudah sangat menyakitkan hati mendengarnya.

"jangan pernah kamu katakan hal itu lagi,.. Aku tak suka."

rian mencekal tanganku dengan kasar. Rasanya seperti terkilir.

"maaf yan, aku tak bermaksud begitu, aku tadi tak sengaja." entah kenapa bulu kudukku jadi berdiri melihat ekspresi rian yang bengis, seolah rian yang sesungguhnya telah dirasuki oleh iblis.

"kamu memang tak bisa dimaafkan lagi, sekarang kamu rasakan bagaimana rasanya disakiti..!"

bisik rian tepat ditelingaku dengan suara berdesis. Jantungku terasa mau ambruk rasanya. Aku takut hingga terasa ingin kencing. Aku coba melawan namun sia sia seolah tenaga rian mendadak bertambah berkali kali lipat. Ia menyeretku dengan paksa.

Aku berusaha bertahan tapi itu malah membuat rian bertambah gusar, tanpa rasa kasihan ia memukul kepalaku dengan patahan dahan yang tadi sempat ia pungut. Karena tak siap aku langsung terjungkal menghantam tanah. gemerisik dedaunan kering yang memenuhi tanah berbunyi seiring gerakan tubuhku yang berusaha merayap menghindari pukulan rian namun sia sia, bertubi tubi tubuhku terpecut tanpa ampun.

Teriakan teriakan minta ampun dari mulutku seolah energi bagi rian untuk terus memukul. Sepertinya ia tak akan berhenti sebelum aku mati.

entah dapat kekuatan dari mana aku mengibaskan belati yang aku pegang ke arah rian hingga mengenai pahanya bagian tengah tepat pada kemaluannya hingga celananya robek dan percikan darah mengenai wajahku, rian menjerit sangat keras.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar