Sabtu, 20 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 29

#33 AWAN DI LANGIT BANGKA
aku menghentikan kendaraan umum yang lewat di depan rumah rizal, lalu aku minta antar ke hotel tempat tante lina menginap. ku sms kak fairuz agar ia datang menemuiku disana.

aku mau minta ditemani cari oleh oleh buat emak dan ayuk ayukku di bangka, aku sudah tak sabar lagi ingin bertemu dengan mereka, aku sudah sangat kangen. aku membayangkan nanti bagaimana pertemuan kami setelah sekian tahun tak bertemu, apakah emak masih seperti dulu. masihkah ia bikin kue, apakah ayukku semakin cantik sekarang, bagaimana rupa ponakanku anak yuk yanti. tubuhku bergetar memikirkan itu, aku sangat ingin melihat mereka.

setelah sampai didepan hotel aku turun dan membayar ongkos, aku langsung menuju ke kamar tante lina.

saat aku datang, tante lina sedang menonton tv, ia mengecilkan volume televisinya dan mengobrol denganku. tak lama kemudian kak fairuz datang bersama amalia.

tanpa menunggu lagi aku mengajak kak fairuz ke supermarket ditemani tante lina dan amalia.

tante lina banyak membantuku memilih baju yang akan kuberikan untuk mama dan ayuk ayukku, tentu saja ukurannya pun masih mengira ngira. hampir dua jam kami berkeliling membeli bermacam macam barang yang akan aku bawa bagi keluargaku di bangka.

kak fairuz dan amalia berdua mencari peralatan untuk anak mereka yang akan lahir nanti, sebenarnya kak fairuz belum mau tapi tadi waktu kami lewat di depan toko yang menjual perlengkapan bayi, amalia langsung tertarik dan mengajak kak fairuz masuk ke toko itu. aku dan tante lina meneruskan mencari barang barang lain.

tak aku sangka sangka aku dan tante lina bertemu mama di dekat rak bagian kebutuhan rumah tangga. begitu melihat aku, mama tak dapat menyembunyikan kekagetannya. serta merta ia menghampiri kami. aku tadi sudah berusaha menarik tangan tante lina agar menghindar sebelum mama sempat melihat kami, namun entah kenapa tante lina tak mau sepertinya ia memang sengaja mau mama melihat kami.


"apa yang kalian berdua lakukan disini?"

tanya mama dengan suara bergetar.

"belanja, kamu bisa liat sendiri kan, memangnya menurut kamu kenapa orang datang ke toko... mau nyuci..?"

jawab tante lina dengan tenang.

sepertinya mama semakin bertambah emosi mendengar jawaban tante lina.

"e...e.. ditanya baik baik malah kurang ajar, pantas saja kelakuan rio jadi seperti ini, aku memang sudah yakin kamu yang mempengaruhinya.. tolong ya lina kalau kamu memang benci padaku, jangan anakku yang kamu jadikan senjata untuk kamu membalaskan dendammu padaku..!"

tuduh mama tanpa berpikir, aku jadi tak enak hati sama tante lina, gara gara aku malah ia yang dijadikan kambing hitam sama mama.

"oh ya, masa sih... rasanya tak ada yang janggal dengan rio, atau kamu saja yang terlalu ketakutan hingga kamu menuduh aku macam macam.."

jawab tante lina tenang tanpa gentar sedikitpun.

"kamu memang memuakkan lina, masih punya muka kamu menunggu di sini, bang harlan sudah tak perduli lagi sama kamu, hanya perempuan tua yang tak menarik lagi, jangan kamu kira dengan kamu menunggu lama disini, kamu bisa bertemu dengan SUAMIKU, kamu jangan pernah bermimpi..!"

"benarkah itu, apa kamu yakin mega.. ah.. apa aku perduli, tentu saja tidak, aku kesini kan karena kota ini masih milik negara ini, kamu belum terlalu kaya untuk memilikinya dan melarangku masuk kesini... jadi aku rasa kamu tak perlu berlebihan, kapanpun, berapa lamapun aku mau datang kesini. itu adalah hak aku.."

tantang tante lina sinis hingga membuat mama semakin marah.

"memang tak ada yang melarang kamu datang kesini, tapi aku melarang kamu dekati keluargaku, aku punya hak melarang kamu untuk itu, kamu boleh mondar mandir kesini semaumu, tapi jangan kamu dekati rumahku, apalagi mencoba dekati anakku..!"

"loh katanya tadi kamu bilang anak dan suamimu tak akan mau mendekatiku, apa sekarang kamu sudah bisa berpikir dengan jernih, jangan pernah bicara sembarangan kalau kamu tak mau akan jadi penyesalan bagimu nantinya, aku tak pernah cari masalah dari awal, aku rasa kamulah yang terlalu paranoid..."

tante lina tersenyum mengejek.

"sudah lah ma, jangan bertengkar, ini tempat umum.. malu kalau sampai orang pada tau.."

aku menarik tangan tante lina agar mau menjauh dari mama.

mendengar aku memanggil tante lina dengan sebutan mama, agaknya mama sangat kaget sekali.

"kamu memanggil dia mama?"

ujar mama berang sambil memelototiku.

"iya, aku kayaknya lebih pantas sebagai mamanya ketimbang kamu, rio juga sudah menganggap aku mamanya, jadi tolong jangan bikin keadaan jadi sulit bagimu, kita sudah sama sama tua sekarang, tak ada lagi gunanya saling menyikut, apa kamu mau apa yang telah kamu perjuangkan selama ini hilang hanya karena kesombongamu.. jadi lebih baik kamu tinggalkan saja kami disini dengan tenang.."


"kamu pikir kamu bisa tenang setelah kamu menyakiti hatiku seperti ini.."

ancam mama kesal.

"mau melakukan apa mega, kamu mengancamku.. aku bukan perempuan bodoh seperti dulu, kamu ingat itu.. tak akan pernah dua kali kamu bisa melakukan hal yang sama padaku, kamu juga harus catat itu, jaga suami kamu baik baik.. dia dirumah sakit sekarang dan kamu berkeliaran disini.. kalau tak sanggup menjaganya kamu bilang saja.."

tante lina menatap mama dengan sinis.

"kurang ajar mulut kamu lina, jangan pernah mengurusi yang bukan urusan kamu.."

mama mengangkat tangannya seolah ingin menampar tante lina namun dengan sigap aku menangkap tangan mama sebelum sempat menyentuh pipi tante lina. tanpa bergerak untuk menepis atau menghindar tante lina terus menantang mata mama.

"sekali kamu menyakitiku lagi aku pastikan kamu akan menyesalinya seumur hidup.. pegang kata kataku ini.."

"tante lina menarik tanganku dan membawaku menjauh dari mama. aku mengikuti tante lina.

mama masih memanggilku namun aku tak indahkan sama sekali.

aku harus kuat, mama hanya ingin melihat aku jauh dari tante lina, bukan berarti mama mau memaafkan dan menerimaku. aku merasa nyaman dengan tante lina, ia sangat baik padaku. aku tak mau membuat tante lina kecewa, dia telah membelaku dalam keadaan sulitku.

didepan toko aku bertemu dengan amalia dan kak fairuz sepertinya mereka telah selesai berbelanja. kami pulang bersama sama menuju ke hotel. tante lina mengajak aku menginap di hotel. aku merasa tak enak kalau harus menolaknya, tapi aku juga harus kembali kerumah sakit untuk memastikan keadaan rian, aku ingin menghabiskan waktu bersamanya.

setelah mendengar alasanku akhirnya tante lina bisa mengerti, namun ia meminta agar aku mengijinkannya mengantarku ke bandara besok. aku tentunya sangat senang sekalikalau ia memang mau mengantar keberangkatanku ke bandara. kak fairuz dan amalia juga sangat antusias ingin ikut mengantarkanku.

rasanya sangat terharu. disaat ini masih ada yang mendukungku, aku memang butuh keluarga yang selalu mendampingiku bukan hanya ingin menuntut kesempurnaan saja dariku.

setelah berpamitan aku langsung pergi, karena kak fairuz dan amalia juga mau pulang maka mereka mengajak aku ikut dengan mereka saja langsung ke rumah sakit karena kak fairuz sekalian mau jaga papa malam ini.

kak fairuz mengantarkan amalia ke rumah, aku tak turun dari mobil karena tak mau ketahuan sama mama. tak lama kemudian kak fairuz keluar lagi dan mengajakku kerumah sakit.

kami berpisah di lorong rumah sakit, ruangan papa dan rian agak jauh karena papa diruangan vip dan rian di kamar kelas. aku tak mampu kalau menempatkan rian di vip yang mahal.

rian sedang baring waktu aku masuk, ia agak cemberut melihatku, astaga aku jadi tak tega padanya, baru sebentar saja kau takdatang ia sudah kesal, bagaimana kalau aku tinggalkan besok dan tak kembali lagi, aku tak berani membayangkannya. tapi aku tak ada jalan lain lagi. aku terpaksa melakukan ini.

"kok lama sekali perginya, aku bete nungguin dari tadi.."

langsung saja protes keluar dari mulutnya.

"iya maaf soalnya banyak urusan yang harus aku selesaikan, yang penting sekarang aku ada disini kan..."

"ya tapi kan aku bete banget nungguin kamu dari tadi, kamu sih nggak ngerasain gimana rasanya terbaring disini tak bisa kemana mana.."

"iya, aku ngerti, tapi kamu juga harus ngerti kalau aku lagi ada urusan juga.."

"kamu udah makan belum rio..?"

tanya rian sambil mencoba bergeser duduk namun nampaknya ia sangat kesusahan melakukan itu.

"masih terasa sakit ya?"

tanyaku prihatin.

"iya yo, apalagi kalau aku mau buang air, selang kateter ini sangat tak nyaman rasanya, agak mengganjal, aku kesal, pengen nyabutnya..!"

rian cemberut.

"ya sudah tahan aja, kalau di cabut nanti malah bikin kamu lebih susah buang air.."

"untung aja nggak putus ya rio, aku takut sekali kalau sampai putus, kamu pasti akan meninggalkan aku lagi kalau itu terjadi...aku akan hancur.."

rian bergidik membayangkan kemungkinan itu.

aku diam tak menjawab, aku kasihan sebenarnya sama rian, tapi kalau kami meneruskan hubungan ini, aku tak dapat menjamin kalau kami tak akan ada masalah lagi, aku takut nanti malah akan semakin parah dengan karakter kami berdua yang berbeda terlalu jauh ini. dia tak tau kalau besok tak akan pernah bertemu aku lagi. aku harus menahan rasa iba demi kebaikan kami berdua.

"rio aku pengen mencium kamu..."

rian agak berbisik. justru permintaan itu semakin membuat aku kalut, bagaimana mungkin aku menciumnya, bisa bisa rian akan semakin sakit kalau aku pergi. meski terasa berat aku menggelengkan kepala.

"tidak rian.. kita tak usah berciuman lagi, kita jadi sahabat saja seperti dulu, bukannya persahabatan itu lebih indah, tak ada kebencian serta cemburu.. kita akan lebih bisa menerima keadaan masing masing.."

"tapi kenapa rio, aku mau lebih dari seorang sahabat bagimu, aku mau kita seperti dulu, aku ingin memilikimu dan kau jadi milikku.."

rian menatapku terus hingga aku tak kuasa menatap matanya yang terlalu tajam menusuk seolah mau membaca apa yang ada dalam hatiku.

"kita sudah menjalani lebih dari sekedar sahabat dan kita gagal, aku nyaris kau bunuh dan kamu berakhir disini, realistis saja.. kita tak sefaham, aku dan kamu tak bisa saling memahami lagi sebagai kekasih, daripada nantinya akan lebih parah, anggap saja ini satu pelajaran bagi kita kalau hubungan yang tak dilandasi pengertian serta kesetiaan hanya akan menyakiti saja.."

aku memalingkan muka menghindari tatapan matanya.

"aku kira kamu mau memulai lagi denganku setelah melihat perhatianmu tadi, rupanya kamu masih berkeras meninggalkan aku, tapi kenapa yo, apa kamu sudah begitu jera padaku hingga tak mau lagi berikan kesempatan padaku, aku berjanji demi apapun kalau aku akan berubah demi kamu, demi kita...aku tak siap kalau harus kehilangan kamu, aku sangat menyayangi kamu rio.. aku sayang kamu.."

rian menangkap tanganku dan meremasnya dengan kuat seakan takut aku meninggalkannya saat ini juga.

"aku yakin kamu mampu tanpa aku, toh selama ini kamu juga tak selalu bersamaku terus, kamu bisa menjalaninya, kalau kita terus memaksakan diri yang ada kita hanya akan semakin terluka, sudahlah rian kamu harus menerimanya, jangan pernah lagi lakukan sesuatu yang bodoh,andai kali ini kamu mau bunuh aku lagi aku tak akan melawan, kamu bunuh saja asalkan kamu puas..

aku menarik tanganku dari genggaman rian, aku harus jujur dari pada semuanya akan bertambah semakin runyam, aku ingin pergi bukan sebagai kekasih rian lagi, aku akan lebih tenang.

"kamu tak kasihan padaku rio, kamu hanya memikirkan diri sendiri saja..kamu tak perduli yang aku rasakan, aku yang sakit rio, bukan kamu.. mungkin kamu akan mudah nya carikan penggantiku, tapi tidak denganku, aku bukan siapa siapa yang selalu ditaksir banyak orang, kamu yang selama ini membuat aku jadi lebih bersemangat, namum kamu juga yang akan membuat aku kehilangan semangat... kasihani aku rio, aku berjanji akan berubah, aku akan memahami apapun yang kamu lakukan... aku akan menuruti apapun kemauan kamu, aku tak akan marah tanpa sebab, aku tak akan memukuli kamu lagi, aku akan bersabar, aku juga maafkan semua kesalahan kamu, aku akan berusaha jadi yang terbaik bagimu, semua akan aku lakukan demi kamu, asal kamu mau berikan kesempatan kedua padaku, bukannya putus nyambung sudah biasa dalam suatu hubungan, tapi banyak pasangan yang berhasil melewati segala masalah antara mereka setelah adanya konflik, masa kamu mau satu hubungan yang sempurna... aku kan hanya seorang manusia yang tak bisa lepas dari khilaf, kalau kamu berjanji aka menerimaku lagi maka aku juga akan menepati janji berubah lebih baik..."

rian meratap dengan panik, aku tau kalau rian serius dengan kata katanya, aku tau ia tak bohong, api aku juga tak akan bisa mendustai perasaan kalau aku sekarang sudah merasa agak tawar padanya, aku tak mau mendustai hatiku, semuanya sudah sangat terlambat bagi kami berdua, kak fairuz pun ak akan membiarkan aku lagi pacaran dengan rian, saat ini aku masih diijinkan bertemu dengan rian adalah semata mata karena kak fairuz tau kalau besok aku tak akan bertemu rian lagi.

"kamu istirahat saja dulu, jangan paksa aku menerimamu secepat ini, jujur aku masih takut padamu, alasan aku masih mau menemui mu saat ini hanya karena aku tau kamu tak dapat berbuat macam macam lagi, kamu tak bisa berdiri, jadi aku tak merasa terancam lagi, kamu tau rian, aku sangat trauma dengan kejadian kemarin... kalau kamu berpikir kamu pasti mengerti.."

"tapi rio aku kan sudah menyesali semuanya, aku sudah minta maaf apa itu belum cukup bagimu, tolong katakan aku harus melakukan apalagi agar aku dapat memilikimu lagi, jangan buat segala harapanku hilang, sakit rasanya rio.. aku tak ada lagi semangat kalau kamu tak lagi bersamaku, kamu tega membuangku hanya karena kamu sudah ada yang lain, apa berlebihan kalau aku mempertahankan cintaku.. apa aku salah kalau aku tak ingin kamu dengan orang lain karena aku juga tak mau dengan siapapun selain kamu, apa aku harus mencium telapak kakimu agar aku dapat merasakan cintamu lagi..."

rian menangis tersedu sedu bagaikan seorang anak kecil yang kehilangan ibunya. aku mengusap airmata rian dengan jariku, aku bisa mengerti apa yang ia rasakan saat ini, aku memang jahat telah membuatnya menangis, tapi aku tak mau membuatnya terlalu merasa kehilangan besok, aku tak mau membuat dia tambah menderita karena bagaimanapun aku akan tetap meninggalkannya meskipun kami melanjutkan hubungan kami ini.

"segala sesuatu yang terpaksa itu tak baik rian, cinta satu arah hanya akan membuat kedua pihak sakit, aku tak mencintaimu lagi walaupun kamu berubah, aku sudah kehilangan rasa itu, semua orang yang baru kehilangan kekasih pasti akan bilang kalau tak ada yang lain akan membuat dia bisa mencinta, tapi hanya waktu yang dapat membuktikan kalau kata kata itu salah, pada satu hari kamu pasti akan dapatkan pengganti yang lebih baik segalanya dariku, saat itu kamu akan menyadari kalau hubungan kita memang tak bahagia dan kau akan mensyukurinya karena semua ini telah berakhir, percayalah kalau apa yang aku katakan ini benar..."


"tapi aku akan perlu waktu lama sebelum masa itu tiba, tolong katakan padaku apa yang harus aku lakukan selama aku menunggu waktu itu.. aku takut aku tak mampu menunggunya. aku takut saat melalui itu aku sudah keburu tak tahan... aku tau ini karena akulah yang paling mengerti dengan hatiku.. hanya kamu yang hatiku inginkan bukan siapapun, aku tau cinta kita janggal, tak akan ada yang setuju, namun ijinkan aku menikmatinya hanya agar aku merasakan hidupku ada artinya, agar kekurangan ini tak terlalu jadi beban hati... karena hidupku sangat berat untuk djalani, masalahku banyak... hanya kamu satu satunya semangat disaat aku jatuh terpuruk... segala bebanku jadi tak ada artinya karena aku sadar memilikimu, satu satunya yang aku inginkan dalam hatiku.. disetiap waktuku yang tak berharga.. aku sendirian disini rio, saat saat membosankan di kost membuat aku semangat karena aku tau akan ada kamu datang menemuiku walaupun aku tak tau jam berapa dan kapan, karena aku tau kamu akan menemuiku, kamu pasti tak tau setiap hari yang aku lakukan hanyalah menunggumu, hingga aku hafal dengan deru mobilmu, aku melirik jendela hampir setiap waktu sambil berharap melihat kamu datang dengan senyuman yang hanya untukku.. kamu tak menyadari jam jam yang membosankan saat aku sendirian langsung terobati hanya dengan melihat kamu datang.. jadi katakan apa yang aku lakukan kalau aku sendirian, aku takut dengan kesepian itu rio, aku takut tak mendengar deru mobilmu, aku takut kehilangan senyum yang hanya untukku itu, aku takut kalau besok besok aku tak ada lagi yang akan di tunggu, tolong katakan bagaimana aku dapat menjalani itu, aku tak sanggup..."

rian menangis sambil memelukku. aku memeluk rian hanya sekedar agar ia lebih tabah saja.

"aku yakin kamu pasti sanggup kok, yang penting kamu ada niat melupakannya itu tak akan sulit, anggap saja kamu sudah berhasil membunuhku dan saat ini aku sudah mati, jad kau tak akan terus mengingatku, kalaupun kamu mau mengingatnya, ingatlah yang buruk buruk saja agar kamu jadi hilang rasa..."


"aku mohon sekali lagi jangan keras hati rio, kamu tak akan dapat yang seperti aku lagi, hanya aku yang dapat mencintaimu sebesar ini... kamu tak akan dapat yang seperti aku lagi.."

mungkin karena saking takutnya aku pergi, rian jadi mengatakan itu.

"tak ada dua manusia yang sama sifatnya di dunia ini rian, termasuk kembar identik pun, jadi kalaupun aku mendapatkan penggantimu nantinya, aku tak akan membandingkan denganmu...aku terima segala kekurangannya, karena tak ada cinta yang sempurna, hanya kita lah yang dapat menjadikan cinta itu sempurna bagi diri sendiri dengan tak menyakiti dan keikhlasan menerima apapun kekurangan dari kekasih, selama ini aku tak mendapatkan itu... aku ingin memulai dengan yang baru dan perasaan yang lebih tenang, kalau kita mencintai seseorang artinya kita ingin orang yang kita cintai bahagia, tak perduli siapa yang akan jadi pendampingnya, dan aku tak bahagia saat menjalani cinta denganmu... kamu bukan cinta padaku tapi kamu hanya ingin memiliki ku bagi dirimu sendiri, kalau kamu cinta tak akan tega membunuh orang yang ia cintai.."

aku melepaskan pelukanku, rian malah semakin mempereratnya hingga aku kesulitan untuk menjauh, aku sudah tak sanggup lagi, kalau terlalu lama seperti ini aku pasti akan luluh karena sejujurnya aku masih menyayangi rian.

"sudah malam sekarang yan, kamu harus banyak istirahat agar cepat sembuh..."

rian menggeleng dengan airmata yang masih mengalir melalui kedua kelopak matanya. ia berbaring lagi dan memejamkan mata, aku tau ia tak tidur karena aku lihat matanya agak mengerjap meskipun terpejam. aku kasihan sekali padanya, bagaimana aku dapat menyakiti hatinya disaat dia sedang terbaring kesakitan seperti ini.

aku menarik tempat duduk agak dekat di tempat tidur, lalu aku membaringkan kepalaku disisi rian. kami berdua diam dengan pikiran masing masing, kalau saja aku menuruti kata hati pastilah saat ini aku sudah mencium rian sepuasnya. aku ingat kembali kenangan saat pertama kali aku mengenalnya, dia adalah pemuda paling tampan yang pernah aku lihat seumur hidupku waktu itu, saat mamanya membeli kue padaku, rian yang sedang memakai baju sekolah SMP melihatku dengan agak heran, mungkin dia bingung seorang anak yang dekil sepertiku masih sempat jualan kue sebelum sekolah.

hari hari yang kami lalui saaat aku mulai mengenalnya, pada awalnya aku sempat mengira kalau rian sombong, ia bergaul dengan anak anak orang kaya sama seperti dirinya juga, aku tak ada keberanian untuk menegurnya karena merasa ia tak akan mau berteman dengan anak miskin sepertiku. tapi dugaanku salah, aku malah semakin akrab dengannya. sahabatku waktu itu hanya dodi dan erwan bertambah dengan hadirnya rian.

kami bertiga, aku, rian, dan erwan jadi akrab dan sering bersama... malah mereka sering main kerumahku meskipun rumahku kecil dan hanya terbuat dari papan yang agak lapuk, saat aku harus pergi karena aku diambil mama, rian dan aku berjalan bersama disubuh hari yang sama dengan keberangkatanku ke palembang, ia menciumku di jalan setapak yang penuh ilalang tinggi saat matahari pagi terbit.

ia juga menandai aku sebagai pacarnya, sempat aku mengira kalau ia hanya main main saja, namun ia membuktikannya dengan menyusulku ke palembang, ia membuktikan kata katanya, amun ia harus kecewa karena aku sudah berhubungan dengan om sebastian, tak sampai disitu perjuangan rian, ia menerimaku dengan lapang dada saat om sebastian mencampakanku dengan menikahi tante sukma.

memang hubungan kami sering diwarnai ketegangan karena cemburunya yang terlalu berlebihan namun rian tak sekalipun menghianatiku, justru aku yang menghianatinya lagi dengan berselingkuh lagi sama om sebastian, itulah awal masalahku dimulai... aku telah dihukum atas dosaku. aku tak pantas bagi rian, aku tak setia. jalan yang terbaik hanya membiarkan dia cari yang lain yang akan menjaganya lebih baik dariku. rian pantas bahagia.

aku merasakan tangan rian membelai rambutku perlahan seolah takut aku bangun. mungkin ia mengira aku telah tertidur, aku mendengar isakan tertahan dan tangan rian yang gemetar. airmataku mengalir karena aku bisa membayangkan neraka yang aku dirikan diatas kaki rian jika besok ia terbangun dan tak melihatku lagi. mungkin ia akan mengira aku pergi sebentar lalu dia akan menungguku sedangkan itu hanya sia sia.

orang seperti apa aku ini hingga untuk mengucapkan selamat berpisah saja begitu beratnya. maafkan aku rian, semoga kamu bisa melalui semua ini, aku yakin kamu lebih kuat dari yang kamu sadari.

*********


aku tak tau kapan aku mulai tidur namun saat aku terbangun aku mendapati tangan rian masih berada di pipiku, aku melirik jam di dinding ternyata baru pukul lima pagi, rupanya aku tertidur selama tiga jam.

aku bergeser perlahan agar rian tak terganggu, ia tidur sangat pulas. aku melihat ada obat diatas meja dan infus rian kembali penuh, apakah tadi perawat masuk kesini dan pergi lagi karena kami masih tidur, aku harus menemui kak fairuz sekarang. mumpung rian masih terlelap kalau tidak ia akan tau kalau aku mau pergi. aku pandangi wajah rian yang dalam tidurnya seperti agak murung, entah mimpi apa dia sekarang, aku jadi semakin tak tega.

aku harus kuat, kalau aku iba seperti ini aku tak akan bisa pulang ke bangka. walaupun ini hanya akan membuat kami berdua sakit.

perlahan aku membungkuk menciumi bibir rian untuk yang terakhir kali. tidurlah yang nyenyak.... seoga kamu bisa melalui semua ini.. selamat tinggal kekasih. rian seperti agak bergumam waktu bibirku menyentuh bibirnya.

aku keluar dan menutup pintu pelan pelan.


************


"tuh pesawat tujuan pangkalpinang akan segera berangkat, lebih baik kamu masuk dulu sana.."

kak fairuz mengingatkanku, tante lina dan amalia yang ikut mengantarku berdiri disamping kak fairuz sambil membantuku membawa barang barang, amalia juga sudah membereskan beberapa baju dan celanaku untuk aku bawa pulang ke bangka. aku sangat berterimakasih atas inisiatifnya itu.

"aku pamit dulu ya ma, kak, mel...!"

"iya sayang semoga tak terjadi apa apa dan allah selalu melindungi kamu anakku..."

tante lina merengkuhku lalu memelukku dengan erat seolah aku memang anaknya.

"sudahlah ma, nanti kita akan ke bangka main kerumahnya rio..."

kak fairuz memegang pundak mamanya, tapi aku lihat mata kak fairuz juga berkaca kaca.

"kak makasih ya atas semua bantuan kakak, aku minta tetap rahasiakan ini dari mama, biarlah mama menganggap aku masih disini biar aku bisa lebih tenang..."

kataku sambil menyalami kak fairuz.

"tenang aja dek, kakak akan rahasiakan ini, lagian setelah papa keluar dari rumah sakit kan kakak mau pulang ke jakarta, jadi tante mega tak akan banyak tanya lagi.."

kak fairuz meyakinkanku.

"salam sama ibu kamu ya rio.."

ujar amalia terisak saat aku menyalaminya. aku mengangguk dan tersenyum pada amalia.

"salam juga sama ibu kamu mel, makasih banyak ya untuk semua bantuan kamu juga, aku hanya bisa doakan semoga segalanya lancar, yang akur ya sama kak fairuz, jangan suka berantem.. aku juga mau lihat keponakanku nanti.."

"iya rio.."

amalia tersipu malu mendengarnya.

setelah selesai berpamitan aku masuk ke ruangan tunggu penumpang menjalani pemerikasaan tas dan barang barang bawaanku, tak sampai setengah jam aku menunggu sebelum pesawat berangkat. aku melambai kepada tante lina, kak fairuz dan amalia dari kaca ruang tunggu. setelah itu aku berjalan menuju ke pesawat bersama para penumpang lainnya. dadaku bergemuruh tak menentu, antara haru, sedih dan merasa bebas. aku masuk dalam pesawat lalu diantar pramugari ke kursiku seperti yang tertulis di tiket, posisinya bagian depan tepat disamping jendela hinggga bisa leluasa melihat awan yang berarak di baliknya.


"mau kemana rio...?"


suara yang rasanya sangat aku kenal menyapaku dari belakang, aku menoleh dan terbelalak karena kaget tak menyangka akan bertemu dia disini.

"papa sendiri mau kemana, kok bisa ada di sini sih.."

aku balik bertanya saking kagetnya.

"maaf, papa tak kasih tau kamu dulu, tapi papa yang minta fairuz agar tak memberitahumu karena papa takut kamu akan pergi ke lain.."

papa duduk di kursi tepat di belakangku.

"papa mau kemana?"

aku mengulangi lagi pertanyaanku.

"mau memastikan kamu tiba di bangka dengan selamat, kamu anak papa.. dan papa tak mau terjadi apa apa sama kamu.."

"tapi kan aku ada keluarga di bangka pa, aku pasti akan baik baik saja.."

"iya papa mengerti, tapi papa cuma kuatir saja sama kamu, kenapa hal seperti ini harus terjadi rio, andai saja kamu mau tinggal sama papa.."

percakapan kami terhenti karena pramugari menginstruksi semua penumpang agar memakai sabuk pengaman karena pesawat mau lepas landas sekarang.

aku duduk ditempatku dan memejamkan mata hingga pesawat mulai terbang. setelah kurasa pesawat sudah mengambang dengan stabil diudara baru aku membuka mataku.

aku menoleh ke belakang melihat papa yang sedang melihat awan yang berarak dari balik jendela. seperti menyadari kalau aku sedang memperhatikannya, papa memalingkan wajahnya ke aku.

"ada apa rio, kamu marah papa melakukan ini...?"

tanya papa agak kuatir.

"nggak pa, cuma aku tak mau merepotkan papa, semua adalah salahku, aku tak mau melibatkan papa, mama sangat marah pa, jangan sampai papa dapat masalah karena ini..."

aku menunduk, papa begitu baik dan pengertian.. meskipun ia tak mengatakannnya tapi aku tau kalau dalam hati papa sebenarnya kecewa padaku, anaknya menjadi seperti ini. orang tua mana yang tak sedih kalau anaknya berbeda dengan yang lain.

"papa tak memikirkan mamamu... ia hanyalah mantan isteri papa, tapi kamu lebih berarti bagi papa, kamu darah daging papa... apapun yang terjadi padamu juga salah papa, selama ini papa tak pernah ada untuk kamu sementara kamu masih membutuhkan, biarkan papa melakukan apa yang seharusnya jadi tugas papa, sebenarnya papa juga tak bisa lama ke bangka karena papa masih ada urusan yang harus papa selesaikan, biasalah masalah kerja.. yang penting sekarang papa hanya mau memastikan kalau kamu berada di tempat yang baik.."


ujar papa seolah ia yang bersalah bukan aku, itu membuat aku semakin merasa tak enak hati, andai saja papa bersikap seperti mama, mungkin aku tak akan merasa seperti saat ini.

"kamu jangan pernah menolak papa, kamu adalah anak papa, dalam keadaan apapun papa akan membantumu.. bagaimanapun keadaanmu papa hanya bisa menerima karena kamu adalah titipan yang diatas, kalau papa mengabaikanmu maka papa akan berdosa sekali.."

suara papa menyiratkan kesedihan yang sangat terasa.

"aku tak pantas papa bela, meskipun aku anak papa tapi aku sudah dewasa, segala perbuatanku adalah atas kesalahanku sendiri karena ku sudah bisa berpikir, papa tak harus merasa selalu bersalah atas apa yang aku lakukan.."

aku berbicara dengan pelan karena tak ingin penumpang yang lain mendengarku.

"nanti kita bahas lagi kalau kita sudah sampai di bangka, sekaligus papa juga mau kenal sama emak kamu lebih dekat, papa hanya pernah bertemu dia sekali dan papa tau kalau ia adalah orang yang baik, papa tak kuatir kalau kamu diasuh olehnya.."

akutak mengatakan apa apa lagi, untung saja penerbangan ini tak memakan waktu lama, tak sampai satu jam kami sudah tiba di pangkalpinang. setelah pesawat mendarat dan berhenti aku dan papa turun bersama para penumpang. papa langsung menelpon seseorang agar menjemputnya.

"sekalian papa yang antar kerumahmu, sebenarnya papa sering kesini dalam urusan bisnis, jadi papa akan sering kesini untuk bertemu kamu, papa malah senang karena kamu memilih pulang kebangka, itu artinya papa akan bisa sering bertemu kamu kapanpun papa inginkan tanpa harus kuatir sama mama kamu..."

kata papa sambil mengajak ku berjalan menuju ruang tunggu.

"aku tak menyangka kalau papa tau rencana kepulanganku ke bangka, aku tak mau membuat papa kecewa.."

"saat fairuz bilang sama papa kalau kamu mau kabur, memang papa agak kaget mendengarnya, tapi papa tau kamu juga tak mungkin melakukannya dengan senang hati, makanya papa sangat berterimakasih sama kakak tiri kamu itu, ia sangat perduli sama kamu.. ia ingin yang terbaik untuk kamu.."

"kak fairuz memang begitu pa, ia sangat banyak membantuku.. aku begitu berhutang budi padanya."

aku mengambil tas dan bawaanku yang lain, bersama papa kami keluar dari ruang tunggu dan duduk di depan bandara pangkalpinang yang lucunya baru kali ini aku lihat seumur hidupku.

tak beberapa kemudian mobil yang menjemput kami telah tiba, papa menyuruhku masuk sementara segala barang bawaanku ditaruh dalam bagasi dengan di bantu oleh supir.

"papa sudah lupa dimana rumah emak kamu nak, soalnya waktu papa kesana sudah sangat lama sekali.."

aku kurang konsen mendengar papa karena saat ini aku sedang mengamati tanah kelahiranku ini. ada beberapa perubahan namun aku masih sangat kenal sekali dengan jalan jalan yang ada disini, tak terlalu banyak juga sih perubahannya, cuma jalanan agak lebar dan licin saja. selebihnya tak ada yang berubah.

entah mengapa rasa haru seakan membuncah dalam dadaku saat aku menyusuri jalanan yang sangat akrab bagiku di masa lalu ini. mataku tak lepas lepas memadang ke kiri kanan jalanan yang sekarang banyak di bangun ruko bertingkat, sentuhan kota sudah agak terasa meskipun tak semegah kota palembang.

aku melewati jalan di sekolah yang pernah menjadi impianku untuk bersekolah disitu kalau aku tamat smp, namun keadaan membuat aku harus pergi dan bersekolah di tempat yang tak sedikitpun aku bayangkan akan bersekolah disana.

jantungku berdebar debar saat kami mulai memasuki kawasan yang dekat dengan rumahku tinggal, namun karena jalanan menuju rumahku sekarang sudah banyak di bangun rumah baru, jadinya mobil kami tak bisa masuk, terpaksa mobil kami parkir agak jauh dari rumahku

Aku menyusuri jalan yang pernah sangat akrab bagiku, jalan tanah merah yang dulu ditumbuhi rumput dan lalang di kiri kanannya ini sekarang sudah diaspal.

"masih jauh nggak rio?" papa bertanya dengan nafas yang agak tersengal. "sabar itu udah dekat kok..!"

jawabku sambil menunjuk lurus ke depan. Rasanya tak percaya menginjakkan lagi kaki ditanah kelahiranku ini. Menghirup udara yang akrab denganku dari aku kecil hingga beranjak remaja. Aku sudah tak sabar lagi ingin melihat emak, aku sangat kangen sama emak. Bertahun tahun tak bertemu emak membuat aku ingin melepaskan rindu yang menyeruak dalam batinku.

Aku menggeleng gelengkan kepala melihat keadaan yang sudah begitu berubah semenjak aku tinggalkan. Sudah banyak rumah rumah baru dibangun hingga agak padat. Aku jadi sedikit bingung dengan jalan menuju rumahku. Kalau terkenang dengan perlakuan mama kemarin, betapa aku sangat kecewa.

Aku tak menyangka ia akan bertindak sejauh itu hanya karena tidak menerima keadaanku. Sakit rasanya terusir dengan cara yang memalukan. Tapi biarlah, mungkin itu memang sudah jadi jalan hidupku. Aku masih punya emak. Aku masih punya harapan.

Akhirnya kami telah sampai di depan rumahku. Aku tercengang melihat rumahku yang dulu hanya sebuah gubuk kecil berdinding kulit kayu sekarang berganti dengan bangunan tembok permanen dan lebih besar dari rumah dulu. Dengan tak sabar aku turun dari mobil.

Seorang perempuan sedang memotong bunga mawar dengan gunting. Aku sangat mengenali perempuan itu, meskipun sekarang telah lebih dewasa dan sedikit gemuk namun aku tak kan lupa.

"yuk yanti...!"

desisku sambil menghampiri ayukku itu. Perlahan ia menoleh dan berbalik. Ia menatapku ragu namun cuma sesaat kemudian mulutnya langsung ternganga seolah tak percaya.

"ri.. Rio.. Kamu kah itu dek?"

air mata yuk yanti langsung merebak.

"iya yuk.. Iya.. Aku rio.."

suaraku jadi parau saking haru yang kurasakan saat ini. Tiba tiba yuk yanti menghambur memelukku.

"adikku.. Kamu sudah kembali.. Ayuk kangen sekali dik, kenapa kamu baru pulang sekarang..!"

yuk yanti menangis karena terharu, akibatnya aku juga jadi ikut ikutan menangis, hangatnya pelukan yuk yanti membuat bebanku sedikit terangkat.

"jadi ini ya ayuk kamu yang selama ini mengurusi kamu dari bayi..?"

papa menyela, aku jadi tersadar kalau aku kesini bersama papa.

"yuk ini papa kandungku, kenalan dulu yuk.."

aku melepaskan pelukanku, yuk yanti buru buru menghapus airmatanya dan menjabat tangan papa dengan ramah.

"wajah kalian sangat mirip sekali, tak salah lagi aku bisa melihat kalau bapak ini papanya rio.. aku yanti ayuknya rio.. silahkan masuk pak.."

yuk yanti mengajak papa masuk ke dalam rumah. aku mengajak papa masuk agar papa tak sungkan.

keadaan dalam rumah sudah berbeda, meskipun tak mewah namun sudah ada kursi tamu yang berbeda dengan waktu aku tinggalkan dulu. aku menyuruh papa duduk sementara yuk yanti berteriak dengan heboh memanggil emak.

aku mengitari pandangan ke seluruh ruangan, jadi yuk yanti masih tinggal disini setelah menikah, rumah tak bertambah besar, masih seperti dulu juga, namun sekarang atap tak lagi bocor karena sudah diganti dengan asbes, dinding yang dulu papan kini berganti dengan tembok. lantai semen yang sekarang sudah tak bolong bolong lagi.

"jangan bikin emak jantungan yanti, kamu itu jangan mimpi di siang bolong, mana mungkin adik kamu mau pulang lagi kerumah kita yang sempit ini, sekarang dia sudah banyak uang dan hidup nyaman.. emak tak mau terlalu berharap lagi, kamu jangan membuat emak sedih nak, butuh waktu lama bagi emak agar bisa lupakan adik kamu..."

emak mengomeli yuk yanti sambil berjalan menuju ruang tamu, aku langsung berdiri... mendengar suara emak rasanya kau mau menangis, ya Allah akhirnya aku mendengar lagi suara yang sudah lama tak aku dengarkan itu, suara yang setiap hari dari aku bangun tidur hingga tidur lagi tak pernah absen mengisi masa masa aku hingga beranjak remaja. suara yang sangat aku rindukan.

"mana yanti.."

suara emak langsung berhenti saat melihatku sedang berdiri dan tersenyum padanya.

"emak..."

aku menghambur ke emak tanpa bisa aku tahan lagi.

emak menangis sambil mendekapku erat erat. aku bisa merasakan detak jantung emak yang bergemuruh karena diakibatkan kerinduan yang sudah terlalu mendalam. emak menangis tersedu sedu, demikian juga yuk tina dan yuk yanti.

suasana yang dulu pernah aku rasakan saat aku pergi meninggalkan mereka seolah terulang lagi namun dengan situasi yang berbeda. hari ini aku kembali bersama mereka.



"kamu sudah dewasa sekarang nak.. ya Allah..... anakku, emak rindu nak.. rindu sekali..."

nafas emak tersengal sengal seolah lelah habis bekerja keras.



"emak juga udah berubah mak, tuh aku liat ada uban... emak udah jadi nenek nenek sekarang..he..he.."



aku mencoba bercanda agar suasana tak terlalu tegang. namun apa daya aku juga tak bisa menahan airmataku. aku memang sangat merindukan emak. aku merasa berdosa telah meninggalkan emak bertahun tahun.



"kamu gagah sekali anakku... kayak bintang film yang di tipi itu yang saban malem emak tonton.."

emak tak dapat menutupi perasaan bangganya.



"siapa dulu mak.. kan anak emak.."



tiba tiba emak terdiam, ia mengamatiku dari kaki hingga kepalaku dengan cermat.



"kamu pucat nak.. kamu sakit ya?"

ia bertanya dengan kuatir.

aku terdiam, naluri emak memang tajam, dia selalu tahu kalau ada yang tidak beres denganku.



"rio ayuk akan masak makanan kesukaanmu.. udang.. ayuk akan beli udang yang besar besar.. sekarang ayuk bisa belikanmu itu..ayuk sudah kerja dek.."



yuk tina mengusap airmatanya dengan punggung tangan.

"tak usah repot repot yuk.."

aku menghampiri yuk tina dan memeluknya melepas kerinduan padanya.

"itu siapa rio..?"

tanya emak sambil melihat om alvin.

"itu papaku mak, dia yang menemaniku kesini, apa emak sudah lupa, dulu katanya papa pernah datang kesini menemui emak waktu mama meninggalkan aku disini.."

aku memberi kode pada papa agar menyalami emak.

papa langsung berdiri dan menyalami emak.

"iya saya ingat sekarang, dulu kamu pernah datang kemari tapi sudah sangat lama sekali, saya minta maaf karena sudah berbohong waktu itu..."

"sudahlah kak, tak apa apa, saya mengerti kenapa kakak melakukannya, saya justru berterimakasih karena sudah merawat anakku dengan baik selama ini, jadi jangan lagi ungkit hal hal yang tak perlu, aku juga ingin menitipkan rio sama kakak, katanya ia mau tinggal bersama kakak lagi disini.."

emak nampaknya agak terkejut mendengar kata kata papa, emak menoleh ke aku dengan mulut ternganga seolah tak yakin dengan apa yang ia dengar.

"iya mak, boleh kan kalau rio kembali tinggal sama emak...?"

aku menatap emak dengan penuh harap, aku takut kalau emak tak mau lagi menerimaku disini karena aku sudah meninggalkannya sekian lama.

"tapi bagaimana dngan mamamu, apakah dia akan mengijinkan kalau kamu tinggal disini, bukannya kamu sudah enak tinggal sama mama kamu..?"

tanya emak agak heran. aku menunduk, sepertinya aku harus menceritakan segalanya sama emak agar emak bisa memahami kenapa aku kembali lagi kesini, yang aku takutkan bagaimana nanti reaksi emak kalau ia tahu aku seperti apa, mama yang jarang sholat saja tak bisa menerima, apalagi emak yang sangat taat beribadah, apakah emak akan menerimanya, karena berdasarkan agama, mencintai sesama jenis tentu saja di larang.

aku mendengar suara guruh berderu diatas langit, suasana jadi agak gelap karena langit tertutup oleh awan mendung, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

"yanti, sepertinya mau hujan, padahal sekarang kan lagi musim kemarau, pertanda apakah ini..?"

emak bertanya pada yuk yanti dengan heran.

"iya mak.. padahal sudah tiga bulan ini musim kemarau, seharusnya kan sekarang belum hujan, apakah ini pertanda akan ada berkah bagi kita, mak liat sendiri sekarang rio sudah ada disini..."

seru yuk yanti bersemangat.

aku terdiam sambil berpikir, hujan turun ditengah kemarau, sebetulnya ada pertanda apakah ini, betulkah ini suatu berkah, ataukah ada pertanda lainnya bagiku, entahlah aku tak berani menduga duganya, saat ini aku harus bersiap agar aku kuat menerima keputusan emak. aku sangat menyayangi emak, andaikan aku diijinkan kembali kesini, aku ingin membahagiakan emak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar