Sabtu, 20 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 30

#34 BERJUMPA SAHABAT LAMA
"ada apa sebenarnya ini nak, kenapa kamu mau kembali lagi kesini, apakah kamu ada masalah, bukannya selama ini kamu sudah tenang di palembang bersama keluarga kamu yang sesungguhnya, kamu tau sendiri bagaimana kalau tinggal di sini, soalnya emak tak punya apa apa, emak takut nanti kamu yang sudah terbiasa dengan kemewahan jadi menderita disini.."

ujar emak murung. namun aku bisa merasakan kalau sebenarnya emak masih menyayangiku seperti dulu.

"mak, aku tak masalah tanpa kemewahan, aku kangen masa masa aku masih tinggal sama sama emak disini, kalau emak mengijinkan aku mau kembali lagi kesini mak, apa emak keberatan karena sekarang aku sudah dewasa, aku bisa kok bantu bantu emak seperti dulu...aku sayang sama emak.."

rasanya sedih sekali saat mengatakan ini, mengapa aku harus bagaikan orang asing saat ini.

"kalau emak sih tak pernah keberatan kalau kamu mau balik kesini, cuma emak tak menyangka kalau kamu mau tinggal disini lagi, emak senang mendengarnya, cuma itu tadi yang bikin emak kuatir, bagaimana dengan mama kamu nak, apakah ia sudah mengijinkan kamu tinggal disini..?"

tanya emak agak ragu, apakah emak takut kalau mama akan datang dan membuat masalah lagi disini, kalau itu yang jadi masalahnya aku bisa memahami ketakutan emak, karena aku sendiri pun sudah tau bagaimana sikap mama.

"aku diusir dari rumah mak, mama tak mengijinkan aku tinggal dirumah lagi, jadi aku memutuskan kembali kesini, sebenarnya papa menyuruhku tinggal dengannya, tapi aku memilih pulang kesini karena aku ingin tinggal bersama emak, mama sendiri tak tau kalau aku pulang ke bangka mak.."

aku menjelaskan pada emak dan berharap emak mau mengerti. nampaknya emak agak kebingungan juga mendengarnya.

"kalau memang begitu tinggalah disini lagi, pintu rumah ini selalu terbuka bagi kamu anakku, karena bagi emak kamu tetap anak emak, yang setiap hari emak rindukan.. selamat datang kembali nak..."

seiring kata kata emak itu, hujan turun dengan derasnya bagaikan langsung dikucurkan dari langit. aku memeluk emak erat erat. emak membelai rambutku. sementara itu papa, yuk tina dan yuk yanti hanya memandang kami dengan terharu.

"oh ya rio, bagaimana dengan kuliah kamu, apakah sekarang kamu sudah jadi seorang sarjana, wah selamat ya dek... ayuk sangat bangga sekali sama kamu... akhirnya ada juga yang jadi sarjana di keluarga kita.."

yuk tina nyeletuk senang. mendengar itu aku jadi terdiam, aku belum jadi sarjana, aku berhenti kuliah begitu saja.

"aku belum selesai kuliah yuk, aku berhenti.."

jawabku apa adanya.

"kok berhenti dek, sayang sekali kalau begitu, padahal ayuk kira kamu pulang karena kuliah kamu sudah selesai, kenapa kamu tak menyelesaikannya dulu sebelum pulang.."

suara yuk tina bernada kecewa. aku tak tau harus bagaimana, mungkin mereka akan mendengar hal lain yang akan membuat mereka makin kecewa, kalau hanya masalah kuliah itu bukan masalah besar karena aku masih bisa melanjutkan di bangka, aku yakin papa mau membiayaiku untuk itu, tapi kalau aku ceritakan apa yang menyebabkan mama membenciku, aku tak yakin kalau mereka akan menerimanya dengan lapang dada.

"ayuk tenang sajalah, kuliah kan bisa dimana saja, lagian kan aku masih bisa kuliah di bangka.. aku pasti akan kuliah lagi yuk, cuma saat sekarang ini aku mau tenang dulu, aku janji akan membuat kalian bangga.."

"iya, rio kam masih bisa kuliah disini, aku akan mengurusnya nanti, yang penting sekarang dia bisa menenangkan pikirannya dulu, kasihan dia sedang banyak beban pikiran.."

papa membantuku untuk menjelaskan. aku lihat wajah yuk tina kembali cerah.

"oh ya nyaris lupa bikin minuman buat kalian.. tunggu sebentar ya.."

yuk yanti nyengir sendiri sambil pergi ke dapur.

kami melanjutkan melepas kangen sembari menunggu hujan reda. yuk tina menyuguhkan kopi panas dan sepiring kue nagasari, kue yang sangat aku sukai, kue yang biasa aku makan dari aku masih kecil, rupanya emak masih membuat kue itu.

"tak tau ada angin apa semalam emak jadi pengen banget bikin kue nagasari, ternyata kamu datang nak, kamu pasti suka kan, seingat emak itulah kue kesukaan kamu dari dulu, tapi mungkin sekarang kamu sudah banyak makan yang enak enak.. jadi kamu tak suka lagi kue kampung kayak itu.."

emak memandangi kue itu bagaikan sedang menerawang masa lalu. mungkin emak sedang mengenang saat saat dulu yang pernah kami lalui bersama dengan bahagia.

"tentu saja rio masih suka mak, kadang kalau rio makan kue itu pasti emak yang langsung rio pikirkan.."

"kamu sekarang sudah begitu dewasa, makin putih sekarang, tadi emak nyaris pangling liat kamu..seakan tak percaya rasanya kamu ada di sini, setiap hari emak selalu berdoa untuk kamu agar kamu selalu dilindungi yang maha kuasa, emak juga berharap sekali bisa bertemu kamu lagi, namun emak tak menyangka setelah sekian lama doa emak dikabulkan Allah..."

"aku minta maaf mak baru bisa kembali sekarang, kadang aku memang mau pulang ke bangka, tapi aku mau menunggu setelah aku berhasil, namun ternyata hanya tinggal impian saja.."

aku mendesah.. memang kadang kenyataan tak seindah apa yang diimpikan.

"kamu bilang lagi ada masalah, memangnya apa masalah kamu nak, sepertinya berat kalau sampai mama kamu mengusirmu dari rumah, apakah kamu memakai obat obatan terlarang, soalnya emak liat kamu sangat pucat sekali seperti habis sakit.."

emak belum tau dengan bahuku yang luka karena masih aku tutupi dengan jaket, memang sih agak sulit untuk menggerakan tangan karena sekarang sudah agak bengkak mungkin lagi tahap penyembuhan.

"nggak kok mak, bukan itu masalahnya, rio juga nggak doyan sama obat obatan terlarang, nanti rio akan ceritakan.."

"ya sudah, tuh dimakan kue nya.. dik alvin juga silahkan diminum kopinya, maaf hanya ala kadarnya saja soalnya terlalu mendadak.."

emak menawari papa dengan ramah, papa mengambil cangkir diatas meja dan meminum isinya sedikit.

"kalian pasti belum makan ya, yanti lagi masak di dapur, tadi emak sudah masak sih, tapi tak banyak karena tak menyangka kalian akan datang kemari, tak apa kan kalau mak tinggal sebentar, lagian hujan masih deras kalian belum bisa kemana mana, emak mau masak yang banyak buat kamu dan papamu.."

"nggak usah repot repot kak, saya juga belum terlalu lapar kok, cuma kalau memang kakak masih ada yang mau dikerjakan tak masalah kok, saya bisa ngobrol sama rio.."

ujar papa dengan pengertian.

sementara menunggu emak dan ayuk ayukku menyiapkan makanan untuk kami, aku dan papa membahas bagaimana rencana untuk aku ke depannya nanti. rencananya papa menyuruh aku melanjutkan kuliahku di bangka saja, papa berjanji akan mengurus semuanya untukku.

papa juga mengatakan kalau kartu yang aku pegang bisa aku gunakan uangnya untuk kebutuhanku serta membantu emakku, papa tak keberatan karena papa memang ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat untukku.

aku mengobrol dengan papa hingga emak memanggil untuk makan siang. aku mengajak papa ke dapur, aku melihat dapur yang sekarang sedikit agak besar ketimbang dulunya. meja dan kursi makan dari kayu telah berganti satu set kursi plastik warna putih dan meja kayu yang lebih baru.

tercium aroma yang sangat lezat, aku sudah tak sabar lagi mencicipi masakan emak yang sudah lama tak kurasakan. papa juga seperti antusias memandang isi diatas meja, masakan emak memang agak pedas ketimbang masakan bik tin di palembang.

emak masak sayur kacang panjang di lempah darat dengan cacahan ikan pari panggang, sambal terasi dengan lalapan ketimun, pepaya muda di rebus, daun singkong rebus dan juga ada udang di lempah kuning asam pedas.

aku dan papa makan dengan lahap hingga nambah lagi nasinya hingga dua piring. aku berdiri dari kursi dengan perut kenyang dan kepedasan, sudah lama aku tak makan sepuas ini.

kami berkumpul lagi diruang tamu dan mengobrol sambil menunggu hujan reda. emak banyak bercerita pada papa tentang masa kecilku, aku kadang tertawa karena malu, papa begitu antusias mendengarnya. diam diam aku memandangi wajah emak, ada guratan dan kerutan kerutan pada wajahnya yang sekarang.

saat hujan sudah reda, hari sudah agak sore. papa menelpon lagi temannya untuk minta di jemput lagi, kata papa besok dia mau balik lagi ke palembang.

"kapan papa mau ke sini lagi, kok cepat sekali pulangnya, nginap disini aja pa..."

"kapan kapan saja rio, soalnya besok banyak kerjaan.. papa janji kalau tak ada halangan minggu depan kesini lagi, jaga diri baik baik ya, jaga kesehatan kamu.."

papa menasehatiku sambil berdiri karena mobil yang menjemputnya sudah datang. aku mengantar papa sampai ke depan rumah. setelah papa pergi aku kembali masuk ke dalam bersama emak dan ayukku.

"kamar kamu sudah di beresin sama yanti tadi, emak memang sengaja tak memakai kamar itu karena emak berharap kamu akan kembali lagi kesini, semua barang barang kamu masih utuh di dalamnya, cuma mungkin kasurnya sudah jelek, nanti emak akan ke pasar untuk cari ganti yang agak bagus.."

"nggak apa apa mak, pakai kasur itu juga tak masalah mak, yang penting masih bisa tidur rio sudah sangat bersukur sekali.."

aku duduk di samping emak dan merapat, ingin bermanja lagi seperti dulu, kedua ayukku tersenyum melihat tingkahku.

"idiihh itu kan emakku, nggak malu ya nempel nempel gitu..!"

yuk tina menggodaku.

"enak aja.. ini emakku, biarin aja aku mau peluk emak juga, kan kangen sudah lama nggak ketemu emak.

"nggak usah dekat gitu nak, emak masih bau, belum mandi..tuh bau kamu harum sekali, pakai parfum apa sih.. emak suka sekali baunya.."

emak agak risih, aku jadi sedih kenapa emak masih saja agak sungkan padahal aku kan anaknya juga, emak tak tau kalau aku sangat kengen sekali dengan keringat emak, dulu waktu masih kecil aku sering menempel di punggung emak saat ia sedang memasak hanya untuk mencium keringat emak.

"oh ya mak aku bawa oleh oleh untuk emak juga loh.."

kataku baru ingat saking asiknya kangen kangenan.

"yaa... masak cuma untuk emak saja, untuk ayuk nggak ada dong..?"

yuk yanti pura pura protes membuat aku tertawa melihatnya, soalnya lucu melihat ia agak cemberut gitu,

"tenang aja yuk semuanya pasti kebagian, kalian pasti suka.."

aku berdiri mengambil barang barangku yang tadi ditaruh di sudut ruang tamu. banyak sekali hingga bertumpuk.

"ini untuk emak.."

kataku sambil membuka dus yang agak besar mengeluarkan bungkusan berisi beberapa gaun muslimah yang semalam aku beli di butik, baju yang sangat indah warna biru muda pucat dihiasi bordiran dari bahan sutera halus.

mata emak terbelalak seolah tak percaya gaun sebagus itu adalah miliknya.

"bagus sekali nak, pasti mahal ya.."

emak menyentuh gaun gaun itu dengan gemetaran. aku tau seumur hidup mama mungkin belum pernah memegang gaun seperti ini apalagi memilikinya.

"dibuka aja mak, siapa tau ada yang kurang pas nanti kita bawa ke tukang jahit untuk di rombak.."

dengan gemetaran emak membuka bungkusan plastik dan membentangkan gaun itu.

"ini masih ada mak, rio sengaja membeli beberapa untuk emak biar kalau ke pesta jadi lebih cantik.."

aku menyusun tumpukan gaun ke atas lantai di depan emak.

"subhanallah bagus bagusnya nak... kamu pasti menghabiskan banyak uang membelinya, emak tau ini sangat mahal sekali.."

ada kain songket juga mak, rio juga beli beberapa bahan pakaian untuk emak.."

aku senang sekali melihat emak yang nampaknya sangat bahagia, rasanya begitu terharu aku bisa membuat emak senang.

"oh ya untuk yuk tina dan yuk yanti juga ada kok.. ini yang dikotak.."

aku memberikan sebuah kotak pada yuk yanti dan satunya untuk yuk tina.

"makasih banyak ya dek.."

hampir serempak yuk tina dan yuk yanti mengatakannya. tanpa menunggu lagi mereka membuka kotak itu untuk melihat isinya.

mata yuk tina langsung terbelalak melihat sebuah baju pesta yang indah berwarna tosca, tubuh yuk tina yang proporsional pasti akan sangat cocok sekali memakainya. tak hanya gaun aku juga belikan jam tangan dan parfum juga aksesori untuk yuk tina dan yuk yanti.

"banyak sekali dek, astaga rasanya ayuk tak percaya.."

yuk yanti terbata bata.

"di kotak satunya aku bawakan juga oleh oleh untuk anak ayuk, oh ya dimana dia yuk kok aku nggak liat..?"

"tasi pagi adik suami ayuk mengambilnya, katanya neneknya kangen, nanti malam juga ia dijemput sama bapaknya.."

yuk yanti menjelaskan.

"suami ayuk kerja di mana yuk..?"

"bang hendri kerja sendiri buka tambang timah inkovensional coba coba join sama temannya dek, masih baru merintis sih, doakan saja semoga berhasil ya dek.."

harap yuk yanti. aku mengangguk sambil tersenyum pada yuk yanti.

"ayuk juga sudah kerja sekarang dek, sekertaris di sebuah SPBU, baru satu tahun sih.."

kata yuk yanti seolah tak sabar ingin megatakannya dari tadi.

"oh ya, selamat ya yuk, jadi sekarang emak tak perlu jualan lagi.."

"iya dek, tapi emak tuh.. udah di bilangin gak usah lagi bikin jualan masih aja bikin..padahal kan ayuk selalu kasih uang gaji untuk emak, belum lagi suami yuk yanti juga ikut bantu bantu, kita tak sesusah dulu dek walaupun kita juga belum terlalu senang, alhamdulillah selalu ada saja rejeki.."

jelas yuk tina panjang lebar.

"namanya juga sudah jadi kebiasaan, entah kenapa kalau tak bikin kue rasanya kasihan sama langganan kita yang udah biasa beli sama kita kadang bertanya kalau emak tak bikin kue.."

timpal emak sambil tetap mengagumi gaun gaun yang aku belikan untuknya.

"ya asalkan emak tak keliling kampung jualan kayak dulu.."

aku menatap emak.

"tidak nak, sekarang sudah ada yang jualin saban pagi keliling kampung, yang sudah biasa sering beli langsung dirumah, kadang ada yang pesan juga untuk acara arisan.."

emak menambahkan.

"hampir maghrib sekarang, aku mau mandi dulu ya.."

"iya dek, kita sholat bareng hari ini... ayuk kangen kita kumpul seperti ini, sebentar lagi bang hendri pulang, ayuk mau siapkan makan dulu ya.."

yuk yanti beranjak sambil membawa oleh oleh untuknya ke dalam kamar. aku masuk ke kamarku, tempat tidurku dulu masih berdiri di dalam, kasur dialasi seprei biasa namun rapi, di dinding bahkan masih ada tas dan seragam SMP yang dulu diberikan sama erwan dan mamanya. erwan.. iya aku baru ingat sekarang, apa kabar dia, apakah sekarang dia masih ada di sini ataukah sudah kuliah ke jawa. aku kangen dengan erwan sahabatku yang sangat baik hati.

apakah rumahnya masih ditempat yang lama, aku juga tak bisa memastikan karena bapaknya adalah pebisnis, bisa jadi mereka sudah pindah, tapi bisa jadi juga ia masih disini, siapa yang bisa menduganya. besok aku akanpergi ke rumahnya untuk memastikan ada dimana dia sekarang, aku sangat ingin bertemu dengannya, sahabat sejati yang aku punya. yang telah banyak memberikan aku pengalaman yang berharga tentang arti persahabatan yang tulus, yang memberi tanpa pamrih dan menyayangi setulus hati.

aku membongkar tas dan mengambil handuk, aku susun baju bajuku ke dalam lemari lamaku, aku tersenyum sendiri melihat baju bajuku yang lama masih ada didalamnya. ternyata emak sangat menjaga semua barang yang aku miliki, ternyata emak memang sangat menyayangiku hingga ia menjaga semuanya yang aku punya.

aku tak ingin mengecewakan emak lagi, apapun yang terjadi aku tak akan lagi meninggalkan emak, aku bisa saja punya ibu lebih dari satu bahkan sepuluh atau seribu sekalipun, namun kasih sayang emak tak bisa hilang begitu saja dalam hatiku.

mama adalah ibu kandungku, aku tak mau durhaka. namun kalau aku tetap bersama mama, pastinya kami tak akan bisa akur lagi karena mama akan banyak mengatur aku sekarang, bukan aku bermaksud untuk tak mau mendengarkan mama, tapi aku takkan bisa menuruti keinginan mama, untuk merubah hati bukan lah masalah yang mudah.

aku mandi dan wudhu setelah itu kami sholat maghrib bersama, sesuatu yang langka kalau dirumah mama. tadi aku sudah berkenalan dengan bang hendri suami yuk tina, orangnya simpatik dan lumayan tampan cuma kulitnya agak cokelat mungkin karena pekerjaannya di tambang yang setiap hari terpanggang matahari.

bang hendri terlihat sangat menyayangi emak, ia tadi membawa martabak untuk emak, aku sangat bersukur sekali yuk yanti dapat suami yang seperti itu, tak perlu lah yang terlalu kaya, asalkan ia mau berusaha dan kerja keras, soal rejeki Allah bisa mengaturnya, hal yang paling penting ia mau menyayangi keluarga isterinya seperti ia menyayangi keluarganya sendiri dan ia juga taat beragama, jadi ia akan banyak rasa takut.

selesai sholat kami makan malam bersama, makan malam yang hangat dan kental dengan keakraban keluarga, meski tanpa lauk yang berlimpah aku makan sangat banyak, apalagi emak dan ayuk ayukku tak bosan bosannya menyuruh aku nambah, mungkin mereka mengira aku tak dapat makanan yang layak selama di palembang.

yuk yanti membuatkan kami kopi sementara emak menggoreng ketela rambat. yuk tina membereskan meja makan dan bang hendri pergi menjemput anaknya dirumah orangtuanya.

aku membantu emak memotong ketela rambat meskipun emak melarangnya, sudah lama sekali aku tak mengerjakan pekerjaan seperti ini, memang terlihat kurang berarti namun nilai emosionalnya sangat terasa bagiku.

bang hendri pulang dengan anaknya yang m asih kecil, usianya baru 5 tahun kalau aku mengira dari postur tubuhnya. mirip sekali dengan bapaknya seperti takut tak diakui orangtuanya. aku bermain main dengan keponakanku itu, sangat menyenangkan rasanya, membuat aku teringat dengan wenny adikku yang di palembang, usia wenny baru tiga tahun lebih. dan sama lucunya meskipun lebih banyak diasuh oleh baby sitter, ia sangat akrab denganku.

malam ini langit cerah setelah seharian dari siang diguyuri oleh hujan, bintang berkelap kelip indahnya dinaungi oleh bulan sabit redup. aku bersama emak dan ayukku duduk di depan teras rumah sambil bercerita tentang masa lalu yang indah.

rasanya kenangan itu ada di depan mataku, emak bercerita tentang masa kecilku saat aku masih bayi dan di tinggal mama, baru kali ini aku mendengar yang lengkapnya, rupanya dulu sewaktu tinggal dirumah ini, mama kerap membuat emak kesal karena mama bersikap bagai seorang ratu, mama jarang sekali mau membantu emak mengerjakan tugas rumah yang menumpuk, belum lagi waktu itu anak anak emak masih kecil kecil dan aku masih bayi yang tak mengerti apa apa. aku dapat membayangkan betapa repotnya emak. itu terkadang membuat mereka sesekali bertengkar, apalagi mama tau kalau emak sangat menyayangiku, ia sering menjadikan aku sebagai senjata, ia mengancam akan membawaku pergi, mendengar itu semua aku jadi malu, kenapa mama sampai bersikap demikian.

setelah malam mulai larut kami masuk ke dalam, emak sudah mengantuk, besok yuk tina juga mau kerja, yuk yanti mau menyiapkan sarapan buat suaminya. aku masuk ke kamar, mengenang kembali cerita emak tadi tentang mama membuat aku jadi malu hati sendiri, kenapa mama harus seperti itu, apakah tak ada yang bisa membuatnya memahami kalau hidup bukanlah hanya sekedar mengikuti kata hati, banyak hal yang harus kita pertimbangkan apalagi kalau sudah menyangkut orang lain.

selama delapan tajun lebih aku bersamanya aku bisa mengerti dengan sifat mama. aku tau kadang aku tak setuju namun aku abaikan karena ia adalah mamaku, namun entah kenapa ia membenciku sekarang hanya karena aku mencintai seorang lelaki, apakah mama tak tau apa yang aku rasakan dalam hatiku.

*******




aku bangun karena mendengar kesibukan dari arah dapur, suara dandang dan panci yang sedang di gosok dengan abu memenuhi suasana pagi ini. aku melirik ke dinding, masih sangat subuh sekali baru jam empat kurang sepuluh menit. aku beranjak dari tempat tidur dan merapikan seprei. ku buka jendela agar sejuknya udara pagi yang segar bisa masuk ke dalam kamar agar tak terlalu pengap.

lalu aku keluar kamar dan pergi ke dapur. emak sedang memilih padi pada beras sementara yang mencuci tadi ternyata yuk yanti.

"loh sudah bangun nak, kalau masih ngantuk ya tidur saja dulu, sekarang masih subuh, emak bisa bangunkan kamu kalau mau sholat subuh.."

emak menaruh tampah berisi beras diatas meja.

"tak apa apa mak, tadi malam kan aku tidur cepat, jadi bisa bangun lebih cepat juga.. sudah lama aku tak tidur dibawah jam sebelas, soalnya kalau di palembang biasanya aku tidur kisaran jam satu atau dua dinihari.."

jawabku sambil menarik kursi dan duduk di samping emak.

"nyenyak tidurnya semalam nak?"

"nyenyak mak, soalnya tanpa AC pun sudah dingin, jadi aku bisa tidur dengan nyaman.. mau masak apa mak kok pagi amat milih berasnya.."

"biasalah nak, kalau pagi suami ayukmu kan mau kerja dan harus sarapan, waktu kamu tak ada emak menganggap ia adalah pengganti kamu.. rasanya emak tak percaya sampai detik ini kalau kamu sudah pulang kembali kesini, sempat emak mengira ini hanyalah mimpi hingga tadi emak takut untuk bangun karena bagi emak ini adalah mimpi yang sangat indah.. lalu emak turun dari tempat tidur dan melihat ke kamarmu, emak melihat kamu masih tidur dan kamu ada, rasanya emak sangat bahagia sekali, Allah memang maha kuasa dan penyayang, ia sangat baik sekali pada emak, sekarang emak punya tiga jagoan dirumah ini.. hendri, kamu dan reza.. emak merasa beruntung memiliki kalian semua, itu membuat emak merasa bagaikan orang paling kaya di dunia.."

emak bicara sambil memilih kembali beras yang ada dalam tampah, beras biasa yang masih banyak padi dan batu kerikil.

"rio juga sangat bahagia mak, rasanya bagaikan mimpi semua ini, bisa berkumpul lagi dengan keluarga, bersama emak, rasanya tak dapat di nilai dengan apapun.."

"kalau saja kamu tau emak selalu memikirkan kamu, sering emak bermimpi kamu pulang menemui emak, dan emak menangis setelah mnyadari kalau itu hanyalah mimpi.. sampai emak merasa kamu sudah tak mungkin lagi kembali, emak takut kamu berubah, bukannya palembang itu kota yang keras, banyak hal tak baik disana dan bisa saja kamu terpengaruh pergaulan yang salah, tapi sekarang emak senang karena apa yang emak kuatirkan tak beralasan.."

emak menarik nafas dengan lega.

"tak semudah itu mak, meskipun aku tinggal di kota, tapi aku masih berteman dengan yang wajar kok.."

"sudah hampir setengah lima sekarang, kamu tak mandi dulu, kan sudah hampir subuh.."

emak mengingatkanku.

"iya mak kalau begitu aku mandi dulu ya.."

aku berdiri lalu mencium kening emak, tak menyangka kalau aku akan menciumnya emak hanya menggeleng gelengkan kepalanya.

habis subuh aku berjalan pagi mengitari kampungku, suasana yang sejuk dan langit masih gelap membuat aku menyilangkan tangan di dada untuk mengurangi rasa dingin. aku melewati rumah rian, rumah yang dulu bisa dikatakan mewah sekarang jadi biasa di pandanganku karena sekarang aku lihat ada beberapa rumah baru yang lebih bagus.

aku jadi ingat kembali masa masa aku bersamanya disini.. dulu mamanya langganan tetap kue ku, aku tak yakin kalau mamanya masih ungat denganku karena aku hanya beberapa kali ketemu mamanya dulu dan kami pun tak banyak bicara, yang paling jelas adalah kenangan saat aku terjatuh waktu lagi jualan mama rian lah yang menolongku.

aku pandangi rumahnya yang sekarang catnya sudah agak pudar, cat yang masih sama dengan waktu aku tinggalkan dulu. memang nasib manusia tak bisa di tebak karena sudah diatur oleh yang diatas, orang yang banyak uang tak selamanya terus banyak uang demikian juga yang susah belum tentu akan tetap susah, makanya jangan pernah memandang orang karena harta, bisa jadi harta yang diagung agungkan itu akan lenyap kalau Allah mau mengambilnya.

harum tanah basah dan rerumputan menerpa penciumanku, kakiku agak basah terkena embun yang menempel pada rumput yang aku injak. aku melewati rumah dodi, apa kabar ia sekarang, biasanya jam segini ia sudah bangun, apakah sekarang ia sudah menikah atau malah ia sudah takada lagi disini.

rumahnya masih seperti dulu, masih ada pohon jambunya, aku jadi teringat dengan kucing yang dulu aku titipkan padanya apakah sekarang kucing itu masih ada atau sudah mati, soalnya kan sudah delapan tahun.

aku lihat gerobak bakso bapaknya masih bertengger di halaman rumahnya, dulu bapak dodi sering jualan bakso disekolah kami.

semoga saja aku bisa bertemu dengan anak itu, seperti apakah dia sekarang. aku memasuki pagar rumahnya yang terbuat dari banbu bersusun, ku dengar suara nyanyian, lagu menghitung hari dinyanyikan oleh suara laki laki, tak salah lagi itu adalah suara dodi.

aku mengendap endap menghampiri asal suara itu, ternyata di sumur dodi sedang berjongkok sepertinya lagi nyuci. tapi apakah aku tak salah liat, kok rambutnya panjang serta di gelung keatas, aku jadi ragu bisa saja itu bukan dodi, tapi suaranya itu benar benar dodi, karena kurang yakin aku hampiri dia dan ku sapa.

"assalamualaikum, pagi..."

"eh bebek monyong.. mak lampir gundul..."

ternyata tak salah lagi itu memang dodi, tapi kok berubah sekali penampilannya, kenapa dia sekarang jadi kayak perempuan gini, memang sih bakatnya sudah dari dulu, namun aku tak menyangka kalau akan ia kembangkan seperti ini.

dodi berdiri dengan kesal lalu menoleh matanya langsung terbelalak.

"tidak..tidak...aku hanya salah liat..nggak mungkin.."

dodi mengucek ngucek matanya lalu melihatku lagi dan mengucek lagi dan akhirnya kembali bengong.

"woi.. kenapa sih kamu itu?"

aku menegur dodi dengan sebal, kenapa juga anak satu ini jadi parah kayak gini. selain latahnya yang tak sembuh sembuh, ia juga jadi agak telmi sekarang. parah!!!

"ya pak cari siapa, maaf jam segini aku tak terima bokingan, kalau terus memaksa tak masalah tapi aku menerapkan tarif premium, 4000 rupiah permenit..."

dodi tersenyum lebar padaku matanya berbinar binar.

"boleh, tapi aku kuliti hidup hidup, terus aku panggang dan kasih makan bebek satu kampung ya..huuu tarif solar juga aku masih mikir seribu kali, apa kabar teman..?"

aku merangkul dodi lalu menyalaminya.

"kabar baik rio.."

suara dodi agak bergetar.

"lagi nyuci ya, kok pagi amat..?"

"iya, nyuci celana dalam habis kena mens.."

jawab dodi asal, aku langsung menggeplak kepalanya.

"aduh... monyot, monyot kepalaku kena apa.."

latah dodi kumat lagi.

"ditanya serius malah ngeyel, pagi amat kamu udah nyuci.."

"iya sori cuma bercanda, habisnya aku benar benar kaget dan tak menyangka kamu datang, aku gugup dan kalau bercanda aku jadi lebih tenang, kapan kamu datang rio..kok nggak kasih kabar?"

tanya dodi mulai serius.

"kemarin siang dod, maaf baru kesini sekarang soalnya kemarin hujan.."

"berapa hari rencananya, rio aku kangen sekali sama kamu.."

tiba tiba dodi langsung memelukku.

"hei..aku kan belum mati, ayolah kawan..santai aja, aku sekarang sudah memutuskan kembali kesini dan kita kan bisa ketemu setiap hari.."

aku mengusap punggung dodi.

"benarkah itu rio, aku tak menyangka kamu masih ingat saja sama aku, padahal kamu sekarang kan sudah berbeda, kamu benar benar tampan rio, aku rela menggadaikan semua handuk yang aku punya asalkan mendapatkan hatimu.."

dodi mulai lagi ngeyelnya.

"sembarangan, emangnya aku ini apaan bisa ditukar sama handuk.."

"kan aku lagi nyuci handuk handukku, sekarang aku buka usaha salon, walaupun masih kecil kecilan tapi lumayanlah daripada menganggur.."

"jadi kamu lagi nyuci handuk salon, rajin sekali, emangnya kamu belum punuya karyawan ya..?"

"mana mampu aku menggaji karyawan, salonnya aja masih merintis, ya usaha kecil kecilan rio... kamu mau lihat salonku nggak?"

tanya dodi seperti berharap aku menjawab mau.

"iya dod, memangnya kamu sudah selesai nyuci handuknya.."

"belum sih, tapi udah hampir kelar kok.. ayo kita ke depan.."

dodi menyeretku dengan tak sabar. aku mengikuti dodi ke halaman depan rumahnya. memang ada satu bangunan mungil yang berjendela kaca besar bertuliskan "DODI SALON". aku diajaknya masuk ke ruangan salon mungil itu. cuma ada dua kaca cermin dan kursi.

"aku ikut program kursus gratis di BLK rio, disana aku dapat pelatihan tentang salon, selesai kursus aku dikasih modal untuk buka salon sendiri.."

dodi menjelaskan dengan semangat.

"ya sukurlah kalau begitu dod, kamu dapat menyalurkan bakatmu, bagaimana dengan langgananmu banyak nggak..?"

"alhamdulillah ada lah kalau langanan, dari situlah aku bisa membantu keluarga, bapakku sudah agak tua, jadi kalau kerja terlalu berat aku suka tak tega, bapak sering mengeluh sakit punggung kalau dorong gerobak terlalu jauh rio.."

ujar dodi getir.

"yang penting kamu bisa cari duit dengan cara halal dari keringat sendiri, aku yakin asalkan kita ikhlas, usaha apapun akan berkah.."

kataku sambil memandangi seluruh isi salonnya. ada kursi khusus keramas, steamer, catok dan hair dryer standar. lumayanlah untuk sebuah salon yang baru di rintis.

"kamu tunggu sebentar ya, aku mau buat kopi dulu, sudah lama kan kamu nggak minum kopi buatanku.."

terburu buru dodi berdiri lagi.

"sudahlah dod, nggak usah repot repot, kamu kan lagi sibuk juga.."

"tak apa apa rio, aku senang kok, jangan kemana mana ya, aku akan kembali setelah pesan pesan berikut ini.."

dodi meninggalkanku.

ada rasa terharu saat melihat dodi yang harus berjuang, tapi aku juga bangga padanya sekarang ia bisa mandiri dengan usaha sendiri, bahkan ia bisa membantu keluarganya.

segala hal pasti diawali dengan langkah kecil dulu sebelum akhirnya menjadi besar, aku yakin salon dodi akan berkembang karena dodi sangat mencintai pekerjaannya ini. aku ingat dulu dodi sering eksperimen menggunting rambutku, memang tak terlalu rapi sih tapi cukup lumayan untuk ukuran seorang anak SMP yang baru coba coba, hitung hitung simbiosis mutualisme, aku bisa berhemat biaya potong rambut dan dodi bisa belajar gunting rambut walaupun aku di jadikan kelinci percobaan.

"ini kopinya rio, maaf nggak ada kue, soalnya jam segini warung belum buka.."

dodi masuk kembali ke salon dengan membawa baki berisi dua gelas kopi lalu ia letakkan diatas meja kasir yang sederhana dari kayu yang mirip dengan meja di sekolah dasar.

jadi sekarang kamu tinggal sama emak angkat kamu lagi ya, aku sering ketemu emak kamu kalau lagi ke toko, ayuk kamu si tina kan sering datang ke salon ku kalau lagi ada acara dan ia butuh di rias.."

dodi memberitahuku seakan berita itu sangat penting untuk diketahui.

"oh begitu ya, dod ak juga mau tanya sama kamu.. apakah kamu masih sering melihat erwan, soalnya kan kamu juga sudah aku kenalin padanya kan.."

tanyaku dengan tak sabar pada dodi.

"iya sih awalnya setelah kamu pergi itu.. erwan dan rian ada beberapa kali mengajak aku jalan jalan, tapi setelah itu mereka mulai jarang menemuiku, ya mungkin mereka sibuk... kamu tau rio, semenjak kamu pergi, rasanya aku sangat kesepian.. aku bahkan sempat menangis kalau ingat kamu, soalnya cuma kamu sahabat yang aku punya... aku jadi tak bersemangat lagi, kadang kalau aku duduk di belakang rumahku yang jadi tempat favorit kita, aku jadi teringat sama kamu dan kembali sedih lagi..akhirnya aku jarang mau duduk disitu lagi.."

dodi menerawang mengenang masa lalunya.

"nggak segitunya juga kali dod.."

"sumpah rio, aku nggak bohong..aku serius, kamu kan tau sendiri selama ini hanya kamu yang bisa menerimaku sebagai teman kamu dengan tulus, anak anak yang lain suka mengata ngataiku anak tukang bakso lah..banci lah, akhirnya aku jadi minder sendiri.."

dodi mengangkat gelas dan menggeser lebih dekat ke depanku.

"terimakasih dod, aku senang kalau kamu masih ingat juga denganku, aku sempat mengira kamu sudah ada dimana, soalnya kebiasan anak bangka kan bangga kalau lulus smu kuliah di luar daerah.."

"kuliah apaan rio, untuk makan aja keluargaku masih kembang kempis... mampu lah kalau kuliah alias kuli payah.."

dodi kembali bercanda. aku merasakan ada yang berubah dari dodi yang sekarang, aku lihat ia agak ceplas ceplos dan tak begitu minder lagi.

"ha ha ha kamu bisa aja dod, iya sih kuliah memang penting, tapi bukan keharusan yang mutlak, rejeki kan sudah diatur oleh yang diatas, kita hanya bisa berdoa dan berusaha, kalau memang belum ada rejeki jangan menyerah.. yang penting kita bisa cari uang dengan jalan yang halal, ketimbang kita sekolah tinggi tinggi dari hasil orangtua korupsi, belum lagi kalau kerja juga jadi pegawai harus nyogok, selain berdosa besar, kita juga sudah merampas hak orang lain yang seharusnya kerja.. tapi dunia sudah mulai berubah, kebangaan jadi nomor satu ketimbang harga diri.. jadi pegawai pemerintah adalah tujuan utama dari orang orang yang hanya mau cari aman saja karena mereka tak perlu terlalu kreatif dalam bekerja, cukup kasih uang sekian juta mereka dapat posisi, masa depan terjamin dengan berbagai tunjangan sementara mereka tak sadar kalau setiap hari gaji mereka itu akan di hitung tuhan sebagai pencurian seumur hidup..."

aku menguraikan pendapatku pada dodi.

"benar juga katamu rio, aku juga sering mendengar tentang hal itu, apakah memang begitu prosedurnya ya, aku sendiri bingung, hidup memang rumit, seakan hanya orang yang mampu yang bisa mengenyam kemapanan hingga turun temurun, sekali kita terjebak dalam kesusahan akan sulit bagi kita untuk bangkit. sekarang orang kaya selalu mengandalkan kemudahan tanpa perduli dengan hak orang lain, dengan uang mereka membeli apapun termasuk pekerjaan.."

dodi ikut ikutan mengeluh.

"makanya sekarang kejujuran sangat mahal sekali karena banyak orang tua yang mengajari anaknya untuk tidak jujur.. walaupun itu tanpa mereka sadari karena ingin anaknya berhasil, tak heran masa kini banyak mencetak mental penjahat.."

aku melanjutkan.

"terus terang mendengar penjelasan kamu aku jadi berbesar hati sekarang, jalan yang aku tempuh tak merugikan orang lain, aku bahkan banyak membantu orang agar bisa tampil menarik,.."

ujar dodi bersemangat.

"iya dod, pokoknya jangan pernah menyerah, jadikan mimpimu bukan hanya mimpi... aku yakin kamu dapat mewujudkannya.."

"terimakasih rio, aku akan selalu ingat kata katamu, yang penting sekarang kamu telah ada lagi disini dan aku jadi ada teman lagi..."

dodi tak dapat menyembunyikan perasaannya. aku senang dodi bisa seperti ini, hanya satu yang masih mengganjal di hatiku, kenapa ia sampai merubah penampilan jadi kayak sekarang, aku kangen dengan dodi yang dulu yang masih sebagai lelaki bukan dengan dandanan wanita.

"dod kayaknya udah mulai terang, dan kopiku juga sudah habis, aku mau pulang kerumah dulu ya, aku tak mau emak sampai kuatir soalnya kan aku baru pulang ke bangka.. nanti aku akan main kesini lagi.. kalau sempat mampirlah kerumahku.."

aku pamit pulang sama dodi. ia mengantarku sampai depan rumahnya dan baru masuk lagi ke dalam setelah aku berbelok di tikungan.


**********


"dari mana saja nak, emak udah nunggu dari tadi, emak kuatir kamu kenapa kenapa.."

emak menyambutku di depan rumah, sepertinya emak sudah dari tadi menungguku.

"maaf mak, tadi keasikan ngobrol sama dodi, habis kangen mak, dia kan teman rio dari kecil..."

"dodi yang punya salon itu ya, anak itu ramah saban ketemu emak pasti negur.. cuma sayang ya kok dia jadi kayak gitu.."

emak mendesah.

"makanya rio juga agak heran ma, dari dulu dia memang kemayu sih, tapi nggak nyangka kalau dia memilih berpenampilan seperti wanita.."

"ya mungkin sudah dari sananya dia kayak gitu mau diapain lagi kalau memang dia lebih nyaman dengan berpenampilan begitu, kita jagan suka mengurusi urusan orang lain, takutnya tuhan marah malah hal seperti itu akan terjadi pada keluarga kita..."

emak menasehatiku dengan bijak.

"iya sih mak, cuma rio takut aja kalau ia akan menjadi bahan olokan orang orang, bagaimanapun juga ia kan teman rio.."

"ya itu juga adalah sebab akibat, kalau sampai orang mengoloknya mungkin karena bagi orang ia nyeleneh, mungkin dodi juga sudah mempertimbangkan hal itu.. asal jangan kita saja yang ikut ikutan mengejeknya.."

aku mengangguk setuju, emak memang selalu bijaksana, ia tak mau mengurusi hal yang bukan urusannya, dari dulu ia selalu mengajarkan kami untuk selalu bersukur dan rendah hati dalam keadaan apapun, kata emak hal yang sangat di benci oleh Allah adalah kesombongan, itulah yang membuat iblis terusir dari surga, kalau manusia sombong artinya ia adalah pengikut iblis karena sifatnya sama dengan iblis.

"manusia hanyalah makhluk yang lemah, segala yang manusia miliki adalah pinjaman dari Allah, karena dialah sang pemilik yang maha kaya, kalaupun ada yang mau sombong, hanya Allah yang punya hak untuk itu, manusia tak boleh sombong dengan barang pinjaman. bahkan nyawa pun pinjaman yang sewaktu waktu akan diambil oleh Allah. akan tiba saatnya dimana manusia diminta mempertanggung jawabkan semua pinjamannya itu, bagi yang menyalahgunakannya maka akan mendapat azab yang bukan main pedihnya. masalah hati apalagi, itu adalah rahasia Allah, tak ada satu hal pun terjadi tanpa ijin dari Allah, manusia hanya bisa berdoa dan meminta ampun andaikan ada kesalahan dan dosa. jadi tak perlu menghina serta menghujat orang lain karena semua adalah rahasia Allah, andaikan bagi kita itu salah, maka kita nasehati dengan perlahan agar ia bisa menerimanya, bukan dengan cara menghina serta mengatakan orang lain salah."

emak menasehatiku panjang lebar, aku diam mendengarkan segalanya, sudah lama sekali aku tak mendapatkan siraman rohani seperti ini, aku merasa memang selama ini aku banyak lalai, aku menuruti hawa nafsu saja, hingga akhirnya aku membuat banyak orang menderita karena aku.

*********


aku baru saja mau membuang sampah saat papa datang, ia mau berpamitan karena hari ini papa mau balik lagi ke palembang, ia menitipkan aku sama emak, papa meminta emak untuk menjagaku, tentu saja tanpa diminta pun emak akan menjagaku dengan baik. aku mengantarkan papa hingga ke bandara. teman papa yang kemarin menjemput kami ke bandara hari ini kembali mengantarkan papa. orangnya cukup baik dan ramah. sepanjang perjalanan pulang saat kami selesai mengantar papa ia banyak bercerita, ternyata ia adalah teman lama papa.

rumahnya tak jauh dari rumahku dan ternyata selama ini dia tau tentang cerita papa dan masa lalu papa, dia mengatakan kalau papa hampir gila mencari aku dan mama, bertahun tahun hingga papa dijodohkan sama tante sophie dan akhirnya mereka bercerai.

om haris mengantarku hingga didepan rumah emak. aku turun dari mobil dan mengajak om haris mampir, namun ia menolak karena katanya masih ada kerjaan. aku langsung masuk ke dalam rumah setelah om haris pergi. emak sedang mengadon bahan kue dengn di bantu oleh yuk yanti, aku membantu emak menyerut daun pisang.

"hati hati loh nak nanti baju kamu yang bagus kena getah daun pisang, lebih baik ganti baju dulu aja..."

emak menasehatiku.

"iya mak, tanggung juga sih kalo ganti baju...kan udah mau kelar juga..!"

aku menyelesaikan daun terakhir yang harus di potong. emak menaruh adonan yang telah selesai diatas meja, lalu emak menyalakan kompor. aku lihat emak masih saja memakai kompor minyak tanah.

"aduh, sumbunya sudah pendek pendek, panas saja apinya nggak biru lagi, rio kamu mau tolong emak nggak, ke warung wak noor belikan emak sumbu kompor..?"

emak menurunkan kompor ke lantai dapur lalu membongkarnya.

"iya mak, mau berapa meter mak..?"

"beli empat meter aja ya..ini uangnya..!"

emak memberikan selembar uang sepuluh ribu padaku.

"nggak usah mak aku ada uang kok..!"

aku menolaknya, emak masih memaksa namun aku langsung pergi ke warung wak noor, ternyata warung yang dulu kecil itu sudah jadi toko yang lumayan besar, ada kemajuan rupanya. wak noor sendiri sedang sibuk melayani beberapa pembeli. aku menunggu hingga ia agak santai baru aku bilang kalau aku butuh sumbu kompor.

"kamu rio kan?"

tanya wak noor agak ragu sambil menatapku lekat lekat.

"iya wak, aku rio.. masih ingat ya wak?"

"tak salah lagi kamu memang rio, uwak masih ingat lah walaupun sekarang sudah berubah, kemana saja rio uwak nggak pernah lagi lihat kamu..?"

aku terpaksa menceritakan padanya kalau selama ini aku tinggal di palembang dan sekarang aku kembali lagi kesini.

uwak mengangguk angguk sambil menggulung sumbu kompor yang telah ia potong, aku membayarnya. setelah menerima kembaliannya aku pulang.

aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju ke rumahku, beberapa orang yang aku temui di jalan menyapaku. ada saudara jauh dari emak yang dulunya sangat pelit sekali, ia menegurku waktu aku lewat depan rumahnya. bahkan ia menyuruh aku mampir. padahal dulunya aku harus mengintip dari balik jendela rumahnya kalau aku mau menonton film yang aku suka.. ia tak menyuruhku masuk katanya aku dekil. emak dulu suka marah kalau aku bandel masih saja mau nonton dirumahnya lewat jendela, kata emak aku harus punya malu, kalau tuan rumah tak mengijinkan ya jangan nonton dirumahnya walaupun harus mengintip. ya namanya juga anak anak, masa itu aku masih sekolah dasar yang penasaran setiap ada teman yang bercerita tentang film yang seru.

sampai dirumah aku memberikan sumbu kompor sama emak, aku mandi lagi karena siang ini terasa sangat gerahnya. ciri khas bangka yang dikelilingi lautan. aku mau jalan jalan, kata emak sudah ada beberapa pusat perbelanjaan yang di bangun di pangkalpinang sejak aku pergi. aku mau jalan jalan sekalian mau beli beberapa kebutuhan dirumah.

aku pamit sama emak dan menunggu angkot lewat di pinggir jalan, aku berteduh di bawah pohon seri. untunglah aku tak harus menunggu terlalu lama, angkot berhenti didepanku. aku langsung naik dan minta diantarkan ke supermarket.

aku turun dari angkot yang berhenti tepat disebuah supermarket yang menurutku tak begitu besar, namun katanya itulah yang jadi kebanggan masyarakat pangkalpinang, tadi yuk tina bilang kalau ada mall yang mau di bangun di terminal pasar. aku jadi bingung sendiri, bagaimana dengan mobil mobil kalau sampai terminal di bangun mall, apakah tak ada tempat lain untuk membangun mall di pangkalpinang.

cukup ramai pengunjung pusat belanja yang menurutku lebih mirip toko besar ini. aku masuk ke dalam berkeliling ke konter konter, namun tak ada yang menarik minatku, sepertinya barang yang dijual disini mahal mahal sekali dan agak ketinggalan jaman, sungguh menyedihkan.

aku berjalan menuju mini market, aku mau beli buah untuk dirumah, aku mengambil troli lalu berjalan dari rak ke rak, banyak yang aku beli, ada buah, susu kotak untuk anak yuk yanti, kue kue kering dan snack, kacang kulit, minyak goreng dan lain lain. tak terasa isi dalam troli sudah segunung. aku berjalan menuju kasir untuk membayar. aku menyerahkan kartu debet pada kasir namun dengan kebingungn kasir itu mengembalikan kartu debet ku. aku jadi kesal sekali, masa di supermarket seperti ini tak menerima kartu debet. masa sih aku harus mengembalikan barang belanjaan ke rak lagi, sedangakan untuk menarik uang di ATM terpaksa aku harus menunggu antrian di belakang lagi.

ditengah kebingungan itu tiba tiba ada yang menyentuh bahuku dari belakang dan menyodorkan beberapa lembar uang seratusan ribu. aku menoleh dengan bingung, siapa sih yang menyodorkan uang itu padaku.

"aku sudah melihatmu dari mini market tadi, namun aku ragu apakah itu kamu atau bukan..pakai saja uangku dulu"

suara yang berat dan agak ngebass berbicara padaku. aku amati wajahnya dengan seksama takutnya aku keliru, namun aku memang tak keliru.

"e..erwan... kamu, astaga..!"

aku jadi susah berbicara karena kaget.

"ambil dulu ang ini, kasihan tuh yang lain sudah nunggu..bayarlah dulu!"

sambil tersenyum lepas erwan menjejalkan uang itu ke tanganku.

buru buru aku ambil dan membayar semua barang belanjaanku.

"kamu jangan pulang dulu, tunggu aku di depan CFC.. aku mau bicara sama kamu..!"

erwan kembali ke antriannya dibelakang enam orang yang mengantri.

aku membawa palstik belanjaan yang lumayan berat, aku tadi belanja tak kira kira hingga aku kerepotan sendiri, pangkalpinang bukan palembang yang banyak taksi. aku menunggu erwan di depan CFC, hebat juga sekarang sudah ada fastfood disini walaupun baru CFC. hampir limabelas menit aku menunggu baru erwan keluar.

"apa kabar sobat..?"

erwan menjabat tanganku dan memelukku tanpa perduli ramai orang yang ada disini.

"baik wan, kamu sendiri bagaimana.."

aku memeluk erwan dengan erat, rasanya aku sangat rindu, hari ini secara tak terduga aku bertemu dengannya.

"kita makan dulu sekalian ngobrol, kamu emang keterlaluan tak sekalipun mengabariku.."

erwan agak cemberut.

aku mengikuti erwan masuk ke resto, erwan yang memesan makanan, kami saling melepas kangen sambil makan.

"kapan kamu tiba rio..?"

tanya erwan sambil menuang saus tomat ke piringnya, aku bisa merasakan kalau erwan agak kesal, wajahnya agak cemberut dan terlihat lucu, sekarang ia sudah agak berubah, sedikit lebih putih ketimbang dulunya, bajunya pun sangat rapi, kemeja hitam dan celana bahan seperti style kantoran.

"baru kemarin siang wan, aku memang mau kerumahmu, rencananya sore ini, tadi pagi aku sempat bertanya sama dodi mengenai kamu, tapi dodi sendiri tak tau, makanya aku jadi ragu apa kamu masih disini atau tidak.."

jawabku agak merasa bersalah padanya.

"kamu seperti melupakan aku begitu saja rio, aku sering menunggu kamu kirim surat atau minimal kamu telpon aku, tapi sampai bertahun tahun tak pernah kamu lakukan itu, apa kamu banyak teman disana..?"

"bukan itu masalahnya, aku kan memang tak tau nomor telpon kamu, selama kita berteman kan aku tak pernah telpon kamu.."

"iya sih, tapi kamu kan bisa kirim surat, kamu tak tau kalau aku kangen sekali, sejak kamu pergi aku jadi jarang keluar rumah, rasanya tak bergairah..biasanya kan kemana mana kita selalu berdua.."

"kamu masih sering mengingatku ya, aku kadang terlalu sibuk wan, banyak masalah yang kadang menyita pikiranku selama disana. makanya aku memutuska npulang sekarang..!"

aku mengangkat gelas jus dan meminum isinya.

"kamu tau tidak waktu tadi aku berjalan diantara rak lalu melihatmu, rasanya jantungku seakan mau jatuh, aku mengikutimu untuk memastikan apakah itu kamu atau bukan, soalnya aku kan ragu, kamu sekarang sangat jauh berbeda.. aku mau memanggilmu tapi aku takut salah orang, jadi aku terus mengikutimu sampai kasir karena aku penasaran sebelum aku memastikan itu kamu atau bukan.."

erwan berterus terang.

"kamu tau aku juga kaget sekali waktu kamu mengulurkan uang padaku, kirain siapa, oh ya nanti temani aku ke ATM ya buat ganti uang kamu yang terpakai tadi.."

"sudahlah jangan dipikirkan dulu, aku masih kesal sama kamu..!"

ujar erwan agak manja, aku heran kenapa erwan seperti ini seakan akan kami berdua orang yang berpacaran.

"iya deh aku minta maaf, yang penting sekarang kita kan sudah bertemu lagi, aku sekarang tinggal sama emak lagi.."

wajah erwan berubah langsung cerah mendengar kalau aku tinggal sama emak lagi.

"benarkah rio.. kamu jangan main main, pasti kamu cuma bercanda kan..?"

erwan masih kurang yakin.

"aku serius kok wan, aku sekarang sudah pindah kesini lagi, jadi kita bisa bertemu sesering dulu, aku juga sangat kangen sama kamu wan, bagaimanapun juga kamu adalah sahabat yang terbaik yang pernah aku miliki.."

wajah erwan semakin cerah mendengarnya.

"wah aku senang sekali rio, tak aku sangka kalau kamu mau pindah lagi kesini, padahal kan kamu sudah senang di palembang, aku sama sekali tak menyangka bisa bertemu lagi denganmu rio, rasanya aku ingin sekali meluk kamu lagi saking kangennya.."

erwan blak blakan.

"ha ha ha ada ada saja kamu ini wan,.."

"pokoknya hari ini kau mau berdua saja denganmu, sudah lama sekali aku menunggu hari ini tiba, aku tak menyangka sama sekali kalau hari ini semua keinginanku terwujud, aku mau mengajak kamu duduk di pinggir sungai tempat dulu kita mandi bersama sama, kamu mau kan...?"

erwan menatapku dengan penuh harap membuat aku tak tega untuk menolaknya. selama ini erwan juga sangat jarang atau bisa dikatakan tak pernah menolak permintaanku, lagipula aku penasaran mau melihat bagaimana keadaan sungai itu sekarang.

"iya, tapi aku mau mengantar barang belanjaan ini dulu ke rumah...."

"biar aku yang mengantarmu ke rumahmu.."

selesai makan aku dan erwan pulang kerumah, ia sempat mampir kerumahku, emak sangat kaget melihat aku belanja sebanyak itu. ia menasehati agar aku jangan boros karena aku sekarang belum kerja, aku tak mengatakan apa apa karena memang benar aku belum kerja, aku akan menyelesaikan kuliah dulu, setelah itu baru aku cari kerja.

aku tak bilang sama emak kalau papa memang menyuruhku bantu bantu emak dengan uang yang ada pada rekening yang papa berikan padaku, kartu debet ini sempat aku cek isinya sangat banyak sekali hingga aku menelan ludah nyaris tak percaya, tapi aku juga tak mau meggunakannya dengan boros, papa mencari uang bukannya mudah, aku tak boleh menghambur hamburkannya, kalau sekali sekali untuk memenuhi kebutuhan dirumah ini aku baru akan gunakan.

aku dan erwan pamit sama emak untuk jalan jalan, nampaknya hari ini erwan mau berpuas puas menghabiskan hari ini bersamaku, dua sahabat lama yang tak bertemu.

erwan meminggirkan mobilnya ditepi jalan , kami berjalan melewati tanah merah berkerikil disungai yang sekarang sangat tak menarik lagi. aku duduk dipinggir tebing pendek yang disemen mencari tempat yang agak teduh dihalangi daun dari pohon rumbia.

"setelah amu pergi aku dan rian masih sering kemari, kami mandi disini kadang membicarakan tentang kamu yang tak ada kabarnya.."

erwan mulai bicara sambil menatap air sungai yang tenang, sungai yang dulu bening sekarang jadi keruh karena dialiri air dari tambang yang tak sealiran dengan sungai itu, sekarang banyak bermunculan tambang timah rakyat, imbasnya hampir semua sungai yang ada disini jadi keruh airnya bercampur dengan lumpur.

"dia sekarang di palembang wan, lagi kuliah.."

aku memberitahu erwan.

"iya aku tahu yo, soalnya beberapa minggu yang lalu ia ada pulang kesini, kami sempat bertemu, aku menanyakan tentang kamu padanya, tapi rian tak begitu banyak bercerita, papanya dirawat dirumah sakit dan kritis, jadi ia harus pulang, untungnya papa rian bisa sembuh, aku kasihan sekali padanya.."

ujar erwan.

"iya, iya juga bilang mengenai itu, kamu tau kau dan rian sering ketemu di palembang karena dia satu kampus denganku, lagipula kostnya juga tak terlalu jauh...kenapa kamu tak kuliah di palembang saja, kan kita bisa berkumpul lagi..."


"maunya aku memang kuliah ke palembang, tapi mamaku menyuruh aku ke bandung saja. jadi aku kuliah di bandung, aku mengambil diploma tiga... jadi lebih cepat kelar, kamu sendiri bagaimana..?"

tanya erwan penasaran.

"aku mau melanjutkan disini saja, aku ada masalah di palembang yang tak bisa aku ceritakan karena terlalu pribadi, tapi yang jelas aku tak akan kembali lagi ke palembang.."

erwan menatap mataku seakan ingin mencari tau apa yang ada di pikiranku sekarang.

"ada apa rio, ada masalah apa, kita kan sahabat...kamu bisa ceritakan masalahmu padaku, mungkin saja aku bisa membantumu..."

"tidak wan...aku tak mampu ceritakan masalah ini pada siapapun, karena ini adalah aib yang harus aku tutupi.."

"lalu bagaimana dengan rian, apakah dia tau kalau kamu sudah balik ke bangka lagi?"

"aku bahkan tak kasih tau rian, kamu tak tau wan..aku dan rian sering terjadi konflik yang rumit..sepertinya dia banyak berubah.."

aku berterus terang.

"maksud kamu bagaimana yo, aku tak mengerti.."

erwan jadi bingung.

"aku belum siap cerita sekarang, aku masih mau menenangkan diri dulu..aku juga merasa bersalah pada rian, aku telah pergi diam diam, aku takut kalau ia menyusul kesini dan mengabaikan kuliahnya..."

"memangnya ada apa sih antara kalian kok aneh begitu...biasanya kan teman tak bersikap seperti itu.."

erwan jadi penasaran. tentu saja aku tak dapat mengatakan yang sesungguhnya pada erwan karena aku juga harus bisa menjaga nama baik rian, hubungan kamu sejauh ini hanya kak fairuz yang tau.

"entahlah, mungkin karena kami berdua terlalu akrab hingga ia jadi ketergantungan begitu, aku juga tak menyangka akan seperti itu jadinya..."

tiba tiba kenangan malam jahanam itu terlintas lagi di otakku membuat aku jadi bergidik.

"memang sih, kadang persahabatan itu bisa mengalahkan orang pacaran, karena disana ada ketulusan, bagaimana kabar rian sekarang, masih berapa lama lagi ia selesai kuliah..?"

aku terdiam berpikir dulu sebelum menjawab, soalnya sekarang kan rian lagi dirumah sakit sedang dirawat, aku jadi berpikir apa reaksi rian setelah satu hari aku tak datang menemuinya dirumah sakit, aku tau rian pasti menungguku, mungkin ia mengira aku lagi sibuk. aku telah mematahkan harapannya.

"sepertinya rian masih setahun lebih, soalnya dia sama denganku juga... kasihan dia harus berjuang disana, orangtuanya sudah jarang mengirimkan ia uang, aku takut kalau ia tak bisa menyelesaikan kuliahnya.."

"ya juga sih... keadaan keluarganya menurun sangat drastis sejak papanya sering sakit sakitan, katanya sih papanya kena penyakit kiriman dari orang yang tak suka melihat papanya berhasil, menurut mamanya rian masih dari keluarga jauhnya juga yang melakukan itu, cuma walahualam bisawab hanya Allah yang tau semua, kadang aku jadi takut juga yo, rambut boleh hitan tapi hati orang siapa yang tau, dijaman sekarang ini masih ada juga orang yang bersaing secara tak sehat... cuma kalau orang itu memang tega melakukannya, ia akan menerima konsekuensinya juga nanti.."

erwan mendengus kesal. mendengar cerita erwan tadi aku makin kasihan sama rian, kenapa ia tak cerita padaku kalau sakitnya papa rian karena kiriman dari orang yang sirik sama mereka. rian begitu banyak beban dan aku telah membuatnya makin terbebani, pantas saja waktu itu rian jadi nekat karena mungkin terlalu banyak masalah yang membuat ia jadi kalap.

"kamu sendiri sejak kapan sudah balik lagi ke bangka, bagaimana kabar mama kamu, aku kangen juga sama mamamu wan, beliau begitu baik padaku dulu.."


"mama sering kok bertanya tentang kamu, sejak kamu pergi kan nggak pernah ada kabar sama sekali, jadi aku bilang apa adanya saja sama mamaku...habisnya aku kan tak tau harus bilang apa...aku sempat mengira kamu sudah melupakan aku..."

"aku mau kerumahmu untuk ketemu sama mama kamu dan sungkem padanya, bagiku mama kamu juga mamaku sendiri, ia sangat baik dan perhatian padaku, semua itu tak dapat aku lupakan.."

aku mengenang betapa dulunya mama erwan sangat banyak membantuku, hingga aku sakit juga ia yang membiayai biaya rumah sakit, ia senang erwan berteman denganku, karena baginya aku membawa pengaruh baik pada erwan. mereka keluarga yang berada namun masih mau memikirkan orang yang kesulitan, andaikan mamaku seperti mamanya erwan pasti akan sangat menyenangkan.

"mama pasti senang kalau bertemu kamu lagi, atau habis dari sini kita langsung kerumahku saja ya... kamu kan sudah lama tak kerumahku, masih seperti dulu kok rio, jangan sungkan lagi..."

erwan seolah takut aku menolak.

"terserah kamu saja mana baiknya wan, cuma aku harus kasih tau emak dulu kalau aku mau kerumahmu takutnya aku nanti lama disana jadi emak tak kuatir.."

"iya yo, aku mau makan kue buatan emak kamu juga, tadi kau liat emak kamu kan bikin kue.."

"gampang lah mau berapa banyak juga aku kasih.."

"nanti aku mau mengajak kamu ke tempat pemandian air panas pemali.. aku pernah kesana sama teman kantorku, ya walaupun ditengah hutan tapi suasananya cukup nyaman kok.. air panasnya langsung dari uap dalam tanah, aku dengar sih katanya mau dikelola oleh pengusaha untuk dijadikan tempat wisata..."

"mau banget, pokoknya aku mau memuaskan diri dulu disini, kapan kamu mau mengajak aku kesana, aku penasaran mau lihat tempatnya, katanya air panas itu bagus untuk kesehatan dan terapi karena masih alami, beda dengan air panas dari pemanas dirumah.."

"kalau bisa sih hari minggu ini, kalau aku tak ada kerjaan, ya kamu mengerti sendiri lah aku kan baru kerja, jadinya harus memberikan kesan yang baik pada atasan..."

kata erwan sambil berdiri lalu mengibas celananya dengan tangan agar pasir dan rumput yang menempel terjatuh. aku ikut berdiri dan mengibaskan celana meniru erwan.



"kita pulang dulu sekarang ya wan, aku mau mandi dulu, kamu antar aku kerumah dan tunggu aku bersiap siap, jadi tak terlalu sore.."

erwan mengangguk. kami kembali ke mobil lalu pulang ke rumahku.

"darimana kalian nak, mentang mentang lama tak ketemu sama sahabatnya.."

kata emak tersenyum senang saat aku dan erwan masuk ke rumah, emak sedang menyuapi reza makan, anak satu itu memang sangat dekat sama emak, apalagi sebagai cucu pertama emak tentu saja emak sangat menyayangi dan memanjakannya.

"dari sungai di pabrik es mak, ngobrol sama erwan, oh ya mak kue yang emak bikin sudah masak kan?"

"sudah tu dalam lemari, taruh saja di piring, jangan lupa bikin minum juga buat erwan.."

emak mengingatkanku.

"iya mak.."

aku mengajak erwan ke kamarku. sementara ia menunggu di kamar, aku menyiapkan kue dan membuatkan kopi.

"mainan mobil yang aku berikan dulu masih kamu simpan ya.."

kata erwan dengan senang saat melihat miniatur yang aku susun diatas lemari buku.

"iya wan, itu kan kenang kenangan dari kamu, ya pasti aku jaga lah.."

"bahkan kamu bawa lagi kesini, aku pikir kamu meninggalkannya di palembang.

"mana mungkin aku tinggalkan disana, aku kan syang sama miniatur itu.."

"sukurlah kalau kamu suka.."

erwan sangat senang.

"kamu makan dulu kuenya, aku mau mandi.."

kataku sambil menarik handuk dari tali yang aku ikat diantara dinding kamar.

"jangan lama lama ya, mnanti keburu maghrib..."

"oke bos..!"

***********



"astaga jadi ini rio yang dulunya, ya ampun nak gagah sekali... tante sampai pangling gini melihatnya.."

seru mama erwan heboh saat aku menyalami dan mencium tangannya.

"ah tante bisa aja, bikin aku jadi malu.."

kataku dengan kuping memerah.

"mama jangan memujinya, nanti bisa mekar hidungnya ma, bagiku rio itu jelek banget, dia kan lebih pendek dari aku.."

erwan menggodaku.

"he..he.. kamu bisa saja nak, tapi bener deh, mama saja sampai nyaris tak mengenalinya, berubah sekali ya.. kenapa tak coba ikut lomba model lsaja, tante yakin kamu pasti jadi juaranya.."

mama erwan makin menjadi jadi, aku sampai sesak nafas mendengarnya.

"jadi model empek empek telor aja ya..!"

ujar erwan dengan suara riang. aku tau walaupun ia mengejekku tapi ia tak dapat menyembunyikan perasaan senangnya. bagiku erwan juga agak berubah sekarang, ia jadi lebih putih dan ganteng, tubuhnya lebih jangkung dan kekar. alisnya tebal dengan rambut ikal bergelombang, selintas agak mirip orang timur tengah, hidungnya mancung dan berjambang tebal. bekas cukuran membuat dagunya berwana kehijauan.

mama erwan mengajakku mengobrol di ruang keluarga. aku perhatikan rumah erwan yang sekarang sudah direnovasi jadi lebih modern, alat alat yang dulu aku ingat ada diruangan ini banyak yang sudah berganti.

"jadi selama ini kamu tinggal sama mama kandungmu, bukannya kamu sudah senang disana kok memutuskan pulang lagi..?"

tanya mama erwan. terpaksa aku harus menjelaskan lagi, pokoknya selama beberapa hari ini aku harus sabar untuk menjelaskan hal yang sama berulang ulang, soalnya masih banyak yang belum aku temui dan mereka pasti akan bertanya yang sama dengan pertanyaan emak, ayukku, dan erwan.

pembantu erwan menyuguhkan minuman dan makanan kecil untuk menemani kami mengobrol, mama erwan menahanku saat aku bilang mau pulang, ia mengajakku makan malam dirumahnya, aku tak bisa menolak orang yang sudah baik padaku. aku sms yuk tina untuk bilang kalau aku mungkin pulang agak malam.

maghrib erwan mengajak aku ke kamarnya, ia mengambil wudhu dan mengajakku sholat bersama. selesai sholat kami berdua ke ruang makan karena mama erwan mengajak kami makan malam. cuma kami berempat dengan papa erwan.

aku jadi ingat waktu dulu aku makan dirumah erwan dengan segan, tapi mamanya memaksa aku bahkan pulangnya aku disuruh bawa sosis goreng.

"jangan malu malu rio, nambah aja makannya..."

mama erwan menambahkan daging dendeng balado ke piringku. ya ampun apa mama erwan mengira aku sudah lama tak makan, ini saja perutku sudah kenyang minta ampun.

"cukup tante, udah kenyang nih.. ntar malah mubazir.."

"dulu kan kamu paling senang makan dendeng, makanya tadi tante suruh bibik bkin dendeng khusus buat kamu.."

"iya rio...mama tuh paling inget kamu suka makan apa, bahkan tiap kali ada dendeng di meja makan ini, yang mama ingat pasti kamu."

erwan menambahkan. sebetulnya aku bukan paling senang makan dendeng, berhubung nggak pernah menemui itu dirumah, aku jadi kayak orang udik yang rakus. mungkin saat itu mama erwan mengira aku sangat doyan sekali, padahal aku makan banyak karena pada saat itu makan dendeng seolah jadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia bagiku.

setengah mati aku menghabiskan daging dendeng berukuran besar yang mungkin kalau dipakai untuk menimpuk anjing, bisa bengkak kepalanya.

untung saja kau dapat menghabiskannya, setelah itu dengan cepat aku membalikan sendok agar mama erwan tak menambahkan lagi apapun ke dalam piringku.

aku berdiri dari kursi setelah selesai. erwan mengajakku duduk di depan rumahnya. sekitar jam delapan aku pamit pulang. sebenarnya erwan masih mau mengajak aku jalan jalan, tapi aku merasa agak ngantuk dan capek. akhirnya erwan mengantarku dengan berat hati setelah aku berpamitan pada kedua orangtuanya.


"jangan lupa besok sore pulang kerja aku jemput kamu ya.."

erwan mengingatkanku.

"iya.. aku tunggu."

"kalau begitu aku langsung pulang, salam sama emak kamu..maaf aku tak bisa mampir soalnya mama mau minta diantar kerumah temannya.."

ujar erwan sambil menutup kaca mobilnya dan pergi.

itu adalah pertemuan pertama aku dengan erwan setelah bertahun tahun kami berpisah, aku tak menyangka kalau besok aku akan mendapatkan kejutan yang membuat aku benar benar nyaris tak percaya dari erwan.

ternyata masalahku tak hanya ada di palembang saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar