Sabtu, 20 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 35

#38 AIR MATA DAN SENYUMAN (FINAL CHAPTER 2)
"apa kamu bersungguh sungguh dengan apa yang kamu katakan ini....?"

kataku setelah berhasil mengatasi rasa terkejut walaupun hanya sedikit. erwan tak menjawab wajahnya agak murung. rasanya aku bagaikan berhadapan dengan orang asing.

"apakah selama kamu mengenalku kamu sering melihat aku aku tak serius?"

erwan masih tetap menunduk. aku menggeleng. memang erwan jarang sekali main main kalau bicara.

"kenapa kamu katakan sekarang?"

"selama ini aku tak ada keberanian untuk mengakuinya, segalanya terlampau sulit bagiku.."

erwan mengangkat wajahnya perlahan dan menatapku dengan tatapan yang sulit aku jelaskan.

"aku mengira kamu hanya menyukai wanita wan.."

aku menatap mata erwan untuk melihat apakah ada kesungguhan disana.

"dului waktu kita masih remaja, aku sudah merasakan perasaan yang lain padamu rio, aku tak menyangka kalau itu adalah perasaan suka, yang aku tahu kalau bersamamu aku sangat senang sekali, hingga akhirnya ada rian masuk dalam kehidupan kita, kamu jadi lebih akrab dengannya, aku merasa cemburu tapi aku tak mau terlalu menunjukkannya padamu... aku masih belum bisa mengartikan apa yang aku rasakan padamu..."

erwan berusaha menjelaskan walaupun dengan tersendat sendat.

"aku menyangka segala perhatianmu selama ini karena memang kamu senang berteman denganku wan.."

"jangan salah mengartikan kata kataku yo, aku memang senang berteman denganmu, sungguh! aku tadi sudah katakan kalau aku tak mengerti apa yang aku rasakan.. kalau saja kamu tau bagaimana sedihnya aku saat kamu pergi dulu... aku nyaris tak dapat tidur selama bermalam malam, aku kehilangan gairah apapun juga, aku sendiri merasa heran kenapa kamu sebegitunya mempengaruhiku.."

"aku tak merasa ada yang janggal dari perhatianmu dulu, aku hanya merasa kalau aku sangat beruntung memiliki teman yang sebaik kamu dan sangat pengertian...."

ucapanku jadi semakin lirih. jantungku berdebar tak karuan.

"saat rian mengatakan padaku kalau kalian pacaran, rasanya aku sangat cemburu padanya, aku merasa kalau akulah yang paling berhak memiliki kamu, aku tau kalau rian agak temperamental sedangkan kamu belum pernah sekalipun aku melihatmu marah, sifat kalian berdua sangat bertolak belakang.

"aku bingung wan, lebih baik jangan bahas masalah ini sekarang,aku takut ada yang tau.. tiara lagi nunggu diruang tamu."

aku mengalihkan pembicaraan, namun sesungguhnya dalam lubuk hatiku aku sangat senang mendengar pengakuan erwan. tapi aku sudah memilih tiara. aku tak mau membuat tiara kecewa. aku jadi menyesali kenapa erwan baru mengatakannya sekarang disaat aku sudah berpacaran dengan tiara, kalau saja dia mengakuinya dari kemarin kemarin mungkin ceritanya akan jadi lain. erwan menarik nafas dalam. wajahnya jelas menyiratkan kekecewaan.

"apakah ini artinya kamu tak menyukaiku..?"

erwan menegakkan badannya dan menatapku tajam.

aku tak menjawab namun langsung berjalan menuju ke pintu lalu keluar dari kamar dan kembali keruang tamu menemui tiara yang sedang duduk menunggu dengan gelisah. wajahnya langsung cerah saat melihatku.

"mana erwan kak..?"

tiara berdiri menghampiriku.

"ada di kamar sebentar lagi dia nyusul.."

jawabku sambil duduk.

"memangnya ada apa sih kok kayak ada rahasia gitu?"

selidik tiara.

"tidak semua harus kamu tau tiara, walaupun kita pacaran bukan berarti kamu harus tau semua yang aku lakukan.... aku juga punya privasi.."

jawabku tegas sedikit kesal. tiara langsung terdiam. bertepatan dengan erwan muncul dan bergabung kembali. seakan tak terjadi apa apa erwan duduk disebelah tiara.

"ada apa tiara, kok wajah kamu agak cemberut gitu..?"

tanya erwan agak heran. ditanya begitu tiara makin manyun. aku jadi tak enak sendiri. aku juga heran kenapa aku bisa ketus seperti tadi pada tiara. sebenarnya pertanyaan dia tadi wajar saja namun entah kenapa aku malah merasa tiara seakan akan mau tau segala yang aku lakukan dan mau memata mataiku.

bagaikan paham dengan situasi erwan melirikku, namun aku pura pura tak menyadari tetap melihat kearah pintu.

"kalau begitu kami pulang dulu ya rio... kebetulan aku masih ada pekerjaan.."

erwan berdiri lagi sementara tiara menoleh pada erwan dengan agak kaget.

"katanya tadi abang lagi santai bang, sekarang kok malah bilang masih ada kerjaan.mana yang benar sih..lagipula tadi emaknya rio menyuruh kita makan disini, sekarang beliau sedang masak.."

kata tiara sambil mengernyit menatap erwan. jadi serba salah dan kikuk ewan akhirnya kembali duduk.

"tunggu dulu lah sebentar wan, kasihan emak pasti sudah berharap kalau kalian berdua mau makan disini..."

"tadi aku mau bantu emak kamu masak kak, tapi katanya biarlah dia bisa masak sendiri.."

ujar tiara tanpa ditanya. aku mengangguk dan tersenyum sama tiara. setelah itu kami kembali diam. terdengar alunan suara dari masjid yang agak sayup terbawa angin. sepertinya sedang mengabarkan berita duka karena tadi aku sempat mendengar kata inalilahi. serta merta kami bertiga memasang pendengaran baik baik untuk menyimak apa yang dikabarkan dari masjid.

mendengar nama yang disebutkan lewat corong speker yang ada di menara masjid kakiku langsung gemetar. aku menatap erwan untuk meyakinkan kalau yang aku dengar itu salah namun wajah erwan pun ternyata sama pucatnya denganku.

emak muncul diruang tamu masih memegang spatula.

"rio kalau tak salah yang baru saja meninggal emak dengar itu bapaknya teman kamu kan....?"

anggukan erwan seolah menyadarkan aku kalau ini bukan mimpi.

"iya bik... itu papanya rian sahabatku dan rio..."

"jadi benar ya.... kasihan temanmu itu nak.. sudah lama emak tak melihatnya, apa sekarang ia masih kuliah, sudah lama sekali emak tak melihatnya.."

tanya emak prihatin.

"sebenarnya dia selama ini di palembang mak, masih kuliah.."

kataku hampir tak dapat menutupi rasa gelisah, kalau papanya rian meninggal, itu artinya bisa dipastikan kalau rian akan segera pulang ke bangka. aku tak tau apa yang akan aku katakan padanya nanti kalau kami bertemu. keadaan ini sungguh bagai makan buah simalakama. aku tak mungkin tak datang melayat. dan itu artinya aku tak dapat menghindari pertemuan dengan rian. aku bingung harus menjelaskan apa jika nanti dia bertanya, aku telah meninggalkannya dan ia paasti tak menyangka kalau aku ada di bangka.

"emak mau melanjutkan masak, sebentar lagi juga sudah kelar, setelah itu kita makan bersama.. kalian pasti mau melayat kerumah teman kalian itu..."

kata emak sambil berbalik dan kembali ke dapur.

"rio.. apakah rian sudah tau kabar ini ataukah ia sudah ada di bangka...?"

pertanyaan erwan tadi benar benar membuat aku jadi semakin kalut.benarkah rian sudah ada di bangka, aku hanya berharap kalau itu cuma dugaan erwan saja. aku tak dapat membayangkan bagaimana reaksi rian kalau ia melihatku. kalau bisa aku ingin datang melayat sebelum rian tiba di bangka.

"aku juga tak tau wan, aku tak bisa bayangkan kalau aku bertemu dia saat ini aku harus menjelaskan apa..rian pasti akan sangat marah padaku.."

"tapi kalau menurutku rian tak akan marah yo, bukannya saat ini ia akan lebih memikirkan keadaan keluarganya setelah ayahnya meninggal dunia, ia pasti sangat sedih hingga tak akan sempat terpikir dengan rasa sakit hatinya padamu.."

erwan coba menghiburku.

"tapi aku tak yakin wan.."

"kalian sedang membicarakan apa sih..?"

sela tiara tak sabar. aku baru sadar kalau ada tiara. saking kalutnya aku sampai tak terfikir kalau tiara juga ikut mendengarkan pembicaraan kami tadi. untung saja pembicaraan kami tadi tak terlalu jauh.

"nggak kok dek, biasa lah kalau teman akrab terkadang ada masalah.."

untung saja erwan bisa menjelaskan karena aku tak siap untuk mencari alasan.

"tapi semua sudah klir kan?"

tiara masih mau tahu.

"sebenarnya belum, tapi mungkin kalau mereka bertemu nanti mereka bisa menyelesaikan masalahnya.."

"semoga saja.."

tiara mengangguk setuju. aku ikut mengangguk juga dan ikut berharap.

"makanannya sudah siap..."

emak keluar dari dapur dan memanggil kami. bertiga kami menuju kedapur yang juga merangkap ruang makan. kami makan tak banyak bicara, aku sibuk dengan pikiranku sendiri, aku teringat rian, bagaimanapun juga aku dan rian pernah bersama sama, aku tak mau berakhir sebagai musuh, kalau bisa aku ingin kami bisa berteman selamanya. rian orang yang baik terlepas dari hubungan kami yang tidak berhasil.

selesai makan kami kembali keruang tamu dan ngobrol sebentar, setelah itu erwan dan tiara pamit pulang. emak ikut mengantar mereka berdua hingga ke depan pintu, wajah emak berseri seri. aku tahu kalau emak sangat senang sekali mendengar aku dan tiara berpacaran walaupun emak baru mengenal tiara. tak susah bagi tiara untuk menarik simpati dari emak.

setelah mereka pergi aku masuk kamar untuk menghindari pertanyaan dari emak. pastinya emak mau tahu banyak tentang tiara dan menanyakan bagaimana sampai kami bisa pacaran begitu mendadak. emak tak tau kalau pacaran kami hanya sekedar percobaan saja karena hingga sekarang aku belum ada perasaan cinta pada tiara.

otakku dipenuhi kata kata erwan tadi, ternyata selama ini iapun menyukaiku. kenapa sampai aku tak terpikir sejauh itu. padahal aku cukup dekat dengan erwan. sejak lama kami sudah saling mengenal satu sama lain, apakah aku bisa menerimanya sebagai pacarku sedangkan aku dan dia sudah bersahabat, aku tau kalau dalam hatiku memang sangat menyukai erwan yang sekarang ini karena ia sangat beda dengan waktu terakhir aku melihatnya dulu, erwan sangat tampan setelah dewasa. banyak kenangan indah yang kami alami dari dulu, ia yang selalu baik dan perhatian padaku, namun saat ini aku tak dapat begitu saja mencari yang lain setelah masalah yang aku buat. lagipula aku dan tiara sekarang sudah pacaran. sekarang ditambah lagi rian pasti akan datang dan aku tak kan bisa lagi menghindar darinya. kalau saja aku mau mengulangi lagi kesalahan untuk yang kesekian kalinya aku pasti akan menerima erwan tanpa berpikir panjang lagi, tapi erwan sudah ada pacar dan aku tahu kalau anna serius dengan erwan, apakah aku juga harus mengorbankan perasaan anna yang selama aku mengenalnya sudah begitu baik padaku. hidup ini bukan hanya sweputaran diriku saja, ada hal lain yang harus dipertimbangkan kalau aku mau segalanya berjalan lancar. aku harus mengambil keputusan yang tak akan membuat orang lain dirugikan lagi.

**************




erwan menelponku untuk kerumah rian, saat ini sudah jam tujuh malam, berat sekali rasanya bagiku untuk datang melayat. tadi sore papanya rian meninggal dan pastinya banyak orang yang melayat hingga malam. entah rian sudah datang atau belum aku juga tak tau.

tepat jam setengah delapan erwan datang sendirian. aku langsung masuk ke mobil dan duduk disamping erwan.

"kamu sudah siap kan kalau bertemu dengan rian, aku harap apapun yang terjadi kamu dapat menyelesaikannya dengan baik, rian agak temperamental jadi kamu jangan membuatnya marah yo..ingat saat ini dia sedang berkabung.."

erwan mengingatkanku. aku hanya mengangguk karena tanpa di bilang pun aku sudah tau. masa sih aku mau membuat keributan saat ia sedang mengalami keadaan yang sulit.

tak sampai lima menit kami sampai dirumah rian. banyak sekali orang yang datang melayat. dengan langkah yang agak gemetar aku mengikuti erwan masuk ke dalam. sementara mataku melirik kemana mana untuk mencari sosok rian.

"assalamualaikum.."

erwan masuk sambil memberi salam. beberapa orang yang duduk dekat pintu menjawab pelan. aku dan erwan masuk ke dalam. aku bisa melihat jenazah papa rian yang terbaring diatas kasur yang digelar di lantai tertutupi kain batik cokelat dan keluarganya duduk mengelilinginya. aku melihat rian duduk disamping mamanya. jantungku rasanya mau amblas. entah kenapa tiba tiba rian mengangkat wajahnya yang tadi tertunduk lalu melihat kearah kami. nampak sekali ekspresi terkejut dari wajah rian. aku memaksakan tersenyum walau rasanya mulutku terganjal benda yang berat. rian masih saja tetap bengong.

aku jadi serba salah, bagaikan berhadapan dengan orang asing aku bingung harus melakukan apa. erwan memberi kode padaku agar mengikutinya menghampiri rian dan keluarganya. ia menyalami rian dan ibunya sambil mengucapkan belasungkawa. aku hanya mengikuti apa yang dilakukan erwan. saat tanganku beradu dengan tangan rian, aku merasakan kerasnya jabatan tangan rian yang seolah ingin meremukan jari jariku, bergegas aku tarik kembali.

"apa kabar sobat..."

desis rian seolah tak ada apa apa.

"baik rian.. yang tabah ya.. semua yang hidup kan kembali ke hadapan allah juga nantinya.."

aku berusaha mengatakan itu meskipun kerongkonganku masih tercekat.

"terimakasih.... urusan kita belum selesai, aku mau bicara sama kamu setelah pemakaman papa.."

jawab rian sambil berbisik namun suaranya sangat tegas sekali tak terbantahkan. aku jadi semakin ketakutan. aku sudah mengalami bagaimana kalau rian marah dan jangan sampai hal itu terulang lagi. erwan pasti tak mendengar kata kata rian tadi karena nyaris tersamarkan oleh suara lantunan yasin.

setelah basa basi tadi aku mengajak erwan duduk ditempat yang agak jauh dari rian. untunglah erwan mengerti dan mencari tempat agak di pojok. pantatku terasa menduduki jarum aku gelisah tak betah lama lama disini.

setelah beberapa menit kami disini, erwan mengajakku pulang. kami berpamitan pada rian. tentui saja ia masih menahan kami tapi erwan mencari alasan yang membuat rian bisa mengerti. kalau saja dalam keadaan hari biasa aku yakain rian tak akan membiarkan aku berlalu begitu saja dari hadapannya tanpa penjelasan terlebih dahulu, namun sekarang ia pasti tak enak sama keluarganya kalau mengikutiku sementara mereka masih diliputi suasana berkabung.

"apa kamu merasa kalau tatapan rian terhadap kamu tadi begitu sangar?"

tanya erwan setelah kami berdua sedang duduk di lapangan merdeka. aku mengangguk pelan, ternyata erwan juga mengamati rian hingga ia tahu gerak gerik rian.

"kamu jangan kuatir yo...aku akan selalu bersamamu, apapun yang terjadi kamu jangan kuatir aku yakin kita bisa mengatasinya. bagaimanapun rian kan sahabatku juga aku yakin ia masih menghargai persahabatan kita, kalau kamu merasa takut aku akan menemanimu kapanpun kamu mau.."

erwan menghiburku. ia tahu kalau aku kuatir, tapi aku juga tak mau masalahku justru menyeret erwan ikut dalam kesulitan. sudah cukup aku membuat orang susah.

"terimakasih wan aku yakin bisa menyelesaikannya sendiri..rian kan bukan monster..kami mantan kekasih.."

"justru disitu bahayanya rio.. mantan kekasih yang sakit hati bia berbuat nekat, apalagi kalau ia masih mencintaimu.."

erwan mengingatkan. aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, aku bisa merasakan kalau apa yang erwan katakan itu benar. aku sudah mengalaminya sendiri.

"jadi kau harus bagaimana..?"

entah kenapa aku sangat berharap erwan punya jalan keluar.

"kamu tenang saja aku ada cara untuk mengatasinya dan aku yakin ini akan berhasil yo.. aku juga tak ingin terjadi apa apa denganmu, ingat rio aku dan rian sama sama mencintaimu dan aku tak akan membiarkan sesuatu terjadi pada orang yang aku cintai...!"

aku terdiam mendengar pernyataan erwan.

"aku tak perduli kamu mau terima atau tidak rio, aku hanya ingin jujur padamu.. aku hanya mau kamu tau apa yang aku rasakan padamu.. cinta tak akan pernah memaksa, cinta adalah kebahagiaan.. aku tak mau salah mengartikan cinta, jadi kamu tak perlu merasa tak enak hati padaku, jujur aku hanya ingin kamu bahagia, aku sudah mempertimbangkannya. aku bisa mencintaimu selama bertahun tahun dan rasanya tak akan mungkin hilang sampai kapanpun, aku bisa ikhlas kamu tinggalkan bertahun tahun dan aku juga bisa ikhlas kamu mencintai rian, jadi tak ada alasan bagiku sekarang untuk memaksakan lagi kehendak untuk memilikimu, aku mencintaimu bukan berarti kita harus pacaran bukan..? tapi aku ingin melihatmu bahagia rio.. selama kamu bahagia akupun akan bahagia.."

kata erwan dengan tulus sambil tersenyum. aku jadi terharu mendengarnya. erwan memang selalu penuh dengan pengertian, disaat apapun aku bisa mengandalkannya. ia selalu perduli padaku. andai saja aku dapat membalas perasaannya itu pasti akan sangat menyenangkan. ingin rasanya akuy membalikkan keadaan. andaikan dulu aku tak pernah pergi ke palembang mungkin aku saat ini erwan sudah menjadi kekasihku. tapi aku juga bisa mengambil hikmah dari semuanya. aku bisa tau dengan orangtua kandungku. aku juga mempunyai dua kakak lelaki yang sangat baik hati. meskipun kak faisal telah meninggal namun aku takkan pernah melupakan kebaikannya selama ini.

aku menatap ke langit malam yang berwarna kelam bagai jelaga. tak ada blan....hanya ribuan bintang yang berkelap kelip bagaikan taburaan manik manik diatas hamparan kain beluderu hitam. sedikit aku merasakan ketenangan.


*****************


"kak ada yang mau aku tanyakan padamu dan aku harap kakak menjawabnya dengan jujur...!"

aku langsung menoleh dan menatap tiara yang sedang berjalan disampingku. saat ini kami berdua sedang berjalan disebuah supermarket. aku menemani tiara berbelaja.

"ada apa tiara.. kamu mau menanyakan masalah apa... selama pertanyaan itu tak terlalu pribadi aku akan menjawab..!"

"sebenarnya apa yang kakak dan bang erwan bicarakan di kamar.. aku merasa kalian berdua sedang menyembunyikan sesuatu...!"

aku terhenyak, ternyata tiara lumayan peka juga. aku tak menduga ia akan bertanya seperti ini.

"tak ada yang rahasia tiara.."

aku berusaha terdengar wajar.

"jadi kakak tak keberatan kan menceritakan padaku..?"

ternyata tiara bukan tipikal yang gampang puas. ia masih saja penasaran.

"sudah aku bilang tiara...tak semuanya kamu harus tau.. ada hal yang lebih baik kamu tak tau, semakin sedikit tau kamu akan makin aman..!"

"maksud kakak apa..?"

tiara menghentikan langkahnya tepat didepan rak yang memajang berbagai jenis ikan dan daging kalengan.

"tanyakan saja sama erwan..biarlah dia yang jelaskan padamu, kakak merasa tak ada hak untuk mengatakan ini padamu karena ini tentang erwan..jadi tolong jangan kamu desak kakak lagi.."

aku mengambil sebuah ikan kaleng berukuran sedang dan memasukkan ke dalam keranjang lalu mendorongnya hingga tiara terpaksa mengikutiku. sepertinya tiara mengerti kalau aku tak suka ditanyai lagi iapun tak banyak berkata kata lagi kecuali membahas hal hal yang ringan. selesai berbelanja aku mengantarkan tiara kerumahnya.


*************


aku menghentikan langkah didepan rumah, terdengara suara yang sangat gaduh bagaikan banyak orang yang ada di dalam rumah. rasanya suara orang yang sedang berbicara itu aku kenali. kalau tak salah itu kan....


"kak fairuuuuuz...!!"

aku bergegas masuk ke dalam dengan tak sabar lalu menghambur memeluk kak fairuz. suasana yang tadiu berisik mendadak tenang sekali. dengan tersenyum lebar kak fairuz memelukku.

"apa kabar jagoan..?"

bisik kak fairuz.

aku tak menjawab maasih memeluk kak fairuz aku mengitari pandangan. ada papa, tante lina, amalia dan.. seorang bayi digendongannya. mataku terbelalak, aku langsung nyengir. ponakanku.. anak kakak kesayanganku. faisal.

"si...siapa namanya kak..?"

tanyaku terbata bata.

"maksudmu anak kakak ya..?"

"iya kak, siapa lagi, yang lain kan aku sudah kenal semua..!"

ujarku dengan tak sabar.

"FAISAL RENDRIO AMALFAIRUZ..."

kak fairuz nyengir lebar.

aku tersenyum lalu menghampiri tante lina kemudian menyalaminya, demikian pula pada papa dan amelia. terakhir dengan mata berkaca kaca aku mencium keponakanku. meraihnya dari gendongan amalia dengan perlahan. dengan sepenuh hati aku tatap wajah bayi yang sangat tampan ini. tak ada yang terlewati, benar benar perwujudan dari kak almarhum kak faisal. airmataku jatuh karena bahagia. faisal menatapku lama, mungkin ia heran karena ada orang asing yang menggendongnya. jarinya yang mungil menggapai gapai wajahku. meraba daguku dan menarik nariknya dengan jari yang terkait.

oh tuhan alangkah lucunya. desiran dalam dadaku merasakan kasih sayang yang tak ada rekayasa terhadap bayi ini. anak kak faisal ku. semua terdiam memandangku yang dengan penuh perasan mencium bayi ini. kak fairuz menyentuh bahuku pelan.

"kakak tau kalau kamu pasti akan langsung menyukai anak kakak... amalia juga sudah tak sabar untuk menunjukkannya padamu.."

kata kak fairuz dengan nada bangga.

"kalian jahat...kenapa mendadak sekali datangnya. selalu saja yang daatang kesini tak pernah kasih tau sebelumnya.. mulai dari papa..koko.. mama dan sekarang kalian.."

aku pura pura merajuk karena kesal.

"hahaha kamu tak pernah berubah.. tapi kamu lebih gemukan sekarng yo.. kamu nmpaknya lebih bahagia.."

kak fairuz memperhatikanku.

"iya kak... selama disini aku merasa senang, tak banyak masalah dan keluargaku juga sangat perduli padaku.."

"kami sudah kenal dengana emak dan ayukmu tadi rio.. mereka sangat ramah, aku mengerti sekarang kenapa kamu selalu kangen sama mereka. baru mengenali merekapun kakak langsung menyukai mereka.."

"kata kak fairuz lagi.

"mama bagaimana kabarnya ma.. sehat sehat saja kan..?"


aku bertanya sama tante lina.

"alhamdulillah sayang, mama sehat dan baik baik saja, apalagi mama sekarang sudah punya cucu yang tampan mama benar benar bahagia..."

mama mengangguk dan tersenyum.

"aku dan abng sering menceritakan kamu yo, kami kangen sama kamu.."

amalia menimpali.

"aku juga kangen sama kalian mel..terimakasih sudah memberikan aku ponakan yang sangat lucu ini..."

"senangnya hari ini kita semua dapat berkumpul disini, bagaimana kalau kita jalan jalan dan cari makan diluar.."

papa menyarankan.

emak menggeleng tak setuju.

"lebih baik makan disini saja dek alvin, kalian kan tamu jadin sudah selayaknya kami melayani kalian dengan pantas.."

"apa kami tak merepotkan kakak..?"

tante lina terdengar senang.

"sedikitpun tak merepotkan kok dik lina, malah kakak sangat senang sekali kalau kalian sudi makan disini.."

"kalau begitu aku akan temani yuk yanti belanja.."

aku mengusulkan. yuk yanti mengangguk.

"aku ikut ya.."

seru kak fairuz.


bertiga aku, yuk yanti, dan kak fairuz ke supermarket. sebenarnya tadi yuk yanti mengajak ke pasar tapi karena hari agak panas dan sudah siang kami mampir ke restoran membeli lauk masak sepulangnya dari supermarket.

hari ini aku benar benar bahagia hingga terlupa sudah dengan masalahku. tak kusangka sama sekali kalau aku akan kedatangan orang orang yang aku sayangi. bangka jadi berpelangi diatas langitku.

saat makan bersama aku pandangi lagi mereka dengan hati yang sulit aku ungkapkan. canda dan tawa mengisi acara makan bersama ini. papa bercerita kalau dia lagi ada proyek di bangka dan mempercayakan kak fairuz yang menanganinya. itu artinya kak fairuz akan mengajak amalia dan ibunya tinggal di bangka. aku nyaris melompat saking senangnya.

besok mereka minta temani untuk cari rumah kontrakan. tentu saja dengan senang hati aku akan membantu mereka mencarinya, aku akan cari kontrakan yang paling dekat dari rumah emak. biar aku bisa lebih sering beremu dengan mereka terutama faisal kecilku yang lucu.

selesai makan aku mengajak papa dan kak fairuz duduk di depan teras diatas bangku kayu yang sudah ada dari aku lahir.

"aku benar benar tak menyangka hari ini kalian datang, rasanya aku masih saja merasa bagai bermimpi..."

"kami sengaja mau bikin kejutan, aku menelpon om alvin untuk menanyakan alamatmu dek, ternyata papamu mau ikut juga, tentu saja kakak senang sekali...jadi kami tak perlu repot repot mencari alamat adek..."

jelas kak fairuz.

"terimakasih ya kak aku memang sudah sangat kangen sekali sama kalian semua..."

"kakak dengar mama kamu pernah kemari, bagaiman reaksinya waktu itu dek..?"

"seperti biasa kak, mama selalu saja membuat keributaan hingga aku terpaksa bersikap kasar, aku menyesalinya kak... bagaimanapun juga ia adalah ibu kandungku sendiri, aku tak mau jadi anak yang durhaka.."

aku mengeluh.

"kakak mengerti posisi kamu dek, pastinya kamu tak bersungguh sungguh bukan.. kakak juga menyesal telash kasar sama mama adek selama ini, ia selalu baik sama kakak walaupun kakak membencinya.."

kak fairuz mendesah.

"kalian coba hubungi mama kalian dan minta maaflah padanya, papa yakin mamamu akan mengerti, papa kenal kok sifat mama mu..ia tak akan memendam dendam. memang ia agak temperamen tapi kalau kalian minbta maaf papa yakin mama kalian akan mengerti.."

papa menasihati aku dan kak fairuz.

"saat ini aku belum siap pa, mama masih sakit hati padaku, ia sangat kecewa karenaku.."

"ia ibumu nak, bagaimanapun juga ia tak akan menyakiti darah dagingnya sendiri.."

papa tersenyum sabar. aku menunduk. mengenang kembali saaat aku masih tinggal sama mama. sebenarnya banyak kenangan indah yang aku lewati selama bersama mama, hampir semuanya indah. ia sangat memanjakanku. apapun yang aku minta selalu ia penuhi. hampir tak pernah ia memarahiku meskipun aku berbuat kesalahan. tapi mama kecewa saat tahu aku adalah seorang gay. aku merasa malu padanya. banyak pengharapannya terhadapku dan semua harus kandas.

"sebagaimanapun cinta kasihmu pada emak mu rio, tapi surga di telapak kaki ibu... dan ibu kandungmu adalah mama mu... sebagai anak kamu wajib berbakti.. mamamu marah karena ia mau yang terbaik untuk kamu, saran papa kamu temui mamamu nanti dan minta maaflah..kalaupun mamamu masih tak bisa memaafkanmu yang penting kamu sudah minta maaf.. masih ada papa dan keluargamu disini yang terus bersamamu dan menyayangimu.."

kata kata opapa sangat menyejukan hatiku. aku akan minta maaf pada mama. semoga saja ia mau memaafkanku.





sekitar jam tiga sore saat aku dan kak fairuz sedang bernmain main dengan faisal yang kami baringkan diatas meja, datang erwan dan tiara. emak yang sedang berada di teras bersama tante lina dan amalia dengan bangga mengenalkan tiara sebagai pacarku pada mereka hingga tiara tersipu malu kesenangan.

sambutan mereka terhadap tiara sangat berlebihan menurutku. andai saja mereka tau kalau aku sebenarnya tak mencintai tiara. tapi terlalu ekstrim kalau hal itu aku lakukan bisa bisa kebahagian mereka akan rusak. jadinya aku hanya diam sambil sesekali tersenyum dengan terpaksa saat lelucon lelucon mereka lontarkan mengenai aku dan tiara. yang paling antusias tentu saja papa. namun kak fairuz nampaknya agak curiga padaku, dari tadi ia selalu mengamatiku. sepertinya ia ingin melihat gerak gerikku. apakah ada kejanggalan. sementara erwan hanya sekali sekali tertawa garing. aku kasihan pada erwan.. perasaannya padaku membuat ia kurang bahagia.

aku teringat rian, pasti saat ini papanya sudah dikebumikan. ia kemarin bilang kalau ia mau bicara padaku. bisa ditebak ia pasti mau menanyakan kejelasan hubungan kami. aku sudah siap dengan jawabannya. apapun resikonya akan aku ambil.

*************





hari telah beranjak malam, kami baru saja selesai makan malam dan aku sedang duduk diruang tamu bersama papa, tante lina, emak dan kedua ayukku serta bang hendry dan juga kak fairuz bersama amalia. faisal sedang tidur mungkin kecapekan seharian aku ajak bermain dengan kerincingan warna warni yang aku belikan untuknya. tanpa aku duga rian datang. ia agak kaget juga melihat keluargaku yang ada di palembang ramai berkumpul disini. dengan agak sungkan rian duduk bergabung bersama kami. emak kembali mengucapkan belasungkawa. kak fairuz agak kaget melihat rian namun kak fairuz langsung faham setelah tau kalau papanya rian meninggal. ucapan belasungkawa mengalir dari semua yang ada disini.

setelah sekitar sepuluh menitan rian duduk dan ngobrol bersama keluargaku, ia mengajakku keluar karena ada yang ingin ia bicarakan. aku tak bisa menolaknya karena itu akan membuat keluargaku curiga. aku dan rian berjalan kaki menyusuri jalan yang ada dekat rumahku. suasana temaram dan dingin semakin terasa dengan dinginnya sikap rian. selama beberapa saat kami hanya diam menyusuri jalan yang dulu kami berdua pernah lalui bersama saat kami masih remaja. hanya yang membedakannya adalah tanah yang dulu dipenuhi lalang dan rerumputan kini telah bersih dan beberapa rumah telah dibangun diatasnya. tepat di tempat aku dan rian saat subuh menjelang keberangkatanku ke palembang rian menghentikan langkahnya.

"kamu meninggalkan aku tanpa kabar rio sementara aku bagaikan orang gila menunggumu dirumah sakit.. teganya kamu melakukan itu padaku.."

tikam rian dengan suara yang mampu membuat seluruh persendianku lungai. aku jadi sesak nafas karena bingung harus menjawab apa, aku memang salah dalam hal ini. tapi itu terpaksa aku lakukan.

"kamu tak tau rio apa yang aku rasakan...betapa aku sangat tak bertarti bagimu, aku yang menyayangimu lebih dari apapun, tapi kamu tak menghargainya sedikitpun.. sekarang kita berada di sini di tempat dulu dimana aku pertama mengungkapkan perasaanku dan kamu menerimanya.. apakah kamu juga sudah lupa mengenai hal itu..?"

rian meraih tanganku dan menggenggamnya dengan keras. aku masih terdiam. aku tak mungkin bisa lupakan saat itu, saat yang indah bagiku, namun keindahan tak ada yang abadi karena hal yang indah pada awalnya kalau tak bisa dijaga tetap saja akan hilang keindahannya.

"aku minta maaf yan, aku memang salah.."

keluar juga kata maaf dari bibirku.

"hanya itu rio..?"

tanya rian tak puas.

"apa yang harus aku lakukan agar kamu mau mengerti..?"

"terlihat sekali kalau kamu memang tak perduli rio.. kamu tahu apa yang aku lakukan saat menunggumu yang tak datang datang.. aku menangis, ya... aku hanya bisa menangis... tapi aku sadar kalau tak ada gunanya menunggumu lagi, aku yang salah.. aku yang telah membuatmu hilang rasa padaku.. kalau aku mau menyalahkan seseorang, aku hanya bisa menyalahkan diriku sendiri.. aku tak bisa membuatmu bahagia, justeru aku yang selalu membuatmu resah.. aku egois dan setelah kamu lepas dariku aku baru menyadari kalau aku sangat bodoh..tapi semua memang sudah terlambat sekarang.. hatimu telah jauh untuk aku gapai.."

suara rian jadi serak seolah sedang menahan tangis. aku jadi merinding.

"aku juga salah rian, andai aku lebih bisa memahamimu tentu tak akan begini jadinya.. ada hal yang tak mungkin aku ceritakan padamu kaena aku mengutuk diriku atas kejadian itu yang membuat aku tak pantas lagi bersamamu... aku telah menghianatimu.."

aku tertunduk.. kami masih berdiri. kaki ku terasa agak letih. rasanya tubuhku jadi lebih berat dari biasanya.

"aku tahu kamu menghianatiku.. aku tau semua, tapi aku telah belajar banyak dari kecemburuanku yang terlalu berlebihan selama ini terhadapmu itu malah membuatmu bukan semakin dekat padaku.. aku membuatmu tertekan, aku sadari itu namun egoku mengalahkan apapun juga saat itu.."

dua bulir air yang bening mengalir dari dua kelopak mata rian yang mengerjap. bibirnya bergetar.

"maafkan aku rian..aku memang salah.. kamu memang cemburuan tapi kau juga terlalu sering membuatmu kesal.."

"aku ingin kembali p[adamu rio, mari kita mulai lagi semuanya dari awal.. aku berjanji takkan lagi menykitimu.."

suara rian terdengar memohon.

"satu hubungan yang diawali janji muluk tak akan berhasil yan.. kamu tak akan merasakan yang sama lagi dengan yang pertama dulu.. kamu akan banyak menahan perasaan dan aku juga akan banyak berpikir karena takut salah bersikap...itu akan membuat kita menjadi orang yang asing..bukan diri kita lagi, mungkin awalnya kita akan merasa sangat nyaman tapi lama lama kita akan merasa terkekang.. saat itu terjadi aku takut malah kita akan semakin membenci..."

"artinya kamu memang sudah tak mau lagi bersamaku..?"

rian kurang yakin.

"entahlah.. tapi aku takut membayangkan hubungan kita nanti.. kamu bukan rian yang dulu.. kamu sudah banyak berubah.."

aku memalingkan wajah menghindari tatapan rian.

"katakan apa yang harus aku lakukan agar kamu mau menerimaku lagi, aku sudah bersumpah tak ada yang lain selain kamu rio.."

suara rian semakin memilukan.

"jangan sembarangan mengucap sumpah yan, kalau sedang mencinta memang begitu.. ketika sedang membenci kamu pun memperlakukan aku bagaikan musuh.. aku bukan orang yang tepat untukmu.. aku sekarang..."

kata kataku terputus karena tiba tiba rian berlutut dihadapanku tangannya memegang kakiku dan wajahnya tengadah menatapku, cahaya bulan sabit membuat pipi rian yang basah berkilat kilat.

"jangan tingalkan aku rio.. aku tak bisa melalui hari lagi tanpamu,,"

rian memohon.aku benar benar tak tega melihatnya.

cahaya lampu mobil yang berjalan mendekat dari kejauhan membuat mataku silau, aku terkejut saat mobil itu mendekat kearah kami lalu berhenti. pintunya terbuka dan erwan keluar dari dalam mobil itu.

'"rio sekarang kekasihku rian..ia tak bisa menerimamu kembali..!"

kata erwan sambil berjalan menghampiri kami. rian yang masih berlutut memandang erwan dengan tatapan tak percaya.

"kamu pasti bohong.. aku tak percaya sama sekali... mana mungkin kamu pacaran sama rio.. kamu itu hanya mau sama perempuan wan.."

"apanya yang tak mungkin.. aku memang pacaran sama rio..sudah dari dulu aku menyukai rio dan sekarang aku hanya mau kamu menerima kalau kamu dan rio tak ada apa apa lagi..!"

erwan terlihat bagai tak acuh. aku tak tau darimana erwan dapat ide gila ini, ia datang benar benar disaat yang sangat tepat. aku sangat berterimakasih padanya. tapi aku juga kasihan pada rian, aku sebenarnya masih menyayangi rian, tapi aku tak mau lagi kejadian yang menakutkan yang pernah aku alami terulang lagi aku merasa dengan rian tak akan bisa cocok lagi.. sudah ratusan janji ia untuk berubah namun tak juga berubah, berkali kali kesempatan aku berikan padanya selama ini namun tak ia hargai, sekarang kesabaranku sudah habis dan aku sudah bulat tak mau lagi kembali.

"aku tak menyangka kalau kamu akan jadi pengkhianat seperti ini wan...selama ini aku menganggapmu sahabat tapi kamu menusukku dari belakang.."

rian terdengar sangat marah.

"aku tak menikammu dari belakang, aku dan rio jadian saat rio tak ada pacar, antara kalian tak ada hubungan lagi..seharusnya kamu yang menghargai aku sebagai sahabatmu...kenapa kamu mau mengambil pacarku.."

erwan masih tetap tersenyum tenang sementara wajah rian makin pucat pasi.

"jangan memutar balik fakta.."

"tak ada yang memutar balikan fakta rian, kamu jangan kekanak kanakan...sudah jelas rio sudah tak mau lagi sama kamu, jangan paksa dia...hubungan yang terpaksa tak akan baik.. biarkan rio memilih jalannya sendiri mana yang ia anggap baik.."

erwan memutus kata kata rian seolah tak memberikan kesempatan rian untuk berkeras. rian terdiam menatapku dan erwan bergantian.

"benar itu rio..?"

rian meminta penjelasan untuk meyakinkannya. sesaat aku tak tau harus menjawab apa namun erwan mengerling diam diam bagai memohon agar aku mengiyakan. aku jadi serba salah. kemudian dengan ragu aku mengangguk. rian menatapku seolah aku sudah benar benar melukainya. lalu ia berbalik meninggalkan aku dan erwan tanpa bicara meski sepatah kata. aku nyaris menangis melihatnya. belum pernah aku melihat rian sepilu tadi. ia baru saja kehilangan papanya dan sekarang aku sudah membuatnya sakit hati. aku takut kalau rian tak kuat menerimanya.

"maafkan aku rio.. aku juga terpaksa melakukannya agar ia tak lagi berharap denganmu.. apakah aku salah..?"

erwan memegang bahuku. aku menggelengkan kepala pelan.

"tidak wan.. aku cuma tak menyangka kamu akan datang, aku menyakiti hati rian..aku takut ia melakukan hal yang nekat lagi wan,,"

"rian sudah dewasa yo, kamu tak harus selalu memikirkannya..ia sudah biasa kamu turuti jadi ia tak akan pernah bisa dewasa kalau kamu selalu mengikuti kemauannya..sudah saatnya kalian berdua berpikir ke depan.."

jawab erwan lirih.

"kamu benar wan, cuma keadaan rian yang aku kuatirkan..kamu tau sendiri kan ia baru saja berduka karena papanya meninggal dan sekarang kita berdua memberi pukulan yang sangat telak baginya.."

aku mendesah karena memang aku sangat kuatir.

"aku tak terpikir sampai kesitu yo.. aku minta maaf.."

"sudahlah wan tak apa apa semua sudah terlanjur juga..tapi bagaimana kalau rian tahu kamu cuma berbohong nantinya..?"

aku masih sangsi.

"kamu jangan kuatir, aku yakin bisa mengatasinya. sekarang kita pulang saja kerumahmu. tadi aku dari rumahmu dan emakmu bilang kamu keluar sama rian jalan kaki, jadi aku menyusul kalian dugaanku tepat kamu ada disini."

kata erwan sambil berjalan menuju ke mobilnya. aku mengikuti erwan dari belakang. aku masih sibuk memikirkan kejadian barusan. aku tak menduga erwan melakukan itu. apa yang sebenarnya erwan pikirkan, benar benar bikin kepalaku pusing.

************


erwan mengantarku kembali kerumah, keluargaku masih berkumpul diruang tamu mengobrol. yuk yanti dan suaminya menginap dirumah mertuanya. jadi kamar yuk yanti dipakai oleh kak fairuz dan isterinya. sedangkan tante lina tidur sama yuk tina. papa tidur dikamarku. sebenarnya mereka mau menginap di hotel tapi emak kurang setuju. kata emak kapan lagi bisa berkumpul seperti ini.

"dari mana kamu rio..?"

tanya kak fairuz begitu melihatku. aku duduk disamping kak fairuz.

"jalan jalan bareng rian kak.."

"untung erwan bisa menemukan kalian, dimana rian..?"

tanya kak fairuz lagi.

"dia sudah pulang kak..."

teringat dengan rian hatiku kembali sedih, aku tak tahu apakah aku sudah bertindak benar, tapi aku yakin kalau rian tak bisa menerima begitu saja. ia terlihat sangat kecewa.

"tadi kata tina ada rumah kontrakan yang tak begitu jauh dari sini, kebetulan itu punya keluarga temannya, besok kalian temani kakakmu melihat kondisi rumahnya, kalau mereka setuju tina akan bilang sama temannya itu.."

kata emak.

"terimakasih ya bik, senang rasanya bisa tinggal di sini..sungguh semua tak kami duga, disini suasananya masih begitu tenang dan tak sumpek, meskipun tak begitu banyak tempat hiburan tapi aku juga tak perduli, yang penting bisa berkumpul dengan keluargaku.."

sambut kak fairuz. emak tersenyum senang mendengarnya.

"mama merasa betah disini.."

timpal tante lina.

"minggu depan kamu sudah mulai dengan pekerjaanmu ruz, kalau masalah tempat tinggal sudah beres, nanti om akan mengajakmu ke kantor kamu yang baru."

wajah kak fairuz berbinar mendengarnya.

"iya om, saya akan berusaha bekerja semaksimal mungkin, ini pertama kalinya aku bekerja di kantor..aku tak akan membuat om menyesal telah memilih aku."

kak fairuz bersemangat.

terdengar suara tangisan faisal dari dalam kamar, rupanya faisal terbangun. amalia langsung berdiri dan ke kamar. tante lina mengikuti amalia, tak lama kemudian amalia keluar dari kamar sambil menggendong faisal.

"faisal pipis, baru saja di ganti popoknya. aku mau bikin susu dulu buat dia.."

kata amalia.

"biar aku saja yang bikinin.."

kak fairuz beranjak dari duduknya dan pergi ke dapur. emak dan tante lina tersenyum senang.

"kamu kapan nyusul kakakmu rio, emak kepingin sekali momong cucu dari mu.."

suara emak terdengar agak sedih. semua yang ada diruangan ini terdiam. papa melihatku dengan pandangan tak enak. aku menunduk. aku tak mau mengecewakan emak. tapi aku bingung apa yang harus aku lakukan, semua sudah tau kalau aku gay, permintaan emak bukan hal yang gampang untuk aku penuhi.

"aku sudah agak ngantuk, kak aku ke kamar dulu ya.."

kata tante lina. nampaknya tante lina menyadari situasi yang sudah bikin aku merasa tak enak, jadi ia mau mengalihkannya.

"kalau begitu aku juga mau tidur.. besok masih banyak yang harus aku kerjakan.."

papa ikut berdiri lalu pegi kekamarku.

"aku mau bicara denganmu yo.. kamu belum ngantuk kan?"

tanya erwan,

"kalau begitu kita ke depan saja sekarang.."

aku mengajak erwan ke depan rumah.

"aku minta maaf soal tadi yo..aku tak bermaksud membuatmu merasa tak nyaman.. tapi itu semua aku lakukan untuk membantumu..aku tak mau kamu resah karena rian. aku tahu kalau sekarang hatimu ragu jadi aku mau kamu pastikan kalau memang kamu tak mau kembali sama rian kamu harus yakin.."

" tak apa apa wan, aku tak menyalahkan kamu dengan semua yang terjadi wajar saja kamu sebagai sahabatku mau membantu, aku tak berpikiran buruk tentang hal itu..."

kataku dengan santai. aku tak mau erwan merasa tak nyaman.

"tapi kalau kamu masih menyayangi rian, aku tak akan memaksa kamu untuk menjauhinya, kamu punya hak penuh atas hidupmu...."

semilir angin malam yang dingin berhembus menerpa tengkukku, rasanya bagai terguyur air es. suasana dalam rumah telah hening. mungkin semua sudah tertidur.

"kalau kamu sudah ngantuk bilang saja rio biar aku pulang sekarang..."


"belum wan, apa kamu tak mau menginap disini...?"

tanyaku lagi.

"kan ada papamu yo, aku mau tidur dimana kalau nginap...?"

erwan bertanya balik. aku menggeleng, erwan benar mana mungkin aku membiarkan dia tidur di lantai.

"kalau begitu aku pulang dulu, besok aku kesini lagi menemanimu cari rumah.."

"makasih wan, jam berapa kira kira kamu mau datang besok?"

kataku sambil berjalan mengantar erwan sampai ke mobilnya yang diparkir tak jauh di depan rumahku di bawah pohon jambu air.

"sekitar jam sepuluh yo.."

"oke nanti aku akan siap siap.."

erwan masuk ke dalam mobilnya lalu menyalakan mesin. aku memandangi mobil erwan yang merayap keluar dari pekarangan rumahku.


***********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar