Jumat, 19 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 5

#7 PERTENGKARAN EMAK DAN MAMA



"keringkan dulu badanmu nak, buka dulu baju yang basah ini, nanti kamu sakit...kasian kamu, kehujanan subuh subuh begini..". kata emak dengan cemas melihat aku basah kuyup dan menggigil.

"makasih mak.. Maafkan rio ya mak.. Rio udah bikin emak susah....". aku membuka baju lalu meletakkanya di lantai, sungguh aku merasa menyesal telah membuat emak kuatir.

"sudahlah nak, jangan dipikirkan lagi, yang penting sekarang kamu tak apa apa..emak kuatir mikirin kamu...".

"rio nggak bermaksud menyusahkan emak, rio sayang sama emak, tapi rio tak mau pergi dari rumah ini.. Rio mau tinggal sama emak.. Tolong mak.. Jangan suruh rio pergi dari sini, rio sayang sama emak, rio tak akan menyusahkan emak, rio janji mak.. Biarlah rio makan sekali sehari, tolong mak.. Jangan berikan rio sama ibu itu... Rio akan bantu emak jualan kue. Biarlah rio tak usah sekolah, rio tahu kalau itu hanya menambah beban emak... Rio ikhlas tak emak kasih jajan, yang penting emak izinkan rio tinggal sama emak...".

aku terisak isak dibahu emak. Emak tak menjawab apa apa, hanya air mata yang melinangi wajahnya, emak menatapku dengan sendu, terbayang penderitaan yang sama dengan yang aku rasakan.

"mak kenapa diam...jawab mak, rio tak mau kehilangan emak...". aku meratap mengharapkan emak menjawab walau hanya sepatah kata "iya" atau "tidak".

namun emak hanya diam saja sambil terus mengusap usap punggungku. Sementara itu yuk yanti kembali sambil membawa baju gantiku.

"nih mak bajunya...". yuk yanti mengulurkan baju kaus dan celana pendekku yang terlipat rapi di tangannya.

"tina mana yanti?... Kok ngambil handuk gini lamanya, kasihan adikmu udah menggigil kedinginan dari tadi, tiap kali disuruh selalu lama..!!". kata emak sedikit kesal.

"loh... Dari tadi ia belum balik juga, emangnya dimana ia ngambilnya, di jakarta ya?.” Yuk yanti keheranan.

"coba kamu aja yang ambil.!!".

perintah emak, aku menegakan badan sambil menggeletar kedinginan.
Yuk yanti langsung menyusul yuk tina kedapur. Tiba tiba aku merasa sesuatu yang hangat sedang menjilati kakiku, aku merunduk ke bawah, rupanya si merah yang menjilatinya, aku angkat si merah ke pangkuanku, kuelus elus bulunya yang tebal dan lembut, seolah olah mengerti dengan kesedihan dalam hatiku, si merah tak meronta, dengan jinak ia menyelusupkan kepalanya di sela sela tanganku, menjilati tanganku yang berkerut karena dingin. Tak lama kemudian yuk yanti dan yuk tina keluar dari dapur menghampiri aku dan emak sambil membawa handuk biruku.


"nih dek, keringin badannya... Ntar keburu sakit..!".

perintah yuk yanti sambil memberikan handukku. Segera aku ambil, karena memang aku sudah tak tahan lagi kedinginan, ku buka bajuku yang basah lalu ku lap dengan handuk seluruh tubuhku hingga kering. Setelah berganti dengan baju dan celana kering, rasanya lebih nyaman, tak lagi menggigil, sementara itu yuk tina, yanti dan emak cuma mengamati aku seolah olah aku orang asing dirumah ini.


"sekarang tidurlah dulu nak... Istirahat dulu, sudah jam empat subuh...!".

emak berangkat dari duduknya, tersenyum padaku dengan senyum lemah, seolah dipaksakan.


"mak.. Boleh rio tidur sama emak nggak?". tanyaku ragu ragu. Emak menatapku seolah olah barusan yang kukatakan tadi itu kata kata terlarang.

"kenapa mak.. Rio nggak boleh tidur bareng emak malam ini mak?".

aku mengulangi pertanyaanku pada emak untuk meyakinkannya lagi. Seolah baru tersadar, emak tersentak, kemudian buru buru tersenyum padaku.

"tumben rio mau tidur bareng emak..."

"boleh ya mak?".

tanyaku agak ragu karena melihat ekspresi wajah emak yang bimbang.

"boleh nak, kamu tidurlah dulu nanti emak nyusul.” Mendengar kata kata emak, aku senang sekali.

"aku juga tidur sama emak ya..".

tiba tiba yuk tina membuka suara.

"aku juga ya mak..!".

yuk yanti ikut ikutan. Emak memandangi kami semua, kemudian tersenyum dan menganggukan kepala.

"baiklah, kita tidur bersama sama hari ini....".

ujar emak, lalu bertiga aku dan kedua ayukku ke kamar emak. Saat berbaring aku merasa ada yang lain dalam hatiku, suatu perasaan yang tak bisa aku ungkapkan dengan kata kata, aku merasa seolah olah ini adalah kali terakhir aku bisa menikmati saat saat seperti ini.

Yuk yanti dan yuk tina sudah tertidur, emak masuk dan langsung berbaring di sampingku, aku pura pura tidur, ku rasakan keningku dicium oleh emak. Setetes cairan hangat jatuh diatas keningku. Emak menangis..... Tapi tangisan tanpa suara.

Entah karena memang aku sudah terlalu mengantuk, atau aku terlalu lelah, tak lama kemudian aku tertidur.


aku terbangun kesiangan, saat aku melirik jam dinding, ternyata sudah pukul sebelas siang, tubuhku menggigil tak karuan, kepalaku berdenyut denyut, kerongkonganku kering, pokoknya benar benar tak nyaman. Saat mau beranjak dari tempat tidur, tubuhku terasa begitu lemah, seolah olah kekuatanku menguap entah kemana, kupanggil emak, namun suaraku seperti tertahan dikerongkongan, hanya seperti bisikan parau yang keluar.


"mak... Emak..!"
aku terus memanggil emak, mau pingsan rasanya saking haus yang ku rasakan, mau berdiri tak bisa, pandanganku makin kabur. Untung saja emak mendengar, bergegas ia masuk ke kamar dan menghampiriku.


"ada apa nak..?". tanya emak dengan kuatir saat melihatku. Emak mendekatiku, kemudian meraba keningku, mata emak terbelalak.

"mak.... Haus....".

ujarku dengan susah payah.


"astaga rio.. Tubuhmu panas sekali... Kamu demam nak...".

emak terlihat begitu panik, buru buru ia menyelimutiku hingga sebatas leher. Kemudian emak keluar kamar, kembali lagi dengan membawa segelas besar air putih.


"minum dulu nak..".

emak membantuku duduk, kemudian menempelkan bibir gelas ke mulutku, segera aku minum, namun air yang mengalir lewat tenggorokanku, seolah olah bagaikan duri yang menyakitkan. Langsung ku dorong kembali gelas itu, emak menatapku penuh tanda tanya. Aku cuma menggelengkan kepala dengan berat, seperti mengerti, emak langsung meletakkan gelas di atas sandaran dipan tempatku tidur. Lalu membaringkan aku lagi.


"tunggu sebentar nak, emak mau beli obat dulu ke toko.. Kamu jangan banyak bergerak dulu..".

kata emak dengan cemas. Aku cuma mengangguk pelan. Emak meninggalkanku sendirian, sekitar sepuluh menit, emak kembali masuk sambil membawa mangkuk plastik berisi air dan saputangan handuk. Kembali emak membantuku duduk, memberikan sebutir obat padaku, aku menelan obat itu dengan bantuan emak serta segelas air. Kemudian aku baring lagi.

Emak mengompres keningku. Aku memejamkan mata, rasanya otakku bagaikan tertusuk jarum, menarik nafas pun susah, bagaikan ada yang menekan dadaku serta menutup hidungku. Lama sekali emak terus mengompresku, hingga aku tertidur lagi. Aku terbangun karena mendengar suara ribut ribut yang berasal dari luar kamar, mungkin diruang tamu, suara yang sangat asing bagiku, selain suara emak dan ayuk ayukku.

Seperti ada beberapa orang yang sedang memarahi emak, dengan susah payah aku berangkat dari dipan emak, aku berjalan walau terasa pusing dan pandanganku kabur, walau sulit, akhirnya aku bisa berjalan hingga pintu kamar. Dari balik tabir, ku melihat emak sedang menangis, sementara kedua ayukku memeluk emak, ibu yang waktu malam itu datang, ada disitu. Bersama dua orang lelaki dewasa.


"ayuk tak bisa menjaga anakku, kenapa sampai ia sakit seperti itu... Kenapa dibiarkan saja ia berhujan hujanan di tengah malam..!".

teriak ibu itu dengan nada tinggi.

"kami juga sudah berusaha mencegahnya, tapi rio berlari sangat kencang, tina dan yanti sudah mengejarnya, namun mereka berdua tak bisa menyusulnya... Tolong jangan salahkan kami seperti itu mega....!".

emak membela diri, sementara itu yuk tina tanpa rasa takut sedikitpun langsung berdiri dan berkacak pinggang, dengan emosi, yuk tina balik memarahi ibu itu.. Ibu yang aku tahu adalah ibu kandungku.


"bu.. Tolong sopan sedikit ya..!.. Ibu mana tahu dengan keadaan kami, ibu hanya tahu bersenang senang.. Sementara kami disini sedang ada masalah, gara gara kedatangan ibu.. Setelah ibumeninggalkan rio begitu saja tanpa kabar, sekarang seenaknya saja ibu mau mengambilnya... Apa ibu tak punya hati..?".

tantang yuk tina berapi api dengan penuh emosi. Yuk tina memang agak temperamental, ia tak kenal takut, walaupun ia tahu orang itu lebih dewasa dan kuat, selama ia merasa benar, maka yuk tina tak akan gentar sedikitpun. Melihat perlawanan dari yuk tina, wajah ibu itu langsung berubah merah padam.


"hei..! Jaga mulutmu ya.. Pernah diajari nggak sama emakmu itu..?.. Kamu itu perempuan, apa kamu pikir bagus kelakuanmu itu?".

balas ibu itu tak kalah sengit. Kedua pria yang bersamanya cuma duduk melihat tanpa bersuara sedikitpun. Kepalaku makin pusing, aku kasihan melihat emak yang cuma bisa diam, aku ingin membela emak, tapi aku tak bisa, karena entah mengapa aku merasa pandanganku makin kabur, dan tubuhku seolah melayang layang.


"emak selalu mengajari kami yang baik baik.. Tapi kami juga tak akan tinggal diam kalau ada yang menghina kami... Jangan ibu pikir mentang mentang ibu banyak duit, ibu pikir bisa seenaknya saja memperlakukan kami... Justru ibu itu yang tak sopan, datang ke rumah orang marah marah... Kayak orang tak berpendidikan...!".

maki yuk tina makin meradang.

"tina cukup..!!, jangan tak sopan sama orang tua...". sela emak diantara isakannya.


"nah... Betul kan... Kamu memang anak tak tahu adat.. Emak kamu sendiri juga bilang kamu tak sopan... Dasar anak kurang ajar...".

balas ibu itu dengan melecehkan. Yuk tina menatap emak dengan pandangan terluka, seolah olah kata kata emak tadi telah membuat ia sakit hati. Emak sepertinya sadar akan hal itu, buru buru emak membela yuk tina.


"mega.. Kamu yang harusnya sadar diri, jangan mentang mentang kamu merasa berada diatas angin, kamu jadi bisa memperlakukan kami seenaknya.. Ingat dulu, siapa yang datang ke kami, siapa yang meminta tolong dalam keadaan susah dulu, saat kamu tak punya apa apa.. Saat mertua kamu tak menerima kamu, kamu mengemis meminta belas kasihan pada kami, ingat mega..!!! Ternyata kami sudah menolong macan terluka, yang akhirnya menggigit kami... Kamu kira kamu sudah baik, kamu itu benar, kamu memang tak tahu terima kasih... Jangan kamu pikir mentang mentang kamu sudah punya banyak uang, sudah sukses, kamu bisa begitu saja memperlakukan kami dengan hina...!".

semprot emak dengan emosi, membuat ibu itu terkejut, mungkin ia tak mengira kalau emak juga bisa berkata kasar.


"eh.. Yuk.... Berapa sih kerugian ayuk dulu.. Bilang saja berapa.. Aku bayar sekarang.. Aku juga terpaksa minta tolong sama kalian itu... Kalian pikir aku suka ya kalian tolong, kan dulu kamu juga yang memaksa aku tinggal dengan kalian... Sebelum pergi aku sudah bilang kalau aku akan kembali lagi untuk menjemput anakku.. Kenapa sekarang kalian malah marah marah... Seharusnya kalian senang, kalian itu sudah susah... Aku cuma mau membantu meringankan kesusahan kalian... Aku cuma mau mengambil rio kembali.. Dia itu anak kandungku, coba kalau ayuk yang berada pada posisiku sekarang... Apa yang ayuk rasakan.. Berpisah bertahun tahun dari anak kandungnya sendiri... Merasa bersalah karena telah meninggalkan anak sendiri, setiap hari cuma memikirkan apa nasibnya, apakah ia baik baik saja.. Sudah cukup makan belum... Apa ayuk begitu egoisnya.. Menyeret rio dalam kesusahan... Padahal ayuk tahu kalau aku bisa memberikan kehidupan yang lebih baik pada rio.. Memberikan pendidikan yang lebih baik untuknya... Apa ayuk tega melihat rio berjualan setiap hari.. Memakai pakaian jelek.. Tak mendapatkan uang jajan cukup, tak mempunyai apa apa... Ayuk jangan kuatir.. Setiap sen yang ayuk keluarkan untuk rio akan aku ganti semua.. Bahkan dua kali lipat dari itupun akan aku berikan... Aku tak mau bertengkar seperti ini, aku meminta rio baik baik, tapi kenapa kalian malah bersikap seperti ini..?".

tantang ibu itu tak mau kalah. Aku muak sekali mendengarnya.. Kata kata ibu itu membuat aku merasa semakin tak menyukainya , malah aku menjadi bertambah benci kepadanya.

"ibu itu sadar apa pingsan sih... Ngomong itu dipikir dulu bu.. Jangan mencari cari kesalahan orang lain dong....!".

timpal yuk yanti yang sedari tadi cuma diam, aku tahu yuk yanti pasti sangat kesal sekali, biasanya yuk yanti tak pernah seperti itu, yuk yanti sangat menghormati orang yang lebih tua. Mungkin yuk yanti sudah tak bisa lagi menahan rasa kesalnya saat mendengar kata kata ibu itu, yang tak bermutu sama sekali.


"eh.. Ini lagi mau ikut ikutan... Memang kalian itu tak sopan semua... Aku tak mau rio berada disini, bisa bisa nanti ia tumbuh menjadi anak yang tak sopan juga seperti kalian...".

balas ibu itu makin meradang karena merasa di keroyok.


"kalau kamu tak memulainya mega, tak mungkin anak anakku tak sopan padamu, aku sangat mengenal anak anakku, biasanya mereka menaruh hormat pada orang yang lebih tua, tapi kelakuanmu sendiri tak bisa dikatakan sopan, padahal kamu itu sudah tua..!".

emak membela yuk yanti, sambil memberi penekanan pada kata katanya itu. Kenapa sih hari ini bisa seperti ini, biasanya emak tak pernah seperti itu, aku sangat mengenal emak, beliau begitu baik, tak pernah aku melihat emak bertengkar dengan siapapun sebelumnya, emak sangat menjaga hubungannya dengan siapapun, bahkan tetangga tetangga disini mengenal emak begitu baik, emak tak pernah bergosip, daripada emak membuang buang waktu untuk mengurusi orang lain, emak lebih memilih membereskan rumah, ketimbang emak sibuk menceritakan kejelekan orang lain, emak lebih memilih sibuk membuat kue untuk dijual, emak juga tak pernah berlama lama belanja di toko, kalau cuma untuk bergosip dengan ibu ibu disini.

Orang orang sudah tahu dengan karakter emak, justru mereka menaruh hormat pada emak. Mereka segan, walaupun kami tak punya banyak uang, tetangga disini sangat menghargai emak.


"yuk.. Saya malas bertengkar, saya cuma mau meminta anakku kembali dengan baik baik.. Saya rasa ayuk sudah cukup puas bisa merawatnya selama ini, sekarang giliran saya yang ingin merawatnya... Saya ingin anak saya menjadi orang yang berhasil, apa ayuk bisa menjamin bisa memberikan yang terbaik untuk anak saya, sementara keadaan ayuk seperti ini, untuk makan saja ayuk mesti kerja mati matian membanting tulang, ku mohon ayuk pikirkan lagi, jangan egois, ini semata mata demi masa depan rio.. Kalau ayuk berpikir, pasti ayuk tahu kalau kata kataku ini benar.. Aku ingin kita baik baik.. Percuma bertengkar yuk.. Tak akan menyelesaikan masalah... Aku toh bisa aja menempuh jalur hukum, dan aku bisa jamin kalau ayuk tak akan menang, jadi daripada urusan semakin merembet kemana mana, aku minta ayuk ikhlaskan saja aku mengambil kembali anakku... Apa ayuk tega dalam keadaan sakit begini, untuk membawanya ke dokter pun ayuk tak punya uang.. Masa depan seperti apa yang akan ayuk janjikan pada rio... Kalau memang ayuk menyayanginya, ayuk pasti tahu apa yang terbaik untuk rio..."


tandas ibu itu sambil mengambil tas tangan yang ia letakkan diatas meja, kemudian ia memberi isyarat pada kedua orang pria yang mengikutinya agar berdiri. Ibu itu membuka tas nya lalu mengeluarkan setumpuk uang pecahan sepuluh ribu rupiah dan memberikan pada emak.


"bawa rio ke rumah sakit, secepatnya.. Tolong jangan tolak uang ini... Carikan perawatan yang terbaik, aku mau anakku segera sembuh...".

ujar ibu itu sambil meletakkan setumpuk uang ke atas meja. Tanpa berkata apa apa lagi, ibu itu berjalan diiringi kedua pria yang bersamanya, keluar dari rumahku, emak bengong demikian juga kedua ayukku, mereka seolah olah kehilangan kata kata untuk menjawab. Setelah deruman mobil terdengar meninggalkan rumah, baru emak seperti tersadar dan menangis, yuk tina langsung menghibur emak.


"dasar orang sombong, dia pikir dengan uangnya ia bisa melakukan apa saja...".

kata yuk tina dengan kesal.


"sudahlah tin, kita bisa ngomong apa lagi... Ibu rio benar, kita ini orang susah, harus tau diri, ini bukan menyangkut tentang kita, tapi anaknya rio.. Adikmu.. Emak juga tak mau kalau sampai terjadi apa apa sama adikmu, kita cuma bisa pasrah sekarang, apapun yang terjadi... Mungkin memang sudah saatnya kita melepaskan rio dengan ikhlas walaupun itu sangat menyakitkan...!".

emak berkata sambil melamun.. Seolah olah emak sedang terkena stress.


"coba kita punya uang banyak ya mak, kita bisa membayar pengacara, jadi kita tak dihina seperti ini, kita bisa mempertahankan rio...".

ujar yuk yanti murung. Mendengar semua itu, tanpa terasa airmataku mengalir, aku kasihan sama emak, aku telah membuat emak kesulitan. Aku hanya menambah beban saja bagi emak. Aku anak yang tak berguna, tak bisa membantu emak. Semua masalah berawal dariku. Kalau saja tak ada aku dirumah ini, pasti emak tak akan mendapat hinaaan seperti ini. Emak mengambil uang yang ada diatas meja, lalu memberikan pada yuk yanti.


"kamu pegang uang ini yanti, untuk membawa rio ke dokter... Emak terpaksa menerimanya, karena memang emang tak punya uang untuk membawa adikmu berobat... Emak ingin sekali bisa membayar sendiri biaya adikmu, tapi kalian juga tahu bagaimana keadaan kita.. Maafkan emak ya tina, yanti... Emak tak bisa membuat kalian bahagia...".

ucap emak murung nyaris berbisik, pada yuk tina dan yuk yanti.


"mak jangan ngomong begitu... Yanti bahagia kok mak.. Walaupun tak berlimpah uang, tapi aku senang menjadi anaknya emak.. Kebahagiaan kan tak bisa digantikan dengan uang mak...".

yuk yanti menghibur emak, sambil mengurut bahu emak dengan lembut.


"iya mak.. Tina juga begitu, tina minta maaf selama ini sering bikin emak susah.. Tina bahagia bersama emak, tina janji akan lebih mendengarkan kata kata emak.. Yang penting kita bisa berkumpul bersama sama mak...".

timpal yuk tina dengan wajah berlinang air mata. Emak tersenyum walau saat ini beliau sedih, emak merangkul kedua ayukku.. Bertiga mereka berpelukan dengan penuh kasih sayang. Aku mundur perlahan, dadaku terasa sesak, kembali perasaan asing menyergap.

Dingin menjalar keseluruh tubuhku Hingga membuat ku menggigil. Aku merasa asing ditengah tengah keluarga ini. Lututku lemas, tak bisa menopang lagi tubuhku hingga ambruk terjatuh menggelosor ke lantai, aku memanggil emak, namun suaraku tak keluar.. Sementara kepalaku makin sakit, terasa ditusuk tusuk jarum, aku mengerang kesakitan Hingga akhirnya aku tak sadar apa apa lagi. Sempat aku mendengar yuk yanti menjerit sambil mengoyang goyang tubuhku. Setelah itu tubuhku menjadi ringan seolah melayang dalam kegelapan yang pekat.

aku membuka mata perlahan, terasa silau, hingga aku harus memicing untuk menghindari perih. Tanganku sedang di genggam oleh emak, yuk tina berdiri disisi tempat tidur sambil tersenyum padaku.


"udah agak mendingan dek...?".

tanya yuk tina memastikan keadaanku. Aku menggelengkan kepala, memaksakan senyum pada yuk tina dan emak.


"sakit nak..?.

Tanya emak sambil memegang tanganku yang terkena infus.


"nggak mak.. Cuma tubuhku agak kedinginan...".

jawabku dengan susah payah, aku tak mau membuat emak semakin kuatir memikirkan keadaanku.


"mak... Aku tak mau ikut ibu itu...".

ucapku dengan lirih. Namun emak langsung menyentuh bibirku dengan ujung jari telunjuknya..


"sst... Jangan berpikir yang berat berat dulu nak.. Yang penting kamu harus sembuh dulu, hal itu bisa kita bahas nanti...".

jawab emak pelan, emak menatapku dengan murung, seolah olah beliau merasakan kegundahan yang saat ini melilit hatiku.


"rio tak apa apa mak... Rio takut, kalau emak emang sayang sama rio, jangan biarkan ibu itu membawa rio...". aku bersikeras mempertahankan keinginanku pada emak.


"iya nak, emak pun mau rio tetap bersama emak, kita menjalani hari hari seperti biasa, selalu bersama sama, makan tak makan selama kita tak terpisah, itulah yang membuat emak bahagia..."


"iya dek... Betul kata emak, kita pasti akan tetap bersama sama, adek tidak usah kuatir, ayuk akan berusaha keras mempertahankan adek, ayuk juga tak rela kalo adek sampai pergi dari rumah, kita selama ini selalu bersama dan akan tetap begitu...".

tambah yuk tina sambil mendekat padaku dan membungkuk hingga posisi kepalanya lebih dekat denganku.


"ayuk janji ya... Yuk, maafkan selama ini rio sering berantem sama ayuk.. Rio sebenarnya sangat sayang sama ayuk... Bagi rio, yuk tina dan yuk yanti adalah kakak paling hebat, yuk tina cantik.. Rio bangga punya ayuk kayak yuk tina..."


"ayuk juga bangga punya adek kayak rio, adek baik sama ayuk, justru selama ini, ayuk lah yang sering marah marah tanpa alasan sama adek, ayuk udah sering nyakitin perasaan adek...".

balas yuk tina sambil memegang tanganku yang tak terinfus. Aku tersenyum sama yuk tina.


TOK...TOK....TOK...


suara pintu di ketuk dari luar, serempak kami menoleh kepintu, sesosok kepala menyembul dari balik pintu melongok ke dalam kamar, rupanya si erwan.


"masuk nak erwan...".

kata emak sambil membuka pintu lebar lebar, mempersilahkan erwan masuk. Rupanya erwan tak sendirian, ada mamanya juga ikut bersamanya masuk ke dalam, ia membawa bungkusan di tangannya. Mama erwan menyalami emak, lalu ia menyuruh erwan meletakkan bungkusan itu ke atas meja di samping ranjangku.


"gimana sobat, udah mendingan... Tadi aku bingung kamu nggak masuk, mana nggak ada kabar, pulang sekolah aku ke rumahmu, nggak ada siapa siapa, tetanggamu yang bilang kalau kamu dibawa kerumah sakit..".

jelas erwan lalu duduk disisi ranjang.


"makasih ya wan.. Kamu memang baik.."


"tuh aku bawa roti, cokelat dan buah.. Dimakan ya sobat, biar cepat sembuh.."


"iya sobat... Terimakasih banyak.. Kamu datang aja aku udah seneng banget, tapi dibawa buah buahan juga aku nggak nolak, seneng banget...".

aku bercanda biar erwan tak terlalu kuatir.


"gimana sih kok bisa sakit kayak gini... Padahal baru aja kemarin kita sama sama ke kantin, kamu sehat sehat aja... Muka kamu juga pucat banget, kayak lagi ada masalah besar aja...".

selidik erwan memandang wajahku dengan tajam.


"nggak kok wan, kemarin aku berhujan hujanan... Jadi aku kena demam.."


"loh.. Seingatku, kemaring nggak hujan, cuma tadi subuh memang hujan... Emangnya kamu hujan hujanan subuh subuh.. Ngapain..?".


selidik erwan agak keheranan. Aku terdiam, tak mungkin saat ini aku bercerita pada erwan, karena masalah ini saja sudah membuat kondisiku turun drastis hingga sampai opname dirumah sakit.


"nanti aku ceritakan, tapi jangan sekarang ya wan.. Aku belum siap..". aku berbisik lirih pada erwan, jangan sampai emak dan yuk tina mendengar.


"jangan di paksa kalau kamu belum siap... Andai kamu nggak mau cerita juga nggak apa apa kok..".

balas erwan penuh perhatian.


"makasih ya wan...".

ucapanku terpotong karena mama erwan menghampiriku. Emak berjalan disampingnya.


"rio... Kok bisa sampai sakit gini sayang..".

mama erwan berdiri disamping erwan di tepi ranjang, aku memaksakan tersenyum, walaupun agak berat karena kepalaku sakit.


"nggak tau tante... Tiba tiba bangun kesiangan langsung badanku menggigil,".

aku menjawab pertanyaan mama erwan.


"lain kali lebih teliti kalau jajan, soalnya jaman sekarang banyak makanan yang berbahaya, mengandung zat pewarna yang tak seharusnya ditambahkan dalam makanan, belum lagi musim seperti ini, terkadang panas terkadang hujan tak menentu, itu juga membuat kekebalan tubuh menurun.".

nasehat mama erwan keibuan.


"iya tante...makasih ya tante, rio perhatikan kata kata tante..".

aku tersenyum walau susah payah. Mama erwan mengangguk puas mendengar jawabanku. Setelah sekitar limabelas menit, mama erwan mengajak erwan pulang, mereka berpamitan. Erwan masih sempat menghiburku.


"besok aku kesini lagi ngajak rian ya...".

mendengar nama rian, aku jadi teringat kami baru saja mulai akrab, dan mungkin kami akan jarang bertemu lagi nantinya.. Ada perasaan sedih, nasibku sekarang ditentukan oleh ibu itu.. Kalau ia berkeras membawaku kembali, aku cuma bisa pasrah, karena aku masih usia baru beranjak remaja, belum bisa menentukan nasibku sendiri, sedangkan emak tak punya daya untuk mempertahankan aku.


"iya wan.. Jangan lupa ya.. Aku tunggu loh...".

jawabku lugas.


"Sampai ketemu besok sobat.."


"iya wan.. Sampai besok ya.."


erwan dan namanya keluar dari ruanganku. Aku melihat mama erwan sempat menyelipkan amplop sama emak, walaupun emak berusaha menolak, tapi mama erwan tetap memaksa, malah langsung menaruh amplop itu di kantong emak. Dengan perasaan tak enak hati, emak mengucapkan terimakasih pada mereka. Aku terharu sekali karena keluarga erwan baik sekali sama aku, aku beruntung punya teman seperti erwan, yang selalu ringan tangan membantu orang orang, hanya tuhan lah yang bisa membalas kebaikan mereka. Sedikit dari sekian banyak orang kaya yang masih mau perduli dengan orang susah, mau berbagi. Setelah pintu di tutup, emak kembali menghampiriku.


"lapar nak?".

tanya emak dengan perhatian.


"nggak mak... Lidah rio rasanya agak pahit, nggak pengen makan.."


"walau cuma sedikit makan lah nak.. Emak kupasin apel ya..".

tawar emak sambil membuka bungkusan yang tadi dibawa erwan.


"terserah emak, tapi temani rio makannya ya mak..".


"iya, nanti emak temani".

emak mengambil sebuah apel, lalu mengupasnya pakai pisau lipat, memotongnya dan menaruh ke dalam piring.


"yuk tina.. Kok diam aja.. Tuh ambil aja buah apa yang ayuk suka, mau makan roti atau cokelat itu juga ada yuk...".

aku menawari yuk tina yang wajahnya terlihat sekali sudah begitu capek. Yuk tina cuma tersenyum sambil berdiri menghampiriku.


"makasih dek, adek ini sakit kok masih sempat sempatnya mikirin orang lain... Nanti kalo ayuk lagi pengen, bisa ngambil sendiri...".

jawab yuk tina sambil mengusap usap rambutku. Aku senang sekali yuk tina seperti ini, karena biasanya mana mau ia melakukan hal seperti ini, yang ada juga dia mengatakan kalau aku penyakitan. Tapi kenapa saat saat seperti ini terjadi justru ketika aku sedang mengalami kejadian ini, mungkin semua ada hikmahnya juga, kalau yuk tina tak tahu aku bukan anak kandung emak, mungkin ia tetap tak perduli denganku, walaupun aku menyayanginya.


Emak sudah selesai mengupas apel dan buah pir, yuk tina mengambil piring dari tangan emak, lalu menyuapiku. Aku membuka mulut dengan enggan, tapi aku juga tak mau menyia nyiakan kesempatan ini, seumur hidupku baru kali ini yuk tina mau menyuapiku makan. Yuk tina menungguku mengunyah dengan sabar, setelah ia lihat aku berhenti mengunyah, yuk tina menyodorkan lagi sepotong buah.. Demikian terus sampai aku merasa mual, aku menggelengkan kepala waktu yuk tina mau memberikan lagi potongan buah padaku.


"udah yuk.. Ayuk aja yang ngabisin, aku udah kenyang, perutku mual.."


"ya udah jangan dipaksa kalau memang udah nggak pengen.".

jawab yuk tina penuh perhatian. Aku bergeser agak duduk, jadi aku tak pegal lagi, karena sudah dari tadi berbaring. Yuk tina duduk dikursi dekat samping televisi, makan buah bersama emak. Sampai suster datang menyuntikku, dan memberikan obat yang membuat mataku mengantuk.

Aku tertidur dan terbangun subuh subuh, emak tidur di lantai bersama yuk yanti, beralaskan tikar pandan. Aku duduk di ranjang memperhatikan emak. Yuk tina mungkin pulang waktu aku lagi tidur tadi malam. Aku sudah merasa lebih segar, kepalaku tak terasa berat dan tubuhku pun tak menggigil lagi. Aku mau pulang saja hari ini, semakin lama aku dirumah sakit, akan semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan, padahal emak bisa memakai uang yang diberikan oleh ibu itu untuk hal lain yang lebih penting.

Suster masuk, menyeka tubuhku dengan handuk hangat basah, aku berdiri sementara suster menggantikan seprei tempat tidurku dengan yang baru. Emak dan yuk yanti terbangun dan membereskan tikar serta bantal tempat tadi mereka tidur. Emak masuk kamar mandi mencuci muka. Setelah emak keluar, yuk yanti masuk. Aku hampiri emak, melihatku terlihat sehat, emak agak heran.


"kok udah berjalan nak.. Hati hati nanti keserimpet tiang infus...".

ujar emak sambil mengambil tiang infus yang aku pegang di tanganku.


"mak, rio mau pulang aja..".

kataku langsung ke intinya.


"mau pulang? Memangnya kamu udah tak apa apa lagi...?".

tanya emak keheranan.


"rio udah sehat mak, justru lama lama disini bikin rio tambah sakit.."


"ya udah kalau memang mau kamu gitu, nanti kita tanya sama dokter aja, kamu udah boleh belum pulang hari ini..".

jawab emak. Aku mengangguk setuju dengan kata kata emak. Setelah suster keluar, aku sarapan pagi dengan nasi putih, dan lauk yang semua rasanya hambar. Sekitar jam sepuluh, dokter yang menanganiku datang, setelah ia memeriksaku, emak mengutarakan maksudku untuk pulang hari ini. Dokter mengizinkan aku pulang, menurut dokter, aku sudah lebih baik. Dan boleh pulang.

Emak berkemas kemas dibantu oleh yuk yanti, suster melepaskan infus di pergelangan tanganku. Erwan datang bersama rian dan sopirnya, waktu yuk yanti menyelesaikan urusan administrasiku dirumah sakit. Mereka mengantarku pulang. Rian duduk disampingku dalam mobil dibangku belakang.

Rasanya aku jadi sembuh sampai tak tersisa sedikitpun sakit kepalaku. Rian menghiburku dengan cerita cerita lucu membuat aku tertawa terpingkal pingkal hingga terlupa semua masalah yang membebani pikiranku dari kemarin. Sampai dirumah aku turun dengan dipapah oleh rian dan erwan.

Sebetulnya aku bisa berjalan sendiri, tapi aku tak mau melewatkan kesempatan dirangkul oleh rian. Aku langsung dibawa ke kamar, rian dan erwan ikut ke kamar, membantuku berbaring, setelah itu mereka ikut duduk diatas ranjang kamarku yang cuma pas untuk satu orang saja tidur diatasnya.

Kami berbincang bincang dan bercanda. Yuk tina membuatkan teh hangat dan kue untuk rian dan erwan. Aku belum boleh makan sembarangan, jadi aku hanya memandangi saja ketika erwan dan rian minum teh serta makan kue. tak terasa rupanya hari sudah sore jam tiga, ketika erwan dan rian mau pamit, tiba tiba ibu yang kemarin yang rupanya ibu kandungku itu datang kembali, turun dari mobilnya yang mewah, memakai baju yang sangat bagus dari bahan sutera warna hijau tua, sepatunya begitu tinggi, rambutnya pun disasak menunjukkan kalau ia baru pulang dari salon. Saat melihatku berdiri di halaman bersama rian dan rio, ibu itu menghampiriku dan langsung memelukku seolah olah kami sudah begitu akrab. Aku mencoba melepaskan diri namun tak bisa, pelukannya terlalu ketat.


"rio anakku, sudah sehat kamu nak.. Mama sampai nggak bisa tidur memikirkanmu semalaman nak... Syukurlah... Mama sayang sekali sama kamu...".

aku tak tahu harus menjawab apa, merasa risih dan rikuh, dari balik punggung ibu kandungku, ku lihat erwan dan rian ternganga aku yakin sekali kalau mereka berdua mendengar apa yang dikatakan ibu kandungku barusan. mereka kaget melihat aku dipeluk perempuan ini. Yang dari penampilannya saja sudah begitu beda dengan ibu ibu yang ada disini. Lebih mirip dengan style ibu pejabat dalam sinetron dan film. Aku mematung bengong tak bisa mengatakan apa apa. Rasanya begitu ganjil.


"rio sayang kamu marah ya sama mama, mama tahu mama salah sudah meninggalkan kamu nak, mama minta maaf sayang, mama janji tak akan meninggalkan kamu lagi nak".

ujarnya sambil terus memelukku, aku sungguh canggung sekali dengan keadaan ini namun aku juga tak bisa melepaskan diri dari pelukannya. aku bingung sekali, dalam hatiku berontak, aku tak mau ia peluk seperti ini aku malu sama rian dan erwan, lagian aku memang tidak menyukainya. enak saja ia datang begitu saja mengharapkan aku akan langsung menerimanya begitu saja, aku melepaskan pelukannya dengan kasar. walau sedikit kaget namun ibuku langsung bisa menguasai diri terhadap penolakanku.


"emakmu mana sayang?"

ia bertanya dengan wajah yang memerah karena malu, aku tak perduli dengan apa yang ia pikirkan. tanpa menjawab aku langsung masuk kedalam mencari emak. aku langsung menuju ke dapur, karena bisa dipastikan jam segini biasanya emak lagi masak didapur.


" mak,... ada bu mega!". kataku dengan singkat memberitahu emak, seperti mendengar berita buruk, wajah emak langsung berubah kelam, aku tahu kalau saat ini yang paling tak emak ingin untuk ketemu pastilah bu mega.


"iya nak, bilang tunggu sebentar, suruh ia masuk ke dalam.”. jawab emak dengan suara agak sumbang. aku kembali ke beranda menemui ibu itu, menyuruhnya masuk dan menunggu emak didalam ruang tamu saja. setelah ibu itu masuk, aku hampiri erwan dan rian yang nampaknya batal pulang, erwan masih memandangku dengan penuh tanda tanya,


Sementara itu rian sedang sibuk mengagumi mobil berwarna hitam metalik yang dipakai ibu kandungku. aku bingung harus mengatakan apa pada mereka berdua, karena aku sebenarnya belum mau cerita apa apa tentang hal ini. begitu melihatku kembali, rian berbalik dan menghampiriku dengan antusias, matanya terbelalak. aku menggaruk kepala yang tidak gatal, sementara erwan dan rian masih menatapku meminta penjelasan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar