Jumat, 19 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 21

Berempat kami pergi kerumah amalia. Ibu amalia sedang menyapu halaman rumahnya saat kami tiba. Ia langsung berhenti saat melihat mobil kami memasuki pekarangan rumahnya.

"oh bapak dan ibunya faisal.. Silahkan masuk..." ibu amalia menyenderkan sapu lidi yang ia pegang di bangku papan depan rumahnya. Papa dan mama mengangguk. Kami berjalan mengikuti ibu amalia masuk ke rumahnya.

"amalia ada?" tanya mama saat kami sudah duduk diruang tamu.

"ada bu, sebentar saya panggil dulu.." ibu amalia masuk ke dalam. Kami menunggu dalam diam. Ku lihat kak fairuz nampak sedikit gelisah. Berkali kali ia menunduk dan meremas jemarinya.

"ada apa tante?" serempak kami menoleh melihat amalia.

"duduk dulu mel, ada yang ingin tante bicarakan sama kamu!"
ujar mama tanpa basa basi lagi. Amalia duduk di sampingku. Aku bergeser sedikit memberi ruang untuk amalia. Ia memandang mama dengan penasaran. Mama menarik nafas sebentar sebelum ia melanjutkan kata katanya. Sama seperti kak fairuz, amalia terlihat jadi gelisah.

"kamu bilang mau menikah dengan lelaki yang tante pilih bukan?" mama mengingatkan amalia. Aku mengerutkan kening menatap mama. Amalia mengangguk pelan. Kulihat kakinya agak gemetar.

"tante sudah punya calon buat kamu!" mama langsung pada intinya. Sontak amalia tegak menatap mama.

"tante sudah punya calonnya... Siapa tante.." amalia terbata bata.

"masih saudara almarhum juga.." ujar mama. "maksud tante rio..?" amalia sembunyi sembunyi melirikku.

"bukan!" mama menjawab tegas. Ibu amalia keluar dengan membawa sebaki minuman. Mama diam menunggu ibu amalia selesai menyajikan minuman untuk kami.

" silahkan diminum pak, bu, nak rio.." ibu amalia menawari kami lalu duduk bersama kami dan menaruh baki dibawah meja.

"saya dengar ibu sudah punya calon.. Siapa bu?" tanya ibu amalia. "kakaknya almarhum faisal.." jawab mama tanpa melihat ibu amalia.

"iya bu, anak saya fairuz katanya mau menikahi amalia.." kali ini papa yang angkat bicara.

"apa..!!" ibu amalia kelihatan sangat kaget demikian juga dengan amalia. Namun mama tetap tenang seolah sudah bisa menebak reaksi mereka bakalan begitu.

"iya.. Kalau amalia mau maka kita secepatnya akan mengadakan lamaran.." lanjut mama tanpa ekspresi.

"tapi bu, apa fairuz mau?" ibu amalia masih belum bisa percaya.

"masalahnya bukan hanya itu bu, apa amalia mau kalau menikah dengan kakaknya almarhum?" tanya papa dengan sabar. Semua langsung melihat amalia. Bukannya menjawab amalia malah menangis hingga kami semua kebingungan.

"kenapa mel?" mama jadi panik. Mendengar pertanyaan mama amalia semakin terisak.

"kamu tak mau menikah dengan fairuz?" tanya papa bingung.

"mel jangan nangis dong... Kamu jawab aja, kalaupun kamu tak mau tante tak akan memaksa.." mama mencoba menenangkan amalia. Aku menatap amalia dengan kasihan. Ia hanya menunduk sambil menutup wajahnya. Bahunya berguncang karena isakan tangisnya. Sementara itu kulihat kak fairuz mulai tak tenang duduknya. Wajah kak fairuz pucat. Mungkin kak fairuz tak menyangka reaksi amalia akan begini.

"saya.. Saya sudah katakan.. Apapun keputusan tante, akan saya terima..." ucapan amalia terpatah patah. Mama menarik nafas lega demikian pula semua yang ada disini. Wajah kak fairuz pun berubah lebih cerah.

"kalau kamu terpaksa tante juga tak akan memaksakan kehendak.." ulang mama lagi. Amalia menggeleng.

"tidak tante.. Saya tak terpaksa.. Kalau memang sudah jalan saya untuk menikah dengan kakaknya faisal, saya hanya bisa menerima saya ikhlas...." suara amalia sudah lebih tenang sekarang. Aku senang amalia bisa berpikir jernih, saat ini tak ada yang lebih baik untuk menggantikan kak faisal selain kak fairuz dan amalia pasti menyadari hal itu. Ternyata tuhan maha adil. Meskipun umatnya telah berbuat kesalahan namun kasih nya selalu ada. Aku bersukur atas semua ini. Akhirnya masalah ini akan segera selesai. Anak yang ada didalam rahim amalia akan lahir dengan adanya ayah. Ia tak perlu malu menanggung dosa yang dibuat orangtuanya.

"kalau begitu secepatnya kami akan datang lagi kemari untuk melamar amalia.." papa memberitahu ibu amalia.

"kami akan menunggu kedatangan keluarga bapak harlan.." sambut ibu amalia gembira.

"kalau begitu kita rundingkan kapan waktu yang tepat untuk kami kemari.." mama menambahkan.

"kalau menurut saya semakin cepat makin baik, kita tak perlu menunggu lama lama lagi, kondisi amalia tak memungkinkan untuk kita menunda.." jawab ibu amalia.

"bagaimana kalau malam jumat depan kami datang untuk melamar?" usul mama.

"bagus juga kalau begitu.. Kami akan siap siap.." ibu amalia menjawab cepat.

"bagaimana mel?" mama memandang amalia yang dari tadi hanya diam mendengarkan pembicaraan ini sambil menunduk. Amalia mengangkat kepalanya dan memandang mama dengan ragu.

"terserah tante saja.. Saya akan mempersiapkan diri kapanpun tante mau datang.."

"kamu itu jadi perempuan punya prinsip dikit kek mel, dari tadi terserah.. Terserah.. Terserah..!" sela mama agak kesal. Amalia terdiam dan menunduk lagi. Papa mengerling pada mama memberi isyarat agar tak terlalu keras pada amalia. Mama diam meskipun kulihat wajah mama masih mengisyaratkan ketidakpuasan terhadap amalia.

"kalau begitu kami semua mohon diri ya bu rusmi, jangan lupa jumat depan kami akan datang lagi untuk acara lamaran." kata mama sambil berdiri. Aku papa dan kak fairuz ikut berdiri lalu kami semua menyalami amalia dan ibunya. Kami diantar hingga ke halaman rumahnya. Aku melambaikan tangan pada amalia saat mobil mulai berjalan.

"mama bingung sama amalia, apa sih yang ada di pikirannya itu, kadang kadang tak habis pikir apa yang buat faisal begitu tergila gila sama dia..!" gerutu mama sambil menambah suhu dingin pada tombol ac di bawah dasbor mobil.

"papa mengerti amalia bersikap gitu ma, dia masih terkejut.. Wajar saja dia tak banyak bicara.." jawab papa sabar.

"iya ma, amalia kan banyak pikiran selama ini.. Dia tentu tak menyangka kalau kak fairuz lah yang bakal menikah dengan dia.." aku ikut nimbrung.

"makanya dia tadi jadi gugup.." timpal papa.

"tapi kita kan jadi nggak tau kalau dia itu senang atau tidak kita nikahkan sama fairuz.." mama masih belum reda kesalnya.

"biarkan amalia begitu tante, aku akan jadi suaminya dan mulai sekarang aku akan berusaha lebih mengenal dia..!" kata kak fairuz tajam. Mama terdiam.

"terima kasih ruz, almarhum adek kamu pasti bahagia kamu akan menikahi amalia.." suara papa agak bergetar.

"iya pa.. Lagipula amalia cantik, ya aku gak rugi rugi amat..!" canda kak fairuz. Semua tertawa mendengarnya termasuk mama yang biasanya jaim menghadapi kak fairuz. Setelah sampai dirumah kami membahas lagi tentang acara lamaran yang akan datang. Beda dengan persiapan pernikahan kak faisal dulu, kali ini mama dengan antusias mulai merancang rancang sesuatu untuk pesta nanti. Padahal acara lamaran saja belum di mulai. Tapi aku mengerti kenapa mama begitu, pastilah mama ingin menebus kesalahannya dulu yang menyebabkan kak faisal bersedih hingga akhirnya meninggal dalam kecelakaan. Kalau saja tak mendengar adzan maghrib mungkin kami masih asik membahas tentang lamaran yang akan kami lakukan jumat depan.

Aku bergegas ke kamar untuk mandi dan sholat. Hari hari berlalu hampir tak terasa. Sekarang sudah rabu, empat hari berlalu semenjak kami dari rumah amalia. Siang ini katanya om beno dan tante laras akan datang. Pasti odie juga ikut. Terakhir kali ia main kesini waktu kak faisal meninggal. Aku sudah kangen dengan sepupuku itu. Aku berjalan keluar teras sambil membawa novel sidney sheldon. Belum sampai sepuluh menit aku membaca. Sebuah mobil yang cukup aku kenal memasuki pekarangan rumahku. Dengan jantung berdebar aku berdiri. Om alvin keluar dari mobil tersenyum padaku. Ia berjalan menghampiriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar