Jumat, 19 Juni 2015

Pelangi Dilangit Bangka (Kisah Rio) Part 24

#29 RAHASIA MAMA DAN OM ALVIN
Aku melihat mama sedang menggenggam tangan om alvin, rasanya aku tak bisa percaya, bagaimana mungkin itu bisa terjadi, bukannya waktu itu mama bilang tak mau lagi melihat om alvin, tapi kenapa sekarang mama malah memegang tangan om alvin dan mama menangis.

Aku tak jadi masuk ke dalam. Sempat aku dengar mama mengatakan kalau sabar semua akan terwujud. Aku bingung apa maksudnya itu. Ku tutup kembali pintu pelan pelan aku tak mau kalau sampai mama melihat aku.

"loh kok nggak jadi masuk?" tanya mama koko heran.

"iya tante.. Ada mama didalam.."

"iya rio tadi mama kamu datang, sekitar sejam yang lalu.. Tante juga bingung, mamamu ingin bicara sama alvin makanya tante menunggu di luar." mama koko menjelaskan.

Aku mengangguk mengerti. "tante aku pergi dulu, besok aja aku kesini lagi.. Tolong jangan kasih tau mama kalau aku kesini.."
aku meminta pada mama koko dengan tatapan memohon.

"loh kenapa sayang?" tanya mama koko jadi heran.

"nggak apa apa tante.. Pokoknya tolong jangan kasih tau mama.. Aku pergi dulu, ada teman yang lagi nunggu disana!" aku menunjuk ke ujung.

Mama koko mengangguk. "iya kalau itu mau kamu.."
mama koko tersenyum dan menggeleng gelengkan kepalanya melihatku.

Dengan langkah cepat aku meninggalkan mama koko lalu kembali menemui rizal dan yang lain. Jantungku berdebar keras aku merasa ada sesuatu yang tak beres dengan apa yang barusan saja aku saksikan. Masa sih mama dan om alvin begitu cepatnya berbaikan bahkan mereka berdua nampaknya lumayan akrab juga dari cara mama memegang tangan om alvin.

Apa yang sebenarnya terjadi. Hatiku jadi bertanya tanya. Apakah mama sudah bisa memaafkan kesalahan om alvin terhadapnya dulu ataukah mama hanya kasihan karena om alvin sekarang lagi di rawat. Kepalaku jadi pusing sekali. Aku berjalan tanpa sadar tiba tiba sudah di tempat dimana rizal agus dan yang lain lain menungguku.

"dari mana saja yo, kok muka kamu pucat?" tanya rizal heran.

"ada keluarga yang kebetulan dirawat juga disini zal, jadi aku sekalian menjenguknya mumpung lagi disini. Gimana dengan riska.. Apa sudah ditangani dokter?" tanyaku pada rizal.

"sudah yo.. Sebentar lagi juga beres.." jawab rizal.

"kalau begitu aku mau menyelesaikan administrasinya dulu ya.." aku masuk ke dalam ruangan.

Ku lihat riska dan intan sedang berada di dalam. Dokter membalut luka di kaki riska sementara amalia berdiri mengamatinya. Aku menghampiri perawat yang berdiri diruangan itu lalu menanyakan tentang masalah biaya.
Perawat itu menyuruh aku mengikutinya menuju meja kerjanya. Setelah selesai membereskan masalah administrasi. Aku keluar lagi.

Tak lama kemudian riska dan intan keluar. Kami pulang bersama. Aku mengantar mereka sampai dirumah rizal. Aku menawari mengantarkan riska pulang, tapi riska menolak karena ia mau pulang bareng teman temannya tadi. Aku tak bisa memaksa. Setelah meminta maaf pada semua teman aku pamit pulang.

Sebenarnya rizal keberatan dan menahanku tapi aku sudah merasa tak nyaman lagi. Acara yang seharusnya menyenangkan ini malah jadi berantakan karena aku. Untunglah rizal mau mengerti dan tak begitu mengambil hati.

Didalam mobil aku jadi bingung, langsung pulang kerumah atau mencari rian dulu. Aku tak mau membiarkan masalah ini jadi berlarut larut. Takutnya nanti semakin aku diamkan malah akan makin rumit. Menghadapi rian yang sedang ngambek bukanlah satu perkara yang mudah. Rian bukan tipe yang mudah memaafkan kesalahan. Hanya padaku ia lebih lunak. Namun aku juga agak takut menghadapi rian saat ini. Aku jadi serba salah akhirnya aku memutuskan pulang langsung kerumah.

Ternyata ada amalia dirumah. Aku lihat ia seperti makin lengket saja dengan kak fairuz, apa mungkin karena kak fairuz adalah kakaknya kak faisal dan wajah mereka pun lumayan mirip sebagai kakak adik. Amalia terlihat sudah agak ceria.

"assalamualaikum..." aku masuk ke dalam rumah.

"waalaikum salam.." amalia yang menjawab. "kamu udah tau yo kalau om alvin sakit?" tanya kak fairuz. Aku heran darimana dia tau kalau om alvin sakit.

"sudah kak, aku juga sudah menjenguknya kemarin.." jawabku malas.

"sukurlah kalau gitu.." ujar kak fairuz nampak lega.

"sudah lama mel?" tanyaku sama amel.

"sudah dari jam tujuh yo, tadi mama kamu nyuruh kesini minta ajarin bikin tekwan.." jawab amalia.

"jadi kamu bikin tekwan ya, mau dong!" perutku langsung lapar mendengar kata tekwan.

"tunggu sebentar aku siapkan dulu." amalia langsung berdiri dan berjalan dengan cepat menuju dapur.

Aku mengikuti amalia. Tangannya dengan lincah mengambil piring untukku lalu menaruh diatas meja. Amalia meracik tekwan. Segumpal Baso ikan ia masukan ke dalam panci berisi kuah tekwan. Lalu ia masukan bihun, potongan bengkoang, sedap malam dan potongan jamur kuping ke dalamnya.

Amalia menyalakan kompor gas dan memanasi tekwan itu. Aku duduk dekat kursi makan sambil menopang dagu mengamati amalia. Aku senang kini amalia sudah bisa tersenyum dan lebih bersemangat.

"liat apa yo?" tanya amalia begitu sadar aku sedang mengamatinya.

"nggak mel.. Cuma aku senang aja akhirnya kamu tetap jadi tinggal disini.." aku tersenyum pada amalia.

"kata kak fairuz. Sebulan setelah menikah ia mau mengajakku pindah ke jakarta.." jelas amalia sambil berjalan ke arahku lalu meletakkan kecap dan cabe yang sudah di blender diatas meja.

"kalian mau pindah ke jakarta?" ujarku terkejut.

"iya yo, kata kak fairuz, ia mau mengajak aku tinggal bersama ibunya. Kasihan ibunya sendirian disana, oh ya rencananya ibu fairuz mau ke palembang lusa..!" amalia memberitahu.

"lusa ibunya kak fairuz mau kesini?" aku mengulangi kata kata amalia.

"iya yo.. Aku jadi deg degan.. Semoga ibu fairuz bisa menerimaku ya..!" amalia seperti berharap.
Entah kenapa aku seperti merasa agak kecewa. Amalia seolah melupakan kak faisal. Tak terlihat lagi ada tanda kesedihan pada dia. Apakah begitu besar pengaruh kak fairuz ataukah memang amalia masih belum bisa melupakan kak faisal namun amalia tak mau menunjukkannya di depan orang orang.

"eh udah mendidih.." bergegas amalia mematikan kompor karena mendengar suara air yang menggelegak dalam panci. Amalia menuangi tekwan panas ke dalam mangkuk porselen. Amalia membawa mangkok berisi tekwan dan menaruh diatas meja.

"hati hati yo masih panas.." peringat amalia.

"makasih mel, kamu sama kak fairuz nggak ikut makan?" tanyaku sambil mengambil senduk dan mengisi piringku dengan tekwan.

"kalau begitu amel pulang dulu ya, udah jam sepuluh nanti ibu bingung.." amalia melirik ke jam dinding yang menempel di dapur.

"oh iya mel.. Makasih banyak, tekwan buatan kamu benar benar lezat.." kataku sambil menyuap tekwan buatan amalia. Amalia pergi meninggalkan aku sendirian di dapur. Aku menghabiskan tekwan lalu pergi ke ruang tengah. Ternyata mama sudah pulang, wajah mama terlihat agak kusut. Aku menghampiri mama lalu duduk di sampingnya.

"darimana ma?" tanyaku pura pura tak tau.

"dari rumah bu yuli, melihat tas yang ia bawa dari luar negeri." jawab mama agak gugup.

"mana tas nya..?" tanyaku lagi ingin melihat reaksi mama.

"nggak jadi beli nggak ada satupun yang cocok.. Tumben kamu nanya nanya.." mama memandangku agak heran.

"nggak kok ma cuma mau tau aja, emangnya nggak boleh?" aku tersenyum. Mama berbohong padaku. Padahal tadi jelas jelas ia dari rumah sakit. Kenapa mama tak jujur saja mengakui kalau ia baru dari melihat om alvin dirumah sakit. Aku jadi semakin curiga sama mama. Apa sebenarnya yang mama rahasiakan dariku.

"mama capek mau istirahat dulu ya, mana besok mau menemani amalia cari bridal untuk mereka nanti." mama berdiri dengan tiba tiba seperti ingin mengalihkan pembicaraan. Aku tau mama bingung harus menjawab apa kalau aku banyak tanya. Aku membiarkan saja mama pergi. Sepeninggalnya mama aku juga ke kamar karena capek dan mengantuk. Begitu banyak kejadian yang menguras pikiran dan waktunya sekarang aku harus beristirahat.



***********************


"rio kamu temani mama kerumah amalia ya?" mama menghadangku saat aku mau ke dapur mengambil minum.

"ngapain ma, kan ada kak fairuz.." kataku agak keberatan.

"kamu kan tau kalau kak fairuz mu itu sama mama kurang dekat, tak seperti faisal dulu.." timpal mama agak kesal.

"mungkin nggak lagi ma, kak fairuz sekarang sudah lebih baik, aku yakin ia tak akan kasar kasar lagi sama mama, lagian kan dia sudah liat sendiri bagaimana sikap mama terhadapnya meskipun dia berlaku buruk.." aku mencoba memberi pengertian pada mama.

"ya nanti saja mama coba ngomong sama kakakmu itu.... Tapi kamu mau kan hari ini menemani mama?" mama merayuku.

Hmmm mama memang paling tau kelemahanku paling tak bisa menolak kalau orang minta tolong.

"iya deh ma.. Tunggu rio mau mandi dulu, habis itu baru kita kerumah amalia." aku mengalah.

"terimakasih sayang, mama ingin pesta ini nanti menjadi prestis bagi mama.. Pasti semua tamu akan terkesan.." mama menerawang seolah pesta itu sudah ada di depan matanya.

Aku tak menanggapi lagi. Mama memang begitu, percuma saja menyuruh mama untuk mengontrol kebiasaannya yang boros itu. Aku mandi dan berpakaian. Lalu bersama mama menjemput amalia.

Seharian aku mengantarkan mama dan amalia mencari bridal. Rasanya tak selesai selesai. Kami sudah mengitari seluruh bridal yang elit untuk menemukan yang paling sreg bagi mama.
Namun entah yang bagaimana yang mama cari. Tak satupun juga yang berkenan baginya. Yang kurang ini lah, yang bajunya kurang up to date lah. Pokoknya ada ada saja kekurangan dimatanya.
Beginilah mama cerewetnya minta ampun kalau sudah menyangkut selera. Ia bisa menghabiskan waktu berjam jam bahkan berhari hari untuk bisa menemukan yang paling berkenan baginya.
Aku ini sebagai sopirnya yang gak tahan. Mana panasnya minta ampun kayak neraka bocor. Ac mobil yang sudah aku set di level maksimum seolah cuma sebagai aksesoris yang menghias mobil.
Berkali kali aku mengeluh sama mama namun apa kata mama.

"kamu tau nggak kalau kamu menikah nanti mama bakalan bikin pesta sepuluh kali lipat lebih meriah kalau perlu bridal nya kita datangkan langsung dari paris dengan semua yang serba glamor. Jadi kamu jangan protes dulu.. Ini juga kan demi keluarga kita juga.

Akhirnya aku tak bisa berkata apa apa lagi. Padahal amalia pun aku lihat seperti sudah bosan.
Salah amalia juga sih sebenarnya sampai susah cari gaun yang cocok, soalnya bagian perutnya udah mulai buncit, jadi mama mau gaun yang ia pakai nanti bisa menyamarkan perutnya itu.
Mama mana mau kalau sampai teman temannya yang rata rata ibu ibu wartawan gosip itu mendapat bahan empuk untuk dijadikan pemberitaan. Kalau sampai ketahuan bahwa calon menantu mama sudah hamil duluan itu akan membuat gengsi mama terusik.

Akhirnya aku dan amalia terpaksa harus menyerah. Sampai sore tiba tak kami belum menemukan bridal yang mama setujui. Untunglah mama kecapekan dan mengajak aku pulang kalau tidak aku bisa pingsan saking bosannya.

Setelah mengantar amalia aku ngebut pulang hingga mama berkali kali berteriak ketakutan.
Sampai dirumah aku langsung ke kamar dan berbaring hingga sampai aku tak sadar tau tau sudah tidur.


aku terbangun dengan kaget karena merasa ada yang memegang tanganku. Dengan tersentak aku langsung duduk. Ternyata disampingku ada om sebastian.

"aduh om bikin aku kaget aja..!" aku mengusap dada.

"nyenyak sekali kamu tidur, habis nyangkul di kebun siapa emang?" om sebastian tertawa seolah baru melihat kejadian lucu.

"jam berapa sekarang om?" tanyaku bingung.

"hampir jam sembilan.. Emangnya kamu ngapain kok bisa tidur secepat ini..?" tanya om sebastian penuh perhatian.

"menemani mama sama amalia cari bridal om.. Aku mau cuci muka dulu.." aku beringsut turun dari tempat tidur dan bergegas ke kamar mandi.
Setelah cuci muka dan gosok gigi aku kembali menghampiri om sebastian.

"sudah lama ya kita nggak ngobrol panjang seperti dulu.. Om kangen sekali.." om sebastian terpekur.

"memangnya tante sukma lagi kemana om.." tanyaku heran.

"ada dirumah, kebetulan ada mamanya datang dari surabaya. Jadi om bisa meninggalkan dia.." jawab om sebastian seperti lega.

"kok om kayaknya seneng sih?" aku meneliti muka om sebastian.

"gimana nggak seneng yo, semenjak tante mu itu hamil om udah jarang kemana mana, dia maunya di temani terus sampe om nggak bisa ngapa ngapain juga selain kerja.." om sebastian mengeluh.

"harusnya kan om senang sebentar lagi bakalan jadi ayah.."

"ya seneng sih, lelaki mana yang nggak seneng bakalan mendapatkan anak, tapi masih dalam perut saja udah gini capek nya gimana kalau udah lahir nanti.." wajah om sebastian murung.

"biasa aja mukanya om, apa nggak kurang sedih tu?" godaku. "dasar kamu ya bukannya ikut bersimpati malah ngolok.." om sebastian merajuk.

"kan cuma bercanda.. Om mumpung om lagi bebas gimana kalau kita jalan jalan.. Rio kangen masa masa lalu, dulu kan kita akrab banget..!" usulku pada om sebastian.
Ia terlihat senang dan langsung antusia.

"wah boleh juga tuh, kemana ya enaknya..?" ia bertanya.

"ya kita nongkrong ditaman aja, atau kita ke ampera om, kan rame.."

"boleh... Boleh.. Sana kamu siap siap dulu, om tunggu di depan.." om sebastian terlihat tak sabar.

Tanpa di komando dua kali aku ngacir ke kamar mandi. Aku dan om sebastian berkeliling keliling lalu pergi ke ke ampera. Aku dan om sebastian bergerak ke bawah ampera mencari tempat duduk. Tenang sekali suasananya disini. Biasanya kalau siang disini dipenuhi oleh orang yang jualan, macam macam lah yang dijual ada banyak lapak buku buku bekas dan semua yang serba bekas.

"siapa pacar kamu sekarang yo, kok nggak pernah cerita cerita sama om?" om sebastian memecah keheningan.

"nggak ada om, belum kepikiran untuk punya cewek, masih fokus kuliah dulu.." jawabku agak malu.

"gitu ya.. Baguslah kalau kamu berpikiran begitu, jangan sampai kamu putus kuliah, sayang yo.. Mumpung ada kesempatan orangtua mu masih mampu harus kamu manfaatkan untuk kemajuan kamu..!" om sebastian menasehatiku.

"iya om.. Aku juga tau kok.. Dari kecil sudah merasakan kalau cari uang itu tak gampang, jadi aku sudah belajar banyak, meskipun sekarang sudah berubah keadaannya, tapi aku bukan orang yang mudah lupa akan asal usul.."
jelasku dengan gamblang. Om sebastian tersenyum senang mendengarnya.

"om tau kamu anak yang baik rio.. Dan om percaya sama kamu.. Andaikan waktu bisa diulangi lagi ke masa lalu, rasanya om ingin sekali bisa dekat lagi denganmu.." om sebastian agak menerawang.

Aku terdiam sambil memandang keatas langit. Melihat hamparan bintang yang dilatarbelakangi langit hitam pekat begitu menakjubkan. Kerlap kerlipnya begitu indah. Bulan tak sempurna dengan cahaya yang redup membuat suasana temaram menjadi lebih indah. Aku merenungkan kembali kata kata om sebastian. Manusia hanya diberikan kesempatan sekali.

Hari hari terus berlalu apabila lalai itu tak akan terulang, akan banyak yang terlewatkan di masa datang hanya karena satu kesalahan fatal yang dilakukan saat ini. Aku betul betul menyadari hal itu. Masa lalu memang indah untuk di kenang, namun hanya sebatas untuk di kenang saja bukan untuk diulang ataupun diratapi biar bisa terulang.

Saat ini om sebastian sudah beristri dan aku sudah dekat dengan rian. Meskipun aku masih begitu menyayangi om sebastian itu bukan berarti aku harus menyulam lagi kisah yang sudah robek disana sini. "tante sukma baik ya om.. Aku senang om mendapat isteri seperti dia..." aku menoleh melihat om sebastian.

"iya yo.. Om beruntung mendapatkan perempuan seperti dia, om harap nanti kamu juga akan mendapatkan perempuan yang benar benar menyayangimu bukan karena embel embel harta.." om sebastian mengacak acak rambutku.

Masih seperti dulu kadang kadang om sebastian masih menganggap aku seperti masih remaja, padahal umurku kini sudah hampir masuk 22 tahun.

"entah lah om aku bingung apa aku mengharapkan itu, aku belum tau apa nanti aku punya keinginan untuk menikah, om tau sendiri aku bagaimana.. Aku takut membayangkan hal itu... Jika pada waktunya nanti aku belum bisa juga untuk mencintai perempuan..!" jawabku dengan sedih, pikiranku mendadak jadi kalut.
Kata kata om sebastian tadi membuat aku jadi takut. Aku jujur sebetulnya takut menghadapi masa depan. Mungkinkah aku bisa keluar dari keinginanku saat ini.

"jangan risau seperti itu rio.. Om yakin kamu pasti bisa kok.. Kamu masih muda dan akan banyak hal yang kamu lalui, dulu om juga tak menyangka bakalan menemukan perempuan yang cocok. Tapi sekarang kamu lihat sendiri kan... Keinginan dan nafsu kalau terus diikuti tak akan pernah habis, hidup butuh pengorbanan.. Mungkin kamu kira om betul betul bahagia dengan pernikahan om.. Walaupun jujur om akui itu tak seperti yang terlihat, kamu tidak tau kan bagaimana om berusaha, om mengesampingkan segala nafsu.. Om pertimbangkan keluarga, karir dan masa depan. Om tak tau sampai kapan om bisa menjalaninya. Namun om yakin apa yang om lakukan itu benar, itulah sebagai sumber kekuatan om untuk bertahan.." tanpa sadar om sebastian meraih tanganku lalu menggenggamnya.

Aku tak menampik. Aku merasa nyaman bila dekat om sebastian. Meskipun cerita kami telah selesai, bukan berarti aku berhenti menyayanginya.

"kamu tau rio.. Om masih menyayangi kamu, perasaan yang lebih kuat semakin hari, mungkin kamu tak menyadarinya.." suara om sebastian berubah pelan.
Aku mendengarkan semua yang dikatakan om sebastian kata demi kata dan meresapinya dalam relung sanubari.

"kenapa diam yo... Kamu tak suka om bicara begitu?" tanya om sebastian kuatir. Aku menggeleng.

"bukan itu om, cuma aku sadar sekarang tak seperti dulu.. Jadi lebih baik kita membahas apa yang harus kita lakukan nanti om.." aku mengarahkan pembicaraan biar ganti topik.

"kamu nggak sayang lagi sama om?" om sebastian seolah tak perduli.

"ya sayang dong om.. Masa benci.." aku ngeyel

"kamu itu.. Ditanya malah melantur.." "kan om nanya gitu jadi jawabnya apa dong..?" aku berputar putar, aku sudah bisa menebak kemana arah pembicaraan om sebastian.

Aku tak mau kalau sampai aku terjatuh lagi untuk kedua kalinya dalam luka yang sama.

"om kangen saat saat dulu yo.." om sebastian seolah merintih.

"sama om... Rio juga kangen masa lalu, sama emak.. Ayuk tina, yuk yanti, kangen keliling kampung berjualan.. Bermain main dengan teman teman..." aku pura pura tak mengerti maksud om sebastian.

"oh ya.. Bagaimana kabar emak mu?" om sebastian menatapku.

"alhamdulillah sehat, tadi pagi aku telpon emak.. Pake hp yuk yanti.. Kata emak dia kangen dan pengen main ke palembang.."

"suruh aja emak mu ke palembang jadi kalian bisa kangen kangenan.." usul om sebastian.

"iya sih om, aku juga bilang gitu sama emak, tapi emak bilang yuk yanti sibuk kerja, suaminya tugas di luar kota, jadi gak ada yang jagain cucunya.." ujarku penuh kerinduan. Sudah beberapa tahun tak melihat emak, aku jadi kangen, bagaimana emak sekarang ya.. Pasti sudah bertambah tua, tapi emak sekarang tak perlu berjualan lagi, yuk yanti sudah bersuami dan cukup mapan. Jadi emak tak diijinkan lagi berjualan.

"begitulah yo kalau nenek terhadap cucu biasanya malah lebih perhatian ketimbang sama anak sendiri, apalagi itu cucu pertama.." om sebastian melirikku.

"rio.... om masih mencintai kamu..." tembak om sebastian tanpa di sangka sangka. Aku termangu seolah tak percaya yang barusan aku dengar.

"kenapa diam rio.. Om bersumpah om jujur sama kamu.. Om tak pernah bisa melupakan hubungan kita dulu.." om sebastian terdengar sedih.

"tapi om sudah punya isteri om.." aku gemetar.

"om tau, tapi apa om salah kalau mencintai kamu yo, om tak berharap macam macam kok..!" om sebastian bersikeras. Aku menggigit lidah. Menahan ucapan yang aku ingin katakan. Aku tak mau salah berbicara karena takutnya di tangkap beda sama om sebastian.

"om membuat aku bingung..." aku mendesah.

"om cuma pengen tau apa kamu masih punya rasa sama om?" kelihatannya om sebastian memang betul betul ingin tau.

"maaf om.. Aku akan jujur sekarang.. Aku sudah punya teman dekat.. Maaf kalau aku baru mengatakannya sekarang.." akhirnya aku terpaksa terus terang.

"siapa yo.. Boleh om tau?" om sebastian begitu penasaran. Sepertinya om sebastian sangat terkejut bisa kulihat dari gerak geriknya.

"dia teman satu kampus denganku.. Malah sejak aku masih smp sudah akrab dengannya.." aku mencoba menjelaskan. "siapa mamanya?" tanya Om sebastian semakin penasaran.

"rian om.. Dia sering kok ke rumah, om juga sering melihat dia.." aku pandangi mata om sebastian.

"pemuda itu.. Iya om ingat, yang jangkung dan kulitnya putih itu... Om mengerti kenapa kamu bisa begitu cepat melupakan om, ternyata kamu dapat ganti yang bukan tandingan om.." rintih om sebastian.

"maaf om bukan itu masalahnya, aku dengan rian memang sudah dekat sebelum aku dekat dengan om... Namun aku harus meninggalkannya.. Jadi aku yang salah.. Aku menghianati dia.. Dan aku berhubungan dengan om.." aku mengakui segala galanya.

"sudah rio tak perlu jelaskan lebih jauh.. Om sudah bisa menarik kesimpulan.. Om minta maaf.." om sebastian bergeser gelisah, seolah sedang menduduki batu kerikil tajam.

"dingin banget om.. Pulang yuk.."

"kamu udah mau pulang, kan belum terlalu larut.." om sebastian agak kecewa.

"maaf om besok kuliah pagi, jadi aku tak bisa begadang, mana kecapekan tadi pagi sampai siang menemani mama.. Rio minta maaf ya om.." aku berdiri perlahan. Om sebastian melepaskan genggamannya pada tanganku.

"baiklah kalau memang begitu, om mengerti... Kalau kamu ada masalah jangan segan segan cerita sama om, insya allah sedapat mungkin om akan bantu kamu.. Asalkan kamu masih percaya sama om.." harap om sebastian.

Ia merangkulku dan berjalan bersamaku kembali ke mobil.

"iya om..terimakasih ya, aku aku senang om mau mengerti..." "kasih sayang om tak pernah berubah rio.. Meskipun seribu orang telah memiliki kamu, bagi om kamu tetap menempati ruang hati teratas.." om sebastian menekan remote yang ada di kunci mobil. Kami masuk ke dalam.

"emangnya ada berapa ruang dalam hati om?" aku bercanda.

"tiga.. Satu kamu yang mengisinya. Kedua semua keluarga terdekat termasuk juga isteri om.." jawab om sebastian.

"terus yang ketiga siapa?" tanyaku lagi.

"akan tetap om biarkan kosong selamanya. Biar om bisa mengisinya disaat yang benar benar dibutuhkan.." jawab om sebastian lugas.

"aku harap tak ada lagi sesuatu yang menyakitkan terjadi, sedapat mungkin hindari hal hal yang bisa membuat kita terlena, aku juga sekarang lagi banyak masalah yang membuat kepalaku pusing.. Entah kenapa sepertinya hubunganku selalu tak mudah.." aku mengeluh.

"memangnya rian bagaimana memperlakukan kamu?" om sebastian menatapku tajam.

"om liat ke depan aja.. Nanti kita nabrak orang..!" aku mengingatkan om sebastian. Ia langsung menoleh lagi ke depan.

"rian baik.. Dia menyayangiku.. Tapi kadang posesifnya itu yang keterlaluan!"

"maksud kamu?"

"dia sering mengekang aku om.. Bikin aku jadi serba salah, tapi aku sangat menyayanginya." aku jujur pada om sebastian.

"hati hati rio.. Orang posesif cenderung berbahaya, dia punya sisi psikopat yang tak bisa di duga.. Om tak mau pada satu hari nanti kamu dapat masalah besar.,.!" om sebastian seperti kuatir.

"nggak lah om, rian nggak psikopat kok.. Cuma rasa memilikinya itu om yang berlebihan.."

"semoga..." harap om sebastian. Percakapan kami terhenti karena kami telah sampai di rumah. Bik tin membuka pintu untuk kami.

"boleh om tidur sama kamu?" tanya om sebastian. Aku baru saja hendak bertanya

"tenang.. Om tak akan macam macam.. Cuma mau tidur aja.." om sebastian seperti membaca jalan pikiranku.

"nggak apa apa om, aku nggak keberatan kok.. Om boleh tidur sama aku.." aku tertawa melihat kekuatiran pada om sebastian. Aku mengajak om sebastian masuk ke dalam kamar.

Kami ngobrol beberapa menit hingga akhirnya om sebastian tertidur. Aku pandangi wajah om sebastian yang tenang. Om sebastian tertidur begitu pulas. Bibirnya yang tegas dan sedikit tebal agak terbuka seiring tarikan nafasnya yang teratur. Alisnya tebal hingga hampir menyatu. Tapi wajahnya sangat mulus dengan dagu tumpul di ujung.

Tante sukma memang perempuan yang sangat beruntung. Dia pasti begitu mencintai om sebastian. Wajah yang siapapun juga akan sangat mudah untuk jatuh cinta.


*******************


Hari ini aku kuliah. Waktu bangun tadi pagi om sebastian sudah tak ada lagi di sampingku karena dia telah berangkat kerja.

Mata kuliah akutansi biaya yang diberikan dosen hari ini hampir tak bisa aku cerna. Pikiranku terlalu sibuk dengan masalah masalah dirumah. Yang paling membuat aku pusing adalah tak sengajanya aku memergoki mama membezuk om alvin dua hari lalu. Apa sebenernya yang mereka bicarakan.

Kalau melihat dari cara mereka bicara sih sepertinya mama dan om alvin seperti tak pernah ada konflik. Aku bingung apakah ini hanya sekedar perasaanku saja ataukah memang sebenarnya apa yang membuat aku kuatir itu memang beralasan.

Setelah dilanda kebosanan akhirnya mata kuliah berakhir. Aku keluar dan langsung pulang. Aku harus kerumah koko sekarang, masih banyak yang mau aku tanyakan padanya. Aku harus memastikan tak ada hal lain yang aku tak tau sementara semua orang di sekelilingku sudah mengetahuinya.



Aku memencet bell dan menunggu koko membuka pintu. Berkali kali aku memencet tapi tak ada juga yang keluar. Apa mungkin memang tak ada siapa siapa dirumah koko saat ini. Aku berbalik meninggalkan rumahnya.
Belum lagi aku sempat membuka pintu mobil. Tiba tiba sebuah mobil kijang memasuki pekarangan rumah koko. Aku diam mengawasi siapa yang datang.
Pintu mobil terbuka. Koko turun sambil menuntun om alvin. Astaga aku datang pada saat yang tak tepat!.
Ternyata om alvin hari ini pulangnya. Kenapa aku begitu bodoh tak menelpon koko atau minimal sms dulu. Sekarang sudah terlambat untuk menghindar karena koko dan mamanya sudah keburu melihat aku.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar